Anda di halaman 1dari 5

I.

Permasalahan dan Latar Belakang

Dalam UU No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan disebutkan bahwa definisi dari


pelayanan kesehatan promotif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan
pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan kegiatan yang bersifat promosi kesehatan,
sedangkan pelayanan kesehatan preventif didefisinikan sebagai suatu kegiatan pencegahan
terhadap suatu masalah kesehatan/penyakit.

Definisi di atas dapat dibandingkan dengan pelaksanaan kegiatan promotif preventif


JKN tahun 2021 yang meliputi:

1. Skrining Riwayat Kesehatan


2. Pelayanan Penapisan atau Skrining Kesehatan tertentu
3. Implementasi Prolanis

Skrining riwayat kesehatan hanya terbatas pada deteksi risiko penyakit peserta.
Peserta dengan risiko rendah dianjurkan untuk menerapkan perilaku hidup sehat yang
disajikan melalui berita pada mobile JKN, sementara peserta dengan risiko sedang atau
tinggi disarankan untuk mengunjungi fasilitas kesehatan tingkat pertama agar dapat
dilakukan skrining lanjutan oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama. Dalam hal ini peserta
harus secara sadar dan memiliki keinginan untuk melakukan skrining secara mandiri,
mencari info mengenai pola hidup sehat dan datang ke fasilitas kesehatan tingkat pertama
untuk mendapatkan poin promotif dan preventif yang diharapkan.

Selain itu skrining riwayat kesehatan hanya dapat dilakukan oleh peserta satu tahun
sekali oleh peserta JKN. Sementara pola hidup sehat harus dipertahankan oleh peserta
setiap hari, sehingga dibutuhkan pengingat bagi mereka yang memiliki risiko rendah dan
kontrol bagi mereka yang berisiko tinggi. Saat ini dalam pelaksanaan secara langsung
kegiatan promotif preventif oleh BPJS Kesehatan hanya bisa dilakukan melalui skrining
Kesehatan, hanya peserta yang beresiko sedang dan tinggi yang dilakukan pemeriksaan
skrining lanjutan. Peserta yang memiliki risiko rendah juga perlu mendapatkan perhatian
yang sama besarnya dengan peserta yang memiliki risiko sedang hingga tinggi, agar risiko
yang dimiliki tidak meningkat.

Dikutip dari artikel berjudul Health Promotion: Effective Tool for Global Health (Kumar
& Preetha, 2012) ditunjukkan kerangka kerja mengenai pelayanan kesehatan promotif
sebagai berikut :
Populasi orang sehat menjadi bagian dari kerangka kerja pelayanan kesehatan
promotif melalui promosi perilaku hidup sehat dan pencegahan faktor risiko.

Selama ini optimalisasi kegiatan promotif dan preventif terpusat di fasilitas kesehatan
tingkat pertama. Sementara fasilitas kesehatan tingkat pertama adalah fasilitas yang
cenderung dikunjungi peserta saat sakit, sehingga fungsi promotif dan preventif bagi
populasi yang sehat tidak berjalan dengan maksimal

Saat ini jumlah peserta JKN KIS mencapai 224.552.719 jiwa dengan jumlah segmen
pekerja penerima upah (PPU) 56.358.855 jiwa (sumber data BI). Jumlah peserta PPU
sampai dengan 02 Juli 2021 di BPJS Kesehatan Kantor Cabang kudus mencapai 752.633
jiwa, dari jumlah tersebut yang terdaftar prolanis 16.293 peserta atau 2,2% dari seluruh
peserta PPU yang terdaftar. Sehingga yang tidak mendapatkan manfaat promotif dan
preventif agar peserta tetap sehat dan tidak menjadi sakit adalah 97,8 %. Berdasarkan data
tersebut maka perlu pendekatan lebih lanjut terkait dengan kegiatan promotif dan preventif
yang saat ini telah berjalan sehingga dapat mencakup peserta yang sehat.

Berdasarkan data SSBI BPJS Kesehatan, pemanfaatan kesehatan dari segmen PPU
Kantor Cabang Kudus dari tahun 2017-2019 mengalami kenaikan setiap tahunnya. Hal ini
mengindikasikan bahwa angka kunjungan segmen PPU mengalami kenaikan, sehingga
perlu dilakukan pengelolaan risiko peserta segmen PPU mengalami penyakit kronis. Jika
terdeteksi lebih awal mengenai resiko penyakitnya, dan mengetahui pola hidup sehat serta
menjalankannya maka biaya pelayanan Kesehatan dapat lebih efisien.

Sumber data : (SSBI, 2017-2019)

Selain berdasarkan data tersebut mengutip dari buku “Promoting Healthy Work For
Workers With Chronic Illness : A Guide To Goodpractice’’ (Knoche, Sochert, & Houston,
2012) bahwa pekerja yang bekerja lebih dari 40 jam seminggu berisiko terkena penyakit
kronis khususnya jantung. Pada jurnal lain yang berjudul ‘’Chronic Disease Risks from
Exposure to Long-Hour Work Schedules Over a 32-Year Period” (Dembe & Yao, 2016)
disebutkan pula bahwa pekerja yang bekerja dengan durasi waktu yang lama, kurang
istirahat dan sering lembur rentan terkena penyakit kronis.
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut :

1. Bagaimana menjaring populasi orang sehat dalam kegiatan promotif dan


preventif?
2. Bagaimana mengoptimalkan kegiatan promotif dan preventif yang tepat bagi
populasi peserta JKN yang sehat?

II. Analisa Permasalahan

Seperti yang telah disebutkan pada bagian sebelumnya fasilitas kesehatan tingkat
pertama cenderung dikunjungi oleh orang sakit sehingga bukan wadah yang tepat untuk
menjaring populasi orang sehat dalam kegiatan promotif dan preventif.

Jika melihat capaian UHC kepesertaan JKN seluruh Indonesia segmen PBI APBN
adalah yang terbesar disusul oleh PPU, PBI APBD, PBPU dan terakhir BP. Di antara 5
segmen tersebut terdapat satu segmen yang berpotensi menjadi wadah untuk menjaring
populasi orang sehat dalam kegiatan promotif dan preventif yaitu segmen PPU.

Segmen PPU atau Pekerja Penerima Upah terdiri dari pekerja yang menerima upah
dari pemberi kerja. Maksimal jam kerja yang dihabiskan oleh seorang pekerja sesuai UU
Cipta Tenaga Kerja Nomor 11 tahun 2020 adalah 40 jam dalam satu minggu, yang artinya
seperempat waktu dalam 1 minggu dihabiskan untuk beraktifitas di tempat kerja. Peran
seluruh lintas sektor diperlukan untuk mewujudkan keberhasilan implementasi promotive
dan preventif salah satunya dengan menyentuh segmen PPU dengan menyisipkan materi
pola hidup sehat pada media yang mudah diakses oleh para pekerja terutama tentang hal
yang berkaitan dengan aktifitasnya dalam pekerjaan

Selain itu pemberi kerja atau badan usaha membutuhkan pekerja yang sehat dan
produktif agar usaha dapat berjalan dengan baik sehingga angka kesakitan yang tinggi akan
menjadi hambatan bagi badan usaha untuk mencapai target yang diharapkan. Undang-
Undang nomor tentang Kesehatan pada pasal 165 ayat (1) menyebutkan bahwa pengelola
tempat kerja wajib melakukan segala bentuk upaya kesehatan melalui upaya pencegahan,
peningkatan, pengobatan dan pemulihan bagi tenaga kerja.

Kewajiban dan kebutuhan yang dimiliki oleh pemberi kerja tersebut dapat menjadi
dasar bagi penyelenggara kegiatan promotif dan preventif untuk bekerjasama dalam hal
promosi pola hidup sehat dan pencegahan penyakit di lingkungan kerja, sekaligus menjaring
populasi orang sehat untuk mengurangi angka biaya pelayanan kesehatan akibat penyakit
kronis.

Melibatkan pihak pemberi kerja dalam program promotif dan preventif berarti
menyesuaikan program dengan aturan manajemen yang ada, sehingga dibutuhkan kegiatan
yang tidak mengganggu produktifitas pekerja namun tetap efektif dan tepat sasaran.
Pemasangan media cetak seperti poster di papan informasi yang biasa dilihat oleh pekerja,
penyuluhan rutin mengenai pola hidup sehat, skrining kesehatan rutin oleh penyelenggara
kegiatan promotif dan preventif semua hal tersebut dapat disesuaikan dengan lingkungan
kerja dan aturan yang ada di tempat kerja.

Dalam Permenkes no 21 Tahun 2016 tentang dana kapitasi disebutkan bahwa biaya
operasional kapitasi sudah mencangkup pelayanan di dalam gedung dan luar gedung
sehingga pada dasarnya pelayanan promotif dan preventif untuk peserta yang sehat
merupakan bagian tak terpisahkan dari operasional kapitasi yang diterima oleh fasilitas
kesehatan tingkat pertama. Berdasarkan wawancara awal dengan petugas fasilitas
kesehatan tingkat pertama, sampai saat penjaringan peserta populasi sehat untuk dilakukan
kegiatan promotif dan preventif belum dilaksanakan secara optimal. Fasilitas kesehatan
cenderung pasif menunggu peserta yang datang ke tempat praktik untuk berobat.

Dari permasalahan – permasalahan yang muncul, BPJS Kesehatan perlu membuat


terobosan agar dapat menjadi fasilitator bagi fasilitas kesehatan dalam melaksanakan
kegiatan promotif dan preventif bagi peserta yang sehat khususnya peserta PPU.

Peserta PPU perlu mendapatkan perhatian lebih, agar dapat menerima informasi
kesehatan melalui program promotif dan preventif. Jumlah peserta PPU yang mencapai
25% dari total peserta terdaftar dan juga kemudahan akses BPJS Kesehatan melalui
fasilitas kesehatan untuk mengumpulkan peserta dapat memberikan layanan promotif dan
preventif yang optimal. Oleh sebab itu BPJS Kesehatan sebagai penyelenggara program,
diharapkan membuat kebijakan yang strategis terkait pelayanan promotive dan preventif
khususnya bagi kepesertaan segmen PPU.

III. Rekomendasi

Dalam rangka kendali mutu dan kendali biaya, BPJS Kesehatan wajib melaksanakan
promotif dan preventif penyakit kronis. Hal yang dapat dilakukan adalah penguatan peran
FKTP selain sebagai pemberi pelayanan promotif dan preventif pada program prolanis, juga
memberikan manfaat yang sama kepada peserta yang sehat, agar tidak meningkatkan
kasus penyakit kronis. Oleh sebab itu, rekomendasi yang dapat diberikan:

1. Melibatkan peran serta FKTP dalam proses pemberian promosi kesehatan ke


instansi baik pemerintah maupun swasta
2. Memasukan feedback atas pencapaian kegiatan promotif dan preventif yang
dilakukan FKTP di instansi pemberi kerja
3. BPJS Kesehatan menyediakan sarana promosi kesehatan untuk instansi baik
pemerintah maupun swasta berupa booklet, poster, leaflet dan video
4. Bersama pemerintah daerah menyusun pedoman pelayanan promotif dan preventif
di lingkungan kerja
5. Bekerja sama dengan HRD/kepegawaian pemberi kerja untuk berperan aktif dalam
distribusi materi promosi kesehatan, dan mempersiapkan waktu khusus untuk
pelaksanaan promosi kesehatan.
Daftar Pustaka

Allard E Dembe & Xiaoxi Yao. (2016). Chronic Disease Risks From Exposure to Long-Hour
Work Schedules Over a 32-Year Period. J Occup Environ Med.

BI. (2021). Capaian UHC. BI.

Karsten Knoche, Dr Reinhold Sochert, Kathleen Houston. (2012). Promoting Healthy Work
For Workers with Chronic Ilness : A Guide to Good Practice. European Network for
Workplace Health Promotion.

Kementrian Kesehatan. (2016). Peraturan Kementrian Kesehatan RI Nomor 21 Tahun 2016


Tentang Penggunaan dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional untuk Jasa
Pelayanan Kesehatan dan Dukungan Biaya Operasional pada Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah. Jakarta: Kementrian Kesehatan.

Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.


Jakarta: Republik Indonesia.

Republik Indonesia. (2020). Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Jakarta: Republik Indonesia.

Sanjiv Kumar, GS Preetha. (2012). Health Promotion: An Effective Tool for Global Health.
Indian Journal of Community Medicine.

SSBI. (2017-2019). Utilisasi Pelkes. SSBI.

Anda mungkin juga menyukai