Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pelayanan Kesehatan

A. Defenisi Pelayanan Kesehatan

Pemberian layanan kesehatan yang baik adalah elemen yang sangat

penting dari kualitas pelayanan kesehatan apapun. Pemberian layanan

kesehatan adalah input yang paling mendasar untuk melihat kualitas dari suatu

pelayanan kesehatan. Untuk menilai kualitas layanan perawatan yang dilakukan

dengan mencakup proses evaluasi yang sangat kompleks, dalam sebagian besar

definisi kualitas layanan kesehatan dipandang multidimensi. Perawatan dapat

dikatakan memiliki kualitas yang baik jika memenuhi beberapa seperti efektif,

aman dan berpusat pada kebutuhan pasien yang komprehensif (Regional

Health Systems Observatory & Emro, 2014).

Menurut (Joss and Kogan, 1995; McLaughlin and Kaluzny, 2006;

Naveh and Stern, 2005) layanan kesehatan adalah sebuah yang tidak berwujud

secara fisik, tidak dapat disentuh, dirasakan, dilihat, dihitung ataupun diukur

seperti halnya layanan manufaktur. Namun kualitas layanan kesehatan dapat di

ukur walaupun tidak berwujud secara fisik tergantung pada proses layanan dan

interaksi penyedia layanan terhadap pasien. Ada beberapa hal dalam dimensi

kualitas layanan kesehatan seperti konsistensi, kelengkapan dan efektivitas

layanan walaupun sulit diukur di luar dari penilaian subyektif pasien

(Mosadeghrad, 2013).

Pelayanan kesehatan merupakan hak dari setiap orang yang dijamin di

dalam Undang-Undang Dasar 1945 untuk melakukan upaya peningkatan

8
9

derajat kesehatan baik perorangan, kelompok dan masyarakat secara

keseluruhan. Kemudian pelayanan kesehatan juga merupakan bentuk dari

sebuah upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau sama dalam sebuah

organisasi untuk melakukan pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan,

mencegah dan memberikan upaya penyembuhan penyakit, pemulihan

kesehatan untuk individu, keluarga dan masyarakat (Komalawati, 2009).

Selain itu (Donabedian 1980), mendefinisikan kualitas layanan

kesehatan sebagai penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi medis dengan

memaksimalkan manfaatnya bagi kesehatan dengan tanpa meningkatkan resiko

bahaya yang sudah ada. Donabedian membagi ke dalam tiga komponen

kualitas teknis yaitu efektivitas perawatan dalam menghasilkan status outcome

kesehatan yang dapat di capai, kualitas interpersonal yaitu memfasilitasi

kebutuhan dan preferensi pasien dan fasilitas seperti lingkungan fisik dan

atribut layanan (Mosadeghrad, 2013).

Konsep kualitas layanan kesehatan yang baik menurut (Schuster et al.

1998) adalah menyediakan layanan kesehatan kepada pasien dengan cara yang

kompeten secara teknis. Melakukan komunikasi yang baik antara praktisi

layanan dan pasien serta mengikutsertakan pasien dalam pengambilan setiap

keputusan dalam proses perawatannya, dengan mempertimbangkan

kepercayaan serta budaya pasien. Layanan kesehatan yang diberikan harus

memenuhi standar diagnose yang berlaku (Mosadeghrad, 2013).

B. Tujuan Pelayanan Kesehatan

Pandangan sikap dan perilaku pasien terkait loyalitas termasuk di

dalamnya frekuensi kehadiran dan kepatuhan rejimen pengobatan Sangat

bergantung kepada seberapa besar manfaat pelayanan kesehatan yang diberikan,


10

serta tersedianya hubungan penyedia layanan kesehatan untuk pasien yang baik

dan berkualitas. Hal ini dapat menjadi perilaku kesehatan pasien kedepannya

dan sangat berpengaruh terhadap kesediaan pasien untuk merekomendasikan

layanan kesehatan kepada orang lain (Howat, Crilley, & McGrath, 2008).

Rendahnya penggunaan fasilitas dan layanan kesehatan seperti rumah

sakit, puskesmas dan balai pengobatan lainnya disebabkan karena berbagai

faktor antara lain faktor antara jarak masyarakat dan fasilitas kesehatan baik jarak

secara fisik ataupun tarif pelayanan yang tinggi dan pelayanan kesehatan yang

kurang memuaskan. Selain itu ada beberapa yang cukup penting dan dapat

mempengaruhi pemanfaatan layanan kesehatan yaitu dari persepsi masyarakat

itu sendiri, terkait konsep sehat dan sakit oleh masyarakat dan pentingnya

memanfaatkan layanan kesehatan yang ada (Napirah, Rahman, & Tony, 2016).

(Sanders, Schaay, & Mohamed, 2016). Pelayanan kesehatan menurut

(Azwar, 1999) menyatakan bahwa pelayanan kesehatan memiliki beberapa

tingkatan yang masing masing memiliki outcome yang berbeda di setiap

tingkatannya (Sanders et al., 2016). Adapun tingkatan pelayanan kesehatan yang

dimaksud adalah ;

1. Pelayanan Kesehatan Utama (Primary Health Care)

Pelayanan kesehatan utama atau yang biasa dikenal dengan primary health

care merupakan pelayanan tingkat pertama yang ditujukan untuk

pelayanan kesehatan masyarakat yang bersifat pencegahan dan promotive,

pada tingkatan ini layanan yang diberikan berfokus kepada upaya

promotive dan kesehatan dengan tujuan meminimalisir terjadinya suatu

penyakit dan meningkatkan derajat kesehatan pasien.


11

2. Pelayanan Tingkat Kedua (secondary healt care)

Pelayanan kesehatan tingkat dua atau Secondary healt care di tujukan kepada

masyarakat yang membutuhkan perawatan rawat inap atau monitoring

kesehatan yang lebih memerlukan tersedianya tenaga kesehatan seperti

dokter, perawat maupun tenaga spesialis lainnya.

3. Pelayanan Tingkat Tiga (tertiary health care)

Pelayanan kesehatan tingkat tiga atau tertiary health care ditujukan kepada

masyarakat yang sudah tidak dapat di tangani oleh pelayanan tingkat

pertama dan kedua, serta memerlukan upaya dan membutuhkan tenaga

speisalis untuk mengatasi masalah kesehatan yang dialami pasien

individu, keluarga dan masyarakat.

Sebagai contoh terkait tujuan dari pelayanan kesehatan dalam perjanjian

kesehatan nasional tahun 2012 di Australia bahwa layanan kesehatan harus

dibentuk sesuai dengan kebutuhan kesehatan dalam sudut pandang pelayanan

pasien baik individu, keluarga atau masyarakat kemudian harus berfokus kepada

pencegahan penyakit, cedera dan pemeliharaan kesehatan. Sistem pelayanan

kesehatan juga harus mendukung pendekatan terpadu untuk upaya

mempromosikan standar gaya hidup sehat, pencegahan penyakit dan

pengobatan penyakit pada masa perawatannya (Queensland Health, 2015).

Penyediaan layanan kesehatan, input pelayanan, manajemen perawatan

dan pembiyaan pelayanan adalah empat fungsi pelayanan kesehatan yang utama.

Perilaku pelayanan serta tata kelola manajemen kesehatan secara keseluruhan

sangat menentukan bagaimana fungsi dari sitem pelayanan kesehatan ini bekerja

dan menentukan sejauh mana pelayanan kesehatan tersebut dapat dikatakan


12

berkualitas atau tidak (Smith & Hanson, 2012). Adapun empat fungsi utama dari

pelayanan kesehatan berikut ini adalah ;

1. Penyediaan Layanan Kesehatan

Penatalayanan atau pengawasan pelayanan secara komprehensif

merupakan penetapan konsep dan kerangka kerja kebijakan untuk

seluruh pelayanan kesehatan. Fungsi ini biasanya tidak selalu ada karena

merupakan tanggung jawab pemerintah. Penyediaan pelayanan

kesehatan adalah suatu capaian yang paling terlihat dari pelayan

kesehatan. Sistem yang baik juga meningkatkan kualitas derajat kesehatan

pasien serta melakukan upaya pencegahan seperti kunjungan konsultasi

yang baik.

2. Input Pelayanan Kesehatan

Input layanan kesehatan adalah kumpulan sumber daya penting yang

digunakan untuk memberikan layanan kesehatan. Input-input ini

termasuk sumber daya manusia kebanyakan di produksi oleh Pendidikan

kesehatan, obat-obatan dan peralatan medis. Menghasilkan sumber daya

manusia yang berkualitas seringkali membutuhkan waktu yang lama

misalnya Pendidikan kesehatan yang harus dilalui tenaga kesehatan

seperti perawat, dokter dan farmasi.

3. Manajemen Perawatan

Manajemen kesehatan adalah proses mengidentifikasi kebutuhan yang

tidak terpenuhi dan mensurvei sumber daya untuk mencapainya.

Perencanaan dan manajemen yang tepat diperlukan untuk pembentukan

kualitas pelayanan yang baik pada tingkat primer, sekunder dan tersier

dalam hal pelayanan pada pasien individu, keluarga dan komunitas.


13

Manajemen pelayanan yang berkualitas akan sangat berpengaruh

terhadap tingkat kepuasan dan perilaku kesehatan pasien kedepannya.

4. Pembiyaan Pelayanan

Pembiayaan kesehatan meliputi banyak factor yang mempengaruhi

seperti pendapatan, resiko keuangan dan alokasi pendapatan. Semua

tersebut sangat mempengaruhi dalam hal pembiyaan pelayanan

kesehatan. Pendapatan mencakup pengumpulan uang untuk membayar

pelayanan perawatan kesehatan, resiko keuangan mengacu pada tahapan

pengumpulan dan pengelolaan sumber daya keuangan yang merupakan

fungsi inti dari mekanisme ausuransi kesehatan. Yang terakhir adalah

alokasi pendapatan yaitu proses pengumpulan sumber keuangan untuk

pembiayaan pelayanan perawatan.

C. Bentuk Pelayanan Kesehatan

Sistem pelayanan kesehatan secara umum terdiri dari dua betuk pelayanan

kesehatan (Komalawati, 2009). Adapaun bentuk-bentuk pelayanan kesehatan

sebagai berikut ;

1. Pelayanan kesehatan perseorangan (medical service)

Pelayanan kesehatan perseorangan ini banyak dilakukan secara mandiri,

keluarga dan kelompok masyarakat yang bertujuan untuk memberikan

layanan yang bersiat pengobatan serta pemulihan penyakit individu dan

keluarga.

2. Pelayanan Kesehatan Masyarakat (public health service)

Pelayanan kesehatan masyarakat atau public health service adalah upaya

pelayanan yang dilakukan untuk pemeliharaan dan peningkatan derajat

kesehatan yang mengacu kepada upaya tindakan dan preventif.


14

D. Pihak-Pihak Yang Berhubungan Dengan Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan yang prima perlu diciptakan dalam lingkungan

pelayanan, pasien memiliki hak untuk menentukan langkah perawatannya dan

menyampaikan keluhan atas pelayanan kesehatan yang diterima. Banyak pihak

dari berbagai disiplin ilmu kesehatan berkolaborasi untuk mewujudkan kualitas

pelayanan yang terbaik sesuai dengan harapan pasien. Dalam praktiknya pihak

pihak saling berhubungan satu dengan yang lain sebagai upaya kegiatan

pelayanan kesehatan, baik itu di puskesmas, rumah sakit, klinik ataupun praktek

mandiri petugas kesehatan (Komalawati, 2009).

Adapun pihak pihak yang saling terlibat dan bekerja sama dalam

pelayanan kesehatan antara lain sebagai berikut ;

1. Perawat

Definisi internasional dari keperawatan merupakan bagian integral dari

suatu perawatan kesehatan, yang komprehensif atau menyeluruh

mencakup promosi kesehatan, pencegahan penyakit, perawatan orang

orang yang mengalami sakit fisik, mental dan mengalami cacat dari segala

usia, di semua tahapan baik individu, keluarga atau masyarakat (Nursing,

2003).

2. Dokter

Dokter adalah individu yang memilki kewenangan dan izin sebagaimana

mestinya untuk melakukan upaya pelayanan kesehatan, khususnya

melakukan tindakan pemeriksaan, pengobatan atau kuratif care pada

berbagai macam penyakit berdasarkan dan pelayanan di bidang

kesehatan. Kedokteran menjelaskan bahwa dokter merupakan suatu

profesi yang dilaksanakan berdasarkan berbagai macam seperti keilmuan,


15

kompetensi yang diperoleh dari serta menjalankan kode etik yang bersifat

melayani masyarakat (Komalawati, 2009).

3. Apoteker

Apoteker atau tenaga kefarmasian merupakan seseorang yang siap untuk

melakukan perumusan, mengeluarkan dan memberikan informasi klinis

terkait pengobatan kepada professional kesehatan dan pasien. Seorang

apoteker adalah salah satu dari tim profesi kesehatan, dan memainkan

peran dan fungsi sebagai pelayanan kunci dalam memberikan perawatan

kesehatan dan pelayanan kefarmasian yang berkualitas kepada

masyarakat. Seorang apoteker ahli dalam ilmu obat-obatan dan

menggunakan keahlian klinis mereka, dengan formulasi, kualitas serta

pengetahuan praktis untuk memastikan keamanan dari penyediaan dan

penggunaan obat obatan oleh pasien (Thamby & Subramani, 2014).

4. Fisioterapi

Fisioterapis adalah suatu profesi kesehatan yang memberikan pelayanan

kepada individu, keluarga dan masyarakat untuk mempertahankan,

mengembangkan dan melakukan upaya mengembalikan gerakan

maksimun dan kemampuan fungsional pasien. Fisioterapis berkaitan

dengan melakukan upaya mengidentifikasi dan memaksimalkan kualitas

hidup dan potensi pergerakan dalam bidang prevention, perawatan

dalam bentuk intervensi kefisioterapisan, rehabilitasi fisik, psikologis dan

emosional. Terapi fisik melibatkan interaksi antara fisioterapis, pasien

dan professional kesehatan lainnya (World Confederation for Physical

Therapy, 2011).
16

E. Standar Pelayanan Kesehatan

Standar pelayanan kesehatan yang berkualitas merupakan suatu kondisi

yang dinamis, yang sangat berhubungan dengan produk jasa, manusia dan

lingkungan yang mendukung yang biasanya memenuhi atau melebihi harapan.

Untuk menilai kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan, perlu adanya kriteria

khusus yang ditetapkan untuk menilai pelayanan yang diberikan dapat dikatakan

berkualitas atau tidak. 10 dimensi yang harus menjadi diperhatiakn untuk menilai

kualitas pelayanan yang ada (Rahmasari, 2012).

10 dimensi yang menjadi tolak ukur penilaian dalam pelayanan sebagai

berikut ;

1. Tangiable, yaitu Pelayanan kesehatan yang diberikan terdiri atas fasilitas

fisik, peralatan yang memadai, persolnil tenaga kesehatan dan

komunikasi yang baik.

2. Realiable, Terdiri dari kemampuan unit layanan dalam upaya mewujudkan

kualiatas layanan yang dijanjikan.

3. Responsiveness, Yaitu kemampuan untuk memberikan bantuan kepada

konsumen serta bertanggung jawab terhadap segala bentuk pelayanan

yang diberikan.

4. Competence, Yaitu tuntutan yang diberikan oleh tenaga pemberi pelayanan

kesehatan untuk mampu memilki pengetahuan serta keterampilan yang

baik dalam memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas.

5. Courtesy, yaitu mampu bersikap atau berperilaku ramah dan bersahabat

terhadap kemauan konsumen serta bersedia melakukan kontak dengan

konsumen.
17

6. Credibility, yaitu sikap jujur dan dapat dipercaya dalam setiap upaya dalam

menarik kepercayaan masyarakat.

7. Security, jasa pelayanan yang diberikan harus aman dan bebas dari resiko

bahaya.

8. Access, akses adalah adanya upaya kemudahan untuk melakukan kontak

dalam pelayanan.

9. Communication, kemampuan untuk memberikan pelayanan,

mendengarkan suara atau informasi dari pasien, sekaligus memberikan

informasi baru bagi masyarakat.

10. Understanding the customer, yaitu sikap memahami dan melakukan apapun

untuk mengetahui kebutuhan pasien.

Dalam memberikan pelayanan kesehatan yang professional, pelayanan

yang diberikan harus memiliki ciri ciri yaitu adanya akuntabilitas dan

responsibilitas dari pemberi layanan (aris tri haryanto, 2012). Ciri ciri pelayanan

kesehatan yang professional sebagai beriku ;

1. Efektif, Yang di maksud efektif adalah layanan yang diberikan

mengutamakan pada pencapaian apa yang telah menjadi sasaran dan

tujuan.

2. Sederhana, Sederhana mengandung makna yaitu pelayanan yang

dilaksanakan dengan cepat, mudah dan tidak berbelit-belit mudah untuk

dipahami dan dilaksanakan oleh masyarakat sebagai penerima layanan.

3. Kejelasan dan kepastian, Kejelasan dan kepastian berfokus kepada cara

pelayanan baik persyaratan teknis. Kejelasan mengenai unit kerja yang

memberikan pelayanan serta jelas dalam rincian pembiyaan pelayanan.


18

4. Keterbukaan, Keterbukaan atau transparansi mengandung arti segala

sesuatu terkit prosedur mengenai pelayanan yang diterima rincian waktu

dan tarif pelayanan. Semua info terkait pelayanan harus di informasikan

secara terbuka agar mudah diketahui dan dipahami oleh masyarakat.

5. Efesiensi, Efesiensi mengandung makna yaitu pelayanan terkait

persyaratan hanya dibatasi dengan hal hal yang berkaitan dengan

pencapaian sasaran pelayanan, dengan memperhatikan adanya

pengulangan persyaratan dalam pelayanan.

6. ketepatan waktu, ketepatan waktu merupakan salah satu kriteria yang

mengandung arti pelayanan yang diselesaikan dalam kurung waktu yang

telah ditentukan dengan baik.

7. Responsive, Responsive mengarah kepada upaya untuk tanggap dan cepat

menanggapi apa yang menjadi masalah, kebutuhan masyarakat dan

aspirasi yang ada.

8. Adaptif, Penyesuaian terhadap apa yang telah menjadi tuntutan, aspirasi

serta kebutuhan masyarakat yang dilayani senantiasa mengalami tumbuh

kembang.

F. Standar Pelayanan Pasien Tuberkulosis (Tb)

Perspektif pasien dalam memberikan penilaian terhadap kualitas suatu

pelayanan kesehatan dianggap sebagai bagian yang sangat penting dari evaluasi

kualitas pelayanan kesehatan. Keterlibatan pasien dalam proses penilaian layanan

kesehatan dianggap sangat penting untuk memperbaiki perilaku penggunaan

layanan kesehatan kedepannya dan outcome keberhasilan dari perawatan yang

dilakukan. Hal ini sangat penting pada penyakit yang membutuhkan perawatan

ekstra seperti penyakit kronis, khususnya pada pasien Tb.


19

Ada bebetapa potensi yang dapat muncul ketika continuum of care yang

tidak optimal atau pemanfaatan pelayanan kesehatan yang tidak optimal yaitu

akan terjadi peningkatan kasus, angka kematian akan Tb dan kasus pasien dengan

multidrug resistance juga akan meningkat. Sebaliknya pemanfaatan layanan

kesehatan secara optimal akan mengurangi potensi masalah yang akan muncul

akibat Tuberkulosis yang tidak tertangani dengan baik dari segi perawatan

(Farsida, Mahendradhata, & Probandari, 2012).

QUOTE-TB atau quality of care as seen through the eyes of the pasient adalah

sebuah instrument atau alat ukur yang digunakan untuk mengukur kualitas

pelayanan serta pemanfaatan layanan kesehatan dilihat dari persfektif pasien Tb,

dengan harapan keterlibatan pasien Tb dalam memberikan penilaian mengenai

layanan kesehatan Tb dapat memberikan pengaruh untuk pelayanan kesehatan

kedepannya yang mana akan memperbaiki aspek continuum of care pada pasien.

Dalam instrument ini terdapat delapan dimensi yang menjadi fokus untuk

menilai persepsi pasien pada suatu layanan kesehatan Tb sebagai berikut :

1. Komunikasi dan informasi

Komunikasi memberikan pengetahuan dan akses terhadap layanan yang

berkualitas dan produk yang diperlukan untuk mempraktikkan perilaku

kesehatan, komunikasi dapat menciptakan permintaan dan membantu

pasien untuk memahami informasi terkait manfaat perilaku kesehatan

yang baru. Komunikasi juga dapat membantu penyedia layanan

kesehatan menjelaskan terkait perawatan dan mendorong mereka untuk

menggunakan layanan tersebut secara optimal dan konsisten (Koech &

Nyamboga, 2017).
20

2. Kompetensi professional

Seorang professional dapat dikatakan berkompetensi ketika bertindak

secara bertanggung jawab dan efektif sesuai dengan standar kerja yang

telah diberikan. Kompetensi professional dipandang sebagai

kemampuan yang terintegrasi dan terinterilisasi untuk memberikan

kinerja yang efektif, layak dan berkelanjutan termasuk didalamnya proses

penyelesaian masalah, mewujudkan inovasi dan menciptakan informasi

dalam domain professional tertentu (Mulder, 2014).

3. Ketersediaan layanan

Ketersediaan layanan merupakan suatu ketersediaan layanan yang

esensial atau dasar, termasuk perawatan ibu dan bayi baru lahir,

perawatan kesehatan anak, layanan keluarga berencana, layanan

kesehatan reproduksi, serta layanan untuk penyakit tidak menular seperti

diabetes, penyakit kardiovaskular dan penyakit pernapasan kronis. Selain

itu layanan penyakit menular seperti IMS, HIV/AIDS, Tb dan Malaria

(Aryal, Dangol, Gartoulla, & Subedi, 2018).

4. Interaksi penyedia layanan dan konseling

Interaksi penyedia layanan dan konseling adalah merupakan sebuah

proses kemampuan meningkatkan bersosialisasi dengan lingkungan

sebagai bentuk ekpresi emosi (Bimbingan et al., 2014).

5. Hubungan Tb/Hiv

Tuberculosis (Tb) merupakan salah satu masalah kesehatan yang paling

sering dialami oleh pasien dengan HIV/AIDS akibat kerusakan daya

tahan tubuh oleh infeksi virus HIV yang menyebabkan berbagai infeksi

opurtunistik seperti Tb (Mulyadi & Fitrika, 2010).


21

6. Dukungan

Dukungan diartikan sebagai segala sesuatu yang mampu memperkuat

kemampuan individu untuk berfungsi secara optimal.

7. Infrastuktur

Infrastruktur adalah salah satu indikator penting dalam terwujudnya

suatu pelayanan kesehatan yang baik, infrastruktur kesehatan merupakan

ketersediaan sarana dan jasa tenaga medis di rumah sakit, puskesmas

ataupun klinik serta ketersediaan aksebilitas (Hariman et al., 2019).

8. Stigma

Stigma berasal dari kata dalam Bahasa Yunani yang berarti tanda atau

noda, stigma dapat digambarkan sebagai proses devaluasi yang dinamis

yang secara siginifikan mendiskreditkan seorang individu dimata orang

lain. Stigma juga dapat diartikan sebagai pemberian atribut terhadap

individu tertentu untuk memberikan efek diskriminasi (Mitchell et al.,

2018).

9. Keterjangkauan

Keterjangkauan merupakan sebuah standar yang berhubungan dengan

harga atau sewa dari suatu layanan (Wong, Hui, To, & Chung, 2010).

2.2 Konsep Tuberkulosis (Tb)

A. Defenisi Tuberkulosis (Tb)

Tuberculosis (Tb) adalah penyakit menular yang merupakan salah satu

penyebab utama status kesehatan yang buruk, Tb merupakan salah satu dari 10

penyakit penyebab kematian diseluruh dunia dan merupakan penyebab utama

kematian diakibatkan agen infeksius peringkat di atas HIV/AIDS. Penyakit ini


22

disebabkan oleh bacillus mycobacterium tuberculosis dengan penyebaran bakteri

melalui udara. Sekitar seperempat populasi dunia secara global terinveksi

mycobacterium tuberculosis dengan resiko terknena penyakit Tb yang tinggi (WHO,

2019).

Tuberculosis (Tb) adalah suatu penyakit yang bersifat menular yang

disebabkan oleh bakteri bacillus mycobacterium tuberculosis, bakteri ini biasanya

memepengaruhi paru-paru tetapi tidak menutup kemungkinan juga

mempengaruhi organ pernafasan yang lain. penyakit Tb menular melalui udara

ketika sesorang penderita Tb berbicara ataupun batuk. Tuberculosis (Tb)

kemungkinan mengembangkan penyakit Tb jauh lebih pada pasien dengan HIV

dan juga pada pasien dengan resiko seperti kurang gizi, diabetes, perokok dan

konsumsi alcohol (WHO, 2017).

B. Tanda Dan Gejala Tuberkulosis (Tb)

Tanda dan gejala dari Tuberkulosis biasanya sngat beragam dan konpleks

mempengaruhi pernafasan dan lainnya, gejalanya biasanya cenderung ringan

dan muncul dalam periode beberapa minggu, bulan dan kadang tahunan

setelah terpapar bakteri mycobacterium tuberculosis. Gejala awal dari penyakit ini

sering disalah artikan sebagai batuk yang disebabkan karena merokok, alergi,

bronchitis kronis atau flu. Tuberkulosis paling sering mempengaruhi organ

paru-paru dan menyebabkan masalah yang sangat kompleks (American

Thoracic Society, 2017).

Adapun tanda dan gejala klasik dari penyakit Tuberkulosis adalah ;

1. Batuk yang berlangsung selama tiga minggu atau lebih.

2. Penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya.

3. Demam.
23

4. Berkeringat pada malam hari.

C. Patofisiologi Tuberkulosis (Tb)

Patofisiologi adalah cabang ilmu yang mempelajari mengenai gangguan

fungsi mekanik, fisik dan biokimia yang normal. Baik disebabkan oleh suatu

penyakit ataupun akibat dari suatu sindrom atau kondisi abnormal yang tidak

memnuhi syarat untuk dapat di definisikan sebagai penyakit. Selain itu definisi

alternativ dari patofisiologi adalah ilmu tentang manifestasi biologis dan fisik

dari suatu penyakit serta hubungannya dengan kelainan dan gangguan yang

mendasarinya (Ibrahim, 2008).

Patofisiologi dari penyakit tuberculosis Tb atau perjalanan bakteri

mycobacterium tuberculosis sampai bisa dikatakan sebagai penyakit berdasarkan

manifestasi klinis dari fisik pasien adalah infeksi pertama kali terjadi ketika

seseorang menghirup udara yang mengandung basil tubercoli yang akan masuk

melalui saluran pernapasan sampai ke alveoli. Kemudia basil tuberkoli ini dicerna

oleh makrofag alveolar, sebagian besar basil ini dihancurkan ataupun tidur.

Sejumlah kecil bakteri dapat berkembang biak secara intraseluler dan dilepaskan

kembali ketika makrofag mati.

Jika basil hidup, basil ini kemudian bias menyebar melalui saluran

limfatik atau melalui aliran darah dari ke jaringan menuju organ yang lebih jauh,

area tubuh dimana basil mycobacterium tuberculosis yang menyebabkan penyakit Tb

paling mudah berkembang adalah pada bagian kelenjar getah bening, puncak

paru-paru, ginjal, otak dan tulang. Proses diseminasi ini mengutamakan

kekebalan untuk respon sistemik (Farhat et al., 2013).


24

D. Penularan Tuberkulosis (Tb)

Tuberculosis tetap menjadi masalah kesehatan global dengan beban

penyakit yang termasuk besar, diperkirakan 10,4 juta kasus baru terjadi pada

tahun 2015 dimana 12% diantaranya terjadi pada anak anak disertai dengan

masalah human immunodeficiency virus (HIV). Pada tahun 2015 juga diperkirakan

ada 1,8 juta kematian yang terjadi yang diakibatkan oleh penyakit TB,

menjadikan Tb sebagai penyebab utama kematian akibat penyakit menular

nomer satu di dunia.

Penularan terjadi karena infeksi oleh mycobacterium tuberculosis yang telah

menginvasi seseorang dalam waktu yang lama. Orang yang mengalami paru

BTA-positif sangat menular dan hal ini diperkuat karena infeksi diperkirakan

meningkat dengan BTA. Dalam sebuah penelitian dalam seting rumah dengan

keluarga Tb kasus BTA-positif dihubungkan dengan BTA-negatif, hasilnya

orang yang mengalami BTA-negatif juga memungkinkan untuk menularkan

tetapi tingakatan hasil mikroskopi belum berhasil mencapai angka sebanyak

BTA-positif (Churchyard et al., 2017). Adapun orang yang memiliki

kemungkinan terlular atau terinfeksi bakteri oleh mycobacterium tuberculosis adalah

sebagai berikut (American Thoracic Society, 2017) ;

1. Orang orang baru mengalami kontak dengan seseorang yang memiliki

penyakit Tb simtomatik.

2. Orang orang yang memilki kehidupan dan hidup Bersama dengan orang

orang beresiko tinngi Tb.

3. Masyarakat yang tinggal didaerah dimana tuberculosis merupakan

penyakit yang sangat umum.


25

4. Petugas kesehatan yang melayani pasien dengan penyakit tuberculosis

tanpa memperhatiakn prinsip pengendalian infeksi.

E. Pemeriksaan Diagnostik Tuberkulosis (Tb)

Ada beberapa tes diagnostic atau pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan

untuk memeriksa apakah pasien positif menderita tuberculosis atau tidak

(WHO, 2017). Adapun tes diagnostic untuk penyakit tuberculosis Tb meliputi

berikut ini ;

1. Rapid Molecular Test

Adalah satu satunya test cepat untuk mendiagnosis apakah pasien

menderita Tb positif atau tidak, WHO merekomendasikan uji Xpert

MTB/RIF (Capheid, USA). Test ini dapat memberikan hasil dalam dua

jam setelah pemeriksaan dan pada awalnya test ini direkomendasikan

pada suspek Tb paru pasien dewasa. Tapi pada tahun 2013, test ini juga

direkomendasikan untuk anak anak untuk mendiagnosis Tb paru yang

spesifik, tes ini memiliki tingkat akurasi yang jauh lebih baik daripada test

dahak.

2. Sputum Smear Microscopy

Test ini merupakan salah satu test yang sudah sejak lama dilakukan dan

sudah dikembangkan sejak 100 tahun yang lalu, test ini membutuhkan

pemeriksaan sampel dahak menggunakan mikroskop untuk melihat dan

menentukan ada bakteri mycobacterium tuberculosis atau tidak.

3. Culture Based Methods

Test ini membutuhkan kapasitas labolatorium yang lebih maju dan dapt

memakan waktu hingga 12 minggu terhitung tanggal pemeriksaan untuk

memberikan hasil test.


26

Selain pemeriksaan diagnostic yang dilakukan untuk memeriksa statsus

penyakit pada suspek Tb ada beberapa standar internasional untuk diagnose dan

perawatan tuberculosis (Tb), tujuannya adalah mengambarkan tingkat perawatan

yang diterima secara luas oleh semua praktisi kesehatan. Standar ini dimaksudkan

untuk mempromosikan keterlibatan yang efektif dari penyedia layanan dalam

memerikan kualitas perawatan yang baik (TB Care, 2014). Standar diagnosa pada

Internasional standar for tuberculosis care meliputi berikut ini ;

1. Standar 1, pada tahapan ini untuk memastikan dini penyedia layanan

harus memastikan dan mengetahui resiko individu atau kelompok serta

melakukan evaluasi klinis degan segera serta melakukan tes diagnostik

yang sesuai dengan gejala klinis yang di tampilkan oleh suspek.

2. Standar 2, Semua pasien dengan suspek Tb yang menunjukkan gejala

klinis seperti batuk yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya dan

bertahan lebih dari dua minggu dengan temuan tanda gejala pada

pemeriksaan radiografi dada harus segera di evaluasi sebagai suspek Tb.

3. Standar 3, Semua pasien termasuk pasien anak-anak yang masuk kedalam

kategori suspek tuberculosis Tb paru dan gejala batuk berdahak harus

setidaknya memiliki dua specimen dahak yang diajukan untuk

pemeriksaan Sputum Smear Microscopy dan pemeriksaan MTB/RIF di

labolatorium yang berkualitas. Pasien yang memiliki resiko resistensi

obat, HIV dan sakit parah harus melakukan uji Xpert MTB/RIF sebagai

tes awal. Sedangkan tes serologis yang berbasis darah dan uji pelepasan

interferon-gamma tidak boleh digunakan untuk mendiagnosis Tb aktif.

4. Standar 4, Semua pasien termasuk pasien anak-anak yang masuk kedalam

kategori suspek extrapulmonary tuberculosis tes Xpert MTB/RIF sangat


27

direkomendasikan sebagai tes mikrobiolois yang paling awal dan lebih

banyak di lakukan untuk dugaan meningitis Tb dengan alasan sangat

membutuhkan hasil test diagnosis yang cepat.

5. Standar 5, Pada pasien suspek paru dengan hasil dahak pemeriksaan

Xpert MTB/RIF atau kultur Sputum harus dilakukan.

6. Standar 6, Untuk pasien anak-anak yang dicurigai menderita

intrathoracic yaitu tuberculosis yang menyerang pulmonary, pleural dan

mediastinal, kelenjar getah bening, harus mengkonfirmasi bakteriologis

dengan pemeriksaan sekresi pernapasan dengan cara pemeriksaan dari

dahak yang dihembuskan, dahak yang di induksi, dn cairan lambung

diperiksa dengan Sputum Smear Microscopy, Xpert MTB/RIF atau

pemeriksaan kultur.

F. Tahapan Dan Standar Pengobatan Tuberkulosis (Tb)

Pengobatan penyakit tuberculosis Tb memilki beberapa tahapan selama

masa perawatan, tahapan tersebut antara lain seperti kepatuhan terhadap

rejimen pengobatan dan terapi. Tahapan ini memilki sebuah standar

internasional untuk perawatan tuberculosis atau International International

Standards for Tuberculosis Care (ISTC). Tujuan dari standar ini adalah untuk

meberikan gambaran mengenai tingkat perawatan yang diterima oleh pasien

secara luas dan mengenai target yang harus di capai oleh semua praktisi

kesehatan dalam memberikan pelayanan pada pasien Tb ataupun suspek Tb.

International Standards for Tuberculosis Care (ISTC) dimaksudkan untuk

memfasilitasi keterlibatan yang efektif dari semua penyedia layanan perawatan

dalam memberikan pelayanan yang berkualitas tinggi dengan memanfaatkan

terapi terbaik yang telah ditentukan utuk pasien dari segala tahapan umur dan
28

jenis penyakit tuberkuloissnya. Selain itu penyedia pelayanan keperawatan harys

menyadari kondisi dan keadaan epidomologi peningkatan resiko Tb dan

pendekatan yang dilakukan unruk skrining Tb dalam hal upaya prventiv pada

pasien (TB Care, 2014).

1. Standar 1, untuk memenuhi tanggung mengenai kesehana pasien, baik

ituindividu, keluarga dan masyarakat. Penyedia layanan kesehatan harus

merepkan rejimen pengobatan yang tepat, memantau kepatuhan

meminum obat pasien, dan bila diperlukan penyedia layanan kesehatan

juga memantau factor-faktor yang mengarah kepada perilaku berhenti

terhadap meminum obat. Untuk memenuhi aspek tanggung jawab ini

diperlukan komuniksi yang baik dengan layanan kesehatan masyarakat,

keluarga ataupu kader kesehatan.

2. Standar 2, untuk pasien yang belum pernah menerima pengobatan dan

tidak mempunyai resistensi terhadap obat anti tuberculosis harus

menerima rejimen pengobatan lini pertama yang di rekomendasikan oleh

WHO dengan menggunakan obat yang telah terjamin kualitasnya. Pada

fase awal pengobatan, obat yang diberikan terdiri dari dua bulan yaitu

isoniazid, rifampisin, pirazinamid dan etambutol.

3. Standar 3, pendekatan yang dilakukan berpusat pada pasien dan untuk

pengobatan. Pendekatan mengenai kepatuhan meminum obat,

meningkatkan kualitas hidup dan mengurangi penderitaan harus

dilakukan sebagai bagian tanggung jawab pelayanan. Pendekatan yang

dilakukan harus memiliki prinsip saling menghormati antara pasien dan

penyedia layanan dan disarkan pada kebutuhan pasien.


29

4. Standar 4, respon yang didapatkan pada pengoabatan pasien Tb

termasuk Tb yang didiagnosis dengan tes molekuler cepat, harus di tetap

dipantau dan di tindaklanjuti dengan pemeriksaan dahak saat

penyelesaian pengobatan fase awal selama dua bulan. Jika hasil

pemeriksaan dahak positif, pemeriksaan harus dilakukan kembali pada 3

bulan, jika hasil pemeriksaan tetap positif harus dilakukan pengujian

Xpert MTB/RIF atau pemeriksaan kultur. Sedangkan untuk pasien anak

respon terhadap terapi pengobatan sebaiknya dinilai secara klinis.

5. Standar 5, Untuk melakukan penilaian kemungkinan resistensi terhadap

obat dapat dilihat berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, paparan

terhadap sumber yang memilki komponen organisme yang resistensi

terhadap obat dan prevalensi mengenai data resistensi obat di masyaraka

jika ada. Penilaian harus dilakukan pada semua pasien individu, keluarga

dan masyarakat. Tes kerentanan obat harus dilakukan pada awal terapi

dan dilakukan pada semua pasien resiko resistensi obat, serta pada pasien

yang tidak patuh terhadap pengobatannya harus selalu dinilai untuk

resistensi obat.

6. Standar 6, pasien yang memiliki resiko tuberculosis Tb yang diakibatkan

oleh organisme yang resisten terhadap obat Tb lini satu harus

mendapatkan rejimen pengobatan khusus yang mengandung obat

antituberkulosis lini kedua yang berkualitas. Dosis yang diberikan harus

sesuai degan dosis yang direkomendasikan oleh WHO. Terapi

pengobatan yang dipilih harus dapat distandarisasi berdasarkan pola

kerentanan obat, ada lima obat, pirazinamid dan empat lainnya di duga

mudah dikonsumsi oleh oranisme yang resisten. Pengobatan harus


30

diberikan selama 18-24 bulan, tindakan yang berpusat pada segala

sesuatu pada pasien termasuk pengobatan, pengamatan yang diperlukan

untuk memastikan kepatuhan pasien.

7. Standar 7, standar pelayanan yang terakhir adalah semua catatan

mengenai status kesehatan dan perkembangan pasien dapat diakses,

dipelihara secara baik dari semua data pengobatan yang diterima, respon

bakteriologis dan hasil perawatan pasien.

2.3 Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

A. Defenisi Pemanfaatan Layanan Kesehatan

Pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah kuantifikasi atau suatu deskripsi dari

penggunaan layanan oleh individu, keluarga ataupun masyarakat dengan tujuan

untuk mencegah dan menyembuhkan masalah keshatan, mempromosikan

masalah kesehatan, kesehjatraan atau untuk memperoleh informasi kesehatan

ataupun prognosis kesehatan (Orbell, 2015).

B. Indikator Pemanfaatan Layanan Kesehatan

Pemberian pelayanan kesehatan yang baik adalah elemen yang sangat

penting dari pelayanan kesehatan. Pemberian pelayanan kesehatan merupakan

suatu input yang paling mendasar untuk melihat status kesehatan suatu populasi

dengan melihat beberapa factor-faktor yang mempengaruhinya. Suatu bentuk

pelayanan kesehatan akan sangat berbeda dari pada yang lain dari segi

pemanfaatan layanan kesehatan namun dalam system pelayanan kesehatan yang

berfungsi dengan baik (Regional Health Systems Observatory & Emro, 2014).

Layanan kesehatan akan dapat dimanfaatkan dengan baik harus memiliki

karateristik utama sebagai berikut ;


31

1. Kelengkapan, berbagai layanan komprehensif di sediakan sesuai dengan

sasaran kebutuhan populasi yang meliputi layanan preventif, kuratif,

rehabilitasi dan kegiatanan promosi kesehatan.

2. Aksesibilitas, pemanfaatan layanan kesehatan sangat begantung kepada

layanan kesehatan yang dapat diakses secara langsung dan kapan saja tanpa

ada hambatan biaya, Bahasa, budaya dan geografi yang tidak semestinya.

Layanan kesehatan yang dekat dengan masyarakat akan memberikan

kemudahan pada masyarakat dalam pemanfaatakan layanan kesehatan

yang ada.

3. Cakupan, pemberian layanan di rancang untuk dapat dijangkau dan

diterima oleh seluruh populasi masyarakat yang membutuhkan. Baik itu

kelompok sehat dan sakit, kelompok dengan kelas ekonomi tidak mampu

dan semua kelompok social.

4. Kontinuitas, pemberian pelayanan yang diberikan dilakukan secara

berkelanjutan, memberikan masyakat pelayanan yang berkelanjutan dari

segi layanan, kondisi kesehatan dan tingkat perawatan selama siklus hidup

mereka.

5. Kualitas, layanan kesehatan yang berkualitas tinggi yaitu layanan kesehatan

yang efektif, aman dan berfokus kepada kebutuhan pasien dan diberikan

secara tepat waktu merupakan indikator yang sangat penting dalam

pengaruhnya terhadap pemanfaatan layanan kesehatan oleh pasien.

6. Berfokus kepada pasien, layanan di atur untuk berfokus kepada pasien,

bukan pada pembiyaan ataupun penyakit yang dialami pasien. Pemberian

layanan yang dan menganggap pengguna layanan kesehatan merupakan

mitra dalam perawatan mereka sendiri.


32

7. Koordinasi, melakukan kerja sama dengan layanan kesehatan yang lain

untuk kesiapan pada kondisi gawat dan darurat.

8. Akuntabilitas, layanan kesehatan yang dikelola dengan baik untuk

mencapai inti dari pelayanan kesehatan itu sendiri, penilaiannya dapat

dilhat dengan angka partisipasi masyarakat dalam memanfaatkan

pelayanan kesehatan yang ada.

Anda mungkin juga menyukai