KATA PENGANTAR
Pedoman Hak Pasien dan Keluarga ini diharapkan dapat menjadi acuan
untuk menjabarkan lebih lanjut proses pemberian perlindungan hak pasien dan
keluarga kedalam bentuk yang lebih rinci, seperti pembuatan panduan dan Standar
prosedur Operasional (SPO). Landasan utama dibuatnya Pedoman Hak Pasien dan
Keluarga ini adalah Undang – undang nomor 44 Tahun 2009 Pasal 32 yang menuat
18 hak pasien dan keluarga serta disesuaikan dengan sistem akreditasi Rumah Sakit
yang mengacu pada Joint Comission International (JCI).
Kami menyadari bahwa pedoman Hak Pasien dan Keluarga ini masih belum
sempurna dan kami mengharapkan adanya masukan bagi penyempurnaan di
kemudian hari. Tersusunnya Pedoman Hak Pasien dan Keluarga ini tidak lepas dari
adanya dukungan berbagai pihak. Untuk itu tim penyusun mengucapkan terima kasih
dan harapan agar Pedoman Hak Pasien dan Keluarga ini dapat dipergunakan
sebagaimana mestinya.
Kuningan,
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejalan dengan amanat pasal 28 H ayat (1) Undang – undang dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 telah ditegaskan bahwa setiap orang berhak
memperoleh pelayanan kesehatan, kemudian dalam pasal 34 ayat (3) dinyatakan
negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan
fasilitasn pelayanan umum yang layak.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari hak pasien dan keluarga di RSU KMC Luragung adalah
:
D. Landasan Hukum
1. Undang – undang no.23 tahun 1992 tentang kesehatan (lembaran negara
Republik Indonesia tahun 1992 no. 100)
2. Undang – undang no. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia ( lembaran
Negara Republik Indonesia tahun 1999 nomor 165 )
3. Undang – unang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran (
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 nomor 116 )
4. Undang _ undang no.11 tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan
Internasional Hak – hak Ekonomi Sosial dan Budaya ( Lembaran Negara
Republik Indonesia tahun 2005 no. 118 )
5. Undang – undang no. 12 tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan
Internasional Hak – hak Sipil dan Politik ( Lembaran Negara Republik
Indonesia tahun 2005 no. 119 )
6. Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
7. Peraturan Presiden No. 56 Tahun 1995 tentang Majelis Disiplin Tenaga
Kesehatan
8. Peraturan Menteri Kesehatan No. 312/Menkes/Per/IV/2007 tentang Izin
Praktik dan pelaksanaan Praktik Kedokteran.
9. Peraturan Menteri Kesehatan No. 290 tahun 2008 Tentang persetujuan
Tindakan Kedokteran
10. PERMENKES No. 585/Menkes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan Tinakan
Medis
11. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.269/
Menkes/Per/III/2008 Tentang rekam Medik
12. Undang -undang No.8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen
13. Undang – undang Nomor 44 tahun 2009 pasal 32 Tentang hak – hak pasien
di Rumah Sakit
14. Undang – undang no. 36 tahun 2009 tentang kesehatan.
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
DIREKTUR UTAMA
PT. PILAR MANDIRI KUNINGAN
H. DEVI MUHARNA, SE
DIREKTUR
dr. SYARIF HIDAYAT, MARS
SUB KOMITE KREDENSIAL SUB KOMITE KREDENSIAL SUB KOMITE KREDENSIAL - TIM REKAM MEDIS
- TIM SASARAN
KESELAMATAN
SUB KOMITE MUTU SUB KOMITE MUTU SUB KOMITE MUTU PASIEN
- TIM K3RS
- TIM PPI
SUB KOMITE ETIKA SUB KOMITE ETIKA SUB KOMITE ETIKA
PJS. KABID PELAYANAN KABID KEPERAWATAN KABAG RUMAH TANGGA KABAG UMUM KABAG KEUANGAN
dr. YOGA KARSENDA SANTY W, S.Kep.,Ners IMAM ROJA’I UUNG SAMHURI, S.H. ERICK RISMANTO, S.E
STANDAR FASILITAS
Rumah sakit mengidentifikasi kelompok pasien yang lemah dan yang beresiko
dan menetapkan proses untuk melindungi hak dari kelompok pasien tersebut.
Kelompok pasien yang lemah dan tanggung jawab Rumah Sakit dapat tercantum
dalam Undang – undang atau peraturan. Saf Rumah Sakit memahami tanggung
jawabnya dalam proses ini. Sekurang – kurangnya anak – anak pasien yang cacat,
lanjut usia, dan populasi pasien lain yang beresiko juga dilindungi.pasien koma dan
mereka dengan gangguan mental atau emosional, bila ada di Rumah sakit juga akan
dilindungi. Selain dari kekerasan fisik , perlindungan juga diperluas juga untuk
masalah keamanan yang lain. Seperti perlindungan dari penyiksaan, kelalaian
pengasuhan, tidak dilaksanakannya pelayanan atau bantuan dalam kejadian
kebakaran.
Rumah sakit wajib membangun suatu sistem dalam melindungi pasien yang
menjadi korban kekerasan fisik. Bekerjasama dengan bagian keamanan tanpa
mengabaikan koordinasi yang baik dengan pihak berwaib. Rumah sakit melindungi
sampai batas waktu tertentu terhadap tanggung jawab keamanan pasien korban
kekerasan fisik selama pasien dirawat.
Kelompok beresiko adalah bayi, lansia, dan individu cacat. Usia yang termasuk
dalam kelompok yang beresiko adalan lansia berusia lebih dari 65 tahun, bayi berusia
kurang dari 28 hari dan individu cacat fisik. Identifikasi kelompok beresiko ini di
lakukan sejak pasien mendaftar di bagian pendaftaran,sehingga kelompok ini akan di
berikan jalur cepat atau Fasty Track.
Informasi medis dan kesehatan lainnya yang bila didokumentasikan dan dan
dikumpulkan merupakan hal penting untuk dipahami pasien dan kebutuhan serta
untuk memberikan asuhan pelayanan. Informasi tersebut dapat dalam bentuk tulisan
dikertas atau rekaman elektronik. Rumah Sakit menghormati informasi tersebut
sebagai hal yang bersifat rahasia dan telah menerapkan kebijakan dan prosedur
untuk melindungi informasi tersebut dari kehilangan dan penyalahgunaan. Kebijakan
dan prosedur tercermin dalam pelepasan informasi sebagaimana diatur dalam
undang – undang dan peraturan.
Pelayanan Hak Pasien dan Keluarga diberikan kepada pasien saat pertama kali
mendaftar ke petugas Rumah Sakit dengan cara memberikan informasi dengan jelas
tentang pelayanan di Rumah Sakit kepada pasien atau keluarga dan kemudian
didokumentasikan dengan penandatanganan format oleh pasin (keluarga yang
bertanggung jawab yang telah diberikan informasi) serta petugas rumah sakit yang
telah memberikan informasi.
Informasi secara umum diberikan melalui berbagai cara seperti media cetak
(koran, leaflet,dll), media elektronik (website dan running text) yang dapat dengan
mudah dipahami oleh semua pengunjung.
G. Perlindungan Hak Pasien dan Keluarga untuk Menolak Resusitasi / Do Not
Recucitation
Perintah DNR di Rumah Sakit memberitahukan kepada staf medis untuk tidak
berusaha menghidupkan pasien kembali sekalipun terjadi henti jantung. Tujuan
penolakan tindakan adalah untuk menyediakan suatu proses dimana pasien bisa
memilih prosedur yang nyaman dalam hal bantuan hidup oleh tenaga medis
emergensi dalam kasus henti jantung dan henti nafas.
Petugas rumah sakit dalam hal ini DPJP memberikan informasi kepada
keluarga pasien tentang kondisi pasien yang membutuhkan tindakan
resusitasi. Kemudian keluarga pasien berhak mengajukan pertanyaan tentang
tindakan resusitasi dan memutuskan apakah akan menerima atau menolak
tindakan resusitasi. Hal ini dijelaskan di lembar informed consent yang telah
diberlakukan.
2. Merubah keputusan tindakan resusitasi.
Bagi keluarga pasien telah menolak tindakan resusitasi pada awal informed
consent yang telah dilakukan, namun setelah sekian waktu berjalan keluarga
pasien memutuskan untuk merubah keputusan tersebut, maka keluarga
pasien berhak diberikan informasi ulang oleh DPJP tentang perkembangan
kondisi terbaru dari pasien tersebut. Setelah diberikan penjelasan dan
ternyata keluarga memutuskan untuk menyetujui tindakan resusitasi maka
keluarga pasien diberikan lembar informed consent yang baru. Dengan
catatan pada lembar informed consent yang baru dituliskan dengan jelas
bahwa lembar tersebut adalah keputusan yang benar – benar diputuskan oleh
keluarga pasien. Begitupun bila terjadi sebaliknya.
Nyeri merupakan bagian yang umum dari pengalaman pasien. Nyeri yang
tidak berkurang menimbulkan dampak yang tidak diharapkan kepada pasien secara
fisik maupun psikologis. Respon pasien terhadap nyeri sekaligus berada dalam
konteks norma social dan tradisi keagamaan. Jadi pasien didorong dan didukung
untuk melaporkan rasa nyeri. Proses pelayanan rumah sakit mengakui dan
menggambarkan hak pasien dalam asessmen dan managemen nyeri
Masuk sebagai pasien rawat inap atau terdaftar sebagai pasien rawat jalan di
rumah sakit dapat membuat pasien takut dan bingung sehingga mereka sulit
bertindak berdasarkan hak dan memahami tanggung jawab mereka dalam proses
asuhan. Oleh karena itu, rumah sakit menyediakan pernyataan tertulis tentang hak
dan tanggung jawab pasien dan keluarganya yang diberikan kepada pasien pada saat
masuk rawat inap atau rawat jalan dan tersedia pada setiap kunjungan dan selama
dirawat. Misalnya pernyataan tersebut dapat dipampang di rumah sakit. Pernyataan
ini disesuaikan dengan umur, pemahaman dan bahasa pasien.
Bila komunikasi tertulis tidak efektif atau tidak sesuai, pasien dan keluarganya
diberi penjelasan tentang hak dan tanggung jawab mereka dengan bahasa dan cara
yang dapat mereka pahami. Informasi secara tertulis tentang hak dan tanggung jawab
pasien diberikan pada setiap pasien. Pernyataan tetang hak dan tanggung jawab
pasien juga ditempel atau bisa diperoleh dari staf rumah sakit pada setiap saat.
Rumah sakit mempunyai prosedur untuk menjelaskan kepada pasien tentang hak
dan tanggung jawabnya bila komunikasi secara tertulis tidak efektif dan tidak sesuai.
LOGISTIK
Dalam pemberian pelayanan Hak Pasien dan Keluarga perlu adanya faktor
pendukung yang menunjang pelayanan seperti tersedianya fasilitas logistic dengan
tujuan memberikan pelayanan secara optimal.
KESELAMATAN PASIEN
Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada
lima isu penting yang terkait dengan keselamatann di rumahsakit yaitu : keselamatan
pasien (patient safety), keselelamatan pekerja atau petugas kesehatan, keselamatan
bangunan dan peralatan di rumah sakit yang bisa berdampak pada keselamatan
pasien dan petugas, keselamatan lingkungan (green productivity) yang berdampak
terhadap pencemaran lingkungan dan keselamatan “bisnis” rumah sakit yang terkait
dengan kelangsungan hidup rumah sakit. Ke lima aspek keselamatan tersebut
sangatlah penting untuk dilaksanakan di setiap rumah sakit. Namun harus diakui
kegiatan institusi rumah sakit dapat berjalan apabila ada pasien. Karena itu
keselamatan pasien merupakan prioritas utama untuk dilaksanakan dan hal tersebut
terkait dengan isu mutu dan citra perumahsakitan
1. Hak pasien
2. Mendidik pasien dan keluarga
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
4. Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan
program peningkatan keselamatan pasien
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien
KESELAMATAN KERJA
Undang- undang no 36 th 2009 pasal 164 ayat (1) menyatakan bahwa upaya
kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas
dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan.
Rumah sakit adallah tempat bekerja yang termasuk dalam kategori tersebut diatas,
bararti wajib menerapkan upaya keselamatan dan kesehatan kerja. Program
keselamatan dan kesehatan kerja di tim pendidikan pasien dan keluarga bertujuan
melindungi karyawan dari kemungkinan terjadinya kecelakaan didalam dan diluar
rumah sakit.
Dalam undang- undang dasar 1945 pasal 27 ayat ( 2) disebutkan bahwa” setiap
warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.
Dalam hal ini yang dimaksud pekerjaan adalah pekerjaan yang bersifat manusiawi,
yang memungkinkan pekerja ada dalam kondisi sehat dan selamat, bebas dari
kecelakaan dan penyakit akibat kerja, sehingga dapat hidup layak sesuai martabat
manusia.
Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan bagian integral dari perlindungan
terhadap pekerja dalam hal ini tim HPK dan perlindungan terhadap rumah sakit.
Pegawai adalah bagian integral dari rumah sakit. Jaminan kesehatan dan keselamatan
kerja akan meningkatkan produktivitas pegawai dan meningkatkan produktivitas
rumah sakit. Undang – undang no 1 th 1970 tentang keselamatan kerja dimaksud
untuk menjamin :
a) Agar pegawai dan setiap orang yang berada di tempat kerja berada dalam keadaan
sehat dan selamat
b) Agar faktor-faktr produksi dapat dipakai dan digunakan secara efisien
c) Agar proses produksi dapat berjalan lancar tanpa hambatan
Faktor yang menimbulkan keselakaan akibat penyakit dan kecelakaan kerja dapat
digolongkan kepada tiga kelompok yaitu :
a. Kondisi dan lingkungan kerja
b. Kesadaran dan kualitas pekerja
c. Peranan dan kualitas manajemen
Dalam kaitannya dengan kondisi lingkungan kerja kecelakaan dan penyakit akibat
keerja dapat terjadi bila :
Peralatan tidak memenuhi standar fasilitas atau sudah aus
Alat produksi tidak disussun secara teratur menurut tahapan prosese produksi
Ruang kerja terlalu sempit, ventilasi udara kurang memadai, ruangan terlalu panas
atau terlalu dingin
Tidak tersedia alat pengaman
Kurang memperhatikan persyaratan penanggulangan bahaya dan lain- lain.
PENGENDALIAN MUTU
Kepuasan pasien dan keluarga dapat ditingkatkan melalui kerja sama dengan
komite Mutu Rumah Sakit dengan mengadakan survei sejauh mana pemenuhan hak-
hak pasien dan keluarga tersebut di Rumah Sakit setiap 6 bulan.
Selain itu juga pokja HPK akan menerapkan langkah – langkah untuk
mengontrol dan meningkatan mutu pelayanan dengan cara sebagai berikut :