Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan sebagai hak asasi manusia dinyatakan pada Konstitusi WHO (World Health

Organization) yang telah ditetapkan pada tahun 1946. Pada alinea ke-2 mukadimah

konstitusi WHO disebutkan bahwa, mendapatkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya

merupakan hak fundamental setiap orang, tanpa membedakan ras, agama, gender,

pandangan politik, dan kondisi ekonomi atau sosial.

Pemerintah Indonesia melalui perubahan kedua Undang-Undang Dasar Negara Replubik

Indonesia tahun 1945 (UUD 45) pada tahun 2000 telah memasukkan pengaturan hak asasi

manusia secara lengkap daripada sebelumnya. Salah satu perubahan tersebut adalah hak atas

kesehatan sebagaimana diatur pada Pasal 28 H ayat (1) yang berbunyi Setiap orang berhak

hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang

baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.” Secara normatif, UUD 1945

tidak menyebutkan bahwa hak atas kesehatan sebagai HAM atau bagian dari HAM. Namun

demikian, karena Pasal 28H tersebut berada pada bab atau pasal-pasal yang mengatur

tentang HAM, materi tersebut dianggap sebagai HAM atau bagian dari HAM. (Affandi,

2019).

Sejarah perkembangan kesehatan di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1960-2014,

dimulai dari terbitnya Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No.865 tahun 1960 yang

memperkenalkan program pemeliharan kesehatan yang disebut “Jakarta Pilot Project”

hingga pembubaran PT Askes yang diganti dengan BPJS Kesehatan yang beroperasi mulai 1
Januari 2014. Data dari BPJS kesehatan per 31 Desember 2020 tercatat sebesar 222,5 juta

peserta dimana angka tersebut setara dengan 81,3% populasi penduduk Indonesia, khusus

untuk Provinsi Bangka Belitung jumlah peserta JKN-KIS sebanyak 1.158.663 atau sebesar

87,3% dari total penduduk Bangka Belitung sedangkan total rumah sakit yang menjadi

provider BPJS kesehatan sebanyak 22 rumah sakit dimana salah satunya adalah RSUD DR

(H.C) Ir.SOEKARNO Provinsi Bangka Belitung.

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah program yang dibentuk dalam rangka untuk

meningkatkan derajat kesehatan masyarakat sebagai upaya memberikan perlindungan

kesehatan kepada peserta, untuk memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan

perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan (Permenkes RI, 2014). Pelayanan

kesehatan dalam program JKN diberikan secara berjenjang, efektif dan efisien dengan

menerapkan prinsip kendali mutu dan kendali biaya. Pelayanan kesehatan dilaksanakan

secara berjenjang dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama lalu pelayanan

kesehatan tingkat kedua hanya dapat diberikan atas rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat

pertama dan terakhir pelayanan kesehatan tingkat ketiga diberikan atas rujukan dari

pelayanan kesehatan tingkat kedua atau tingkat pertama, kecuali pada keadaan gawat

darurat, kekhususan permasalahan kesehatan pasien, pertimbangan geografis, dan

pertimbangan ketersediaan fasilitas (Permenkes RI,2014).

Penyelenggara pelayanan kesehatan dalam program JKN meliputi semua fasilitas

kesehatan yang bekerjsama dengan BPJS Kesehatan. Pelayanan kesehatan tingkat pertama

diberikan oleh Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP). Seperti di puskesmas atau yang

setara, praktik dokter, praktik dokter gigi, klinik pratama atau yang setara dan rumah sakit

kelas D pratama atau yang setara. Pelayanan kesehatan tingkat dua dan tiga diberikan oleh
Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL), berupa klinik utama atau yang setara,

rumah sakit umum dan rumah sakit khusus (Permenkes RI, 2013). Pelayanan Kesehatan

Rujukan Tingkat Lanjut adalah upaya pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat

spesialistik atau sub spesialistik yang meliputi rawat jalan tingkat lanjut, rawat inap tingkat

lanjut dan rawat inap di ruang perawatan khusus (PermenkesRI,2016).

Pembiayaan kesehatan merupakan bagian yang penting dalam implementasi JKN.

Pembiayaan di fasilitas kesehatan diperoleh dengan dilakukannya pembayaran oleh

penyelenggara asuransi kesehatan atas pelayanan kesehatan yang diberikan kepada peserta,

bertujuan untuk mendorong peningkatan mutu, mendorong layanan berorientasi pasien,

mendorong efisiensi dengan tidak memberikan reweard terhadap provider yang melakukan

over treatment, under treatatment maupun melakukan adverse event dan mendorong

pelayanan tim (Permenkes RI,2016).

BPJS Kesehatan melakukan pembayaran kepada Fasilitas Kesehatan (Faskes) yang

bekerjasama untuk pasien peserta JKN dengan konsep managed care. Pembayaran untuk

Faskes tingkat pertama secara praupaya berdasarkan kapitasi atas jumlah peserta yang

terdaftar di Faskes tingkat pertama. Sedangkan pembayaran kepada Faskes Rujukan Tingkat

Lanjut (FKRTL) berdasarkan cara Case Based Groups (INA-CBG’s) (Perpres, 2013).

Pedoman Indonesian Case Based Groups dalam pelaksanaan JKN merupakan acuan bagi

faskes tingkat lanjut, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, dan pihak lain

yang terkait mengenai metode pembayaran INA-CBG’s dalam penyelenggaraan Jaminan

Kesehatan (Permenkes RI,2016). Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013 menjelaskan

mekanisme pembayaran kepada pihak rumah sakit atas pelayanan yang diberikan. Dituliskan

bahwa BPJS Kesehatan wajib membayar fasilitas kesehatan atas pelayanan yang diberikan
kepada peserta paling lambat 15 hari sejak dokumen klaim diterima lengkap bagi Faskes

rujukan seperti rumah sakit (UU RI No. 40 Tahun 2004). Klaim diajukan secara kolektif

oleh fasilitas kesehatan kepada BPJS Kesehatan maksimal tanggal 10 bulan berikutnya

menggunakan aplikasi INA-CBG’s Kementerian Kesehatan yang berlaku. (BPJS Kesehatan,

2014).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), klaim adalah tuntutan atas suatu fakta

bahwa seseorang berhak (memiliki atau mempunyai) atas sesuatu. Mengklaim adalah

meminta atau menuntut pengakuan atas suatu fakta bahwa seseorang (suatu organisasi,

perkumpulan, negara, dan sebagainya) berhak memiliki atau mempunyai hak atas sesuatu.

Klaim manfaat pelayanan kesehatan jaminan kesehatan yang selanjutnya disebut klaim

adalah permintaan pembayaran biaya pelayanan kesehatan kepada BPJS Kesehatan (BPJS

Kesehatan,2014).

Studi pendahuluan yang dilakukan di RSUD DR (H.C) Ir.SOEKARNO Provinsi Bangka

Belitung dari bulan Januari sampai dengan Maret 2021 terdapat 343 pasien rawat inap

dimana terdapat 263 berkas klaim dianggap lengkap dan diterima sedangkan 80 berkas

klaim dianggap tidak lengkap dengan rincian 75 berkas klaim dipending dan 5 berkas klaim

ditolak. Selain hal diatas terdapat juga beberapa permasalahan lain yang ditemukan

dilapangan antara lain :

1. Tidak adanya tim kendali mutu dan kendali biaya RS.

2. Tidak adanya clinical pathway yang berkaitan dengan kendali mutu dan kendali biaya.

3. Kurangnya kedisiplinan/kepatuhan tenaga medis dalam pengisian resume medis pasien

rawat inap.

4. Kurangnya kedisplinan petugas dalam penginputan data ke SIMRS.


5. Kualitas jaringan internet yang tidak stabil sehingga mempersulit dalam penginputan data

secara online.

6. Tidak adanya verifikator BPJS di rumah sakit.

Berdasarkan latar belakang dan temuan awal diatas, maka penulis tertarik untuk membuat

penelitian dengan judul “Analisa Administrasi Klaim Jaminan Kesehatan Nasional Rawat Inap

RSUD DR (H.C) Ir.SOEKARNO Provinsi Bangka Belitung”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disampaikan diatas maka penulis dapat

merumuskan masalah pada penelitian ini adalah :

1. Bagaimana masukan/input dalam proses pengajuan klaim JKN rawat inap di RSUD DR

(H.C) Ir.SOEKARNO Provinsi Bangka Belitung ?

2. Bagaimana proses pengajuan klaim JKN kesehatan rawat inap di RSUD DR (H.C)

Ir.SOEKARNO Provinsi Bangka Belitung ?

3. Bagaimana keluaran/output dalam proses pengajuan klaim JKN kesehatan rawat inap di

RSUD DR (H.C) Ir.SOEKARNO Provinsi Bangka Belitung ?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui masukan/input dalam proses pengajuan klaim JKN rawat inap di

RSUD DR (H.C) Ir.SOEKARNO Provinsi Bangka Belitung

2. Untuk mengetahui proses pengajuan klaim JKN Kesehatan rawat inap di RSUD DR

(H.C) Ir.SOEKARNO Provinsi Bangka Belitung


3. Untuk mengetahui keluaran/output dalam proses pengajuan klaim JKN Kesehatan rawat

inap di RSUD DR (H.C) Ir.SOEKARNO Provinsi Bangka Belitung.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan, wawasan dan pengalaman peneliti mengenai proses

pengajuan klaim dalam program Jaminan Kesehatan Nasional khususnya pasien

rawat inap.

1.5.2 Bagi RSUD DR (H.C) Ir.SOEKARNO Provinsi Bangka Belitung

1. Dapat membantu pihak rumah sakit dalam mengevaluasi pelaksanaan program

JKN.

2. Dapat membantu rumah sakit dalam memperbaiki mutu layanan.

3. Meningkatkan pemahaman petugas rumah sakit yang terlibat dalam program

JKN.

4. Meningkatkan produktifitas pelayanan khususnya untuk pasien peserta JKN.

5. Dapat membantu rumah sakit untuk mengendalikan kesalahan-kesalahan dalam

proses klaim JKN.

1.5.3 Bagi (tuliskan nama prodinya)

1. Menambah karya tulis ilmiah yang merupakan hasil penelitian mahasiwa

didiknya.

2. Sebagai referensi bagi mahasiwa lain yang membutuhkan informasi mengenai

proses pengajuan klaim Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jaminan Kesehatan Nasional

2.1.1 Pengertian Jaminan Kesehatan Nasional

Pengertian JKN Jaminan Kesehatan Nasional di Indonesia merupakan

pengembangan dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Penyelenggaraan Sistem

Jaminan Sosial Nasional ini melalui mekanisme Asuransi Kesehatan Sosial yang

bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang-Undang No.40 Tahun 2004 tentang

Sistem Jaminan Sosial Nasional. Program ini bertujuan agar semua penduduk

Indonesia terlindungi dalam sistem asuransi, sehingga mereka dapat memenuhi

kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak (Kemenkes, 2013). Jaminan

Kesehatan yang bersifat universal dimaksudkan agar semua orang dapat menerima

pelayanan kesehatan yang dibutuhkan tanpa mengalami kesulitan keuangan saat

membayar jasa tersebut (WHO, 2014).

2.1.2 Karakteristik Jaminan Kesehatan Nasional

1. Penyelenggaraan

Menurut Undang-Undang No 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggaraan

Jaminan Sosial (BPJS) program JKN diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial (BPJS) khususnya BPJS Kesehatan. Badan Penyelenggara Jaminan

Sosial merupakan suatu badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan


SJSN dan bertujuan agar jaminan kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap

Peserta dan/atau anggota keluarganya dapat terpenuhi. Jaminan Kesehatan Nasional

(JKN) diselenggarakan serentak diseluruh Indonesia mulai 1 Januari 2014. Berikut

prinsip-prinsip yang terdapat dalam program Jaminan Kesehatan Nasional:

a. Prinsip kegotongroyongan

b. Prinsip nirlaba

c. Prinsip portabilitas

d.Prinsip kepesertaan bersifat wajib

e. Prinsip dana amanat

f. Prinsip hasil pengelolaan dana jaminan sosial

g. Prinsip ekuitas

2. Tujuan

Tuhuan penyelenggaraan adalah untuk memberikan manfaat pemeliharaan

kesehatan dan perlindungan akan pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan (UU No.

40/2004 Pasal 19 ayat 2).

3. Manfaat diberikan dalam bentuk pelayanan kesehatan perseorangan yang

komprehensif, mencakup pelayanan peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan

penyakit (preventif), pengobatan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) termasuk

obat dan bahan medis dengan menggunakan teknik layanan terkendali mutu dan

biaya (managed care). (UU No. 40/2004 Pasal 22 ayat 1 dan 2, Pasal 23, Pasal 24,

Pasal 25, Pasal 26).

2.1.3 Pelayanan Kesehatan

1. Ruang Lingkup Pelayanan


Ruang lingkup pelayanan JKN sebagaimana diatur dalam Perpres 12 Tahun 2013,

Peraturan BPJS Kesehatan No. 1 Tahun 2014 adalah :

A. Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama

Pelayanan kesehatan tingkat pertama, meliputi pelayanan kesehatan non

spesialistik yang mencakup:

1. Administrasi pelayanan;

2. Pelayanan promotif dan preventif;

3. Pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis;

4. Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif;

5. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai;

6. Transfusi darah sesuai dengan kebutuhan medis;

7. Pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pratama; dan

8. Rawat Inap Tingkat Pertama sesuai dengan indikasi medis.

B. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, meliputi pelayanan kesehatan

rawat jalan dan rawat inap, yang mencakup:

1. Administrasi pelayanan;

2. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter spesialis

dan subspesialis;

3. Tindakan medis spesialistik, baik bedah maupun non bedah sesuai dengan

indikasi medis;

4. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai;

5. Pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan indikasi medis;

6. Rehabilitasi medis;
7. Pelayanan darah;

8. Pelayanan kedokteran forensik klinik;

9. Pelayanan jenazah pada pasien yang meninggal setelah dirawat inap di

fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan bpjs kesehatan, berupa

pemulasaran jenazah tidak termasuk peti mati dan mobil jenazah;

10.Perawatan inap non intensif; dan

11.Perawatan inap di ruang intensif.

C. Persalinan

Persalinan yang ditanggung BPJS Kesehatan di Fasilitas Kesehatan Tingkat

Pertama maupun Tingkat Lanjutan adalah persalinan sampai dengan anak

ketiga tanpa melihat anak hidup/ meninggal.

D. Ambulan

Ambulan hanya diberikan untuk pasien rujukan dari Fasilitas Kesehatan satu

ke fasilitas kesehatan lainnya, dengan tujuan menyelamatkan nyawa pasien.

2. Pelayanan Kesehatan yang Tidak Dijamin

Pelayanan kesehatan yang tidak dijamin sesuai Perpres 12 Tahun 2013, Peraturan

BPJS Kesehatan No. 1 Tahun 2014) adalah sebagai berikut :

1. Pelayanan kesehatan yang dilakukan tanpa melalui prosedur sebagaimana

diatur dalam peraturan yang berlaku;

2. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di fasilitas kesehatan yang tidak

bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, kecuali dalam keadaan darurat;


3. Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan

kerja terhadap penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau hubungan

kerja sampai nilai yang ditanggung oleh program jaminan kecelakaan kerja;

4. Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan

lalu lintas yang bersifat wajib sampai nilai yang ditanggung oleh program

jaminan kecelakaan lalu lintas;

5. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri;

6. Pelayanan kesehatan untuk tujuan estetik;

7. Pelayanan untuk mengatasi infertilitas;

8. Pelayanan meratakan gigi (ortodonsi);

9. Gangguan kesehatan/penyakit akibat ketergantungan obat dan/ atau alkohol;

10. Gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri, atau akibat

melakukan hobi yang membahayakan diri sendiri;

11. Pengobatan komplementer, alternatif dan tradisional, termasuk akupuntur,

shin she, chiropractic, yang belum dinyatakan efektif berdasarkan penilaian

teknologi kesehatan (health technology assessment);

12. Pengobatan dan tindakan medis yang dikategorikan sebagai percobaan

(eksperimen);

13. Alat kontrasepsi, kosmetik, makanan bayi, dan susu;

14. Perbekalan kesehatan rumah tangga;

15. Pelayanan kesehatan akibat bencana pada masa tanggap darurat, kejadian

luar biasa/wabah; dan


16. Biaya pelayanan lainnya yang tidak ada hubungan dengan manfaat jaminan

kesehatan yang diberikan.

17. Klaim perorangan.

3. Prosedur Pelayanan Kesehatan Bagi Perserta

Prosedur pelayanan kesehatan bagi peserta sesuai Permenkes No 71/2013,

Peraturan BPJS Kesehatan No 1 Tahun 2014 adalah sebagai berikut:

1. Pelayanan kesehatan bagi Peserta dilaksanakan secara berjenjang sesuai

kebutuhan medis dimulai dari Fasilitas Kesehatan tingkat pertama.

2. Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama bagi Peserta diselenggarakan oleh

Fasilitas Kesehatan tingkat pertama tempat Peserta terdaftar

3. Dalam keadaan tertentu, ketentuan sebagaimana dimaksud di atas tidak

berlaku bagi Peserta yang: - berada di luar wilayah Fasilitas Kesehatan

tingkat pertama tempat Peserta terdaftar; atau - dalam keadaan kedaruratan

medis.

4. Dalam hal Peserta memerlukan Pelayanan Kesehatan Rujukan Tingkat

Lanjutan atas indikasi medis, Fasilitas Kesehatan tingkat pertama harus

merujuk ke Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat lanjutan terdekat sesuai

dengan Sistem Rujukan yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-

undangan.

5. Pelayanan kesehatan tingkat kedua hanya dapat diberikan atas rujukan dari

Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama.


6. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga hanya dapat diberikan atas rujukan dari

pelayanan kesehatan tingkat kedua atau tingkat pertama.

7. Ketentuan sebagaimana dimaksud di atas dikecualikan pada keadaan gawat

darurat, bencana, kekhususan permasalahan kesehatan pasien, pertimbangan

geografis, dan pertimbangan ketersediaan fasilitas.

8. Tata cara rujukan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

4.. Pelayanan Kegawat Darurat (Emergency)

Seusai dengan Permenkes No 71/2013, Peraturan BPJS Kesehatan No 1 Tahun

2014 pelayanan darurat adalah :

1. Pelayanan Gawat Darurat adalah pelayanan kesehatan yang harus diberikan

secepatnya untuk mencegah kematian, keparahan dan atau kecacatan, sesuai

dengan kemampuan fasilitas kesehatan.

2. Peserta yang memerlukan pelayanan gawat darurat dapat langsung

memperoleh pelayanan di setiap fasilitas kesehatan. Kriteria

kegawatdaruratan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

3. Peserta yang menerima pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang tidak

bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, akan segera dirujuk ke fasilitas

kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan setelah keadaan gawat

daruratnya teratasi dan pasien dalam kondisi dapat dipindahkan. d. Biaya

akibat pelayanan kegawatdaruratan ditagihkan langsung oleh Fasiltas

Kesehatan kepada BPJS Kesehatan.


4. Bagi Peserta yang dilayani di UGD yang tidak bekerjasama dengan BPJS

Kesehatan, maka berlaku : - BPJS Kesehatan memberikan pembayaran

kepada fasilitas kesehatan yang tidak bekerjasama untuk pelayanan gawat

darurat setara dengan tarif yang berlaku untuk fasilitas kesehatan yang setara

di wilayah tersebut - Tarif pelayanan gawat darurat oleh fasilitas kesehatan

tingkat pertama Rp 100.000 – Rp 150.000 - Tarif pelayanan gawat darurat

oleh fasilitaas kesehatan tingkat lanjutan sesuai dengan tarif INA CBGs -

Fasilitas Kesehatan yang belum memiliki penetapan kelas rumah sakit,

menggunakan tarif INA CBGs Rumah Sakit kelas D.

5. Pelayanan Obat dan Alat Kesehatan

Sesuai dengan Permenkes No 71/2013, Peraturan BPJS Kesehatan No 1 Tahun

2014, SE Menkes RI No. 32/2014 pelayanan obat dan alat kesehatab meliputi :

A. Obat dan Bahan Habis Pakai

1. Peserta berhak mendapat pelayanan obat, Alat Kesehatan, dan bahan medis

habis pakai yang dibutuhkan sesuai dengan indikasi medis.

2. Pelayanan obat, Alat Kesehatan, dan bahan medis habis pakai sebagaimana

dimaksud di atas dapat diberikan pada pelayanan kesehatan rawat jalan

dan/atau rawat inap baik di Fasilitas Kesehatan tingkat pertama maupun

Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat lanjutan.

3. Pelayanan obat, Alat Kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang

diberikan kepada Peserta berpedoman pada daftar obat, alat kesehatan, dan

bahan medis habis pakai yang ditetapkan oleh Menteri.


4. Daftar obat, Alat Kesehatan, dan bahan medis habis pakai sebagaimana

dimaksud di atas dituangkan dalam Formularium Nasional dan

Kompendium Alat Kesehatan.

5. Penambahan dan/atau pengurangan daftar obat, Alat Kesehatan, dan bahan

medis habis pakai dalam Formularium Nasional dan Kompendium Alat

Kesehatan ditetapkan oleh Menteri Kesehatan

B. Obat Penyakit Kronis

1. Pada masa transisi, fasilitas kesehatan tingkat lanjutan dapat memberikan

tambahan resep obat penyakit kronis (besaran formularium nasional) di

luar paket INA CBGs sesuai indikasi medis sampai kontrol berikutnya

apabila penyakit belum stabil. Resep tersebut dapat diambil di depo

farmasi atau apotek yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.

2. Obat penyakit kronis dapat diberikan oleh fasilitas kesehatan tingkat

pertama sebagai program rujuk balik (PRB) melalui apotek/depo farmasi

yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Ketentuan ini diberlakukan

untuk penyakitpenyakit diabetes melitus, hipertensi, jantung, asma,

penyakit paru, obstruktif kronis (PPOK), epilepsi, skizofren, sirosis

hepatis, stroke, dan sindroma lupus eritromatosus (SLE).

C. Obat Program Pemerintah

Penyakit penyakit tertentu yang dibiayai Pemerintah seperti penyakit

HIV/AID, tuberkolosa (TBC), malaria, kusta, dan penyakit lain yang

ditetapkan oleh Menteri, diatur secara tersendiri.


D. Obat Kemoterapi, Thalasemia dan Hemofilia

1. Di samping dilakukan di fasilitas kesehatan tingkat III, pemberian obat

untuk kemoterapi, thalasemia dan hemofilia juga dapat dilakukan di

fasilitas kesehatan tingkat II dengan mempertimbangkan tingkat

kemampuan fasilitas kesehatan dan kompentensi sumber daya manusia

kesehatan.

2. Dalam kondisi tertentu, pemberian obat kemoterapi, dan thalasemia dapat

dilaksanakan di pelayanan rawat jalan.

3. Selama masa transisi berlaku ketentuan sebagai berikut: - Pengajuan klaim

pada pemberian obat kemoterapi berlaku sesuai dengan tarif INA CBGs

ditambah dengan obat kemoterapi. - Pengajuan klaim pada pelayanan

rawat jalan thalasemia dilakukan dengan input data pasien sesuai

pelayanan thalasemia rawat inap dan INA CBGs - Pada pelayanan rawat

inap hemofilia A dan hemofilia B berlaku penambahan pembayaran klaim

di luar tarif INA CBGs yang besarnya sama untuk semua tingkat

keparahan kasus serta semua kelas perawatan. - Besaran penambahan

hemofilia sebagaimana dimaksud di atas sesuai kelas rumah sakit dan

regionalisasi tarif dengan ketentuan sebagai berikut:

Tabel 2.1
Besaran Penambahan Hemofilia
Regional Kelas Rumah Sakit
RSUPN RSKRN A B C D
(Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp)
REG 1 12.178.437 10.898.885 9.908.077 7.914.235 6.298.828 5.272.740
REG 2 9.997.250 7.985.463 6.355.517 5.320.195
REG 3 10.026.974 8.009.206 6.374.414 5.336.013
REG 4 10.175.595 8.127.719 6.468.896 5.415.104
REG 5 19.264.768 8.199.147 6.525.586 5.462.559
E. Pelayanan Obat Rujuk Balik

1. BPJS Kesehatan menjamin kebutuhan obat program rujuk balik melalui

Apotek atau depo farmasi Fasilitas Kesehatan tingkat pertama yang

bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.

2. Obat sebagaimana dimaksud di atas dibayar BPJS Kesehatan di luar biaya

kapitasi.

3. Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur pelayanan obat program rujuk

balik diatur dengan Peraturan BPJS Kesehatan.

F. Penjaminan Bayi Baru Lahir

Sesuai dengan SE Menkes RI No 32/2014 penjaminan bayi baru lahir adalah :

1. Bayi baru lahir dari peserta PBI secara otomatis dijamin oleh BPJS

Kesehatan. Bayi tersebut dicatat dan dilaporkan kepada BPJS Kesehatan

oleh fasilitas kesehatan untuk kepentingan rekonsiliasi data PBI.

2. Bayi anak ke-1 (satu) sampai dengan anak ke-3 (tiga) dari peserta pekerja

penerima upah secara otomatis dijamin oleh BPJS Kesehatan.

3. Bayi baru lahir dari: 1) Peserta pekerja bukan penerima upah; 2) Peserta

bukan pekerja; dan 3) Anak ke-4 (empat) atau lebih dari peserta penerima

upah; dijamin hingga hari ke-7 (tujuh) sejak kelahirannya dan harus segera

didaftarkan sebagai peserta.

4. Apabila bayi sebagaimana dimaksud dalam huruf c tidak didaftarkan

hingga hari ke-7 (tujuh) sejak kelahirannya, mulai hari ke-8 (delapan) bayi

tersebut tidak dijamin oleh BPJS Kesehatan.


G. Skrining Kesehatan

Seuai Perpres No. 12 Tahun 2013, Permenkes No 71/2013, Peraturan BPJS

Kesehatan No 1 Tahun 2014 yang dimaksud skrining kesehatan :

1. Pelayanan skrining kesehatan diberikan secara perorangan dan selektif.

2. Pelayanan skrining kesehatan sebagaimana dimaksud di atas ditujukan

untuk mendeteksi risiko penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari

risiko penyakit tertentu, meliputi: a. diabetes mellitus tipe 2; b. hipertensi;

c. kanker leher rahim; d. kanker payudara; dan e. penyakit lain yang

ditetapkan oleh Menteri.

3. Pelayanan skrining kesehatan sebagaimana dimaksud pada di atas dimulai

dengan analisis riwayat kesehatan, yang dilakukan sekurang-kurangnya 1

(satu) tahun sekali.

4. Dalam hal Peserta teridentifikasi mempunyai risiko berdasarkan riwayat

kesehatan sebagaimana dimaksud di atas, dilakukan penegakan diagnosa

melalui pemeriksaan penunjang diagnostik tertentu.

5. Peserta yang telah terdiagnosa penyakit tertentu berdasarkan penegakan

diagnosa sebagaimana dimaksud di atas diberikan pengobatan sesuai

dengan indikasi medis.

H. Pelayanan Ambulan

Sesuai Permenkes No 71/2013 pelayan ambulan meliputi :

1. Pelayanan Ambulan merupakan pelayanan transportasi pasien rujukan

dengan kondisi tertentu antar Fasilitas Kesehatan disertai dengan upaya


atau kegiatan menjaga kestabilan kondisi pasien untuk kepentingan

keselamatan pasien.

2. Pelayanan Ambulan hanya dijamin bila rujukan dilakukan pada Fasilitas

Kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS atau pada kasus gawat darurat

dari Fasilitas Kesehatan yang tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan

dengan tujuan penyelamatan nyawa pasien.

G. Daerah Belum Tersedia Fasilitas Kesehatan

Sesuai Permenkes No 71/2013 yang dimaksud daerah belum tersedia fasilitas

kesehatan adalah :

1. Dalam hal di suatu daerah belum tersedia Fasilitas Kesehatan yang

memenuhi syarat guna memenuhi kebutuhan medis sejumlah Peserta, BPJS

Kesehatan wajib memberikan kompensasi.

2. Penentuan daerah belum tersedia Fasilitas Kesehatan yang memenuhi syarat

guna memenuhi kebutuhan medis sejumlah Peserta ditetapkan oleh dinas

kesehatan setempat atas pertimbangan BPJS Kesehatan dan Asosiasi

Fasilitas Kesehatan.

3. Kompensasi sebagaimana dimaksud di atas diberikan dalam bentuk: a.

penggantian uang tunai; b. pengiriman tenaga kesehatan; dan c. penyediaan

Fasilitas Kesehatan tertentu.

4. Kompensasi dalam bentuk penggantian uang tunai sebagaimana dimaksud

di atas berupa penggantian atas biaya pelayanan kesehatan yang diberikan

oleh Fasilitas Kesehatan yang tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.
5. Besaran penggantian atas biaya pelayanan kesehatan sebagaimana

dimaksud di atas disetarakan dengan tarif Fasilitas Kesehatan di wilayah

terdekat dengan memperhatikan tenaga kesehatan dan jenis pelayanan yang

diberikan.

6. Kompensasi dalam bentuk pengiriman tenaga kesehatan dan penyediaan

Fasilitas Kesehatan tertentu sebagaimana dimaksud di atas dapat bekerja

sama dengan dinas kesehatan, organisasi profesi kesehatan, dan/atau

asosiasi fasilitas kesehatan.

7. Kompensasi pada daerah belum tersedia fasilitas kesehatan yang memenuhi

syarat:

a. Tarif: - Kompensasi uang tunai rawat jalan tingkat pertama Rp 50.000,- -

Rp 100.000,- - Kompensasi uang tunai rawat inap tingkat pertama Rp

100.000,- per hari.

b. Kompensasi uang tunai diberikan langsung kepada peserta berdasarkan

klaim yang bersangkutan atas pelayanan yang diberikan oleh fasilitas

kesehatan tingkat pertama yang tidak bekerjasama dengan BPJS

Kesehatan.

c. Besaran kompensasi disetarakan dengan tarif fasilitas kesehatan di

wilayah terdekat dengan memperhatikan tenaga kesehatan dan jenis

pelayanan yang diberikan.

H. Sistem Pembayaran

Sistem pembayaran sesuai dengan Perpres No 12 Tahun 2013 adalah :


BPJS Kesehatan melakukan pembayaran kepada Fasilitas Kesehatan yang

memberikan layanan kepada Peserta.

1. Besaran pembayaran yang dilakukan BPJS Kesehatan kepada Fasilitas

Kesehatan ditentukan berdasarkan kesepakatan antara BPJS Kesehatan

dengan asosiasi fasilitas kesehatan di wilayah Fasilitas Kesehatan tersebut

berada serta mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh Menteri.

2. Asosiasi fasilitas kesehatan sebagaimana dimaksud untuk Fasilitas

Kesehatan tingkat pertama dan Fasilitas Kesehatan Lanjutan.

2.2 INA-CBGs

2.2.1 Pengertian INA-CBG’s

Case Base Groups (CBG’s) pada dasarnya mempunyai definisi yang sama dengan

DRG yang juga termasuk dalam sistem casemix. Indonesian Case Based Groups

(INA-CBG’s) adalah CBG’s yang dikaitkan dengan tarif yang dihitung berdasarkan

data costing di Indonesia dan dijalankan dengan menggunakan United Nation

University Grouper (UNU-GROUPER), berbeda dengan INA-DRG terdahulu yang

memakai sistem grouper komersial dari PT. 3M Indonesia. UNU adalah institusi

dibawah PBB dengan prioritas membantu negara-negara berkembang untuk

mencapai Millenium Development Goals (MDG’s) (Depkes RI, 2011).

Perhitungan biaya perawatan pada sistem ini dilakukan berdasarkan diagnosis

akhir pasien saat dirawat inap di rumah sakit. Penerapan case based groups

pembayaran berdasarkan rata-rata biaya yang dihabiskan oleh beberapa rumah sakit

untuk suatu diagnosis, besarnya biaya perawatan pasien dengan diagnosis akan
berbeda apabila tipe rumah sakit tersebut berbeda (Tabrany, 2008). Pembayaran case

based groups, rumah sakit maupun pihak pembayar (asuransi Jamkesmas) tidak lagi

merinci tagihan pembayaran pasien dengan melakukan penagihan pada setiap jenis

pelayanan apa saja yang telah diberikan kepada seorang pasien (Tabrany, 2008).

Diagnosis pasien saat keluar dari rumah sakit merupakan dasar dalam menentukan

biaya perawatan. Diagnosis tersebut kemudian dilakukan pemberian kode

International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problem

(ICD-10) (Nur, 2007). Sistem pembayaran case based groups adalah berdasarkan

diagnosis pasien keluar perawatan. Rumah sakit mendapatkan penggantian biaya

perawatan berdasarkan rata-rata biaya yang yang dihabiskan oleh rumah sakit dalam

penatalaksanaan satu diagnosis penyakit.

Sistem INACBG’s (Indonesian Case Based Groups) merupakan solusi untuk

pengendalian biaya pelayanan kesehatan karena berhubungan dengan mutu,

pemerataan, jangkauan dalam sistem kesehatan yang menjadi salah satu unsur dalam

pembelanjaan kesehatan serta mekanisme pembayaran untuk pasien berbasis kasus

campuran (Kemenkes RI, 2010). CBG’s adalah suatu sistem pemberian imbalan jasa

pelayanan kesehatan pada penyedia pelayanan kesehatan (PPK) yang ditetapkan

berdasarkan pengelompokkan diagnosis penyakit. Diagnosis dalam CBG’s sesuai

dengan ICD-9-CM (International Classification Disease Ninth Edition Clinical

Modification) dan ICD-10 ( International Statistical Classification of Diseases and

Related Health Problems Tenth Revision ) (Hatta, 2008). Dasar hukum implementasi

dan pelaksanaan INA-CBG di Indonesia adalah Undang – Undang Nomor 40 tahun

2004 tentang SJSN, serta Surat Keputusan Direktur Jendral Bina Upaya Kesehatan
Nomor. HK.03.05/I/589/2011 tentang Pembentukan Kelompok Kerja Center for

Casemix Tahun 2011 (Depkes RI, 2011).

2.2.2. Sistem INA-CBG’s

Proses penentuan kode INA-CBG’s beserta tarifnya dimulai pada saat pasien

keluar dari rumah sakit, data yang harus dimasukkan dalam software INA-CBG’s

adalah data variabel yang dapat diambil dari resume medik dan data sosial pasien,

kedua data tersebut dapat dikumpulkan secara manual maupun komputerisasi dari

sistem informasi manajemen rumah sakit (SIM RS) bagi rumah sakit yang telah

mempunyai SIM RS. Setelah data variabel tersebut dimasukkan ke dalam software

INA-CBG’s kemudian dilakukan grouping sehingga menghasilkan kode INA-CBG’s

beserta tarif per pasien (Depkes RI, 2011).

2.2.3 Pengertian sistem Case-Mix CBG ‘s

Menurut Husein, (2008) Case-Mix merupakan sistem pembayaran pelayanan

kesehatan yang berhubungan dengan mutu, pemerataan, jangkauan dalam sistem

pelayanan kesehatan yang menjadi salah satu unsur dalam pembiayaan kesehatan,

serta mekanisme pembayaran untuk pasien berbasis kasus campuran. Case-Mix

merupakan suatu format klasifikasi yang berisikan kombinasi beberapa jenis

penyakit dan tindakan pelayanan di suatu rumah sakit dengan pembiayaan yang

dikaitkan dengan mutu dan efektivitas pelayanan. Sistem CBG’s sebagai salah satu

metode casemix, merupakan suatu metode pengelompokkan kasus yang dapat

digunakan sebagai acuan estimasi biaya layanan kesehatan yang harus dibayar oleh
pasien. CBG’s akan dipandang sebagai sebuah objek perhitungan biaya. Terminologi

biaya layanan dalam pembahasan ini adalah besaran nilai rupiah yang dikeluarkan

atau dibayarkan oleh pasien maupun penjamin pasien atas suatu tindakan atau

episode perawatan pasien kepada rumah sakit sebagai penyedia layanan kesehatan

(Osrizal, 2007).

Kandungan biaya pada terminologi biaya layanan kesehatan dari sudut pandang

pasien sebagai pembeli layanan tentu lebih luas dibanding kandungan biaya pada

terminologi biaya perawatan dari sudut pandang rumah sakit sebagai pembeli sumber

daya. Pada sudut pandang rumah sakit sebagai pembeli sumber daya, kandungan

biaya mencakup besaran nilai rupiah yang dikeluarkan rumah sakit atas konsumsi

seluruh sumber daya yang digunakan baik yang bersifat recurrent cost maupun

capital cost dalam aktivitas-aktivitas operasional maupun non-operasional rumah

sakit dalam rangka penyediaan layanan kesehatan (Heru, 2007).

2.2.4 Pengkodean dalam Case-Mix (ICD-10 dan ICD-9 CM)

Pengelompokkan penyakit dapat didefinisikan sebagai suatu sistem

pengelompokkan dari data morbiditas yang ditetapkan sesuai dengan kriteria (WHO,

1994). Salah satu pedoman klasifikasi penyakit yang berlaku di dunia adalah ICD-10

sedangkan ICD-9 CM merupakan buku yang digunakan untuk mengkode tindakan.

Fungsi ICD-10 menurut Kasim (2008), penerapan pengkodean ICD digunakan untuk:

a. Mengindeks pencatatan penyakit dan tindakan disarana pelayanan kesehatan.

b. Masukan/ input bagi sistem pelaporan diagnosis medis.

c. Memudahkan proses penyimpanan dan pengambilan data terkait diagnosis

karakteristik pasien dan penyedia layanan.


d. Bahan dasar dalam pengelompokkan CBG’s (case based groups) untuk sistem

penagihan pembayaran biaya pelayanan.

e. Pelaporan Nasional dan Internasional morbiditas dan mortalitas.

f. Tabulasi data pelayanan kesehatan bagi proses evaluasi perencanaan pelayanan

medis.

g. Menentukan bentuk pelayanan yang harus direncanakan dan dikembangkan sesuai

kebutuhan zaman.

h. Analisis pembiayaan pelayanan kesehatan dalam Casemix INA-CBG’s kode

CBG’s dibagi dalam 4-sub groups (Kemenkes RI, 2010). Sub - groups ke 1

menunjukan CMG’s (Case Main Group’s) yang ditandai dengan huruf alpabhetik

(A-Z), dalam hal ini huruf “E” menjadi sub groups pertama sebagai CMG’s (Case

Main Group’s) dari Endocrine System, Nutrition & Metabolism Groups dan

diagnosis diabetes mellitus termasuk di dalamnya, sedangkan huruf “E” mengacu

pada chapter dalam ICD-10, angka pertama dalam kode ICD-10 , yaitu E10. Sub

groups ke 2 menunjukan tipe kasus, yang ditandai dengan angka (1-9), angka “4”

dalam tipe kasus disini adalah tipe “rawat Inap bukan prosedur”. Sub - groups ke

3 menunjukan spesifikasi CBG’s yang ditandai dengan angka (1-32), dalam hasil

penelitian ini, diagnosis diabetes mellitus ditandai dengan angka 10 untuk

spesifikasi CBG’s nya. Sub - groups ke 4 menunjukan severity level yang ditandai

dengan angka romawi (I-III). Severity Level menunjukkan tingkat keparahan

penyakit pasien. Deskripsi dari E-4-10-I,II dan III berturut-turut adalah diabetes

mellitus ringan, diabetes mellitus sedang dan diabetes mellitus berat. Terjadinya

severity level dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain adanya diagnosis
sekunder maupun tindakan/prosedur dan juga umur pasien. Severity level juga

berpengaruh terhadap besarnya tarif yang diterima oleh rumah sakit.

2.2.5 Mekanisme Pembayaran Berdasarkan Case-Mix CBG’s

Biaya layanan kesehatan jika ditinjau dari sudut pandang pasien sebagai pembeli

layanan kesehatan, biaya mencakup besaran nilai rupiah yang dibutuhkan sebagai

nilai ganti ekonomis atas layanan kesehatan yang telah diberikan rumah sakit, baik

yang dibayar oleh pasien langsung (out of pocket), penjamin (insurance), maupun

subsidi. Jika terminologi ini ditinjau dari sudut pandang rumah sakit sebagai

penyedia layanan kesehatan, maka biaya kesehatan yang dimaksud di sini tidak lain

adalah tarif (charge) yang dikenakan rumah sakit atas layanan kesehatan yang

diberikannya (Heru, 2007). Beberapa peneliti telah menggunakan nilai billing (tarif)

sebagai pengukuran biaya layanan kesehatan. Permasalahan yang terjadi, seringkali

billing (tarif) berbeda dengan biaya aktual yang dikeluarkan rumah sakit sebagai

pembeli sumber daya sehingga terjadi selisih yang disebut margin.

Pada dasarnya elemen yang terkandung dalam tarif adalah biaya (sudut pandang

rumah sakit sebagai pembeli sumber daya) dan margin. Nilai margin dapat bernilai

positif, yaitu tarif lebih besar atau seringkali disebut gain, namun dapat pula bernilai

negatif, yaitu tarif lebih kecil dari biaya yang disebut loss (Heru, 2007). Manajemen

rumah sakit diharapkan telah mempertimbangkan besar biaya yang dikeluarkan

rumah sakit dalam menyusun tarif, sehingga besaran tarif yang dihasilkan cukup

representative untuk menggambarkan besarnya nilai ganti ekonomis yang diinginkan

rumah sakit. Pasien, asuransi, dan Pemerintah sebagai pembeli atau penyedia dana
layanan kesehatan berkepentingan untuk mendapatkan kepastian atas nilai ganti

ekonomis yang harus mereka keluarkan atas layanan kesehatan yang telah diberikan

rumah sakit (Heru, 2007).

Besaran nilai ganti ekonomis atas layanan kesehatan yang telah diberikan

tersebut oleh manajemen rumah sakit telah direpresentasikan dalam nilai tarif

layanan kesehatan. Jika dilihat dari sudut pandang pembeli atau penyedia dana

layanan kesehatan, mekanisme transfer atas nilai ganti ekonomis antara pembeli

layanan kesehatan kepada penyedia layanan kesehatan seringkali disebut sistem

pembayaran layanan kesehatan. Secara umum sistem pembayaran layanan kesehatan

dapat digolongkan menjadi dua yaitu sistem pembayaran prospektif dan sistem

pembayaran retrospektif (Heru, 2007).

2.3 Klaim

2.3.1 Definisi Klaim

Definisi klaim dari beberapa sumber diantaranya. Menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia (KBBI) pengertian klaim adalah tuntutan pengakuan atas suatu fakta

bahwa seseorang berhak (memiliki/mempunyai) atas sesuatu. Klaim adalah

pernyataan tertentu suatu fakta atau kebenaran sesuatu. Pengklaiman/administrasi

klaim adalah suatu proses dari penyiapan berkas dan prosedur penilaian layak

tidaknya klaim dibayar yang berkaitan dengan kelengkapan dokumen, yakni surat

rujukan, pemeriksaan, pelayanan penunjang diagnostik, dan tindakan medik yang

telah disahkan oleh dokter yang bertanggungjawab, serta obat-obatan yang

digunakan sesuai dengan tarif yang berlaku sampai dengan pencairan klaim kepada
PPK/Penyedia Pelayanan Kesehatan. Proses Pengajuan Klaim BPJS Secara umum

dibedakan menjadi 3 yaitu : 1) Pengajuan Klaim oleh PPK, 2) Verifikasi Klaim

oleh verifikator pusat, dan 3) Pembayaran Klaim oleh verifikator pusat kepada PPK.

Jadi yang dimaksud dengan klaim BPJS adalah permintaan resmi kepada BPJS

Kesehatan yang sebelumnya dilakukan prosedur penilaian layak tidaknya klaim

dibayar yang berkaitan dengan kelengkapan dokumen. Klaim pelayanan yang

diajukan PPK nantinya akan ditinjau kembali oleh BPJS Kesehatan untuk validasinya

dan kemudian dibayarkan kepada pihak PPK setelah disetujui.

2.3.2 Mekanisme Administrasi Klaim dalam Program JKN

Menurut Panduan Praktis Teknis Verifikasi Klaim BPJS Kesehatan, Tahap

verifikasi administrasi klaim yaitu :

1. Verifikasi Administrasi Kepesertaan

Verifikasi administrasi kepesertaan adalah meneliti kesesuaian berkas klaim yaitu

antara Surat Eligibilitas Peserta (SEP) dengan data yang diinput dalam aplikasi

INA CBGs dengan berkas pendukung lainnya.

2. Verifikasi Administrasi Pelayanan

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam deteksi dini administrasi pelayanan adalah

a. Untuk kode INA CBGs severity level III pastikan ada pengesahan dari

Komite Medik.

b. Kesesuaian Spesialisasi Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) dengan

diagnosa. Misalnya, pasien dengan diagnosa jantung namun DPJP-nya adalah

spesialis mata, lakukan cross check ke resume medis atau poli.


c. Kesesuaian antara tindakan operasi dengan spesialisasi operator. Misalnya,

dalam laporan tindakan Apendiktomi oleh operator spesialis jantung, perlu

dilakukan cross check lebih lanjut.

d. Kesesuaian antara Tipe Rumah Sakit dan kompetensi dokter di Rumah Sakit

tersebut. Misalnya : Tindakan Craniotomi yang dilakukan di Rumah Sakit

Type D, Tindakan CABG yang dilakukan di Rumah Sakit yang tidak

memiliki ahli Bedah Thorax Kardio Vaskuler, perlu dilakukan cross check

lebih lanjut.

e. Koding yang ditentukan koder tidak unbundling. Contoh : Diabetes Melitus

with Nephrophaty menjadi Diabetes Melitus (Diagnosa Primer) dan

Nephrophaty (Diagnosa Sekunder).

f. Perhatikan Readmisi untuk diagnosa penyakit yang sama, jika pasien masuk

dengan diagnosa yang sama lakukan cross check dengan riwayat pulang rawat

pada episode yang lalu, apakah pada episode rawat yang lalu pasien pulang

dalam keadaan sembuh atau pulang dalam keadaan pulang paksa, ataupun

dirujuk. Jika pasien telah dipulangkan dalam keadaan pulang paksa maka

episode rawat pada readmisi merupakan kelanjutan dari pembiayaan penyakit

yang sama.

g. Pada kasus spesial CMGs :

1. Alat kesehatan dengan prosedur operasi : pastikan kesesuaian tagihan

dengan resume medis, billing RS dan laporan operasi.

2. Diluar prosedur operasi : pastikan kesesuaian tagihan dengan resume

medis, billing RS, resep alat kesehatan, bukti tanda terima alat kesehatan.
3. Pada kasus special drug, pastikan kesesuaian antara tagihan dengan

resume medis, billing dan regimen (jadual dan rencana pemberian obat).

Menurut peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan No. 7

tahun 2018, Kelengkapan pendukung pengajuan klaim pelayanan Rawat Inap

Tingkat Lanjutan (RITL) adalah sebagai berikut :

1. Lembar surat eligibilitas Peserta (SEP) yang ditandatangani oleh Peserta/keluarga

atau cap jempol tangan Peserta.

2. Resume medis yang mencantumkan diagnosa dan prosedur yang ditandatangani

oleh Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP).

3. Laporan tindakan, prosedur atau laporan operasi.

4. Hasil pemeriksaan penunjang, apabila dilakukan.

5. Surat perintah rawat inap.

6. Surat pernyataan pemeriksaan klaim oleh tim pencegahan kecurangan rumah

sakit.

7. Checklist klaim rumah sakit.

8. Luaran sistem informasi pengajuan klaim yang diunggah ke sistem informasi

BPJS Kesehatan.

2.4 Rumah Sakit

2.4.1 Pengertian Rumah Sakit

Berdasarkan jenis usahanya, rumah sakit merupakan suatu sarana di bidang

kesehatan yang memberikan pelayanan baik di bidang medis maupun non medis

dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. World Health


Organization (WHO) memberikan definisi; “Rumah Sakit adalah bagian integral dari

satu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan

kesehatan paripurna, kuratif, dan preventif kepada masyarakat, serta pelayanan rawat

jalan yang diberikannya guna menjangkau keluarga di rumah. Rumah Sakit juga

merupakan pusat pendidikan dan latihan tenaga kesehatan serta penelitian bio-

medik”. Sementara pengertian Rumah Sakit menurut Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia No.5/Menkes/pos15/2005 adalah, “Rumah Sakit adalah suatu

sarana upaya kesehatan dari pemerintah maupun swasta yang menyelenggarakan

kegiatan pelayanan kesehatan serta dapat dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga

kesehatan dan penelitian”.

2.4.2 Fungsi Rumah Sakit

Menurut Pusat Himpunan Peraturan Perundang-undangan Bidang Kesehatan

(2002) fungsi rumah sakit adalah sebagai berikut:

1. Menyelenggarakan pelayanan medis.

2. Menyelenggarakan pelayanan penunjang medis dan non medis.

3. Menyelenggarakan pelayanan dan arahan ke perawatan.

4. Menyelenggarakan pelayanan rujukan.

5. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan.

6. Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan.

7. Menyelenggarakan administrasi umum dan keuangan.

2.4.3 Jenis-jenis Rumah Sakit

Jenis-jenis Rumah Sakit di Indonesia secara umum ada lima, yaitu Rumah Sakit

Umum, Rumah Sakit Khusus atau Spesialis, Rumah Sakit Pendidikan dan Penelitian,
Rumah Sakit Lembaga atau Perusahaan, dan Klinik (Haliman & Wulandari, 2012).

Berikut penjelasan dari lima jenis Rumah Sakit tersebut :

1. Rumah Sakit Umum

Rumah Sakit Umum, biasanya Rumah Sakit Umum melayani segala jenis

penyakit umum, memiliki institusi perawatan darurat yang siaga 24 jam (Ruang

gawat darurat). Untuk mengatasi bahaya dalam waktu secepat-cepatnya dan

memberikan pertolongan pertama. Di dalamnya juga terdapat layanan rawat inap

dan perawatan intensif, fasilitas bedah, ruang bersalin, laboratorium, dan sarana-

prasarana lain.

2. Rumah Sakit Khusus atau Spesialis

Rumah Sakit Khusus atau Spesialis dari namanya sudah tergambar bahwa Rumah

Sakit Khusus atau Rumah Sakit Spesialis hanya melakukan perawatan kesehatan

untuk bidang-bidang tertentu, misalnya, Rumah Sakit untuk trauma (trauma

center), Rumah Sakit untuk Ibu dan Anak, Rumah Sakit Manula, Rumah Sakit

Kanker, Rumah Sakit Jantung, Rumah Sakit Gigi dan Mulut, Rumah Sakit Mata,

Rumah Sakit Jiwa.

3. Rumah Sakit Pendidikan dan Penelitian.

Rumah Sakit ini berupa Rumah Sakit Umum yang terkait dengan kegiatan

pendidikan dan penelitian di Fakultas Kedokteran pada suatu Universitas atau

Lembaga Pendidikan Tinggi

4. Rumah Sakit Lembaga atau Perusahaan, Rumah sakit ini adalah Rumah Sakit

yang didirikan oleh suatu lembaga atau perusahaan untuk melayani pasien-pasien

yang merupakan anggota lembaga tersebut.


5. Klinik, merupakan tempat pelayanan kesehatan yang hampir sama dengan Rumah

Sakit, tetapi fasilitas medisnya lebih.

2.4.4 Jenis Pelayanan Di Rumah Sakit

Jenis-jenis pelayanan rumah sakit yang minimal wajib disediakan oleh rumah

sakit menurut Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 129/MENKES/SK/II/2008

meliputi :

1. Pelayanan gawat darurat.

2. Pelayanan rawat jalan.

3. Pelayanan rawat inap.

4. Pelayanan bedah.

5. Pelayanan persalinan dan perinatologi.

6. Pelayanan intensif.

7. Pelayanan radiologi.

8. Pelayanan laboratorium patologi klinik.

9. Pelayanan rehabilitasi medik.

10. Pelayanan farmasi.

11. Pelayanan gizi.

12. Pelayanan transfusi darah.

13. Pelayanan keluarga miskin.

14. Pelayanan rekam medis.

15. Pengelolaan limbah.

16. Pelayanan administrasi manajemen.

17. Pelayanan ambulans/kereta jenazah.


18. Pelayanan pemulasaraan jenazah.

19. Pelayanan laundry.

20. Pelayanan pemeliharaan sarana rumah sakit

21. Pencegah Pengendalian Infeksi.

2.5 Penelitian Terdahulu

Peneliti telah mencoba melakukan penelusuran terhadap penelitian serupa dan

mendapati penelitian serupa seperti tertera pada tabel dibawah ini :

Tabel 2.2
Penelitian Terdahulu

No. Penulis Tahun Metode Hasil Perbedaan


1. Taliana D. 2015 Metode kualitatif Pengajuan klaim Metode
Malonda BPJS dr.Sam dengan studi
Ratulangi Tondano pembahasan
belum berjalan sama. Namun
secara menyeluruh terdapat
dan terpadu seperti perbedaan
kelengkapan lokasi
pencatatan status penelitian.
rekam medis dan
keterlambatan
penyerahan status
rekam medis
2. Linda 2016 Survey analitik Kelengkapan berkas Perbedaan
Megawati dengan syarat klaim BPJS di pada survey
pendekatan case RS PKU responden
control Muhamadiyah namun studi
Yogyakarta kasusnya
didapatkan tiga sama.
syarat klaim BPJS
pasien rawat inap
yang tidak lengkap
pada berkas kasus
( case ) yaitu pada
item laporan
individual pasien,
laporan penunjang,
dan fotocopy kartu
BPJS

3. Firsa Olivia 2016 Metode kualitatif Hasil penelitian Metode


Susan, Septo menunjukkan dengan studi
Pawelas banyak pasien yang pembahasan
Arso, Putri kurang memahami sama. Namun
Asmita persyaratan untuk terdapat
Wigati memperoleh perbedaan
pelayanan dengan lokasi
JKN, kurangnya penelitian.
jumlah petugas,
tidak adanya diklat
untuk petugas,
keterbatasan sarana
untuk menunjang
kelengkapan
dokumen klaim,
software bermasalah
saat jam pelayanan,
tidak adanya SOP
khusus pelayanan
pasien JKN, tidak
semua petugas
mengecek ulang
dokumen klaim,
tidak adanya
indikator
keberhasilan,
monitoring dan
evaluasi untuk
menilai kinerja
petugas. Kesimpulan
penelitian ini adalah
terdapat beberapa
kendala dalam
proses administrasi
klaim JKN rawat
jalan di RSUD Kota
Semarang sehingga
penting untuk
dilakukan perbaikan
pada tiap tahapan
administrasi klaim
JKN rawat jalan
demi terjaminnya
kelengkapan
dokumen klaim
sehingga RSUD
Kota Semarang
dapat mengajukan
klaim tepat waktu
4. Resti 2016 Metode kualitatif Hasil penelitian ini Metode
Septiani menunjukkan dengan studi
Nurdiah, penyebab unclaimed pembahasan
Arif berkas BPJS rawat sama. Namun
Tarmansyah inap di rumah sakit terdapat
Iman yang antara lain perbedaan
disebabkan oleh lokasi
pengetahuan dan penelitian.
kedisiplinan petugas
kurang, ruangan
pengolahan klaim
yang sempit, SOP
terkait klaim belum
tersedia, monitoring
berkas klaim belum
terlaksana dan
ketidaklengkapan
hasil penunjang.
Disarankan untuk
diadakannya
bimbingan kepada
petugas secara
intensif,
pemanfaatan
ruangan secara
maksimal,
penyusunan SOP,
pembuatan expedisi
berkas klaim dan
pelaksanaan rapat
rutin.

2.6 Kerangka Teori

Berdasarkan petunjuk teknis verifikasi klaim BPJS Kesehatan 2014, maka peneliti

membuat kerangka teori sebagai berikut :


Gambar 2.1
Kerangka Teori

Ruangan Verifikator BPJS Kepala BPJS Rumah Sakit


di Rumah Sakit

Pengiriman berkas Verifikasi berkas Dokumen yang Pencairan dana Dana cair
disetujui klaim
Pengecekan berkas

2.7 Kerangka Konsep

Gambar 2.2
Kerangka Konsep

Verifikasi administrasi
kepesertaan

Verifikasi administrasi
pelayanan
Kelengkapan berkas
klaim BPJS

Verifikasi pelayanan

Verifikasi menggunakan
sofware
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

1. Jenis penelitian ini ialah deskriptif kualitatif yaitu penelitian dengan tujuan utama untuk

membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara faktual.

2. Penelitian ini menggunakan metode observasi dengan pendekatan cross sectional artinya

seluruh variabel diteliti pada waktu yang sama.

3.2 Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Prosedur pendaftaran pasien Jaminan Kesehatan Nasional.

2. Persyaratan admnistrasi klaim.

3. Kelengkapan persyaratan administrasi klaim.

4. Standar Operasional Prosedur persyaratan jaminan pasien.

3.3. Definisi Operasional

Tabel 3.1
Variabel dan Definisi Operasional
No. Variabel Definisi Operasinal
1. Prosedur pendaftaran pasien Urutan langkah-langkah yang harus
Jaminan Kesehatan Nasional dilaksanakan pada saat pendaftaran
khusus pasien Jaminan Kesehatan
Nasional BPJS di RSUD DR (H.C)
Ir.SOEKARNO
2. Persyaratan administrasi Dokumen- dokumen administrasi yang
Klaim BPJS akan di ajukan kepada BPJS oleh RSUD
DR (H.C) Ir.SOEKARNO berdasarkan
hasil bbservasi
3. Kelengkapan persyaratan Dikatakan lengkap apabila ada surat
administrasi Klaim BPJS rujukan, SEP, KTP, KK(Kartu Keluarga),
fotocopy kartu BPJS, biaya perawatan/
administrasi, resep, lembar pemakaian
obat dan tindakan, pemeriksaan
penunjang, lembar resume, grouper INA-
CBGs, lembar verifikasi.

Dikatakan tidak lengkap apabila tidak ada


salah satu dari komponen tersebut.
4. Standar Operasional Prosedur Standar atau ukuran yang berlaku di oleh
persyaratan jaminan pasien RSUD DR (H.C) Ir.SOEKARNO dalam
BPJS pengumpulan dokumen persyaratan
jaminan pasien.

3.4. Populasi

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumen klaim BPJS di RSUD

DR (H.C) Ir.SOEKARNO Provinsi Bangka Belitung yang berdasarkan data terdapat pasien

BPJS rawat inap periode bulan Januari sampai Maret 2021 sebanyak 343 pasien.

3.5. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan oleh peneliti dibagi atas dua jenis data, yaitu:

1. Data Primer

Data primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama, baik dari individu

atau rumah sakit. Data Primer didapatkan melalui cara sebagai berikut :

a. Mempersiapkan semua instrumen yang dibutuhkan.

b. Mengambil data-data yang dibutuhkan dari bagian klaim BPJS dan Tempat

pendaftaran pasien rawat inap.


c. Melakukan wawancara kepada petugas bagian pendaftaran pasien dan petugas bagian

klaim.

d. Melakukan pengolahan data.

e. Menganalisa data.

f. Menuliskan laporan berdasarkan hasil penelitian.

g. Mempresentasikan hasil penelitian.

2. Data Sekunder

Data Sekunder merupakan data yang diperoleh melalui library research yakni

dengan cara membaca dan mempelajari literatur-literatur, baik yang berupa buku-buku

perpustakaan, catatan kuliah,serta referensi-referensi lain yang berhubungan dengan

penelitian.

3.6 Instrumen Penelitian

1. Wawancara

Wawancara dilakukan dengan menyusun daftar pertanyaan yang akan diajukan kepada

petugas bagian pendaftaran, petugas klaim RSUD DR (H.C) Ir.SOEKARNO. Data

responden yand akan diwawancarai adalah :

a. Petugas bagian pendaftaran pasien.

b. Petugas bagian klaim

2. Tabel Checklist

Tabel checklist yaitu digunakan untuk memasukkan hasil observasi kelengkapan

dokumen klaim BPJS.

a. Data Lengkap : Menggunakan tanda cek (√).


b. Data Tidak Lengkap : Menggunakan tanda strip (-)

3. Observasi

Observasi dilakukan berdasarkan prosedur pendaftaran pasien BPJS dan prosedur klaim

BPJS.

3.7. Pengolahan Data

1. Editing

Pengolahan data dengan cara memeriksa kembali hasil pengumpulan data, baik isi,

penulisan, pengisian, dan lain-lain yang biasanya dilakukan di tempat penelitian sehingga

saat diketahui hasil yang diperoleh belum sesuai dapat segera dilakukan pengambilan

data ulang.

2. Verifikasi

Pemeriksaan ulang setelah hasil data yang diperoleh dirasa telah sesuai, hal ini dilakukan

untuk meyakinkan peneliti bahwa data yang diambil sudah benar.

3. Penyajian Data: menyajikan data dalam bentuk tabel

3.8 Analisa Data

Analisa data adalah cara dalam mengolah data observasi yang didapat sehingga

diperoleh suatu kesimpulan. Dalam penelitian ini analisa datanya adalah analisa deskriptif

yaitu melakukan analisa terhadap hasil-hasil observasi/ pengamatan berlandaskan teori-teori

yang dikemukakan dalam tinjauan pustaka.

Anda mungkin juga menyukai