(Studi Kasus Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Program Rujuk Balik Pada Program Jaminan
Kesehatan Nasional di RS WATES HUSADA Dan RS IBNU SINA GRESIK Tahun 2021)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
BPJS merupakan badan hukum dengan tujuan yaitu mewujudkan terselenggaranya
pemberian jaminan untuk terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap
peserta penjaminan sosial dan/atau anggota keluarganya (Budiono dan Izziyana, 2016).
BPJS sendiri merupakan hasil implementasi dari Kebijakan Pemerintah Indonesia melalui
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
yang juga merupakan implementasi dari kesepakatan World Health Organization (WHO)
dalam mencapai Universal Health Coverage di Tahun 2014 (Ginting,2016).
Pasal 5 Undang-Undang tersebut mengamanatkan pembentukan badan yang
melaksanakan kebijakan yang disebut Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang
harus dibentuk dengan Undang-Undang. Pemenuhan pasal 5 UU nomor 40 tahun 2004
terlaksana dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan sosial yang mulai dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2014
(Budiono dan Izziyana, 2016).
Selama 2014 sampai 2021 program JKN berjalan tentunya banyak ditemukan
permasalahan – permasalahan dan evaluasi atas pelaksanaan program - programnya.
Pusat Pemantauan Pelaksanaan UU Badan Keahlian DPR RI dalam laporannya tahun
2019 menyampaikan bahwa terdapat beberapa permasalah dan temuan di lapangan yang
berkaitan dengan aspek pendanaan maupun aspek program jaminan sosial yaitu adanya
permasalahan terkait pengembangan sistem pelayanan kesehatan dimana panjangnya
alur/prosedur fasilitas kesehatan yang harus dilalui oleh pasien yang meningkatkan risiko
keterlambatan tindakan dan memberikan dampak memburuknya kondisi kesehatan (PPPU
DPR RI, 2019).
Sejak ditemukannya kasus positif Covid-19 pertama di Indonesia pada tanggal 2 Maret
2020, hingga kini penyebaran virus tersebut masih terus berlanjut bahkan telah mencapai
seluruh provinsi di Indonesia. Data dari PHEOC Kementerian Kesehatan sendiri telah
mencatat 1.791.221 Kasus Konfirmasi dan 49.771 Kasus Meninggal (2,8%) per 26 Mei
2021 (Kemkes RI, 2021). Dengan mempertimbangkan penyebaran Covid-19 dan
dampaknya pada aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan, serta
kesejahteraan masyarakat di Indonesia, maka Presiden Joko Widodo menetapkan Kepres
11/2020 tentang penetapan kedaruratan kesehatan masyarakat Covid-19. Kepala BNPB
juga menetapkan status Keadaan Tertentu Darurat Bencana Wabah Penyakit Akibat Virus
Corona di Indonesia melalui Surat Keputusan Nomor 13.A tahun 2020. Dengan
keputusan ini, maka status keadaan tertentu berlaku selama 91 hari, terhitung sejak 29
Februari 2020 sampai dengan 29 Mei 2020.
Sejak merebaknya virus asal Wuhan, Tiongkok ini, banyak fasilitas kesehatan terutama
rumah sakit (RS) melayani pasien Covid-19 baik mereka yang dicurigai terinfeksi yaitu
orang dalam pemantauan (ODP), pasien dalam pengawasan (PDP) maupun yang
konfirmasi positif. Yang memberikan layanan Covid-19 bukan hanya RS rujukan, tetapi
juga non rujukan Covid-19 baik milik pemerintah maupun swasta.
Webinar “Surplus BPJS Kesehatan Tahun 2020 dan Dampaknya” yang diselenggarakan
oleh Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran,
Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada (UGM)
pada 18 Februari 2021 memaparkan data Utilisasi JKN tahun 2014 sampai 2020 yang
disampaikan oleh Kurniawan (2021) sebagai berikut:
Dari data DJSN BPJS Kesehatan tahun 2020 tersebut bisa dilihat bahwa Pandemi
COVID-19 memberikan dampak pada sistem kesehatan termasuk berkurangnya
pelayanan kesehatan bukan COVID-19 di fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjut (FKTL).
Dibuktikan dengan kunjungan rawat jalan FKTL dari yang awalnya sejak tahun 2014
sampai 2019 meningkat (terakhir tahun 2019 sebesar 84,7 juta) dan menurun pada tahun
2020 menjadi sebesar 69,6 juta (DJSN, 2020).
Dasar bpjs – masalah program bpjs selama pandemic –seperti kunjungan ke rs menurun
(kasih data kunjungan rs before after covid)– sejarah rs ada program rujuk balik seperti
apa? – karena kunjungan menurun jadinya angka prb juga menurun – tujuan prb
tidak tercapai – pada kenyataannya ada rs yang angka prb tidak menurun mala
meningkat. Tips and trick? Analisisnya seperti apa?
Ginting tahun 2016 menjelaskan hasil penelitiannya tentang analisis pelaksanaan program
rujuk balik di Puskesmas Plus Perbaungan bahwa tenaga kesehatan pelaksana rujuk balik
di Puskesmas Plus Perbaungan memiliki pengetahuan cukup baik mengenai PRB.
Petugas/tenaga kesehatan juga siap dalam pelaksanaan PRB. Ketersediaan obat
mencukupi untuk pelayanan kesehatan PRB. Namun prosedur dan proses pelaksanaan
rujuk balik di Puskesmas Plus Perbaungan belum berjalan dengan baik. Hambatan dalam
pelaksanaan rujuk balik adalah masih banyak masyarakat Kecamatan Perbaungan belum
mengerti manfaat PRB. Monitoring pelaksanaan PRB hanya dilakukan oleh kepala
puskesmas. Dinas Kesehatan dan BPJS Kesehatan belum pernah melakukan evaluasi dan
pengawasan PRB di Puskesmas Plus Perbaungan.
Hasil penelitian lain mengenai analisis pelaksanaan PRB di rumah sakit??
Pandemi Covid-19 telah mendorong bangsa Indonesia melakukan inovasi di berbagai hal,
mulai dari bidang industri kesehatan, obat, bidang riset, teknologi, bahkan hingga bidang
pelayanan publik tak terkecuali Rumah Sakit Pemerintah dan Swasta dalam memberikan
pelayanan kesehatan yang paripurna. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti dan
menganalisis pelaksanaan program rujuk balik di RS Wates Husada dan RSUD Ibnu Sina
Gresik yang merupakan rumah sakit dengan Angka Rujuk Balik tertinggi di wilayah
Gresik pada masa pandemi COVID 19.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana kesiapan petugas/ tenaga pelaksanaan program rujuk balik?
2. Bagaimana prosedur pelaksanaan program rujuk balik?
3. Bagaimana evaluasi pelaksanaan program rujuk balik?
4. Bagaimana usaha peningkatan pelaksanaan program rujuk balik?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Bagaimana kesiapan petugas/ tenaga pelaksanaan program rujuk balik?
2. Bagaimana prosedur pelaksanaan program rujuk balik?
3. Bagaimana evaluasi pelaksanaan program rujuk balik?
4. Bagaimana usaha peningkatan pelaksanaan program rujuk balik?
1.4 Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan memberi konstribusi bagi perkembangan ilmu
kesehatan masyarakat khususnya pengembangan ilmu masyarakat kesehatan
bidang administrasi kesehatan.
2. Manfaat Praktis
a. Rumah Sakit
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan evaluasi bagi
Rumah Sakit untuk meningkatkan kinerja dalam pelaksanaan sistem rujukan balik.
b. Dinas Kesehatan
Sebagai masukan dan evaluasi pada bidang atau seksi yang mengurusi sistem
rujukan pelayanan kesehatan sehingga terjadi pemerataan pemanfaatan
pelayanan kesehatan di Gresik.
c. BPJS
Sebagai masukan untuk membuat mengevaluasi pelaksanaan sistem rujukan
balik sehingga tidak terjadi penumpukan pelayanan di rumah sakit dan dapat
menekan dan pemerataan pembiayaan kesehatan di setiap fasilitas kesehatan.
d. Rumah Sakit Lain
Sebagai masukan dan sumber inspirasi dalam melaksanakan dan mengevaluasi kinerja
pelayanan sistem rujuk balik di instansi masing – masing.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem Rujukan
2.1.1 Definisi
2.1.2 Macam
2.1.3 Manfaat
2.1.4
2.2 Program Rujukan Balik
2.2.1 Definisi PRB
2.2.2 Manfaat PRB
2.2.3 Prosedur Pelayanan PRB
2.2.4 Evaluasi PRB
Waktu Pelaksanaan
Kegiatan
Juli Agustus September Oktober
Penyusunan v
Proposal dan
Konsultasi
Pengambilan v v v
Data
Pengolahan v
Data
Sidang Hasil v