Anda di halaman 1dari 9

1

MINGGU PERTAMA

PEMERIKSAAN NERVUS CRANIALIS 1-VI

A. DASAR SKDI 2019

B. Tujuan Pembelajaran Umum:

Setelah mengikuti latihan mahasiswa diharapkan mampu melakukan teknik pemeriksaan


nervus kranialis pada pasien untuk menegakkan diagnosis.

CSP FK UPN VETERAN Jakarta 2020/2021


2

C. Tujuan Pembelajaran Khusus :


Setelah mengikuti latihan mahasiswa diharapkan mampu:
1. Melakukan pemeriksaan nervus kranial 1-6 dengan baik
2. Menghapal nervus kranial dan nama- nama dengan baik
3. Mengerti komponen motorik, sensorik, atau simpatis, parasimpatiks yang
dibawa oleh nervus cranialis

D. Media dan alat bantu pembelajaran :


a. Daftar panduan belajar untuk pemeriksaan nervus cranialis
b. Alat bantu,
c. Status penderita pulpen, pensil.
E. Metode Pembelajaran
1. Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar
2. Ceramah
3. Diskusi
4. Parsipasi aktif dalam skills lab. (simulasi)
5. Evaluasi melalui check list/daftar tilik dengan sistim skor
F. Landasan Teori

2 PEMERIKSAAN NERVUS KRANIALIS


NERVUS KRANIALIS FUNGSI PENEMUAN KLINIS DENGAN LESI

I. Olfaktorius penciuman Anosmia

II. Optikus penglihatan Amaurosis

III. Okulomotorius Gerak mata; konstriksi pupil, Diplopia, ptosis, midriasis, hilangnya
akomodasi akomodasi

IV. Troklearis Gerak mata Diplopia

Sensasi umum pada wajah, kulit Mati rasa pada wajah; kelemahan otot
V. Trigeminus kepala dan gigi, gerak mengunyah rahang

VI. Abdusens Gerak mata Diplopia

Pengecapan, sensasi umum pada Hilengnya kemampuan mengecap pada


palatum dan telinga luar, sekresi dua pertiga anterior lidah, mulut kering,
VII. Fasialis kelenjar lakrimalis, sub mandibula hilangnya lakrimalis, paralisis otot wajah
dan sublingual, ekspresi wajah

VIII. Vestibule Pendengaran, keseimbangan Tuli, tinnitus, vertigo, nistagmus


koklearis

CSP FK UPN VETERAN Jakarta 2020/2021


3

Pengecapan, sensasi umum pada Hilangnya daya pengecapan pada


farings dan telinga, mengangkat sepertiga posterior lidah, anestesi pada
IX. Glosofaringeus
palatum, sekresi kelenjar parotis farings, mulut kering sebagian

Pengecapan, sensasi umum pada Disfagia, suara parau, paralisis palatum


farings, laring dan telinga, menelan,
X. Vagus fonasi, perasimpatis untuk jantung
dan visera abdomen

Fonasi, gerakan kepala, leher dan Suara parau, kelemahan otot kepala,
XI. Asesorius bahu leher dan bahu

XII. Hipoglosus Gerak lidah Kelemahan dan pelayuan lidah

Skenario kasus, seorang laki-laki, 30 tahun, datang dengan keluhan tidak bisa mencium dalam
beberapa hari ini. Lakukan pemeriksaan nervus kranialis dalam 10 menit.

No Deskripsi Bobo 0 1 2 3
t

1 Cuci tangan 6 langkah WHO

2. Memastikan nama, medrec dan tempat tanggal lahir sesuai

3. Memperkenalkan diri ke pasien

4. Menjelaskan kepada pasien mengenai prosedur

5. Meminta persetujuan untuk dilakukan pemeriksaan nervus cranialis

6 PEMERIKSAAN NERVUS OLFACTORIUS


Menyiapkan bahan pemeriksaan: Bahan yang digunakan biasanya bersifat
aromatik dan tidak merangsang, seperti golongan minyak, sabun, tembakau,
kopi, vanili, dan sebagainya. Bahan yang merangsang mukosa hidung (alkohol,
amonia) tidak dipakai karena merangsang saraf V.

CSP FK UPN VETERAN Jakarta 2020/2021


4

7 Menanyakan apakah ada riwayat trauma kepala sebelumnya, operasi hidung

8. Memeriksa lubang hidung, apakah ada sumbatan atau kelainan setempat


seperti polip atau ingus.
9 Mengenalkan bahan pemeriksaan ke pasien

10 Meminta pasien menutup mata

11 Melakukan pemeriksaan penghidu pada 1 lubang hidung dengan meminta


pasien untuk meghidu beberapa benda berbau khas
12 Meminta pasien untuk menyebutkan bau yang dirasakannya

13 Melakukan pemeriksaan pada lubang hidung lainnya

14 Kembali meminta pasien untuk menyebutkan bau yang dirasakannya

15. Menyebutkan patologi yang mungkin;


 Normosmia : kemampuan menghidu normal, tidak terganggu.
Hiposmia : kemampuan menghidu menurun, berkurang. Hipersomia :
meningkatnya kemampuan menghidu, dapat dijumpai pada penderita
Hiperemesis Gravidarum atau migren.
 Parosmia : tidak dapat mengenali bau-bauan/ salah hidu
 Kakosmia : (kakos (yunani) = buruk, osmia = baui) : mempersepsi
adanya hal bau, padahal tidak ada.
 Haluinasi penciuman : biasanya berbentuk bau yang tidak sedap,
dapat dijumpai pada serangan epilepsi yang berasal dari girus unsinat
pada lubus temporal, dan sering disertai gerak mengecap-ngecap
(epilepsi jenis parsial kompleks)

NERVUS OPHTALMICUS

1 a. Menyebutkan adanya tes penglihatan sentral dan perifer. Penglihatan


sentral (visual acuity)
Untuk keperluan praktis, membedakan kelainan refraksi dengan
retina digunakan PIN HOLE (apabila penglihatan menjadi jelas maka
berarti gangguan visus akibat kelainan refraksi)
Penglihatan sentral ini diperiksa dengan menggunakan :
1) Kartu snellen
2) Jari tangan
3) Gerakan tangan

CSP FK UPN VETERAN Jakarta 2020/2021


5

2 b. Penglihatan perifer (visual field)


Diperiksa dengan menggunakana Tes konfrontasi.
• Jarak antara dokter-pasien 60-100 cm dan ketinggian mata yang
sama
• Jari tangan dokter (obyek) yang digerakkan harus berada tepat di
tengah-tengah jarak tersebut
• Jika hendak memeriksa mata kanan, mata kiri penderita harus
ditutup, misalnya dengan tangan atau kertas, sementara pemeriksa harus
menutup mata kanannya.
• Kemudian penderita diminta untuk memfiksasi matanya pada mata
kiri pemeriksa, dan pemeriksa harus selalu melihat ke mata kanan penderita.
• Obyek yang digunakan (2 jari pemeriksa/ ballpoint) digerakkan mulai
dari lapang pandang kanan dan kiri pada empat arah mata angin , timur laut
(45 derajat), barat laut (135 derajat), barat daya (225 derajat), dan
tenggaran (315 derajat).
• Gerakan dilakukan dari arah luar ke dalam
• Jika penderita mulai melihat jari-jari pemeriksa, ia harus
memberitahu; dimana hal ini dibandingkan dengan pemeriksa.
• Gangguan kampus penglihatan didapatkan bila pemeriksa lebih
dahulu melihat gerakan tersebut
 Syarat pemeriksaan : lapang pandang pemeriksa harus normal.

3 REAKSI PUPIL TERHADAP CAHAYA (NERVUS KRANIALIS II DAN III)


Saraf aferen berasal dari N.II (opticus) sedangkan saraf eferennya dari N.III
(occulomotorius) parasimpatiss.
Ada 2 macam refleks pupil :
 Langsung
 Tidak langsung (konsensual)

4 Klien disuruh untuk melihat jauh (menfiksasi pada benda yang jauh letaknya.

5 Selanjutnya pemeriksa memberi cahaya senter dan dilihat apakah ada reaksi
pupil.
6 INTERPRETASI: Pada keadaan normal pupil mengecil, disebut refleks cahaya
langsung positif
7 Selanjutnya pemeriksa memperhatikan pula pupil mata yang satu lagi. Apakah
pupilnya ikut mengecil oleh penyinaran mata lainnya (kontralateral).
8 INTERPRETASI: Jika pupilnya ikut mengecil berarti reaksi cahaya tidak
langsung positif.

CSP FK UPN VETERAN Jakarta 2020/2021


6

Refleks Cahaya Pupil A. Pada lesi N. II kanan, refleks cahaya pupil langsung
pada mata kanan negatif, dan tidak langsung pada mata kiri negatif. B. Bila
mata yang normal (kiri) disinar, refleks pupil langsung positif, dan refleks
cahaya tak langsung di kanan positif.
10

Nervus II kanan Nervus III kanan

Bila visus mata 0 (buta), maka refleks cahaya pada mata tersebut negatif. Bila
mata lainnya baik, maka penyinaran mata yang baik akan menyebabkan
mengecilnya pupil pada mata yang buta tersebut (reaksi cahaya tak langsun
positif). Jadi bila reaksi cahaya langsung negatif, sedangkan reaksi cahaya tak
langsung positif, maka kerusakannya pada nervus II. Sebaliknya pada
kelumpuhan nervus III, reaksi cahaya langsung dan tidak langsung ialah
negatif
11 Selama pemeriksaan ini harus dicegah agar klien tidak memfiksasi matanya
pada lampu senter, sebab dengan demikian akan ada pula refleks akomodasi
yang juga menyebabkan mengecilnya pupil. Oleh karena itu klien harus selalu
melihat jauh selama pemeriksaan.
12 Pemeriksaan fundus okuli (dilakukan setelahnya)
Menggunakan alat : oftalmoskop
Yang dilihat pada pemeriksaan fundus okuli adalah keadaan retina (terutama
oleh dokter mata), terutama adalah keadaan optic disc (papil N.Opticus) untuk
melihat adanya papil edema atau papil atrofi

13 Tes warna (colour vision testing )


Untuk mengetahui adanya polineuropati pada nervus opticus

CSP FK UPN VETERAN Jakarta 2020/2021


7

*) sudah dilakukan pada pemeriksaan mata, blok EMS


INSPEKSI LEBAR CELAH PALPEBRA (NERVUS KRANIALIS III: NERVUS
OKULOMOTORIS)
1 Pemeriksa memperhatikan celah mata klien untuk menilai apakah terdapat
ptosis (kelopak mata terjatuh, mata tertutup dan tidak dapat dibuka),
eksoftalmus dan enoftalmus.
2 INTERPRETASI : Kelumpuhan nervus III dapat menyebabkan terjadinya ptosis,
yaitu kelopak mata terjatuh, mata tertutup, dantidak dapat dibuka. Hal ini
disebabkan oleh kelumpuhan m. Levator palpebrae. Kelumpuhan m. Levator
palpebra yang total mudah diketahui, karena kelopak mata sama sekali tidak
dapat diangkat, mata tertutup. Pada kelumpuhan ringan pemeriksa dapat
membandingkan celah mata; pada sisi yang lumpuh celah mata lebih kecil dan
kadang-kadang kita lihat dahi dikerutkan (m. Frontalis)
3 Pemeriksa juga dapat menilai kekuatan m.levator palpebrae dengan meminta
klien menutup mata, kemudian disuruh untuk membukanya. Waktu klien
membuka mata, pemeriksa menahan gerakan ini dengan jalan memegang
(menekan enteng) pada kelopak mata. Dengan demikian dapat dinilai
kekuatan mengangkat kelopak mata (m. Levator palpebrae). Pada
pemeriksaan ini, untuk meniadakan tenaga kompensasi dari m. Frontalis perlu
diberi tekanan pada alis mata dengan tangan satu lagi.
4 Menyebutkan patologi :Ptosis dapat dikumpai pada miastenia gravis atau
pada sindrom Horner
INSPEKSI PUPIL (UKURAN DAN BENTUK) (NERVUS KRANIALIS III: NERVUS
OKULOMOTORIS)
1 Perhatikan besarnya pupil pada mata kiri dan kanan, apakah sama (isokor),
atau tidak sama (anisokor).
2 Perhatikan bentuk pupil, apakah bundar dan rata tepinya (normal) atau tidak

3 Otot polos yang mengecilkan pupil (pupilokostriktor) disarafi oleh serabut


parasimpatis dari nervus III, sedangkan otot yang melebarkan pupil
(pupilodilator) disarafi oleh serabut simpatis (torakolumbal) Bila pupil
mengecil disebut miosis. Bila membesar (melebar) disebut midriasis. Miosis
dapat dijumpai pada waktu tidur, pada tingkat tertentu dari koma, pada iritasi

CSP FK UPN VETERAN Jakarta 2020/2021


8

nervus III dan pada kelumpuhan saraf simpatis (sindrom Horner). Midriasis
dapat dijumpai pada kelumpuhan nervus III, misalnya oleh desakan tumor
atau hematom dan pada fraktur dasar tulang tengkorak. Obat-obatan seperti
homatropin (yang diteteskan ke mata) dan ekstrak beladona dapat
menyebabkan midriasis. Besarnya pupil dipengaruhi oleh banyak faktor,
terutama intensitas cahaya. Di dalam gelap pupil lebih lebar dibanding dalam
keadaan terang-benderang. Bila pada trauma kapitis didapatkan midriasis
pada satu mata (jadi ada anisokori) dan hemiparesis pada sisi kontralateral,
maka kemungkinan perdarahan epidural.
REAKSI PUPIL TERHADAP BENDA DEKAT (NERVUS KRANIALIS III)

1 Klien disuruh untuk melihat jauh. Kemudian disuruh untuk melihat dekat
misalnya jari kita (benda) yang ditempatkan dekat matanya
2 Refleks akomodasi dianggap positif bila terlihat pupil mengecil. Pada
kelumpuhan nervus III refleks ini negatif.
GERAKAN BOLA MATA (NERVUS 3, 4, DAN 6)

1 Pemeriksa menempatkan pena atau jari-jari pada posisi vertikal sejauh 50 cm


dari mata penderita dalam arah penglihatan sentral
2 Tangan yang lain memegang kelopak mata atau dagu klien untuk fiksasi
kepala.
3 Pemeriksa menggerakkan pena secara perlahan ke arah lateral, medial, atas,
bawah, dan ke arah yang miring yaitu atas-lateral, bawah-medial, atas-medial
dan bawah-lateral (mengikuti huruf H)
4 Perhatikan apakah mata klien dapat mengikuti gerakan itu dan tanyakan
apakah klien melihat ganda (diplopia)
5 Menyebutkan patologi : Bila klien tidak dapat menggerakkan mata ke arah
lateral, parese m rectus lateralis yang dipersarafi N cranialis VI. Bila klien tidak
dapat menggerakkan mata ke arah medial bawah, parese m obliqus superior
yang dipersarafi N cranialis IV. Bila klien tidak dapat menggerakkan mata ke
arah selain lateral dan medialbawah, parese N cranialis III.
6 Menyebutkan hal khusus tentang diplopia (melihat kembar) dijumpai pada
kelumpuhan otot penggerak bola mata. Tentukan pada posisi mana (dari
mata) timbul diplopia. Bila satu mata ditutup, bayangan mana yang hilang.
Minta klien menunjukkan posisi dari bayangan. Arah posisi bayangan yang
salah mennjukkan arah gerakan otot yang lumpuh; jarak bayangan menjadi
bertambah besar
PENILAIAN NISTAGMUS

1 CATATAN: Pemeriksaan nistagmus dilakukan waktu memeriksa gerakan bola


mata. Waktu memeriksa gerak bola mata, harus diperhatikan apakah ada
nistagmus. Nistagmus ialah gerakan bolak-balik bola mata yang involunter
dan ritmik
2 Pada saat melakukan pemeriksaan gerakan bola mata, klien diminta melirik
terus ke satu arah (misalnya ke kanan, ke kiri, ke atas dan bawah) selama
jangka waktu 5 atau 6 detik.
3 Jika ada nistagmus hal ini akan terlihat dalam jangka waktu tersebut. Tetapi
mata jangan terlalu jauh dilirikkan, sebab hal demikian dapat menimnbilkan
nistagmus pada orang yang normal (end position nystagmus, nistagmus posisi
ujung
4 Bila pemeriksa mendapatkan adanya nistagmus, maka harus diperiksa: 1.
Jenis gerakannya 2. Bidang gerakannya 3. Frekuensinya 4. Amplitudonya 5.
Arah gerakannya 6. Derajatnya 7. Lamanya

CSP FK UPN VETERAN Jakarta 2020/2021


9

NERVUS TRIGEMINUS (5)

1 Sensasi wajah dan kulit kepala


 Meminta pasien untuk menutup mata dan memberi respon bila
merasakan sentuhan – baik hanya pada atau kedua sisi
 Dengan menggunakan kapas pemeriksa menyentuh dahi pasien dari
satu sisi diikuti dengan sentuhan pada daerah yang sama di sisi yang
berlawanan
 Melakukan hal yang sama pada daerah pipi dan daerah sekitar rahang
 Menggunakan benda runcing untuk melakukan pemeriksaan yang
sama
Menyatakan hasil pemeriksaan
2 Pemeriksaan fungsi motorik otot masseter :
- Penderita diminta membuka dan menutup rahang dan
menggerakkan rahang ke kanan dan ke kiri.
- Penderita disuruh menggigit yang keras dan kedua tangan pemeriksa
ditruh kira-kira didaerah otot maseter. Jika kedua otot masseter
berkontraksi maka akan terasa pada tangan pemeriksa. Kalau ada
parese maka dirasakan salah satu otot lebih keras
3 REFLEKS KORNEA (NERVUS 5)

A Komponen aferen refleks kornea adalah serabut sensorik nervus trigeminus


cabang oftalmik dan komponen eferennya adalah serabut nervus facialis yang
mensarafi muskulus orbikularis okuli. Refleks kornea diartikan sebagai refleks
yang bangkit atas perangsangan pada kornea bukan pada konjungtiva bulbi.
B Klien diminta untuk melirik ke atas atau ke samping menjauh dari pemeriksa
supaya mata tidak berkedip pada saat korneanya hendak disentuhkan dengan
kapas
C Perhatikan kedua bola mata

D Kemudian digoreskan di bagian bawah kornea

E Refleks kornea langsung adalah refleks kornea dimana perangsangan dan


respon yang didapat terjadi pada sisi yang sama, sedangkan pada refleks
kornea konsensual diperoleh kedipan mata pada kedua sisi atas perangsangan
sesisi
Menutup pemeriksaan. Berterima kasih kepada pasien. Cuci tangan 6
langkah. Memberitahukan hasil pemeriksaan kepada pasien. Menulis di rekam
medis.

CSP FK UPN VETERAN Jakarta 2020/2021

Anda mungkin juga menyukai