Anda di halaman 1dari 10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan adalah segala upaya dan kegiatan pencegahan dan
pengobatan penyakit. Semua upaya dan kegiatan meningkatkan dan memulihkan
kesehatan yang dilakukan oleh petugas kesehatan dalam mencapai masyarakat yang
sehat. Tujuan pelayanan kesehatan adalah tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang
memuaskan harapan dan derajat kebutuhan masyarakat (consumer saticfaction) melalui
pelayanan yang efektif oleh pemberi pelayanan yang juga akan memberikan kepuasan
dalam harapan dan kebutuhan pemberi pelayanan (provider satisfaction) dalam institusi
pelayanan yang diselenggrakan secara efisien (institusional satisfaction) (Wulandari,
2016).
Pelayanan kesehatan pada prinsipnya mengutamakan pelayanan kesehatan
promotif dan preventif. Pelayanan promotif adalah upaya meningkatkan kesehatan
masyarakat ke arah yang lebih baik lagi dan yang preventif mencegah agar masyarakat
tidak jatuh sakit agar terhindar dari penyakit. Sebab itu pelayanan kesehatan masyarakat
itu tidak hanya tertuju pada pengobatan individu yang sedang sakit saja, tetapi yang lebih
penting adalah upaya–upaya pencegahan (preventif) dan peningkatan kesehatan
(promotif), sehingga bentuk pelayanan kesehatan bukan hanya Puskesmas atau Balai
Kesehatan Masyarakat saja, tetapi juga bentuk-bentuk kegiatan lain, baik yang langsung
kepada peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit, maupun secara tidak langsung
berpengaruh kepada peningkatan kesehatan (Sari, 2013). Jenis pelayanan kesehatan
menurut Menurut PP Nomor 47 Tahun 2016 pasal 1 Ayat 12-15 menjelaskan mengenai
beberapa jenis pelayanan kesehatan yaitu:
1. Pelayanan Kesehatan Promotif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan
pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan kegiatan yang bersifat promosi
kesehatan.
2. Pelayanan Kesehatan Preventif Pelayanan kesehatan preventif adalah suatu kegiatan
pencegahan terhadap suatu masalah kesehatan/penyakit.
3. Pelayanan Kesehatan Kuratif Pelayanan kesehatan kuratif adalah suatu kegiatan
dan/atau serangkaian kegiatan pengobatan yang ditujukan untuk penyembuhan
penyakit, pengurangan penderitaan akibat penyakit, pengendalian penyakit, atau
pengendalian kecacatan agar kualitas penderita dapat terjaga seoptimal mungkin.
4. Pelayanan Kesehatan Rehabilitatif Pelayanan kesehatan rehabilitatif adalah kegiatan
dan/atau serangkaian kegiatan untuk mengembalikan bekas penderita ke dalam
masyarakat sehingga dapat berfungsi lagi sebagai anggota masyarakat yang berguna
untuk dirinya dan masyarakat semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuannya.
B. Fasilitas Pelayanan Kesehatan
1. Pengertian fasilitas pelayanan kesehatan
Menurut (Kemenkes RI, 2019) fasilitas kesehatan adalah fasilitas umum yang
merujuk pada sarana atau prasarana atau perlengkapan yang diwujudkan dalam
bentuk pelayanan yang diselenggarakan oleh pemerintahpemerintah daerah, dan
swasta dengan tujuan untuk menjaga dan meningkatkan kesehatan. Peralatan
kesehatan termasuk fasilitas kesehatan yang merupakan salah satu faktor penting
dalam penyelenggaraan pelayanan 10 kesehatan Fasilitas kesehatan dikatakan baik
harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu :
a. Jumlah dan jenis peralatan sesuai kebutuhan pelayanan perusahaan mudah
dikenali dan menjadi ciri khas tersendiri.
b. Mempunyai kelengkapan ijin edar sesuai dengan ketentuan perundang
undangan
c. Memiliki standar mutu, keamanan dan keselamatan
d. Di uji dan dikalibrasi secara berkala oleh institusi penguji dan pengkalibrasi
yang berwenang.
Menurut peraturan pemerintah republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2016 tentang
fasilitas pelayanan kesehatan (Kementerian Kesehatan, 2016), fasilitas kesehatan
atau fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat atau tempat yang digunakan
untuk dalam menjalankan upaya pelayanan kesehatan, baik dari segi promotif,
preventif, kuratif, dan juga rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah pusat,
pemerintah daerah atau masyarakat. Fasilitas pelayanan kesehatan memiliki 3
tingkatan diantaranya adalah:
a. Fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama dimana berfokus pada pemberian
pelayanan kesehatan dasar.
b. Fasilitas pelayanan kesehatan tingkat kedua berfokus pada pemberian pelayanan
kesehatan spesialistik.
c. Fasilitas pelayanan kesehatan tingkat ketiga berfokus pada pemberian pelayanan
kesehatan subspesialistik.
Pada jurnal penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan
pemilihan pelayanan (Ditasari E. et al., 2019), terdapat beberapa faktor yang menjadi
penentu pengambilan keputusan masyarakat dalam memilih jasa penyedia layanan
kesehatan, beberapa diantaranya adalah biaya atau harga pelayanan, fasilitas
pelayanan, fasilitas rumah sakit, dan juga jarak. Terdapat juga faktor dari masyarakat
pengguna pelayanan kesehatan itu sendiri, yaitu faktor pendidikan, status sosial
ekonomi masyarakat, penghasilan, dan pekerjaan. Dari hasil penelitian yang telah
dilakukan oleh Ditasar, Sutriningsih, dan Ahmad (Ditasari E. et al., 2019), maka
dapat disimpulkan bahwa faktor biaya atau harga pelayanan, fasilitas pelayanan, dan
juga jarak memiliki pengaruh terhadap pengambilan keputusan masyarakat dalam
memilih jasa penyedia layanan kesehatan. Jenis pelayanan kesehatan menurut PP
Nomor 47 Tahun 2016 pasal 3 dan 4 yaitu fasilitas pelayanan kesehatan
menyelenggarakan pelayanan kesehatan pelayanan kesehatan perseorangan dan/atau
pelayanan kesehatan masyarakat. Yang terdiri dari;
a. Tempat praktik mandiri Tenaga Kesehatan
b. Pusat kesehatan masyarakat
c. Klinik
d. Rumah sakit
e. Apotek
f. Unit transfusi darah
g. Laboratorium kesehatan
h. Optikal
i. Fasilitas pelayanan kedokteran untuk kepentingan hukum
j. Fasilitas Pelayanan Kesehatan tradisional
2. Konsep fasilitas pelayanan kesehatan
Dalam menjalankan sebuah perusahaan diperhatikan fasilitas untuk menunjang
jalannya segala aktivitas atau kegiatan yang akan dilakukan dan juga merupakan
segala sesuatu yang memudahkan konsumen dalam menggunakan jasa perusahaan,
maka segala fasilitas yang ada yaitu kondisi, kelengkapan, serta kebersihan fasilitas
perlu di diperhatikan. Fasilitas dalam perusahaan jasa harus selalu diperhatikan
terutama yang sangat berhubungan erat dengan yang dirasakan oleh konsumen.
Fasilitas yang ada akan menjadi dasar penilaian konsumen setelah penggunaan jasa
tersebut. Persepsi yang diperoleh dari interaksi pelanggan dengan fasilitas
berpengaruh terhadap kualitas jasa dimata pelanggan (Tjiptono 2012). Karena jasa
merupakan kinerja yang tidak dapat dirasakan seperti barang, maka konsumen akan
cenderung memperhatikan fakta-fakta yang berkaitan dengan jasa sebagai bukti
kualitas.
C. Perawat
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2014 tentang
Keperawatan, Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan tinggi Keperawatan,
baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Peran perawat yang utama dan paling banyak disorot dan diketahui oleh masyarakat
adalah sebagai pelaku/pemberi asuhan keperawatan, perawat dapat memberikan
pelayanan keperawatan secara langsung dan tidak langsung kepada klien, menggunakan
pendekatan proses keperawatan yang meliputi :
1. Melakukan pengkajian dalam upaya mengumpulkan data dan informasi yang benar,
menegakkan diagnosa keperawatan berdasarkan hasil analisis data, merencanakan
intervensi keperawatan sebagai upaya mengatasi masalah yang muncul dan membuat
langkah/cara pemecahan masalah, melaksanakan tindakan keperawatan sesuai
dengan rencana yang ada dan melakukan evaluasi berdasarkan respon klien terhadap
tindakan keperawatan yang telah dilakukan. Peran adalah seperangkat tingkah laku
yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam
suatu system. Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari
luar dan bersifat stabil. Peran adalah bentuk dari perilaku yang diharapkan dari
seseorang pada situasi sosial tertentu.
2. Pemberi Asuhan Keperawatan
Sebagai pemberi asuhan keperawatan, perawat membantu klien mendapatkan
kembali kesehatannya melalui proses penyembuhan. Perawat memfokuskan asuhan
pada kebutuhan kesehatan klien secara holistic, meliputi upaya untuk
mengembalikan kesehatan emosi, spiritual dan sosial. Pemberi asuhan memberikan
bantuan kepada klien dan keluarga klien dengan menggunakan energy dan waktu
yang minimal. Selain itu, dalam perannya sebagai pemberi asuhan keperawatan,
perawat memberikan perawatan dengan memperhatikan keadaan kebutuhan dasar
manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan
menggunakan proses keperawatan sehingga dapat ditentukan diagnosis keperawatan
agar bisa direncanakan dan dilaksanakan tindakan yang tepat dan sesuai dengan
tingkat kebutuhan dasar manusia, kemudian dapat dievaluasi tingkat
perkembangannya. Pemberian asuhan keperawatannya dilakukan dari yang
sederhana sampai yang kompleks.
3. Membuat Keputusan Klinis
Membuat keputusan klinis adalah inti pada praktik keperawatan. Untuk
memberikan perawatan yang efektif, perawat menggunakan keahliannya berfikir
kritis melalui proses keperawatan. Sebelum mengambil tindakan keperawatan, baik
dalam pengkajian kondisi klien, pemberian perawatan, dan mengevaluasi hasil,
perawat menyusun rencana tindakan dengan menetapkan pendekatan terbaik bagi
klien. Perawat membuat keputusan sendiri atau berkolaborasi dengan klien dan
keluarga. Dalam setiap situasi seperti ini, perawat bekerja sama, dan berkonsultasi
dengan pemberi perawatan kesehatan professional lainnya (Keeling dan
Ramos,1995).
4. Pelindung dan Advokat Klien
Sebagai pelindung, perawat membantu mempertahankan lingkungan yang aman
bagi klien dan mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kecelakaan serta
melindungi klien dari kemungkinan efek yang tidak diinginkan dari suatu tindakan
diagnostic atau pengobatan. Contoh dari peran perawat sebagai pelindung adalah
memastikan bahwa klien tidak memiliki alergi terhadap obat dan memberikan
imunisasi melawat penyakit di komunitas. Sedangkan peran perawat sebagai
advokat, perawat melindungi hak klien sebagai manusia dan secara hukum, serta
membantu klien dalam menyatakan hak-haknya bila dibutuhkan. Contohnya, perawat
memberikan informasi tambahan bagi klien yang sedang berusaha untuk
memutuskan tindakan yang terbaik baginya. Selain itu, perawat juga melindungi hak-
hak klien melalui cara-cara yang umum dengan menolak aturan atau tindakan yang
mungkin membahayakan kesehatan klien atau menentang hak-hak klien. Peran ini
juga dilakukan perawat dalam membantu klien dan keluarga dalam
menginterpetasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau informasi lain
khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan
kepada pasien, juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien
yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang
penyakitnya, hak atas privasi, hak untuk menentukan nasibnya sendiri dan hak untuk
menerima ganti rugi akibat kelalaian.
5. Manager Kasus
Dalam perannya sebagai manager kasus, perawat mengkoordinasi aktivitas
anggota tim kesehatan lainnya, misalnya ahli gizi dan ahli terapi fisik, ketika
mengatur kelompok yang memberikan perawatan pada klien. Berkembangnya model
praktik memberikan perawat kesempatan untuk membuat pilihan jalur karier yang
ingin ditempuhnya. Dengan berbagai tempat kerja, perawat dapat memilih antara
peran sebagai manajer asuhan keperawatan atau sebagai perawat asosiat yang
melaksanakan keputusan manajer (Manthey, 1990). Sebagai manajer, perawat
mengkoordinasikan dan mendelegasikan tanggung jawab asuhan dan mengawasi
tenaga kesehatan lainnya.
6. Rehabilitator
Rehabilitasi adalah proses dimana individu kembali ke tingkat fungsi maksimal
setelah sakit, kecelakaan, atau kejadian yang menimbulkan ketidakberdayaan
lainnya. Seringkali klien mengalami gangguan fisik dan emosi yang mengubah
kehidupan mereka. Disini, perawat berperan sebagai rehabilitator dengan membantu
klien beradaptasi semaksimal mungkin dengan keadaa tersebut.
7. Pemberi Kenyamanan
Perawat klien sebagai seorang manusia, karena asuhan keperawatan harus
ditujukan pada manusia secara utuh bukan sekedar fisiknya saja, maka memberikan
kenyamanan dan dukungan emosi seringkali memberikan kekuatan bagi klien
sebagai individu yang memiliki perasaan dan kebutuhan yang unik. Dalam memberi
kenyamanan, sebaiknya perawat membantu klien untuk mencapai tujuan yang
terapeutik bukan memenuhi ketergantungan emosi dan fisiknya.

8. Komunikator
Keperawatan mencakup komunikasi dengan klien dan keluarga, antar sesama
perawat dan profesi kesehatan lainnya, sumber informasi dan komunitas. Dalam
memberikan perawatan yang efektif dan membuat keputusan dengan klien dan
keluarga tidak mungkin dilakukan tanpa komunikasi yang jelas. Kualitas komunikasi
merupakan factor yang menentukan dalam memenuhi kebutuhan individu, keluarga
dan komunitas.
9. Penyuluh
Sebagai penyuluh, perawat menjelaskan kepada klien konsep dan data-data
tentang kesehatan, mendemonstrasikan prosedur seperti aktivitas perawatan diri,
menilai apakah klien memahami hal-hal yang dijelaskan dan mengevaluasi kemajuan
dalam pembelajaran. Perawat menggunakan metode pengajaran yang sesuai dengan
kemampuan dan kebutuhan klien serta melibatkan sumber-sumber yang lain
misalnya keluarga dalam pengajaran yang direncanakannya.
10. Kolaborator
Peran perawat disini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan
yang terdiri dari dokter, fisioterapi, ahli gizi dan lain-lain dengan berupaya
mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi atau tukar
pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan selanjutnya.
11. Edukator
Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan
tingkatpengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan
sehingga terjadi perubahab perilaku dari klien setelah dilakukan pendidikan
kesehatan.
12. Konsultan
Peran disini adalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan
keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan klien
tehadap informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan.
13. Pembaharu
Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan perencanaan,
kerjasama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian
pelayanan keperawatan.

D. Praktik Mandiri Perawat


Pelayanan Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang
merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat
Keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat, baik sehat
maupun sakit. Fokus keperawatan yaitu respons klien terhadap penyakit, pengobatan, dan
lingkungan. Tanggung jawab perawat yang sangat mendasar yaitu meningkatkan
kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan dan mengurangi penderitaan. Tanggung
jawab ini bersifat universal. Pelayanan Keperawatan merupakan sektor pelayanan jasa
yang harus mengikuti perkembangan global. Era globalisasi dalam lingkup perdagangan
bebas antarnegara, membawa dampak ganda, di satu sisi membuka kesempatan
kerjasama yang seluas-luasnya, dan di sisi lain membawa dampak persaingan yang cukup
ketat. Oleh karena itu, tantangan utama saat ini dan masa mendatang yaitu meningkatkan
daya saing dan keunggulan kompetitif di sektor keperawatan. Untuk menyiapkan sumber
daya manusia yang berkualitas sesuai dengan tuntutan pasar kerja atau dunia usaha dan
industri maka perlu ada Standar Kompetensi Perawat agar terwujud hubungan timbal
balik yang positif. Standar Kompetensi Perawat ini dapat digunakan oleh institusi
pendidikan, pelayanan kesehatan, lembaga pelatihan, himpunan dan ikatan keperawatan,
dan pemerintah sesuai dengan peran dan fungsi masing-masing.
Program pelayanan alternatif dan komplementer adalah praktik mandiri perawat,
yang mempunyai wewenang menyelenggarakan asuhan keperawatan dibidang upaya
kesehatan perorangan. Penyelenggaraannya diatur dalam Permenkes nomor 26 tahun
2019 pasal 15 sampai dengan pasal 54. PPNI juga telah menetapkan Pedoman Praktik
Keperawatan Mandiri sebagai panduan. Namun dalam implementasinya, masih banyak
ditemui kendala seperti masalah perizinan dan ketenagaan. Praktik mandiri perawat telah
mendapat ijin dari negara sejak tahun 2001 tetapi hampir 17 tahun ini dari 20 provinsi
baru 4619 izin yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah. Angka tersebut dinilai sangat
kecil dibandingkan angka sebaran perawat serta kebutuhan pelayanan kesehatan di
Indonesia.
Selain itu, Praktik keperawatan mandiri telah dilindungi Undang-undang, yaitu
UU No. 38 Tahun 2014. Dalam UU tersebut disebutkan praktik keperawatan adalah
pelayanan yang diselenggarakan perawat dalam bentuk asuhan keperawatan, dimana
asuhan keperawatan merupakan rangkaian interaksi perawat dengan klien dan
lingkungannya untuk mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan dan kemandirian klien
dalam merawat dirinya.
Salah satu bentuk fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud adalah
tempat praktik mandiri perawat yang pengaturannya berada pada Peraturan Menteri
Kesehatan RI Nomor 26 Tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang
nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan pasal 15 sampai dengan pasal 54 yaitu
praktik mandiri perawat memerlukan SIPP dan memasang papan nama praktik
keperawatan, terdapat uraian wewenang, pelimpahan wewenang berdasarkan permintaan
dokter secara tertulis, kewenangan komplementer dan alternatif dilaksanakan setelah
dilakukan kredensialing oleh dinas kesehatan kabupaten/kota setempat, syarat tempat
praktik (lokasi mudah untuk akses,bangunan, prasarana, peralatan, serta obat dan bahan
habis pakai), ketentuan pemberian obat dan daftar jenis obat dalam keadaan darurat yang
dapat disimpan oleh perawat diatur dengan Peraturan Menteri, pengelolaan limbah medis,
perawat wajib melakukan pencatatan dan pelaporan sesuai dengan pelayanan yang
diberikan kemudian ditujukan ke Puskesmas di wilayah tempat praktik, perawat vokasi
yang telah menjalankan praktik perawat mandiri sebelum diundangkannya peraturan
Menteri ini tetap dapat melakukan kewenangannya paling lama 7 (tujuh) tahun sejak
Peraturan Menteri ini diundangkan.
Selain itu, Pemerintah membuat program untuk menjamin seluruh masyarakat
Indonesia mempunyai akses kebutuhan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan efektif
melalui program Jaminan Kesehatan Semesta. Pelaksanaan JKS oleh BPJS Kesehatan
menjadikan rumah sakit sebagai fasilitas kesehatan yang menjadi mitra pelaksana.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 17 Tahun 2013 tentang Izin dan dan
Penyelenggaraan Praktik Perawat pasal 2 ayat 3 berbunyi perawat yang menjalankan
praktik mandiri berpendidikan minimal Diploma III (D III) Keperawatan. Setiap perawat
yang menjalankan praktik keperawatan di fasilitas praktik mandiri wajib memiliki SIPP
yang diterbitkan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota.

Daftar pustaka
PMK Nomor 17 Tahun 2013 2013 tentang Izin dan dan Penyelenggaraan Praktik Perawat
PMK Nomor 26 Tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang nomor 38 Tahun
2014 tentang Keperawatan
UU Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
UU Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan
PP Nomor 47 Tahun 2016 tentang Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Kemenkes RI 2019

Anda mungkin juga menyukai