Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN KASUS

EPILEPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan


dalam menyelesaikan Program Dokter Internsip

Oleh:

dr. Wawan Suwanto WR

DPJP dr. Myrna Ika P Sp.S

Pembimbing:

dr. Raden Suwargo

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


KOMITE INTERNSIP DOKTER INDONESIA
RS PTP XXI TOLOENGREDJO PARE KEDIRI
2021
LAPORAN KASUS
EPILEPSI
TOPIK : Epilepsi

Tanggal (kasus): 16 september 2021

Data Pasien

Nama : An.F/ 11Tahun

No RM : 137923

Keluhan Utama : Kejang

Pasien kejang seluruh tubuh kurang lebih 5x. Saat kejang pasien tidak sadar. Lidah
tergigit (-), mata melirik ke atas (+), mulut berbuih (+) setelah kejang pasien sadar. Pasien
sering kejang sejak bayi. Riwayat kejang (+) pertama ketika usia 2 bulan. Riwayat trauma
sebelumnya (-). Riwayat panas tinggi diikuti penurunan kesadaran(-) .Riwayat nyeri kepala
sebelum kejang (-). Faktor pencetus (-)

Riw kelahiran: lahir spontan, cukup bulan

Riw Trauma: (+) satu bulan yang lalu jatuh

Riw kejang demam (-)

Riw keluarga : tidak ditemukan

Riw Pengobatan:Fenitoin+Depacote

PEMERIKSAAN FISIK

Status Interna

KU : CM, tampak normoweight

TD : N:90x/m RR: 20x/m Tax:36,2 C

K/L : an-/- ict-/- pembesaran KGB (-)

Thoraks :

C/ ictus invisible palpable at ICS V 1cm MCL S

S1 S2 single, murmur (-)


P/ simetris, vesikuler, rh-/- wh-/-

Abdomen : flat, soefl, BU (+) N, nyeri tekan (-)

Extremitas : akral hangat, ed-/-

Status Neurologis

GCS 456, Fungsi luhur: dbN

Meningeal sign : kaku kuduk(-), kernig(-), brudzinski I-IV (-)

Nervus Cranialis

N. I  tidak dapat dievaluasi karena keterbatasan alat

N.II  visus ODS >1/60 , funduskopi tidak dilakukan

N. III  PBI Ø 3mm/3mm, RC +/+, otot-otot mata normal

N. IV/VI  otot-otot pergerakan bola mata normal

N. V  RK +/+

N. VII  normal

N. VIII, XI  normal

N. IX, X  normal

N. XII  normal

Reflek Fisiologis :
B iseps +2/+2 Pemeriksaan Sensoris umum : dbN
T riseps +2/+2 ANS : inkontinensi alvi (-), inkontinensia uri
K nee +2/+2 (-)
A chilles+2/+2
Reflek Patologis kaki :
Babinski -/-
Chaddock -/-
Openheim -/-
Gordon -/-
Schaeffer -/-
Gonda -/-
Reflek Patologis tangan:
Tromner -/-
Hoffman -/-
DIAGNOSIS

Diagnosis Klinis : sereal fokal to bilateral onset seizure suspek epilepsy

Diagnosis Topis : Center cephalic

Diagnosis Etiologis : Epilepsi umum tonik klonik

Diagnosis Sekunder : -

Planning Diagnosis : EEG

TERAPI

Inf D5 ½ 14tpm

Loding phenitoin 400mg lanjut 2x100mg

Inj valisanbe ½ amp pelan jika kejang

Depakote 2x250mg

Vit B6 1x1

Diet TKTP 1500 kkal/hari


Lampiran
EPILEPSI

Definisi
Epilepsi adalah suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan (seizure) berulang
sebagai akibat dari adanya gangguan fungsi otak secara intermiten, yang disebabkan oleh
lepas muatan listrik abnormal dan berlebihan di neuron-neuron secara paroksismal, dan
disebabkan oleh berbagai etiologi.

Bangkitan epilepsi (epileptic seizure) adalah manifestasi klinik dari bangkitan serupa
(stereotipik), berlangsung secara mendadak dan sementara dengan atau tanpa perubahan
kesadaran, disebabkan oleh hiperaktivitas listrik sekelompok sel saraf di otak, bukan
disebabkan oleh suatu penyakit otak akut (unprovoked).

Patofisiologi
Bangkitan epilepsi apapun jenisnya selalu disebabkan oleh transmisi impuls di area
otak yang tidak mengikuti pola yang normal, sehingga terjadilah apa yang disebut
sinkronisasi dari impuls. Sinkronisasi ini dapat mengenai pada sekelompok kecil neuron
atau kelompok neuron yang lebih besar atau bahkan meliputi seluruh neuron di otak secara
serentak. Lokasi yang berbeda dari kelompok neuron yang ikut terkena dalam proses
sinkronisasi inilah yang secara klinik menimbulkan manifestasi yang berbeda dari jenis-jenis
serangan epilepsi.

Area di otak dimana ditemukan sekelompok sel neuron yang abnormal, bermuatan
listrik berlebihan dan hipersinkron dikenal sebagai fokus epileptogenesis (fokus pembangkit
serangan kejang). Fokus epileptogenesis dari sekelompok neuron akan mempengaruhi
neuron sekitarnya untuk bersama dan serentak dalam waktu sesaat menimbulkan serangan
kejang.

Berbagai macam kelainan atau penyakit di otak (lesi serebral, trauma otak, stroke,
kelainan herediter dan lain-lain) sebagai fokus epileptogenesis dapat terganggu fungsi
neuronnya (eksitasi berlebihan dan inhibisi yang kurang) dan akan menimbulkan kejang bila
ada rangsangan pencetus seperti hipertermia, hipoksia, hipoglikemia, hiponatremia,
stimulus sensorik dan lain-lain.

Serangan epilepsi dimulai dengan meluasnya depolarisasi impuls dari fokus


epileptogenesis, mula-mula ke neuron sekitarnya lalu ke hemisfer sebelahnya, subkortek,
thalamus, batang otak dan seterusnya. Kemudian untuk bersama-sama dan serentak dalam
waktu sesaat menimbulkan serangan kejang. Setelah meluasnya eksitasi selesai dimulailah
proses inhibisi di korteks serebri, thalamus dan ganglia basalis yang secara intermiten
menghambat discharge epileptiknya. Pada gambaran EEG dapat terlihat sebagai perubahan
dari polyspike menjadi spike and wave yang makin lama makin lambat dan akhirnya
berhenti. Dulu dianggap berhentinya serangan sebagai akibat terjadinya kelelahan
neuronal. (karena kehabisan glukosa dan tertimbunnya asam laktat). Namun ternyata
serangan epilepsi bisa terhenti tanpa terjadinya kelelahan neuronal.

Pada keadaan tertentu (hipoglikemia otak, hipoksia otak, asidosis metabolik)


depolarisasi impuls dapat berlanjut terus sehingga menimbulkan aktivitas serangan yang
berkepanjangan disebut status epileptikus.

Klasifikasi
Klasifikasi yang ditetapkan oleh International League Againts Epilepsy (ILAE) terdiri
dari dua jenis klasifikasi, yaitu klasifikasi untuk jenis bangkitan epilepsi dan klasifikasi untuk
sindrom epilepsi.

Klasifikasi epilepsi berdasarkan jenis bangkitan (tipe serangan epilepsi):

1. Serangan parsial
a. Serangan parsial sederhana (kesadaran baik)
 Dengan gejala motorik.
 Dengan gejala sensorik.
 Dengan gejala otonom.
 Dengan gejala psikis.
b. Serangan parsial kompleks (kesadaran terganggu)
Serangan parsial sederhana diikuti dengan gangguan kesadaran.
Gangguan kesadaran saat awal serangan.
c. Serangan umum sederhana
 Parsial sederhana menjadi tonik-klonik.
 Parsial kompleks menjadi tonik-klonik.
 Parsial sederhana menjadi parsial kompleks menjadi tonik-klonik.
2. Serangan umum
 Absans (Lena).
 Mioklonik.
 Klonik.
 Tonik.
 Atonik (Astatik).
 Tonik-klonik.
3. Serangan yang tidak terklasifikasi (sehubungan dengan data yang kurang
lengkap).
4. Tanda Dan Gejala Klinis Epilepsi General
Bangkitan Umum Lena (Absance) Gangguan kesadaran mendadak
(“absence”) berlangsung beberapa detik. Selama bangkitan, kegiatan motoric
terhenti dan pasien diam tanpa reaksi. Mata memandang jauh kedepan. Mungkin
terdapat automatisme. Pemulihan kesadaran segera terjadi tanpa perasaan bingung.
Sesudah itu pasien melanjutkan aktivitas semula.
5. Bangkitan Umum Tonik Klonik
Dapat didahului prodromal seperti jeritan, sentakan, mioklonik. Pasien
kehilangan kesadaran (jatuh) dengan “epileptic cry*, kaku (fase tonik) selama 10-30
detik, ekstensi aksial, bola mata ke atas, rahang mengatup kuat, badan kaku (adduksi
dan ekstensi), tangan mengepal, sianosis. Diikuti gerakan kejang pada kedua lengan
dan tungkai serta otot rahang dan wajah (fase klonik) selama 30-60 detik, dapat
disertai mulut berbusa terkadang berdarah. Gerakan klonik makin menurun dalam
frekuensi. Gejala autonom, muka merah, tensi, nadi, hipersalivasi, ngompol Selesai
bangkitan pasien menjadi lemas (fase flaksid) dan tampak bingung. Pasien sering
tidur setelah bangkitan selesai.
6. Bangkitan Umum Atonik
Pasien kehilangan kekuatan/tonus otot secara mendadak. Pasien mengalami
Classic drop attack (Astatic Seizure) yaitu kolaps atau jatuh. Kedua kelopak mata
turun, kepala terangguk, badan terkulai, dan jatuh ketanah sehingga menyebabkan
terjadinya injuri. Terjadi selama ± 15 detik dan segera pulih. Kerusakan otak luas,
gangguan belajar, Epilepsi Simptomatik berat.

Pada pasien ini , keluhan kejang muncul berupa pasien terlihat kaku lalu diikuti
dengan gerakan menghentak-hentakan keempat anggota gerak tubuh. Saat kejang pasien
tidak sadar. mata melirik ke atas (+), mulut berbuih (+). Sehingga tipe kejang pasien
merupakan kejang general tonik klonik. Fokus epileptikus pasien adalah di central cephalic
sehingga pada pasien dengan tipe kejang general tonic klonik kehilangan kesadaran.
Diagnosis
Pada dasarnya, diagnosis semua jenis epilepsi ditegakkan melalui: Anamnesis,
ditujukan terutama untuk mencari penyebab yang mendasari. Beberapa hal pada anamnesis
yang perlu digali adalah: pola/bentuk bangkitan, durasi bangkitan, gejala sebelum, selama,
dan sesudah bangkitan, frekuensi bangkitan, faktor pencetus, penyakit saat ini, usia saat
bangkitan pertama, riwayat selama dalam kandungan sampai perkembangan anak, riwayat
terapi epilepsi, dan riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga. Pemeriksaan fisik, sesuai
dengan gejala klinis dan penyebabnya, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya.
Pemeriksaan tambahan yaitu EEG, brain imaging, laboratorium, dan EKG.

Ada 3 langkah untuk menuju diagnosis epilepsi, yaitu

1. Langkah pertama, memastikan apakah kejadian yang bersifat paroksismal


menunjukkan bangkitan epilepsi atau bukan epilepsi.
2. Langkah kedua, apabila benar terdapat bangkitan epilepsi, maka tentukan bangkitan
yang ada termasuk jenis bangkitan yang mana.
3. Langkah ketiga, tentukan etiologi, sindrom epilepsi apa yang ditunjukkan oleh
bangkitan, atau epilepsi apa yang di derita oleh pasien.

Diagnosis epilepsi ditegakkan atas dasar adanya gejala dan tanda klinik dalam bentuk
bangkitan epilepsi berulang (minimal 2 kali) yang ditunjang oleh gambaran epileptiform
pada EEG.

Diagnosis epilepsy pada pasien ini dibuat berdasarkan hasil anamnesis yang didapatkan
adanya riwayat kejang yang berulang yakni ketika sekolah SD dan awal bayi. Selain itu
pasien ini sebenarnya sudah mendapatkan riwayat jatuh. Untuk menunjang terapi,dan
prognosis pasien ini dilakukan pemeriksaan penunjang yakni EEG.
TERAPI
Tujuan utama terapi pada epilepsi adalah tercapainya kualitas hidup optimal untuk
pasien sesuai dengan perjalanan penyakit epilepsi dan disabilitas fisik maupun mental yang
dimilikinya. diperlukan beberapa upaya untuk mencapai tujuan tersebut, antara lain dengan
menghentikan bangkitan, mengurangi frekuensi bangkitan tanpa efek samping/dengan efek
samping yang minimal, menurunkan angka kesakitan dan kematian.

Terapi dimulai dengan monoterapi, menggunakan obat anti epilespsi (OAE) pilihan
sesuai dengan jenis bangkitan dan jenis sindrom epilepsi. Obat diberikan mulai dosis rendah
dan dinaikkan bertahap sampai dosis efektif tercapai atau timbul efek samping.

Bila dengan penggunaan dosis maksimum OAE tidak dapat mengontrol bangkitan,
ditambahkan OAE kedua. Bila OAE kedua telah mencapai kadar terapi, maka OAE pertama
diturunkan bertahap (tapering off) perlahan-lahan. Penambahan OAE ketiga baru dilakukan
setelah terbukti bangkitan tidak dapt diatasi dengan menggunakan dosis maksimal kedua
OAE pertama.

Setelah bangkitan terkontrol dalam jangka waktu tertentu, OAE dapat dihentikan
tanpa kekambuhan pada 60% pasien. Pada anak-anak penghentian OAE secara bertahap
dapat dipertimbangkan setelah 2 tahun bebas bangkitan, sedangkan pada dewasa
diperlukan waktu yang lebih lama yaitu 5 tahun.

Tipe bangkitan OAE lini pertama OAE lini kedua OAE lini ketiga
umum (tambahan) (tambahan)

Absence Sodium Valproate Ethosuximide Levetiracetam

Lamotrigine Zonisamide

Mioklonik Sodium Valproate Topiramate lamotrigine

Levetiracetam CLobazam

Zonisamide Carbamazepine

Phenobarbital

Tonik klonik Sodium Valproate Lamotrigine Topiramate

Carbamazepine Oxcarbazepine Levetiracetam

Phenitoin Zonisamide

Phenobarbital Primidone
Atonik Sodium valproate Lamotrigine Felbamate

Topiramate

Terapi pasien ini adalah Depacote 2x400mg. Depacote merupakan salah satu pilihan
terapi pada pasien dengan tipe kejang general tonik klonik. Selain fenitoin regiment terapi
pada pasien kejang tipe general tonik klonik adalah asam valproat dan carbamazepine.

Dosis harian fenitoin adalah 3-4mg/kgBb/hari untuk dewasa dengan pemberian 2x


sehari. Sehingga pada pasien ini fenitoin diberikan sebanyak 2x200mg. masa paruh fenitoin
adalah 12 jam.
PROGNOSIS
Prognosis epilepsi bergantung pada beberapa hal, di antaranya jenis epilepsi, faktor
penyebab, saat pengobatan dimulai, dan ketaatan minum obat. Pada umumnya prognosis
epilepsi cukup menggembirakan. Pada 50-70% penderita epilepsi, serangan dapat dicegah
dengan obat-obat, sedangkan sekitar 50 % pada suatu waktu akan dapat berhenti minum
obat. Serangan epilepsi primer, baik yang bersifat kejang umum maupun serangan lena atau
melamun atau absence mempunyai prognosis terbaik. Sebaliknya epilepsi yang serangan
pertamanya mulai pada usia 3 tahun atau yang disertai kelainan neurologik dan atau
retardasi mental mempunyai prognosis yang umumnya jelek.
DAFTAR PUSTAKA
Asadi-Pooya, A. A., Stewart, G. R., Abrams, D. J., & Sharan, A. (2017). Prevalence and
Incidence of Drug-Resistant Mesial Temporal Lobe Epilepsy in the United States. World
Neurosurgery, 99, 662–666.

Blair, R. D. G. (2012). Temporal Lobe Epilepsy Semiology. Epilepsy Research and Treatment,
2012, 1–10.

David, Y ko. 2017 Temporal Lobe Epilepsy. [Online] Available at:


https://emedicine.medscape.com/article/1184509-overview#a4 [Accessed 19 February
2021]

ILAE, 2014. ILAE Official Report: A Practical Clinical Definition of Epilepsy. Epilepsia, 55(4),
pp. 475-482.

Ladino, Lady Diana & Moien, Farzad & Tellez-Zenteno, José. (2014). A Comprehensive
Review of Temporal Lobe Epilepsy.

McIntosh WC, M Das J. Temporal Seizure. [2020]. In: StatPearls. [Online] Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK549852/

Ong, L.T. (2020). Temporal Lobe Epilepsy – Pathophysiology and Mechanism. European
Neurogical Review. 2019;14 (2). 7-66.

Téllez-Zenteno, J. F., & Hernández-Ronquillo, L. (2012). A Review of the Epidemiology of


Temporal Lobe Epilepsy. Epilepsy Research and Treatment, 2012, 1–5.

Anda mungkin juga menyukai