Anda di halaman 1dari 13

Insomnia

Ery Prayudi
N 111 17 065
Definisi
• Insomnia adalah gejala kelainan dalam tidur berupa
kesulitan berulang untuk tidur atau
mempertahankan tidur walaupun ada kesempatan
untuk itu.
• Insomnia bukan suatu penyakit, tetapi merupakan
suatu gejala yang memiliki berbagai penyebab,
seperti kelainan emosional, kelainan fisik dan
pemakaian obat-obatan. Insomnia dapat
mempengaruhi tidak hanya tingkat energi dan
suasana hati tetapi juga kesehatan, kinerja dan
kualitas hidup.
Klasifikasi Insomnia
• Insomnia Akut :
▫ Insomnia jangka pendek berlangsung kurang dari 3-4
minggu. Hal ini biasanya berhubungan dengan faktor-
faktor stres yang persisten, dapat situasional (seperti
kematian atau penyakit) atau lingkungan (seperti
kebisingan).
• Insomnia Kronik :
▫ Insomnia kronis adalah setiap insomnia yang
berlangsung lebih dari 1 bulan. Hal ini dapat dikaitkan
dengan berbagai kondisi medis dan psikiatri biasanya
pada pasien dengan predisposisi yang mendasari
untuk insomnia.
Klasifikasi Insomnia
• Insomnia primer :
▫ Insomnia primer ini mempunyai faktor penyebab
yang jelas. Pola tidur, kebiasaan sebelum tidur
dan lingkungan tempat tidur seringkali menjadi
penyebab dari jenis insomnia primer ini.
• Insomnia Sekunder :
▫ Insomnia sekunder biasanya terjadi akibat efek
dari hal lain, misalnya kondisi medis (psikologi,
fisik, dan efek samping obat-obatan)
Faktor risiko
• Wanita
Perempuan lebih mungkin mengalami insomnia. Perubahan
hormon selama siklus menstruasi dan menopause mungkin
memainkan peran. Selama menopause, sering berkeringat
pada malam hari dan hot flashes sering mengganggu tidur.
• Usia lebih dari 60 tahun
Karena terjadi perubahan dalam pola tidur, insomnia
meningkat sejalan dengan usia.
• Memiliki gangguan kesehatan mental
termasuk depresi, kecemasan, gangguan bipolar dan post-
traumatic stress disorder, mengganggu tidur.
• Stres
Stres dapat menyebabkan insomnia sementara, stress jangka
panjang seperti kematian orang yang dikasihi atau perceraian,
dapat menyebabkan insomnia kronis.
• Perjalanan jauh (Jet lag) dan Perubahan jadwal kerja
Tanda & Gejala
• Tanda dan Gejala Insomnia
▫ Kesulitan untuk memulai tidur pada malam hari
▫ Sering terbangun pada malam hari
▫ Bangun tidur terlalu awal
▫ Kelelahan atau mengantuk pada siang hari
▫ Iritabilitas, depresi atau kecemasan
▫ Konsentrasi dan perhatian berkurang
▫ Peningkatan kesalahan dan kecelakaan
▫ Ketegangan dan sakit kepala
▫ Gejala gastrointestinal
Diagnosis
Untuk mendiagnosis insomnia, dilakukan
penilaian terhadap:
a. Pola tidur penderita.
b. Pemakaian obat-obatan, alkohol, atau obat
terlarang.
c. Tingkatan stres psikis.
d. Riwayat medis.
e. Aktivitas fisik
f. Diagnosis berdasarkan kebutuhan tidur secara
individual.
Menurut PPDGJ :
Kriteria Diagnostik Insomnia Non-Organik :
a. Keluhan adanya kesulitan masuk tidur atau mempertahankan tidur,
atau kualitas tidur yang buruk.
b. Gangguan minimal terjadi 3 kali dalam seminggu selama minimal 1
bulan.
c. Adanya preokupasi dengan tidak bisa tidur dan peduli yang
berlebihan terhadap akibatnya pada malam hari dan sepanjang siang
hari.
d. Ketidakpuasan terhadap kuantitas dan atau kualitas tidur
menyebabkan penderitaan yang cukup berat dan mempengaruhi fungsi
dalam sosial dan pekerjaan.
e. Adanya gangguan jiwa lain seperti depresi dan anxietas tidak
menyebabkan diagnosis insomnia diabaikan.
f. Kriteria “lama tidur” (kuantitas) tidak diguankan untuk menentukan
adanya gangguan, oleh karena luasnya variasi individual. Lama
gangguan yang tidak memenuhi kriteria di atas (seperti pada “transient
insomnia”) tidak didiagnosis di sini, dapat dimasukkan dalam reaksi
stres akut (F43.0) atau gangguan penyesuaian (F43.2)
Penatalaksanaan
Non Farmakologi :
Penanganan terapi non farmakologi terdiri dari cognitive and behavioral
therapy.
a. Sleep Hygiene
Sleep hygiene adalah salah satu komponen terapi perilaku untuk insomnia.
Beberapa langkah sederhana dapat diambil untuk meningkatkan kualitas dan
kuantitas tidur pasien. Langkah – langkah ini meliputi mencuci muka, sikat
gigi, buang air kecil sebelum tidur, berolahraga secara rutin minimal 20 menit
sehari, idealnya 4-5 jam sebelum waktu tidur, hindari memaksa diri untuk
tidur, hindari caffeine, alcohol, dan nikotin 6 jam sebelum tidur, hindari
kegiatan lain yang tidak ada kaitannya dengan tidur, Mempertahankan suhu
yang nyaman di kamar tidur, meminimalisir kebisingan semaksimal mungkin,
batasi asupan cairan pada malam hari.
b. Terapi Tingkah Laku
Terapi tingkah laku bertujuan untuk mengatur pola tidur yang baru
dan mengajarkan cara untuk menyamankan suasana tidur. Terapi
tingkah laku ini umumnya direkomendasikan sebagai terapi tahap
pertama untuk penderita insomnia.
Terapi tingkah laku meliputi :
1. Edukasi tentang kebiasaan tidur yang baik.
2. Teknik Relaksasi.
Meliputi merelaksasikan otot secara progresif, membuat biofeedback,
dan latihan pernapasan. Cara ini dapat membantu mengurangi
kecemasan saat tidur. Strategi ini dapat membantu Anda mengontrol
pernapasan, nadi, tonus otot, dan mood.
3. Terapi kognitif.
Meliputi merubah pola pikir dari kekhawatiran tidak tidur dengan
pemikiran yang positif. Terapi kognitif dapat dilakukan pada konseling
tatap muka atau dalam grup.
• Farmakologis :
Berdasarkan sifat dari insomnia :
- Initial Insomnia (sulit masuk ke dalam proses tidur)
Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Sleep inducing anti-
insomnia” yaitu golongan benzodiazepine (Short Acting).
Misalnya pada gangguan anxietas.
- Delayed Insomnia (proses tidur terlalu cepat berakhir dan
sulit masuk kembali ke proses tidur selanjutnya). Obat yang
dibutuhkan adalah bersifat “Prolong latent phase Anti-
Insomnia”, yaitu golongan heterosiklik antidepresan
(Trisiklik dan Tetrasiklik). Misalnya pada gangguan depresi.
- Broken Insomnia (siklus proses tidur yang normal tidak
utuh dan terpecah-pecah menjadi beberapa bagian (multiple
awakening).
Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Sleep Maintining
Anti-Insomnia”, yaitu golongan phenobarbital atau golongan
benzodiazepine (Long acting). Misalnya pada gangguan stres
psikososial.
• Pengaturan Dosis
- Pemberian tunggal dosis anjuran 15 sampai 30 menit sebelum
pergi tidur.
- Dosis awal dapat dinaikkan sampai mencapai dosis efektif dan
dipertahankan sampai 1-2 minggu, kemudian secepatnya tapering
off (untuk mencegah timbulnya rebound dan toleransi obat).
- Pada usia lanjut, dosis harus lebih kecil dan peningkatan dosis
lebih perlahan-lahan, untuk menghindari oversedation dan
intoksikasi.
- Ada laporan yang menggunakan antidepresan sedatif dosis kecil
2-3 kali seminggu (tidak setiap hari) untuk mengatasi insomnia
pada usia lanjut.
Lama Pemberian
- Pemakaian obat antiinsomnia sebaiknya sekitar 1-2 minggu saja,
tidak lebih dari 2 minggu, agar resiko ketergantungan kecil.
Penggunaan lebih dari 2 minggu dapat menimbulkan perubahan
“Sleep EEG” yang menetap sekitar 6 bulan lamanya.
- Kesulitan pemberhetian obat seringkali oleh karena “Psychological
Dependence” (habiatuasi) sebagai akibat rasa nyaman setelah
gangguan tidur dapat ditanggulangi.
• Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai