Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN PENDAHULUAN

EPILEPSI PADA ANAK


RSUD RADEN MATTAHER JAMBI

Disusun Oleh

NAMA : Nita Andriana Putri

NIM : G1B221021

PERIODE : Minggu Ke-2

Pembimbing Akademik :

Fadliyana Ekawaty, M.Kep., Ns.Sp.Kep.An,.

Suryati, M.Kep., Ns,Sp.Kep.An

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2021
A. Konsep Epilepsi
1. Definisi

Epilepsi adalah gejala kompleks dari banyak gangguan fungsi otak berat
yang dikarakteristikan oleh kejang berulang keadaan ini dapat di hubungkan
dengan kehilangan kesadaran, gerakan berlebihan atau hilangnya tonus otot
atau gerakan dan gangguan perilaku, alam perasaan, sensasi dan persepsi
sehingga epilepsy bukan penyakit tetapi suatu gejala (Smeltzer & Bare, 2011)

Epilepsi merupakan sebuah kondisi yang ditandai dengan munculnya


kejang berulang (dua kali atau lebih) yang kejadian tiap kejangnya berjarak
lebih dari 24 jam (Hauser, 2016). Pasien yang mengalami hanya kejang
demam atau serangan saat neonatal tidak dimasukkan dalam klasifikasi
epilepsi (Ünver et al., 2015).

Epilepsi adalah golongan penyakit saraf yang gejala-gejalanya timbul


mendadak dalam serangan-serangan berulang, pada sebagian besar disertai
penurunan kesadaran, dan dapat disertai atau tidak disertai kejang (Markam,
Soemarmo, 2013).
Epilepsi adalah kejang yang menyerang seseorang yang tampak sehat
sebagai suatu ekserbasi dalam kondisi sakit kronis sebagai akibat oleh
disfungsi otak sesaat dimanifestasikan sebagai fenomena motoric, sensorik,
otonomik, atau psikis yang abnormal. Epilepsy merupakan akibat dari
gangguan otak kronis dengan serangan kejang spontan yang berulang
(Satyanegara, 2010) dalam Nurarif & Kusuma, 2016, hal.193).
2. Epidemiologi
Sekitar 50 juta jiwa di dunia menderita epilepsi dan diperkirakan terdapat
2,4 juta jiwa terdiagnosis kasus epilepsi setiap tahun. Perbandingan penduduk
yang mengalami epilepsi aktif dengan populasi umum diperkirakan 4 dan 10
per 1000 orang, dimana pada negara berpenghasilan rendah dan menengah
didapatkan proporsi yang jauh lebih tinggi yaitu 7 dan 14 per 1000 orang
(WHO, 2017).
Di Indonesia pada tahun 2013 didapatkan 2288 pasien yang terdiri dari
487 kasus baru dan 1801 kasus lama (Perhimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia (PERDOSSI, 2014). Prevalensi epilepsi pada bayi dan anak
cukup tinggi dengan insiden terbanyak pada kelompok usia 1-5 tahun yakni
42% (Suwarba, 2011).
3. Etiologi
Epilepsi bukan suatu penyakit, melainkan sekumpulan gejala dan tanda akibat
berbagai etiologi yang berbeda . Epilepsi disebabkan oleh (WHO, 2017) :

1) Kasus-kasus prenatal atau perinatal yang menyebabkan


kerusakan otak, misalnya kehilangan oksigen, trauma saat
proses persalinan dan berat badan lahir rendah (BBLR)
2) Kelainan kongenital atau kondisi genetik yang
berhubungan dengan malformasi otak
3) Trauma kepala : luka panetrasi, perdarahan
4) Tumor otak
5) Stroke yang menyebabkan jumlah oksigen menuju otak
terbatas
6) Infeksi : infeksi kongenital yang disebabkan oleh bakteri
maupun virus (TORCH); meningitis bakterial, ensefalitis
virus, neurosistiserkosis.

Etiologi epilepsi juga dibagi menjadi (Berg et al., 2010):


1) Genetik : kelainan genetik dimana kejang merupakan gejala utama
dari gangguan, namun ada kemungkinan bahwa faktor lingkungan
turut berkontribusi dalam manifestasi gejala.
2) Struktural atau metabolik : stroke, trauma, infeksi
3) Tidak diketahui
4. Patofisiologi

Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan sekaligus


merupakan pusat pengirim pesan (impuls motorik). Otak ialah rangkaian
berjuta-juta neuron. Pada hakekatnya tugas neron ialah menyalurkan dan
mengolah aktivitas listrik saraf yang berhubungan satu dengan yang lain
melalui sinaps.

Dalam sinaps terdapat zat yang dinamakan nerotransmiter. Acetylcholine


dan norepinerprine ialah neurotranmiter eksitatif, sedangkan zat lain yakni
GABA (gama-amino-butiric-acid) bersifat inhibitif terhadap penyaluran
aktivitas listrik sarafi dalam sinaps. Bangkitan epilepsi dicetuskan oleh suatu
sumber gaya listrik saraf di otak yang dinamakan fokus epileptogen. Dari
fokus ini aktivitas listrik akan menyebar melalui sinaps dan dendrit ke neron-
neron di sekitarnya dan demikian seterusnya sehingga seluruh belahan
hemisfer otak dapat mengalami muatan listrik berlebih (depolarisasi). Pada
keadaan demikian akan terlihat kejang yang mula-mula setempat selanjutnya
akan menyebar kebagian tubuh/anggota gerak yang lain pada satu sisi tanpa
disertai hilangnya kesadaran.
Dari belahan hemisfer yang mengalami depolarisasi, aktivitas listrik dapat
merangsang substansia retikularis dan inti pada talamus yang selanjutnya akan
menyebarkan impuls-impuls ke belahan otak yang lain dan dengan demikian
akan terlihat manifestasi kejang umum yang disertai penurunan kesadaran.
(Henry 2012)
Durasi pendek Durasi pendek
< 15 menit < 15 menit

Hiperkapni Hipoksemia Denyut jantung meningkat

Kerusakan Neuron otak


Demam Meningkat

Takikardi Gangguan saraf otonom


Dx : tidak efektif
termoregulasi Dx : jalan nafas tidak efektif
peningkatan suhu

Dispnea O2 Menurun

Gangguan keseimbangan membran sel neuron


Kebutuhan O2 Meningkat
Disfusi Na+& K+ Berlebilahan Kesadaran menurun

Pelepasan muatan listrik semakin meluas ke Dx : gangguan perfusi jaringan


seluruh sel maupun membran sel disekitarnya
dengan bantuan neorotransiter
Dx : Resiko Cidera
Kejang

Parsial Umum

Sederhana Komplek Mioklonik tonik Atonik

Tonik-klonik
klonik
5. Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda dari epilepsi dibagi berdasarkan klasifikasi dari epilepsi,
yaitu (Menurut Epilepsy – Symptoms. 2012).:
1) Kejang parsial
Lesi yang terdapat pada kejang parsial berasal dari sebagian kecil
dari otak atau satu hemisfer serebrum. Kejang terjadi pada satu sisi atau
satu bagian tubuh dan kesadaran penderita umumnya masih baik.
a. Kejang parsial sederhana

Gejala yang timbul berupa kejang motorik fokal, femnomena


halusinatorik, psikoilusi, atau emosional 17 kompleks. Pada kejang
parsial sederhana, kesadaran penderita masih baik.

b. Kejang parsial kompleks


Gejala bervariasi dan hampir sama dengan kejang parsial
sederhana, tetapi yang paling khas terjadi adalah penurunan kesadaran
dan otomatisme.
2) Kejang umum
Lesi yang terdapat pada kejang umum berasal dari sebagian besar
dari otak atau kedua hemisfer serebrum. Kejang terjadi pada seluruh
bagian tubuh dan kesadaran penderita umumnya menurun.
a. Kejang Absans
Hilangnya kesadaran sessat (beberapa detik) dan mendadak disertai
amnesia. Serangan tersebut tanpa disertai peringatan seperti aura atau
halusinasi, sehingga sering tidak terdeteksi.
b. Kejang Atonik
Hilangnya tonus mendadak dan biasanya total pada otot anggota
badan, leher, dan badan. Durasi kejang bisa sangat singkat atau
lebih lama.
c. Kejang Mioklonik
Ditandai dengan kontraksi otot bilateral simetris yang cepat dan
singkat. Kejang yang terjadi dapat tunggal atau berulang.
d. Kejang Tonik-Klonik
Sering disebut dengan kejang grand mal. Kesadaran hilang
dengan cepat dan total disertai kontraksi menetap dan masif di
seluruh otot. Mata mengalami deviasi ke atas. Fase tonik
berlangsung 10 - 20 detik dan diikuti oleh fase klonik yang
berlangsung sekitar 30 detik. Selama fase tonik, tampak jelas
fenomena otonom yang terjadi seperti dilatasi pupil, pengeluaran
air liur, dan peningkatan denyut jantung.
e. Kejang Klonik
Gejala yang terjadi hampir sama dengan kejang mioklonik,
tetapi kejang yang terjadi berlangsung lebih lama, biasanya sampai
2 menit.
f. Kejang Tonik
Ditandai dengan kaku dan tegang pada otot. Penderita sering
mengalami jatuh akibat hilangnya keseimbangan,
6. Klasifikasi

Pada tahun 1981 International Laegue Against Epilepsi (ILAE) membagi


kejang menjadi kejang umum dan kejang fokal/ parsial. Berdasarkan tipe
bangkitan (diobservasi secara klinis maupun hasil pemeriksaan elektrofisiologi),
apakah aktivitas kejang dimulai dari 1 bagian otak, melibatkan banyak area atau
melibatkan kedua hemisfer otak. ILAE membagi kejang menjadi kejang umum
dan kejang pasial dengan definisi sebagai berikut, Kejang umum adalah gejala
awal kejang dan/ atau gambaran EEG menunjukkan keterlibatan kedua
hemisfer; Kejang parsial (fokal) adalah gejala awal kejang dan/atau gambaran
EEG menunjukkan aktivitas pada neuron terbatas pada satu hemisfer saja.
Klasifikasi epilepsi terus berkembang sejak tahun 1960 ILAE telah
mengeluarkan beberapa kali klasifikasi epilepsi. Klasifikasi epilepsi yang saat
ini dianut adalah klasifikasi epilepsi berdasarkan ILAE 2017. Klasifikasi ini
terdiri dari 3 tingkatan (tabel 2.1) dimana tingkatan ini dirancang untuk
melayani pengelompokan epilepsi dilingkungan klinis yang berbeda. Klasifikasi
ini memungkinan penentuan etiologi penyebab epilepsi sudah mulai dipikirkan
pada saat pertama kali kejang epilepsi didiagnosis.

Tabel 2.2 Klasifikasi epilepsi berdasarkan ILAE 2017

Klasifikasi tipe kejang (dipergunakan bila tidak terdapat EEG,

Imaging, video)

1) Onset Fokal

2) Onset General

3) Unknown Onset
b. Berdasarkan tipe epilepsi (dipergunakan pada fasilitas dengan akses
pemeriksaan penunjang diagnostik epilepsi)

1) Onset Fokal

2) Onset General

3) Combine focal and general onset

4) Unknown Onset
c. Berdasarkan sindrom epilepsi

Ditegakkan saat ditemukan secara bersamaan jenis kejang dengan


gambaran EEG atau imaging tertentu, bahkan sering diikuti dengan
gambaran usia, variasi diurnal, trigger tertentu,
dan terkadang prognosis.
Sumber : Scheffer, dkk. Classification of the epilepsies, 2017

Klasifikasi bangkitan epilepsy menurut International League Against Epilepsi


(2017):
a. Bangkitan parsial
1) Bangkitan parsial sederhana
- Motorik
- Sensorik
- Otonom
- Psikis
2) Bangkitan parsial kompleks
- Bangkitan parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran
- Bangkitan parsial disertai gangguan kesadaran saat awal bangkitan
3) Bangkitan parsial yang menjadi umum sekunder
- Parsial sederhana menjadi umum tonik-klonik
- Parsial kompleks menjadi umum tonik-klonik
- Parsial sederhana menjadi parsial kompleks kemudian menjadi umum
tonik-klonik
b. Bangkitan umum
- Absans (lena)
- Mioklonik
- Klonik
- Tonik
- Tonik-klonik
- Atonik
7. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan dalam epilepsi, secara umum ada 2 hal menurut


(Consensus Guidelines on the Management of Epilepsy, 2014) yaitu :

a. Tatalaksana fase akut (saat kejang)

Tujuan pengelolaan pada fase akut adalah mempertahankan oksigenasi


otak yang adekuat, mengakhiri kejang sesegera mungkin, mencegah kejang
berulang, dan mencari faktor penyebab. Serangan kejang umumnya
berlangsung singkat dan berhenti sendiri.
Pengelolaan pertama untuk serangan kejang dapat diberikan diazepam
per rektal dengan dosis 5 mg bila berat badan anak < 10 kg atau 10 mg bila
berat badan anak > 10 kg. Jika kejang masih belum berhenti, dapat diulang
setelah selang waktu 5 menit dengan dosis dan obat yang sama. Jika setelah
dua kali pemberian diazepam per rektal masih belum berhenti, maka
penderita dianjurkan untuk dibawa ke rumah sakit
b. Pengobatan epilepsy
Tujuan utama pengobatan epilepsi adalah membuat orang dengan epilepsi
(ODE) terbebas dari serangan epilepsinya, terutama terbebas dari serangan
kejang sedini mungkin. Setiap kali terjadi serangan kejang yang berlangsung
sampai beberapa menit maka akan menimbulkan kerusakan sampai kematian
sejumlah sel-sel otak. Apabila hal ini terus-menerus terjadi, maka dapat
mengakibatkan menurunnya kemampuan intelegensi penderita. Pengobatan
epilepsi dinilai berhasil dan ODE dikatakan sembuh apabila serangan epilepsi
dapat dicegah atau penyakit ini menjadi terkontrol dengan obat- obatan.
Penatalaksanaan untuk semua jenis epilepsi dapat dibagi menjadi 4
bagian: penggunaan obat antiepilepsi (OAE), pembedahan fokus epilepsi,
penghilangan faktor penyebab dan faktor pencetus, serta pengaturan aktivitas
fisik dan mental. Tapi secara umum, penatalaksanaan epilepsi dibagi menjadi
dua, yaitu:

1) Terapi medikamentosa
Terapi medikamentosa adalah terapi lini pertama yang dipilih dalam
menangani penderita epilepsi yang baru terdiagnosa. Ketika memulai
pengobatan, pendekatan yang “mulai dengan rendah, lanjutkan dengan lambat
(start low, go slow)” akan mengurangi risiko intoleransi obat. Penatalaksanaan
epilepsi sering membutuhkan pengobatan jangka panjang. Monoterapi lebih
dipilih ketika mengobati pasien epilepsi, memberikan keberhasilan yang sama
dan tolerabilitas yang unggul dibandingkan politerapi (Louis, Rosenfeld,
Bramley, 2012).
2) Terapi bedah epilepsi

Tujuan terapi bedah epilepsi adalah mengendalikan kejang dan


meningkatkan kualitas hidup pasien epilepsi yang refrakter. Pasien epilepsi
dikatakan refrakter apabila kejang menetap meskipun telah diterapi selama 2
tahun dengan sedikitnya 2 OAE yang paling sesuai untuk jenis kejangnya atau
jika terapi medikamentosa menghasilkan efek samping yang tidak dapat
diterima. Terapi bedah epilepsi dilakukan dengan membuang atau memisahkan
seluruh daerah epileptogenik tanpa mengakibatkan risiko kerusakan jaringan
otak normal didekatnya (Consensus Guidelines on the Management of Epilepsy,
2014).

c. Pertolongan Pertama
Tahap – tahap dalam pertolongan pertama saat kejang, antara lain
(Menurut Yayasan Epilepsi Indonesia.2014) :
a. Jauhkan penderita dari benda - benda berbahaya (gunting, pulpen,
kompor api, dan lain – lain).
b. Jangan pernah meninggalkan penderita.
c. Berikan alas lembut di bawah kepala agar hentakan saat kejang tidak
menimbulkan cedera kepala dan kendorkan pakaian ketat atau kerah baju
di lehernya agar pernapasan penderita lancar (jika ada).
d. Miringkan tubuh penderita ke salah satu sisi supaya cairan dari mulut
dapat mengalir keluar dengan lancar dan menjaga aliran udara atau
pernapasan.
e. Pada saat penderita mengalami kejang, jangan menahan gerakan
penderita. Biarkan gerakan penderita sampai kejang selesai.
f. Jangan masukkan benda apapun ke dalam mulut penderita, seperti
memberi minum, penahan lidah.
g. Setelah kejang selesai, tetaplah menemani penderita. Jangan
meninggalkan penderita sebelum kesadarannya pulih total, kemudian
biarkan penderita beristirahat atau tidur.
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan EEG merupakan pemeriksaan penunjang yang paling sering
dilakukan dan harus dilakukan pada semua pasien epilepsi untuk menegakkan
diagnosis epilepsi. Terdapat dua bentuk kelaianan pada EEG, kelainan fokal
pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya lesi struktural di otak.
Sedangkan adanya kelainan umum pada EEG menunjukkan kemungkinan
adanya kelainan genetik atau metabolik.

Rekaman EEG dikatakan abnormal bila :


- Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di
kedua hemisfer otak
- Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat
dibanding seharusnya
- Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal,
misalnya gelombang tajam, paku (spike), paku- ombak, paku
majemuk, dan gelombang lambat yang timbul secara paroksimal
Pemeriksaan EEG bertujuan untuk membantu menentukan prognosis dan
penentuan perlu atau tidaknya pengobatan dengan obat anti epilepsi (OAE).

b. Neuroimaging
Neuroimaging atau yang lebih kita kenal sebagai pemeriksaan radiologis
bertujuan untuk melihat struktur otak dengan melengkapi data EEG. Dua
pemeriksaan yang sering digunakan Computer Tomography Scan (CT
Scan) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI). Bila dibandingkan dengan
CT Scan maka MRI lebih sensitive dan secara anatomik akan tampak lebih
rinci. MRI bermanfaat untuk membandingkan hippocampus kiri dan kanan
(Consensus Guidelines on the Management of Epilepsy, 2014)
B. Asuhan Keperawatan Teoritis

1. Pengkajian Keperawatan
Menurut Wong, Donna L. 2012, pengkajian pada pasien epilepsi adalah :
1. Dapatkan riwayat kesehatan terutama yang berkaitan dengan kejadian
prenatal, perinatal, dan neonatal; adanya contoh infeksi, apnea, kolik, atau
menyusu yang buruk; informasi mengenai kecelakaan atau penyakit serius
sebelumnya.
2. Observasi kejang
a. Jelaskan hal-hal berikut :
1) Hanya hal-hal yang harus diobservasi dengan benar.
2) Urutan kejadian (sebelum, selama, dan setelah kejang).
3) Durasi kejang.
4) Tonik-tonik : dari tanda-tanda pertama kejadian kejang sampai
sentakan-sentakannya berhenti.
5) Tanpa kejang dari kehilangan kesadaran sampai pasien sadar kembali.
6) Parsial kompleks : dari aura sampai berhenti secara otomatis atau
menunjukkan responsivitas pada lingkungan.
b. Awitan
1) Waktu awitan.
2) Kejadian pra-kejang yang signifikan (sinar terang, bising, kegirangan,
emosi berlebihan).
3) Perilaku
 Perubahan pada ekspresi wajah, seperti pada rasa takut.
 Menangis atau bunyi lain.
 Gerakan sterotip atau otomatis.
 Aktivitas acak (mengeluyur).
4) Posis kepala, tubuh, ekstremitas :
 Postur unilateral atau bilateral dari salah satu atau lebih
ekstremitas.
 Deviasi tubuh ke samping.
c. Gerakan
1) Perubahan posisi (bila ada).
2) Sisi permulaan (tangan, ibu jari, mulut, seluruh tubuh).
3) Fase tonik (bila ada dapat lama, melibatkan beberapa bagian tubuh).
4) Fase klonik (kedutan atau gerakan menyentak, melibatkan beberapa
bagian tubuh, urutan bagian yang terkena, umum, perubahan dalam
karakteristik gerakan.
5) Kurang gerakan atau tonus otot pada bagian-bagian tubuh seluruh
tubuh.
d. Wajah
1) Perubahan warna (pucat, sianosis, wajah kemerahan).
2) Keringat.
3) Mulut (posisi, menyimpang ke salah satu sisi, gigi mengatup, lidah
tergigit, mulut berbusa, flek darah atau perdarahan).
4) Kurang dalam ekspresi
a. Mata
1) Posisi (lurus, menyimpang ke atas, menyimpang keluar, konjugasi
atau divergen).
2) Pupil (bila mampu untuk mengkaji). Terjadi perubahan pada ukuran,
kesamaan reaksi terhadap sinar dan akomodasi.
b. Observasi paska-kejang
1) Masa paska-kejang.
2) Metode terminasi.
3) Status kesadaran (tidak responsive, mengantuk, konfusi).
4) Orientasi terhadap waktu dan orang.
5) Tidur tetapi mampu untuk bangun.
6) Kemampuan motorik
 Adanya perubahan pada kekuatan motorik.
 Kemampuan untuk menggerakkan semua ekstermitas.
 Adanya paresis atau kelemahan
 Kemampuan untuk bersiul (biasa sesuai dengan usia).
7) Bicara (berubah, aneh, jenis dan luasnya kesulitan).
8) Sensasi
 Keluhan tidak nyaman atau nyeri.
 Adanya kerusakan sensori dari pendengaran, penglihatan.
 Pengumpulan kembali sensasi pra-kejang, peringatan serangan.
 Kesadaran bahwa serangan sudah mulai terjadi.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sumbatan
lidah di endotrakea, peningkatan sekresi saliva, keruskan neromuskuler.
2. Termogulasi tidak efektif : Hipertermi berhubungan dengan peningkatan
metabolik, proses infeksi
3. Resiko terhadap cidera berhubungan dengan perubahan kesadaran,
keruskan kognitif selama kejang, atau kerusakan mekanisme perlindungan
diri dan aktivitas kejang yang terkontrol ( gangguan keseimbangan )
4. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan aturan pengobatan
berhubungan dengan kurang pemanjaan, kesalahan interprestasi, kurang
mengingat.

3. Intervensi Keperawatan
no Diagnosa Tujuan dan Intervensi
keperawatan kriteria hasil
1 Ketidakefektifan Tujuan: Setelah 1. Anjurkan klien untuk
bersihan jalan dilakukan askep mengosongkan mulut dari
nafas berhubungan 3x24 Jam masalah benda/zat tertentu
dengan sumbatan bersihan jalan nafas 2. Letakkan klien dalam posisi
lidah di tidak efektif tidak miring dan pada permukaan
endotrakea, terjadi dan teratasi datar
peningkatan Kriteria hasil: 3. Tanggalkan pakaian klien
sekresi saliva, nafas normal ( 25 - pada daerah leher atau dada
keruskan 30 x/menit ), tidak dan abdomen
neromuskuler. tejadi aspirasi, 4. Melakukan penghisapan
tidak ada sesuai indikasi
dispnea, tidak ada
penumpukan 5. Berikan oksigen sesuai
sekret. program
2 Termogulasi tidak Tujuan : Setelah 1. Kaji faktor-faktor terjadinya
efektif : dilakukan askep peningkatan suhu
Hipertermi 3x24 Jam, masalah 2. Observasi tanda – tanda vital
berhubungan termogulasi 3. Ajarkan keluarga cara
dengan tidak efektif memberikan kompres
peningkatan teratasi. dibagian kepala / ketiak
metabolik, proses Kriteria hasil : 4. Anjurkan untuk menggunakan
infeksi Demam berkurang, pakaian tipis yang terbuat dari
suhu normal 36,5 - kain katun
37,5° C, Nadi dan 5. Berikan ekstra cairan
RR normal, tidak dengan menganjurkan
ada perubahan klien banyak minum
warna kulit
3 Resiko terhadap Tujuan : Setelah 1. Identifikasi faktor lingkungan
cidera dilakukan askep yang memungkinkan resiko
berhubungan selama 3x24 Jam terjadinya cidera
dengan perubahan masalah resiko 2. Pasang penghalang ditempat
kesadaran, terhadap cidera tidur
keruskan kognitif teratasi dan tidak 3. Letakkan klien ditempat tidur
selama kejang, terjadi. yang rendah & datar
atau kerusakan Kriteria Hasil : 4. Siapkan kain lunak untuk
mekanisme tidak terjadi cidera mencegah terjadinya
perlindungan diri fisik pada klien, tergigitnya lidah saat kejang
dan aktivitas klien dalam kondisi 5. Berikan obat anti kejang
kejang yang aman, tidak ada
terkontrol ( memar dan tidak
gangguan ada resiko terjatuh.
keseimbangan )

4 Kurang Tujuan 1. Jelaskan mengenai prognosis


pengetahuan Setelah dilakukan penyakit dan perlunya
mengenai kondisi askep 1x24 Jam pengobatan
dan aturan masalah kurang 2. Berikan informasi yang
pengobatan Pengetahuan adekuat tentang prognosis
berhubungan mengenai kondisi penyakit dan tentang interaksi
dengan kurang Dan aturan obat yang potensial
pemanjaan, pengobatan 3. Tekankan perlunya untuk
kesalahan teratasi. melakukan evaluasi yang
interprestasi, Kriteria hasil: teratur/melakukan
kurang mengingat. Mampu pemeriksaan laboratorium
mengungkapkan sesuai indikasi
pemahaman 4. Diskusikan manfaat
tentang gangguan kesalahan umum yang
Dan berbagai baik, seperti diet yang
rangsangan yang adekuat, & istirahat yang
telah diberikan, cukup
mulai merubah
perilaku, mentaati
peraturan obat yang
diresepkan.

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam
rencana keperawatan. Tindakan keperawatan mencakup tindakan mandiri
atau independen dan tindakan kolaborasi. Tindakan mandiri atau
independen adalah aktivitas perawatan yang didasarkan pada kesimpulan
atau keputusan sendiri dan bukan merupakan petunjuk atau perintah dari
petugas kesehatan lain. Tindakan kolaborasi adalah tindakan yang
didasarkan hasil keputusan bersama seperti dokter dan petugas kesehatan
lain (Doenges, 2012).

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahapan dari proses keperawatan, proses yang
berkelanjutan untuk menjamin kualitas dan ketepatan perawatan yang
diberikan, yang dilakukan dengan meninjau respons pasien untuk
melakukan keefektifan rencana keperawatan dalam memenuhi kebutuhan
pasien (Doenges, 2012). Evaluasi dibagi menjadi dua, yaitu evaluasi
proses setiap selesai dilakukan tindakan keperawatan dan evaluasi hasil
membandingkan antara tujuan dengan kriteria hasil.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK N

DI RUANG ANAK IX

Tanggal Pengkajian : 13-10-2021


Tanggal Klien
Masuk : 11-10-
2021
No. Register : 934947
DX. Medis : Epilepsi

I. IDENTITAS BAYI/KELUARGA
a. Klien
Nama : An. N
Tgl/umur : 16 – 12 – 2019 / 1 Tahun 9 bulan
Jenis kelamin : Laki-laki

b. Orang Tua
Nama ayah : Tn. M
Umur : 31 Tahun
Pekerjaan : Swasta
Suku Bangsa : Melayu
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : Sma
Alamat : Olak Kemang
No. Telp : 082246842826

Nama Ibu : Ny. S


Umur : 29 Tahun
Pekerjaan : IRT
Suku Bangsa : Melayu
Agama : Islam
Pendidikan terakhir : SMA
Alamat : Olak Kemang
No. Telp

II. ALASAN MASUK RS

Ny. S mengatakan An. N mengalami demam, panas tidak turun,


anak mengalami kejang 1x saat dirumah, lama kejang ± 20 menit . saat
kejang keluarga pasien dikompres dan diberikan paracetamol. Setelah
kejang pasien langsung dibawa ke igd, saat diigd terjadi kejang
berulang sebanyak 2x

III. KELUHAN UTAMA


Ny. S mengatakan bahwa An. N Mengalami susah tidur, sering
menangis, tidak panas, tidak kejang dan akral teraba dingin
IV. RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG
Ny.s Mengatakan An. N tidak panas lagi, tetapi An. N tidak bisa
tidur. Ny.s mengatakan An. N tidur jam 9 malam lalu terbangun jam 12
setelah itu tidak ada tidur lagi sampai siang hari. Ny.s Mengatakan anak
belum bisa bicara dan berjalan. Ny.s juga mengatakan anak makan sedikit.
Saat dilakukan pengkajian suhu : 36,5 Nadi : 82x/i Rr: 25x/i. Anak nampak
menangis, badan terasa kaku.
V. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
An. N tidak pernah sakit, lahir dengan berat badan rendah 3.600
gr dan Panjang badan lahir 50cm. Ny. S mengatakan bahwa di
keluarganya tidak ada yang menderita penyakit yang sama dengan
An.N

VI. PENGKAJIAN KEMAMPUAN KONSERVASI ENERGI


a. Kesadaran : Compos mentis
b. Tanda-tanda Vital
 Tekanan darah :-
 Suhu : 36,5 oC
 Denyut nadi : 82 x/i
 Pernafaan : 25x/i
c. Penampilan umum : An.N terlihat lemas, Badan terlihat kaku
d. TB/BB : 84 Cm / 8 Kg
e. Lingkar kepala : 37 Cm
MAKANAN
- Jenis Makanan : Bubur
- Nafsu makan : Kurang
- Pola makan (jumlah/frekuensi) : Sedikit
- Makanan yang disukai : Bubur, Buah-buahan
- Makanan yang tidak disukai :-
- Lain-lain :-
ISTIRAHAT TIDUR
- Jam tidur malam : jam 21.00 s/d jam 00.00
- Jam tidur siang : jam 15.00 s/d jam 16.00
- Gangguan/hambatan tidur : Ny.S Mengatakan anak terbangun pada
tengah malam, menangis dan tidak tidur lagi sampai siang hari
- Kebiasaan sebelum tidur : Tidak ada
(perlu mainan, dibacakan cerita, benda yang dibawa tidur, dll)

VII. PENGKAJIAN KEMAMPUAN INTEGRITAS STRUKTUR


a. Kepala
- Struktur :Normal (tidak terlihat cekung)
- Rambut : Kering dan tipis
- Kulit kepala : Bersih
- Lesi : Tidak ada
- Lingkar kepala : 37 cm ( lebih kecil dari ukuran normal)
- Lain-lain :-
b. Mata
- Sklera : Putih tidak ada ikhterus
- Pupil : Berwarna hitam
- Konjungtiva : Tidak anemis
- Pergerakan bola mata : An. N tidak mampu mengikuti objek bergerak
dengan
matanya
- Lapangan pandang : Baik
- Refleks kornea : Normal
- Peradangan : Tidak ada
- Alat bantu : An. N tidak menggunakan alat bantu
penglihatan
- Keluhan : Tidak terdapat masalah penglihatan

c. Hidung
- Struktur : Normal
- Fungsi penciuman : Baik
- Perdarahan : Tidak ada
- Keluhan :

d. Telinga
- Struktur : Normal
- Fungsi : Normal
- Cerumen : Tidak ada
- Cairan telinga : Tidak terdapat cairan telinga
- Nyeri telinga : Tidak ada nyeri
- Alat bantu : An. N tidak menggunakan alat bantu
pendengaran
- Keluhan : Tidak ada masalah di telinga

e. Mulut dan Kerongkongan


- Keadaan bibir : Normal
- Keadaan gusi : Normal
- Keadaan gigi :-
- Keadaan lidah : Normal
- Kemampuan bicara : An. N menangis jika merasa haus atau
lapar, menangis pada saat BAB ataupun BAK
- Keluhan :
f. Leher
- Struktur : Normal
- Kelenjar thyroid : Tidak ada pembesaran
- Arteri carotis : Tidak terkaji
- Vena jugularis : Tidak ada peninggian
- Kelenjar getah bening : Tidak terkaji
- Keluhan : Tidak terkaji

g. Dada
- Struktur : Simetris
- Pernafasan
a. Pola nafas : Normal
b. Frekuensi nafas : 25x/i
c. Bunyi nafas : Ronkhi
d. Penggunaan otot pernafasan tambahan : tidak ada
e. Batuk : tidak ada
f. Sputum : tidak ada
g. Keluhan lain :-

h. Kardiovaskuler
- Ukuran jantung : Tidak terkaji
- Denyut jantung : 82 x/i
- Bunyi jantung : Tidak terkaji
- Edema :-
- Sianosis : Tidak terkaji
- Keluhan lain :-

i. Abdomen
- Struktur : Datar
- Bising usus : Normal
- Mual : Tidak ada
- Muntah : Tidak ada
- Keluhan lain : Tidak ada

j. Genetalia
- Struktur : Tidak terkaji
- Skrotum :
- Penis :
- Testis :
- Keluhan lain :-
k. Ekstremitas
1) Atas
- Pemasangan infuse : terpasang IVFD di tangan sebelah kiri dengan
dengan
pemberian DS 1/4 NS800 cc/hr

- Lain-lain : rentang gerak terbatas

2) Bawah : -

l. Kulit
- Warna : Putih
- Turgor : Turgor kulit mengurang
- Kelembaban : Kering
- Perasaan terhadap rangsangan
a. Nyeri : Tidak terkaji
b. Suhu : 36,5 oC
- Lesi : Tidak terkaji
- Lain-lain :-
VIII. PENGKAJIAN KEMAMPUAN INTEGRITAS SOSIAL

1. Siapa yang mengasuh : Orang tua (ibu dan ayah)


2. Hubungan dengan anggota keluarga : -
3. Hubungan dengan teman sebaya :-
4. Pembawaan anak secara umum :-

IX. DATA PENUNJANG


PEMERIKSAAN TUMBUH KEMBANG
1. Kemandirian dan bergaul : An. N belum bisa melakukan toilet traning
sendiri
2. Motorik halus : An. N mampu menggenggam
3. Motorik kasar : An. N tidak mampu berjalan
4. Kognitif : An. N tidak mampu berbicara
5. Bahasa : An. N menangis jika merasa haus atau
lapar, menangis pada saat BAB ataupun
BAK

X. RIWAYAT KEHAMILAN DAN PERSALINAN

1. Pre Natal
a. Berapa kali memeriksa kehamilan :Ny.S melakukan
pemeriksaan kehamilan setiap bulan selama masa kehamilan
b. Tempat pemeriksaan kehamilan : Bidan
c. Adakah dalam pengobatan
- Diet : Tidak terkaji
- Infeksi : Tidak ada
- Lain-lain : Tidak ada
d. Pemeriksaan Rontgen : Tidak terkaji
e. Ketergantungan obat-obatan : Tidak ada
f. Adakah tanda-tanda pre-eklampsia : Tidak terdapat tanda-tanda
pre-eklamsi selama
kehamilan
g. Adakah masalah lain : tidak ada

2. Natal
a. Usia kehamilan : 37-38 minggu
b. BB/PB Lahir : 3.600 gr / 50 cm
c. Jenis persalinan : Normal
d. Lama persalinan : jam 7 pagi-10 pagi
e. Keadaan anak setelah lahir
- Segera menangis : anak tidak segera menangis
- Resusitasi : tidak terkaji
f. Masalah waktu persalinan : tidak ada
3. Post Natal
a. Ibu
1) Perawatan pasca persalinan : tidak ada
2) Masalah pasca persalinan : Tidak terdapat masalah

b. Bayi
a. Apgar Score : Tidak terkaji
b. Kelainan kongenital : Tidak terkaji
c. Warna kulit
- Cyanosis : Tidak terkaji
- Pucat : Tidak terkaji
- Kuning : Tidak terkaji
d. Panas : Tidak terkaji
e. Kejang : Tidak ada
f. Kesulitan dalam menelan, : Ada mengisap/minum

XI. RIWAYAT KESEHATAN MASA LAMPAU


1. Adakah alergi : Tidak ada
2. Jenis alergi :-
3. Imunisasi :
 Apakah imunisasi lengkap : Ny. S mengatakan An.S sudah
diimunisasi Lengkap
 Jenis imunisasi : BCG, Polio
 Alasan tidak imunisasi :-
4. Obat-obatan yang dikonsumsi :-

XII. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


1. Laboratorium
Dilakukan pemeriksaan pada tanggal 10– 10 – 2021

No Pemeriksaan Hasi1 Nilai Rujukan Satuan Ket


1 Hemoglobin 11,7 12 –16 g/dl L
2 Hematokrit 34,0 34.5 – 54 % L
3 Eritrosit 4,10 4.5 – 5.5 x10^3/uL L
4 MCV 82,9 80 – 96 fL
5 MCH 28,4 27 – 31 Pg
6 MCHC 34,3 32 – 36 g/dl
7 RDW 11,7 %
8 Trombosit 237 150 – 450 x10^3/uL
9 PCT .187 0.150 – 0.400 %
10 MPV 7.90 7.2 – 11.1 fL H
11 PDW 19.7 9 – 13 fL H
12 Leukosit 12.2 4.0 – 10.0 x10^3/uL
13 Neutrofil 8.30 x10^3/uL
14 Lymfosit 3.14 x10^3/uL
15 Monosit .619 x10^3/uL
16 Fosinovil .001 x10^3/uL
17 Basofil .164 x10^3/uL
18 Neutrofil% 67.9 50 – 70 %
19 Lymfosit% 25.7 18 – 42 %
20 Monosit% 5.07 2 – 11 %
21 Eosinofil .010 1–3 % L
22 Basofil% 1.34 0–2 %
23 GDS 86 <200 Mg/dl
24 Natrium 148.6 135-147 Mm0l/L H
25 Kalium 3.58 3.5-5.0 Mm0l/L
26 Chlorida 118.3 95-105 Mm0l/L H
27 Calcium ion+++ 1.31 1.00-1.15 Mm0l/L H

2. Pemeriksaan EEG
Dilakukan pemeriksaan pada tanggal 13 – 10 – 2021
Aktifitas Frekuens Voltag Distirbusi Keterangan
i (Hz) e khusus

Bangun Latar 7-8 M Regio Kontinyu,


Belakang Oksipital ritmis,waxin
simetris g and
waning,
berkuran saat
(10%) 15-17 L Frontosentral buka mata
Beta Simetris
Kontinyu,
waxing and
waning, ritis
Tidur Perlambata 3-4 L Difus,
(90 %) n - - simetris
(stadium II) POSTs - - -
Vertex -
Transient
12-14 M
Sleep Fronstosentra
spindles l
I H
Sharp wave
Fronstosentra
l
Hyperventilas Not done - -
i
(3 menit)
Stimulasi No driving - -
fotik
Keterangan : L = Low ( <20uV ) M= Medium (20 - 70 uV) H= High (> 70 uV)

EEG Abnormal III ( bangun dan tidur stadium II)


Sharp Wave Frontosentral.

EEG saat perekaman ini abnormal mengindikasikan adanya potensial


epileptogenicity di regio frontosentral.

Yang melakukan pengkajian

(……...........................)
Analisa Data

Data Penyebab Masalah


DS: Tidak mampu melakukan Gangguan tumbuh
-Ny. S Mengatakan An. N keterampilan atau kembah
belum dapat berbicara, perilaku khas sesuai usia
belum bisa berjalan, dan (fisik, bahasa, motorik,
anak lebih pendiam jika psikososial)
dirumah

DO: LK: 37 cm
An. N badannya terlihat
kaku
TB/BB: 84cm/8Kg
DS: perubahan kesadaran, Resiko Terhadap cidera
-Ny.S mengatakan anak keruskan kognitif selama
mengalami kejang pada kejang, atau kerusakan
saat dirumah 1x mekanisme perlindungan
-Ny.S mengatakan kejang diri dan aktivitas kejang
sekitar 20menit yang terkontrol (
-Ny.S mengatakan gangguan keseimbangan )
sebelum kejang anak
memang sudah demam
-Ny.S mengatakan pada
saat diigd anak mengalami
kejang kembali sebanyak
2x
-Ny. S mengatakan badan
anak sering kaku

DO: Suhu : 36,5


Pem.EEG:
-EEG Abnormal III (
bangun dan tidur stadium
II)
-Sharp Wave
Frontosentral.
-EEG saat perekaman ini
abnormal
mengindikasikan adanya
potensial epileptogenicity
di regio frontosentral.
Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan tumbuh kembah b/d Tidak mampu melakukan keterampilan


atau perilaku khas sesuai usia (fisik, bahasa, motorik, psikososial)
2. Resiko Terhadap cidera b/d perubahan kesadaran, keruskan kognitif
selama kejang, atau kerusakan mekanisme perlindungan diri dan
aktivitas kejang yang terkontrol ( gangguan keseimbangan )

Intervensi Keperawatan

NO Diagnosa Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi


Keperawatan
1 Gangguan Setelah dilakukan PERAWATAN
tumbuh PERKEMBANGAN
tindakan keperawatan
kembang b.d
Observasi
Tidak mampu selama 2x24 jam,
melakukan 1. Identifikasi
diharapkan keluarga
keterampilan pencapaian tugas
atau perilaku mengerti tentang tumbuh
khas sesuai perkembangan
kembang anak dengan
usia (fisik, anak
bahasa, kriteria hasil:
motorik, 2. Identifikasi isyarat
psikososial) perilaku dan
Status Perkembangan
1. Keterampilan/perilaku fisiologis yang
sesuai usia meningkat ditunjukkan bayi
2. Pespon sosial meningkat (Mis: lapar, tidak
3. Kontak mata meningkat nyaman)
4. Regresi menurun
5. Afek membaik Terapeutik
1. Berikan
Status Pertumbuhan sentuhan yang
1. Berat badan sesuai usia
meningkat bersifat gentle
dan tidak ragu-
2. Panjang/tinggi badan ragu

sesuai usia meningkat 2. Meminimalkan


kebisingan ruangan
3. Lingkar kepala meningkat
3. Pertahankan
4. Kecepatan pertambahan kenyamanan anak
berat badan meningkat
5. Kecepatan pertambahan Edukasi
1. Jelaskan orang tua
panjang/tinggi badan
dan/atau pengasuh
meningkat
tentang milestone
Indeks massa tubuh meningkat
perkembangan anak dan
perilaku anak

2. Anjurkan
orang tua
menyentu
h dan
mengajak
anak
bermain

3. Anjurkan
orang tua
berinterak
si dengan
anaknya

4. Anjurkan
orang tua
untuk
mengajark
an anak
untuk
berjalan
5. Anjurkan
orang tua
untuk
memakan
makanan
untuk
memperce
pat
tumbuh
kembang

2 Resiko Tujuan : Setelah dilakukan Manajemen Kejang


Terhadap Observasi
askep selama 2x24 Jam
cidera b/d -monitor terjadinya
perubahan masalah resiko terhadap cidera kejang berulang
kesadaran, - monitor karakteristik
teratasi dan tidak terjadi.
keruskan kejang (mis. Aktivitas
kognitif Kriteria Hasil : tidak terjadi motorik dan progresi
selama kejang)
cidera fisik pada klien, klien
kejang, atau -monitor status neurologis
kerusakan dalam kondisi - monitor tanda tanda
mekanisme vital
aman, tidak ada memar dan
perlindungan
tidak ada resiko terjatuh.
diri dan Terapeutik
aktivitas -Baringkan pasien agar
kejang yang tidak terjatuh
terkontrol ( -Berikan alas empuk di
gangguan bawah kepala, jika
keseimbangan memungkinkan
) -Pertahankan kepatenan
jalan napas
-Longgarkan pakaian,
terutama di bagian leher
-Dampingi selama
periode kejang
-Jauhkan benda-benda
berbahaya terutama benda
tajam
-Catat durasi kejang
-Reorientasikan setelah
period kejang
-Dokumentasikan period
terjadinya kejang
-Pasang akses IV, jika
pertu
-Berikan oksigen, jika
pertu

Edukasi
-Anjurkan keluarga
menghindari
memasukkan apapun ke
dalam mulut pasien sat
periode
kejang.
-Anjunkan keluarga tidak
menggunakan kekerasan
untuk menahan gerakan
pasien

Kolaborasi
-Kolaborasi pemberian
antikonvulsan, jika perlu

Implementasi Keperawatan

Tanggal / DX Implementasi Paraf


jam
13-10-2021/ 1 1. Mengidentifikasi pencapaian tugas
15.00 perkembangan anak

2. Mengidentifikasi isyarat perilaku


dan fisiologis yang ditunjukkan
anak (Mis: lapar, tidak nyaman)
3. Memberikan sentuhan yang bersifat
gentle dan tidak ragu- ragu
4. Meminimalkan kebisingan ruangan
dengan menutup pintu ruangan
5. Pertahankan kenyamanan An.N
dengan memberikan selimut

6. Mengedukasi Ny.S tentang milestone


perkembangan anak dan perilaku anak
pada usia 1 Tahun 9 bulan
7. Menganjurkan Keluarga menyentuh
Dan mengajak bermain An. N
6. Menganjurkan Keluarga berinteraksi
dengan anaknya seperti mengajak
bicara anaknya
7. Mengajurkan Keluarga untuk
mengajarkan anak untuk berjalan
dengan cara dituntun
8. Mengajurkan keluarga untuk
memakan makanan untuk
mempercepat tumbuh kembang
13-10-2021/ 2 1. Memonitor terjadinya kejang
15.15 berulang
2. Memonitor tanda tanda vital
3. Mempertahakan kepatenan jalan nafas
4. Melonggarkan pakaian An.N terutama
pada bagian leher
5. Menjauhkan benda benda berbahaya
6. Mengajurkan keluarga untuk anak
supaya berbaring agar tidak terjatuh
7. Mengajurkan keluarga untuk
mencatat durasi kejang saat periode
kejang berlangsung
8. Menganjurkan Keluarga untuk tidak
memasukkan benda kedalam mulut
selama periode kejang
9. Mengajurkan keluarga untuk tidak
memakai kekerasaan untuk menahan
anak saat periode kejang

Catatan Perkembangan

Tanggal/jam DX Catatan Perkembangan Paraf


13-10-2021/ 1 S: -Ny. S Mengatakan An.N belum bisa
15.30 berjalan
-Ny. S mengatakan An. N belum mampu
untuk berbicara
-Ny.S mengatakan jika An.N lapar/ ingin
bab dan bak An.N biasanya menangis
terlebih dahulu atau mengeluarkan suara
seperti mengejan

O: - nampak rewel
- nampak kaku
-Akral teraba dingin

A: Masalah belum teratasi

P: Lanjutkan intervensi
-Mengedukasi Ny.S tentang milestone
perkembangan anak dan perilaku anak
pada usia 1 Tahun 9 bulan
-Menganjurkan Keluarga menyentuh Dan
mengajak bermain An. N
-Menganjurkan Keluarga berinteraksi
dengan anaknya seperti mengajak bicara
anaknya
-Mengajurkan Keluarga untuk
mengajarkan anak untuk berjalan dengan
cara dituntun
-Mengajurkan keluarga untuk memakan
makanan untuk mempercepat tumbuh
kembang

13-10-2021 2 S: -Ny.s Mengatakan anak tidak kejang lagi


16.00
O : Suhu: 36,7 Nadi : 98x/i Rr: 26x/i

A : Masalah belum teratasi

P: Lanjutkan intervensi
1. Mengajurkan keluarga untuk anak
supaya berbaring agar tidak terjatuh
2. Mengajurkan keluarga untuk
mencatat durasi kejang saat periode
kejang berlangsung
3. Menganjurkan Keluarga untuk tidak
memasukkan benda kedalam mulut
selama periode kejang
4. Mengajurkan keluarga untuk tidak
memakai kekerasaan untuk menahan
anak saat periode kejang
14-10-2021 1 S: -Ny. S Mengatakan telah mengerti apa
10.00 yang disampaikan perawat
-Ny.S Mengatakan lega setelah perawat
melakukan intervensi
-Ny.s mengatakan akan melakukan anjuran
dari perawat

O: - Ny.S terlihat lebih lega setelah


dilakukan intervensi
-An. M nampak lebih tenang

A: Masalah teratasi

P: Hentikan intervensi
14-10-2021 2 S: -Ny.S Mengatakan telah mengerti apa
10.15 yang disampaikan perawat
-Ny.S Mengatakan lega setelah perawat
melakukan intervensi
-Ny. S mengatakan akan melakukan anjuran
dari perawat

- Ny.S terlihat lebih lega setelah dilakukan


intervensi
-An. M nampak lebih tenang

A: Masalah teratasi

P: Hentikan intervensi
DAFTAR PUSTAKA

1. Bare, Smeltzer. 2011. “Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8.”
2. Berg AT, Berkovic SF, Brodie MJ, Buchhalter J, Cross JH, Boas WvE,
Engel J, et al. (2010). Revised terminology and concepts for organization
of seizures and epilepsies: Report of the ILAE commission on
classification and terminology, 2005-2009. Epilepsia, 51(4): 676–85
3. Consensus Guidelines on the Management of Epilepsy, 2014
4. Doenges, M, (2012), Rencana Asuahan Keperawatan Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan pasien, Jakarta, EGC
5. Donna L. Wong. ...... et all. 2012. Buku Ajar Keperawatan Pedriatik.
Cetakan pertama. Jakarta : EGC.
6. Epilepsy – Symptoms. 2012. [cited 2014 Februari 9]. Available from :
URL http://www.nhs.uk/Conditions/Epilepsy/Pages/Symptoms.aspx
7. Hauser WA (2016). Epidemiology of epilepsy in children. Dalam: Pellock
JM, Nordli DR, Sankar R, Wheless JW. Pellock’s pediatric epilepsy:
Diagnosis and therapy fourth edition. New York: Demos Medical
Publishing, pp: 178- 87
8. Henry TR. Seizures and Epilepsy : Pathophysiology and Principles of
Diagnosis. Epilepsy Board Review Manual. 2012;1(1):1-26.
9. Louis, E.K., Rosenfeld, W.E., Bramley, T., 2012, Antiepileptic Drug
Monotherapy:The Initial Approach in EpilepsyManagement,
Current Neuropharmacology, 7, 77-82.
10. Muttaqin, A. 2011. Buku Ajar Asuha Keperawatan Klien Dengan
Gangguang Sistem persarafan. Jakarta : Salemba Medika
11. Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardi. 2016. Aplikasi Asuhan
Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC Jilid
2. Jakarta : EGC
12. Scheffer IE, Berkovic S, Capovilla G, Connolly MB, French J, Guilhoto L,
Hirsch E, et al. (2017). ILAE classification of the epilepsies: Position
paper of the ILAE commission for classification and terminology.
Epilepsia, 58(4): 512- 21
13. Suwarba IGNM (2011). Insidens dan karakteristik klinis epilepsi pada
anak. Sari Pediatri, 13 (2): 123-8
14. Ünver O, Keskin SP, Uysal S, Ünver A (2015). The epidemiology of
epilepsy in children: A report from a turkish pediatric neurology clinic.
Journal of Child Neurology, 30(6): 698-702.
15. World Health Organization (2017). Epilepsy: Fact sheet.
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs999/en/ - Diakses Maret
2017.
16. Yayasan Epilepsi Indonesia. YEI : Pertolongan Pertama. 2014 [cited 2014
Maret 5]. Available from: URL http://www.ina-
epsy.org/p/pertolonganpertama.html.

Anda mungkin juga menyukai