Anda di halaman 1dari 5

Diagnosis kesadaran menurun didasarkan atas:

 Anamnesis
Untuk itu diperlukan riwayat perjalanan penyakit :
 Riwayat trauma (terutama trauma kepala),
 Gangguan konvulsif (kejang), epilepsi,
 Riwayat penyakit (Diabetes mellitus, penyakit ginjal, hati, jantung, paru),
 Riwayat penggunaan obat-obatan (obat-obatan antidiabetik, insulin,
penyalahgunaan zat),
 Riwayat kelainan kejiwaan (perubahan mengenai suasana hati (mood), tingkah laku,
pikiran, depresi),
 Alergi, gigitan serangga, syok anafilaktik,
 Gejala kelumpuhan, demensia, gangguan fungsi luhur,
 Penyakit terdahulu yang berat serta perawatan di rumah sakit sebelumnya.
 Dari anamnesis ini, seringkali menjadi kunci utama dalam mendiagnosis penderita
dengan kesadaran menurun.

 Pemeriksaan fisik umum


Dalam melakukan pemeriksaan fisik umum harus diamati:
1. Tanda vital
Pemeriksaan tanda vital: perhatikan/periksa jalan nafas (jalan napas terbuka dan
pasien dapat bernapas), tipe pernafasannya dan perhatikan tentang sirkulasi yang
meliputi: tekanan darah, denyut nadi dan ada tidaknya aritmia.

2. Kepala
Perhatikan ada tidaknya tanda trauma, hematom di kulit kepala, hematoma di
sekitar mata, perdarahan di liang telinga dan hidung, laserasi dan fraktur.
3. Leher
Perhatikan kaku kuduk dan jangan manipulasi bila dicurigai fraktur servikal (jejas,
kelumpuhan 4 ekstremitas, trauma di daerah muka).
4. Pemeriksaan kulit
Pada pemeriksaan kulit, perlu diamati tanda-tanda trauma, stigmata kelainan
hati dan stigmata lainnya termasuk krepitasi dan jejas suntikan, kulit basah karena
keringat pada hipoglikemia, dan tanda-tanda syok; perdarahan.

5. Toraks/ abdomen dan ekstremitas


Perhatikan ada tidaknya fraktur.

 Pemeriksaan fisik neurologis


1. Umum
 Buka kelopak mata menentukan dalamnya koma
 Deviasi kepala dan lirikan menunjukkan lesi hemisfer ipsilateral
 Perhatikan mioklonus (proses metabolik), twitching otot berirama (aktivitas
seizure) atau tetani (spontan, spasmus otot lama).

2. Level kesadaran
Berdasarkan buku Advanced Trauma Life Support, GCS berguna untuk
menentukan derajat trauma/cedera kepala (trauma capitis).

Derajat cedera kepala berdasarkan GCS:


GCS : 14-15 = CKR (cedera kepala ringan)
GCS : 9-13 = CKS (cedera kepala sedang)
GCS : 3-8 = CKB (cedera kepala berat)
3. Pupil (Pupillary Reactions)
Diperiksa: ukuran, reaktivitas cahaya
 Simetris/ reaktivitas cahaya normal, petunjuk bahwa integritas mesensefalon
baik. Pupil reaksi normal, reflek kornea dan okulosefalik (-), dicurigai suatu koma
metabolik
 Mid posisi (2-5 mm), fixed dan irregular, lesi mesenfalon fokal.
 Pupil reaktif pint-point, pada kerusakan pons, intoksikasi opiat kolinergik.
 Dilatasi unilateral dan fixed, terjadi herniasi.
 Pupil bilateral fixed dan dilatasi, herniasi sentral, hipoksik-iskemi global,
keracunan barbiturat.
 Pembesaran pupil (5,5 mm) unilateral menandakan adanya kompresi N.3 dan
masa di hemisfer ipsilateral.
 Bila kedua pupil dilatasi dan tidak memberikan reaksi terhadap cahaya
menunjukkan adanya kompresi di n. Oculomotorik di midbrain.
 Sindrom Horner (miosis, ptosis, dan anhidrosis) menandakan adanya lesi
ipsilateral pada batang otak atau hipothalamus.
 Bila koma disebabkan karena intoksikasi metabolik atau obat, biasanya respon
pupil masih baik.3

4. Funduskopi
Papil edema menandakan peninggian tekanan intrakranial. Perdarahan subhyaloid,
biasanya menandakan ruptur aneurisma atau malformasi arteriovena.

5. Refleks Okulosefalik (doll’s eye manuever)


 Bila negatif, maka :
 Rusaknya n. Oculomotor di mid brain dan tegmentum pontis di pons
 Hilangnya inhibisi korteks (kerusakan bihemisphere)
Bila refleks ini tidak normal, berarti ada lesi struktural di tingkat
mesensefalon-pons. Obat-obat ototoksik atau barbiturat dapat menghalangi refleks
ini.

6. Refleks okulo vestibuler


Bila kedua mata melirik ke arah telinga yang diirigasi air dingin, berarti
batang otak masih utuh; bila kedua mata tidak bergerak / tidak simetris berarti
kerusakan struktural mesensefalon-pons. Obat-obat ototoksik dapat menghalangi
refleks ini.

7. Refleks Kornea dan Posisi Kelopak Mata


Dari posisi kelopak mata dapat dinilai apakah kelopak mata dalam keadaan
tertutup atau terbuka sebagian (tidak tertutup rapat). Dalam keadaan koma,
biasanya kelopak mata dalam keadaan tertutup dan mudah diangkat seperti halnya
dalam keadaan tidur. Tidak adanya tonus pada kelopak mata atau terbuka sebagian
dari kelopak mata dapat menandakan adanya kelemahan dari otot-otot wajah. Jika
saat pemeriksaan ditemukan kelopak mata yang sulit dibuka atau saat dibuka
langsung tertutup kembali, biasanya itu merupakan gerakan yang volunter dan
dapat menandakan bahwa pasien tidak sepenuhnya dalam keadaan koma. Reflek
mengedip biasanya hilang pada saat seseorang dalam keadaan koma. Respon
mengedip terhadap suara keras atau sinar lampu pada pasien dalam persistent
vegetative state menggambarkan bahwa jaras sensoris aferen ke batang otak masih
baik, namun tidak berarti pasien aktif dalam menerima respon, bahkan pasien
dengan kerusakan total pada cortex yang mengatur visual masih dapat merespon
kedip terhadap sinar, tetapi tidak ada respon langsung/sentuhan. Reflek dalam
menutup kelopak mata dan elevasi kedua bola mata (Bell’s Phenomenon)
menandakan jaras reflek dari nervus trigeminal menuju tegmentum batang otak lalu
kembali ke nervus oculomotor dan facial masih dalam keadaan intak/baik. Lesi
struktural pada mesencephalon dapat menyebabkan hilangnya Bell’s Phenomenon,
tetapi respon mengedip tetap ada.

8. Refleks Fisiologik dan Patologik


9. Tanda klinis dari peningkatan Tekanan Intrakranial
o Sakit kepala hebat, muntah proyektil, hipertensi, dan bradikardi
o Papiledema muncul pada 12-24 jam setelah onset
o Hidrosefalus pada perdarahan subarakhnoid.

 Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mendeteksi adanya gangguan metabolik,
misalnya hipoglikemia, hiperkalsemia, koma diabetik, uremia, gangguan hepar, dan
gangguan elektrolit.
Lakukanlah pemeriksaan CT scan untuk mendeteksi adanya gangguan serebral
(hematoma, perdarahan, dan tumor).
o Pemeriksaan gas darah, berguna untuk melihat oksigenasi di dalam darah, juga untuk
melihat gangguan keseimbangan asam basa.
o Pemeriksaan darah, seperti Darah Rutin/Lengkap (DPL/CBC/DR/DL/H2TL istilah yang
dipakai DPJP) , keton, faal hati, faal ginjal dan elektrolit.
o Pemeriksaan toksikologi, dari bahan urine darah dan bilasan lambung.
o EKG
o foto toraks

Anda mungkin juga menyukai