Disusun Oleh :
ARTIKA WULANDARI
1801100510
1. Pengertian
Status epileptikus atau epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan
karekteristik kejang berulang akibatlepasnya muatan listrik otak yang
berlebihan dan bersivat reversibel.
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-
gejala yang datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang
disebabkan lepas muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat
reversibel dengan berbagai etiologi .
Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi
dengan ciri-ciri timbulnya serangan paroksismal dan berkala akibat lepas
muatan listrik neron-neron otak secara berlebihan dengan berbagai
manifestasi klinik dan laboratorik.
Epilepsi dapat menyerang anak-anak, orang dewasa, para orang tua
bahkan bayi yang baru lahir (Utopias,2008).
2. Etiologi
Penyebab pada kejang epilepsi sebagian besar belum diketahui
(Idiopatik) Sering terjadi pada:
1) Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
2) Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
3) Keracunan CO, intoksikasi obat/alkohol
4) Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia,
hiponatremia)
5) Tumor Otak
6) Kelainan pembuluh darah
Faktor etiologi berpengaruh terhadap penentuan prognosis. Penyebab
utama, ialah epilepsi idopatik, remote symptomatic epilepsy (RSE), epilepsi
simtomatik akut, dan epilepsi pada anak-anak yang didasari oleh kerusakan
otak pada saat peri- atau antenatal. Dalam klasifikasi tersebut ada dua jenis
2
epilepsi menonjol, ialah epilepsi idiopatik dan RSE. Dari kedua tersebut
terdapat banyak etiologi dan sindrom yang berbeda, masing-masing dengan
prognosis yang baik dan yang buruk..
Epilepsi simtomatik yang didasari oleh kerusakan jaringan otak yang
tampak jelas pada CT scan atau magnetic resonance imaging (MRI)
maupun kerusakan otak yang tak jelas tetapi dilatarbelakangi oleh masalah
antenatal atau perinatal dengan defisit neurologik yang jelas. Sementara itu,
dipandang dari kemungkinan terjadinya bangkitan ulang pasca-awitan,
definisi neurologik dalam kaitannya dengan umur saat awitan mempunyai
nilai prediksi sebagai berikut:
Apabila pada saat lahir telah terjadi defisit neurologik maka dalam
waktu 12 bulan pertama seluruh kasus akan mengalami bangkitan ulang,
Apabila defisit neurologik terjadi pada saat pascalahir maka resiko
terjadinya bangkitan ulang adalah 75% pada 12 bulan pertama dan 85%
dalam 36 bulan pertama. Kecuali itu, bangkitan pertama yang terjadi pada
saat terkena gangguan otak akut akan mempunyai resiko 40% dalam 12
bulan pertama dan 36 bulan pertama untuk terjadinya bangkitan ulang.
Secara keseluruhan resiko untuk terjadinya bangkitan ulang tidak konstan.
Sebagian besar kasus menunjukan bangkitan ulang dalam waktu 6 bulan
pertama. (Tarwoto,2007)
3. Klasifikasi Epilepsi
1) Epilepsi Grand Mal
Epilepsi grand mal ditandai dengan timbulnya lepas muatan listrik yang
berlebihan dari neuron diseluruh area otak-di korteks, di bagian dalam
serebrum, dan bahkan di batang otak dan talamus. Kejang grand mal
berlangsung selama 3 atau 4 menit.
2) Epilepsi Petit Mal
Epilepsi ini biasanya ditandai dengan timbulnya keadaan tidak sadar
atau penurunan kesadaran selama 3 sampai 30 detik, di mana selama
waktu serangan ini penderita merasakan beberapa kontraksi otot seperti
sentakan (twitch- like),biasanya di daerah kepala, terutama pengedipan
3
mata.
3) Epilepsi Fokal
Epilepsi fokal dapat melibatkan hampir setiap bagian otak, baik regoi
setempat pada korteks serebri atau struktur-struktur yang lebih dalam
pada serebrum dan batang otak. Epilepsi fokal disebabkan oleh resi
organik setempat atau adanya kelainan fungsional. (Tarwoto,2007)
4. Patofisiologi
4
Durasi pendek Durasi pendek
< 15 menit < 15 menit
Sederhana Komplek
Mioklonik tonik Atonik
klonik Tonik-klonik
5
merupakan pusat pengirim pesan (impuls motorik). Otak ialah rangkaian berjuta-
juta neuron. Pada hakekatnya tugas neron ialah menyalurkan dan mengolah
aktivitas listrik saraf yang berhubungan satu dengan yang lain melalui sinaps.
6
7
5. Manifestasi klinik
1) Klinik dapat berupa kejang-kejang, gangguan kesadaran atau gangguan
penginderaan.
2) Kelainan gambaran EEG
3) Tergantung lokasi dan sifat Fokus Epileptogen
4) Dapat mengalami Aura yaitu suatu sensasi tanda sebelum kejang
epileptik (Aura dapat berupa perasaan tidak enak, melihat sesuatu, men
cium bau-bauan tak enak, mendengar suara gemuruh, mengecap
sesuatu, sakit kepala dan sebagainya) (Hidayat,2009).
6. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah mencegah timbulnya sawan tanpa
mengganggu kapasitas dan intelek pasien. Pengobatan epilepsi meliputi
pengobatan medikamentosa dan pengobatan psikososial.
1) Pengobatan medikamentosa
Pada epilepsi yang simtomatis di mana sawan yang timbul adalah
manifestasi penyebabnya seperti tumor otak, radang otak, gangguan
metabolic, mka di samping pemberian obat anti-epilepsi diperlukan
pula terapi kausal. Beberapa prinsip dasar yang perlu dipertimbangkan:
a. Pada sawan yang sangat jarang dan dapat dihilangkan factor
pencetusnya, pemberian obat harus dipertimbangkan.
b. Pengobatan diberikan setelah diagnosis ditegakkan; ini berarti pasien
mengalami lebih dari dua kali sawan yang sama.
c. Obat yang diberikan sisesuaikan dengan jenis sawan.
d. Sebaiknya menggunakan monoterapi karena dengan cara ini
toksisitas akan berkurang, mempermudah pemantauan, dan
menghindari interaksi obat.
e. Dosis obat disesuaikan secara individual.
f. Evaluasi hasilnya, bila gagal dalam pengobatan, cari penyebabnya:
- Salah etiologi: kelaianan metabolisme, neoplasma yang tidak
terdeteksi, adanya penyakit degenerates susunan saraf pusat.
- Pemberian obat antiepilepsi yang tepat.
- Kurang penerangan: menelan obat tidak teratur.
8
- Faktor emosional sebagai pencetus.
- Termasuk intractable epilepsi.
g. Pengobatan dihentikan setelah sawan hilang selama minimal 2 – 3
tahun. Pengobatan dihentikan secara berangsur dengan menurunkan
dosisnya.
h. Jenis obat yang sering digunakan, yaitu:
- Phenobarbital (luminal).
Paling seringdipergunakan, murahharganya, toksisitasrendah.
- Primidone (mysolin)
Di hepar primidone di ubah menjadi phenobarbital dan
phenyletylmalonamid.
- Difenilhidantoin (DPH, dilantin, phenytoin).
Dari kelompok senyawa hidantoin yang paling banyak dipakai
ialah PH. Berhasiat terhadap epilepsi grand mal, fokal dan lobus
temporalis, takberhasiatterhadap petit mal, efek samping yang
dijumpai ialah nistagmus,ataxia, hiperlasi gingiva dan gangguan
darah.
- Carbamazine (tegretol).
Mempunyai khasiat psikotropik yang mungkin disebabkan
pengontrolan bangkitan epilepsy itu sendiri atau mungkin juga
carbamazine memang mempunyai efek psikotropik. Sifat ini
menguntungkan penderita epilepsi lobus temporalis yang sering
disertai gangguan tingkah laku. Efek samping yang mungkin
terlihat ialah nistagmus, vertigo, disartri, ataxia, depresi sumsum
tulang dan gangguanfungsi hati.
- Diazepam.
Biasanya dipergunakan pada kejang yang sedang berlangsung
(status konvulsi.).Pemberian i.m. hasilnya kurang memuaskan
karena penyerapannya lambat. Sebaiknyadiberikani.v.atau intra
rektal.
9
- Nitrazepam (inogadon).
Terutama dipakai untuk spasme infantile dan bangkitan
mioklonus.
- Ethosuximide (zarontine).
Merupakan obat pilihan pertama untuk epilepsi petit mal
- Na-valproat (dopakene)
obat pilihan kedua pada petit mal
Pada epilepsi grand mal pun dapat dipakai.
obat ini dapat meninggikan kadar GABA di dalam otak.
- Acetazolamide (diamox).
Kadang-kadang dipakai sebagai obat tambahan dalam
pengobatan epilepsi. Zat ini menghambat enzim carbonic-
anhidrase sehingga pH otak menurun, influks Na berkurang
akibatnya membran sel dalam keadaan hiperpolarisasi.
- ACTH
Seringkali memberikan perbaikan yang dramatis pada spasme
infantil. (Hidayat,2009)
2) Pengobatan Psikososial.
Pasien diberikan penerangan bahwa dengan pengobatan yang optimal
sebagian besar akan terbebas dari sawan. Pasien harus patuh dalam
menjalani pengobatannya sehingga dapat bebas dari sawan dan dapat
belajar, bekerja dan bermasyarkat secara normal.
3) Penatalaksanaan status epileptikus
a) Lima menit pertama
- Pastikan diagnosis dengan observasi aktivitas serangan atau
satu serangan berikutnya.
- Beri oksigen lewat kanul nasal atau masker, atur posisi kepala
dan jalan nafas, intubasi bila perlu bantuan bentilasi.
- Tanda-tanda vital dan EKG, koreksi bila ada kelaianan.
10
- Pasang jalur intravena dengan NaC10,9%, periksa gula darah,
kimia darah, hematology dan kadar OAE (bila ada fasilitas dan
biaya).
11
c. Lepaskan pakaian yang ketat
d. Singkirkan semua perabot yang dapat menciderai pasien selama
kejang.
e. Jika pasien ditempat tidur singkirkan bantal dan tinggikan pagar
tempat tidur.
f. Jika aura mendahului kejang, masukkan spatel lidah yang diberi
bantalan diantara gigi, untuk mengurangi lidah atau pipi tergigit.
g. Jangan berusaha membuka rahang yang terkatup pada keadaan
spasme untuk memasukkan sesuatu, gigi yang patah cidera pada
bibir dan lidah dapat terjadi karena tindakan ini.
h. Tidak ada upaya dibuat untuk merestrein pasien selama kejang
karena kontraksi otot kuat dan restrenin dapat menimbulkan cidera
i. Jika mungkin tempatkan pasien miring pada salah satu sisi dengan
kepala fleksi kedepan yang memungkinkan lidah jatuh dan
memudahkan pengeluaran salifa dan mucus. Jika disediakan
pengisap gunakan jika perlu untuk membersihkan secret
j. Setelah kejang: pertahankan pasien pada salah satu sisi untuk
mencegah aspirasi, yakinkan bahwa jalan nafas paten. Biasanya
terdapat periode ekonfusi setelah kejang grand mal. Periode apnoe
pendek dapat terjadi selama atau secara tiba-tiba setelah kejang.
Pasien pada saat bangun harus diorientasikan terhadap
lingkungan
7. Pemeriksaan Diagnostik
1) Elektrolit : Tidak seimbang dapat berpengaruh atau menjadi
predisposisi pada aktivitas kejang.
2) Glukosa : Hipoglikemia dapat menjadi presipitasi(pencetus kejang.
3) Ureum/Kreatinin : Meningkat dapat meningkatkan resiko timbulnya
aktivitas kejang.
4) Sel Darah Merah : Anemia Aplastik mungkin sebagai akibat terapi
obat.
5) Kadar obat pada serum: Untuk membuktikan batas obat anti epilepsi.
12
6) Punksi lumbal : untuk mendeteksi tekanan abnormal dari css, tanda-
tanda infeksi, perdarahan (hemoragik, subarakhnoid, subdural) sebagai
penyebab kejang tersebut.
7) Foto ronsen kepala :Untuk mengidentiikasi adanya SOL,fraktur.
8) Elektroensefalogram: Melokalisasi daerah serebral yang tidak berfungsi
dengan baik, mengukur aktivitas otak. Gelombang otak untuk
menentukan karakteristik dari gelombang pada masing –masing tipe
dari aktivitas kejang tersebut.
9) Pemantauan video EEG 24 jam : dapat mengidentifikasikan fokus
kejang secara tepat.
10) Scan CT : mengidentifikasi letak lesi serebral, hematoma, edema
serebral, trauma, abses,tumor,dan dapat dilakukan dengan / tanpa
kontras.
11) Positron emission tomography : Mendemontrasikan perubahan
metabolik. Misalnya penurunan metabolisme pada sisi lesi.
12) MRI : Melokalisasi lesi-lesi lokal.
13) Magnetoensefalogram : Memetakan impuls/potensial listrik otak pada
pola pembebasan yang abnormal.
14) Wada : Menentukan hemisfer dominan (dilakukan sebagai evaluasi
awal dari praoperasi lobektomi temporal).
(Rencana Asuhan Keperawatan :262)
13
DAFTAR PUSTAKA
Arif, et. All.2000.Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke-3. Jilid 2. Jakarta : Media
Aesculaius.
Doengoes, M.E , Moorhouse, M. F & Geissler, A. C. (2002). Rencana Asuhan
Keperawatan. Jakarta : EGC.
Nurarif,A.H & Kusuma,H. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & Nanda Nic-Noc.Yogyakarta : Media Action.
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G.(2002). BukuAjar Keperawatan Medical Bedah.
volume II. Jakarta : ECG
14
FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN ANAK
A. Identitas Klien
Nama : An. AK Nama Ayah : Tn. S
Usia : 4 th Usia : 37 th
Jenis Kelamin : Perempuan Pekerjaan : Swasta
Alamat : Karangwaru,candirenggoNama Ibu : Ny. W
No. RM : 148635 Usia : 36 th
Tanggal MRS : 10-7-2020 Pekerjaan : IRT
Tanggal Pengkajian : 13-7-2020 Alamat : Karangwaru,
candirenggo
Sumber Informasi : Ibu Kandung dan pasien
Keluarga yang bisa dihubungi : Ibu Kandung
15
4. Penyakit kronis/akut : epilepsi
5. Terakhir kali MRS : 10 Februari 2020
6. Imunisasi : Lengkap
Keterangan
= Laki-laki
= Perempuan
= Pasien
16
2 Menangis spontan
2010 Normal RS Perempuan 3300 dan tidak ada HT
trauma persalinan
3 Bidan Menangis spontan
2016 Normal praktek Perempuan 2800 dan tidak ada Tidak ada
mandiri trauma persalinan
17
F. POLA NUTRISI-METABOLIK
Item Deskripi
di Rumah di Rumah Sakit
Jenis diet/makanan/ TKTP Cair dan Nasi tim
Komposisi
Menu
Frekuensi/pola 3x1 6x100 cc + nasi 3x1
Porsi/jumlah Habis 1 porsi Habis ¾ porsi
Pantangan Tidak ada Tidak ada selama px bisa
makan/dalam kondisi sadar
Nafsu makan Baik Sedikit berkurang
Peningkatan/Penurunan BB Tidak Tidak
6 bulan terakhir
Sukar menelan Tidak Tidak
G. POLA ELIMINASI
Item Di Rumah di Rumah Sakit
Saat Sehat Saat Sakit
BAB 1-2x/hari 1-2x/hari Belum BAB
Frekuensi/pola
Konsistensi lembek Lembek Belum BAB
Warna/bau Khas Khas Khas
Kesulitan Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Upaya mengatasi - - -
BAK
Frekuensi/pola 5-6 x/hari 5-6 x/hari Pakai pampers
Konsistensi Jernih Jernih Jernih
Warna/bau Khas Khas Khas
Kesulitan - - -
Upaya mengatasi - - -
Personal Hygiene Mandiri dengan sedikit ADL dibantu Ketergantungan berat
bantuan ibu/kakak dengan skor 55 dengan
18
status fungsional
menggunakan bartel
indeks
J. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaaan Umum : Cukup
Kesadaran : Composmentis
GCS : 456
TD : 110/60 mmHg
Nadi : 126 x/m
Suhu : 36,3 oC
RR : 28 x/m
1. Kepala :Dalam batas normal(simetris, tidak ada lesi)
2. Mata :Dalam batas normal(simetris)
3. Hidung :Dalam batas normal(simetris, tidak ada lesi)
4. Mulut dan Tenggorokan :Dalam batas normal
(simetris, tidak ada nyeri telan)
5. Telinga :Dalam batas normal(simetris, tidak ada lesi)
6. Leher :Dalam batas normal(simetris, tidak ada lesi)
7. Dada
Inspeksi
Bentuk thorak Simetris
Palpasi Tidak ada nyeri tekan dan krepitasi
Vocal fremitus Teraba
Perkusi Sonor
19
Auskultasi Paru, rhonchi(-),wz (-)
SuaraNafas Deskripsi
Ο Bronkial -
Ο Bronkovesikuler -
Ο Vesikuler √
SuaraUcapan Dextra Sinistra
Bronkoponi/pectoryloquy/egophony - -
SuaraTambahan Dextra Sinistra
Rales/Rhonchi/Wheezing/Pleural Frictionk - -
Dada
Bentuk: simetris, Pergerakan Dada: dbn
Nyeri/nyeri tekan (-) Massa (-) Peradangan
(-) Taktil Fremitus (-)
Pola Nafas: adekuat
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tak nampak
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : pekak
Auskultasi : tidak terdapat suara jantung tambahan
Paru:
Inspeksi : pengembangan dada kanan dan kiri seimbang,
tidak ada penggunaan otot bant nafas
Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan krepitasi, vocal fremitus
teraba
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler
20
9. Abdomen
Inspeksi Lesi (-) scar (-) massa (-) distensi (-) asites (-)
Auskusltasi Bising usus 6x/menit
Palpasi Tidak teraba massa
Perkusi Timpani
Lain-lain Tidak ada
11. Genetalia
Pengkajian Data/Gejala Deskripsi
Inspeksi Normal, tidak ada lesi, edema, -
dan tidak ada hemoroid
Palpasi Tidak teraba massa -
Keluhan Tidak ada -
Lain-lain - -
12. Ekstremitas
Atas Lesi ( - ), edema( - ), deformitas ( - )
Akral: hangat
Bawah Lesi ( - ), edema ( - ), deformitas ( - )
21
15. TERAPI:
Infus:
IVFD d5 ½ Ns 14 tpm makro
Injeksi:
Injeksi phenobarbital 200 mg im jika kejang (IM)
Injeksi dizapam 4,5 mg bolus pelan jika kejang (IV)
Injeksi santagesik 200 mg (ekstra)
Injeksi ceftriaxon 2x400 mg
Injeksi phenitoin 3x15 mg
Oral:
Vallepsi 2x3 cc
22
23
24
25
26
FORMAT ANALISA DATA
27
DIAGNOSA KEPERAWATAN
(Berdasarkan Prioritas)
Artika
3 13-07-2020 Defisit pengetahuan berhubungan dengan13-07-2020
kurangnya informasi (D. 0111)
Artika
28
RENCANA KEPERAWATAN
(INTERVENSI)
29
Terapeutik
Minimalkan stimulus dengan
menyediakan lingkungan yang tenang
Berikan posisi semi fowler
Hindari maneuver Valsava
Cegah terjadinya kejang
Hindari penggunaan PEEP
Hindari pemberian cairan IV hipotonik
Atur ventilator agar PaCO2 optimal
Pertahankan suhu tubuh normal
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian sedasi dan
antikonvulsan, jika perlu
Kolaborasi pemberian diuretic osmosis,
jika perlu
Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika
perlu
Observasi
Observasi penyebab peningkatan TIK
(mis. Lesi menempati rang gangguan
metabolisme, edema serebral,
peningkatan tekanan vena , obstruksi
aliran cairan serebrospinal, hipertensi
intracranial idiopatik)
Monitor peingkatan TD
Monitor pelebaran tekanan nadi (selisih
TDS dan TDD)
Monitor penurunan frekuensi jantung
Monitor irreguleritas irama jantung
30
Monitor penurunan tingkat kesadaran
Monitor pelambatan atau
ketidaksimetrisan respon pupil
Monitor kadar O2 dan pertahankan
dalam rentang yang diindikasikan
Monitor tekanan perfusi serebral
Monitor jumlah, kecepatan, dan
karakteristik drainase cairan
serebrospinalis
Monitor efek stimuls lingkungan
terhadap TIK
Terapeutik
Ambil sampel drainase cairan
serebrospinalis
Kalibrasi transduser
Pertahankan sterilitas sistem pemantauan
Pertahankan posisi kepala dan leher
netral
Bilas sitem pemantauan, jika perlu
Atur interval pemantauan sesai kondisi
pasien
Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi
Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu
2 Resiko Setelah dilakukan intervensi Manajemen Keselamatan Lingkungan
Cedera dd selama 1x24 jam, diharapkan (I.14513)
kejang tingkat cedera menrun Observasi
(D.0136) (L14136) dengan kriteria - Identifikasi kebutuhan keselamatan (mis.
hasil: Kondisi fisik, fngsi kognitif dan riwayat
Toleransi aktivitas perilaku)
31
meningkat - Monitor perubahan status keselamatan
Kejadian cedera menurun lingkungan
Ketegangan otot menurun Terapeutik
33
- Anjurkan berganti posisi secara perlahan
dan duduk selama beberapa menit sebelum
bediri
3 Defisit Setelah dilakukan intervensi Edukasi Kesehatan (1.12383)
pengetahuan selama 1x24 jam, diharapkan Observasi
berhubungan tingkat pengetahuan - Identifikasi kesiapan dan kemampuan
dengan kurang membaik dengan kriteria menerima informasi
terpapar hasil : - Identifikasi factor-faktor yang dapat
informasi (D. Perilaku sesuai anjuran meningkatkan dan menurunkan motivasi
0111) meningkat perilaku hidup bersih dan sehat
Kemampuan Terapeutik
menjelaskan - Sediakan materi dan media Pendidikan
pengetahuan tentang kesehatan
suatu topik meningkat - Jadwalkan Pendidikan kesehatan sesuai
Perilaku sesuai dengan kesepakatan
pengetahuan meningkat - Berikan kesempatan untuk bertanya
34
IMPLEMENTASI
2 13-07-2020 2
09.00 1. Menjelaskan alasan intervensi pencegahan
jatuh ke pasien dan keluarga
2. Mengidentifikasi kebutuhan keselamatan
35
09.10 (pasien memiliki riwayat kejang) Artika
3. Memonitor perubahan status keselamatan
09.20 lingkungan
09.30 4. Mengidentifikasi area lingkungan yang
berpotensi menyebabkan cedera
5. Menyediakan pencahayaan yang memadai
10.00 6. Menggunakan lampu tidur selama jam tidur
10.10 7. Memastikan bel panggilan atau telepon mdah
10.15 dijangkau
8. Mempertahankan posisi tempat tidur di posisi
11.00 terendah saat digunakan
9. Memastikan roda tempat tidur atau kursi roda
11.10 dalam kondisi terkunci
10. Menggunakan pengaman tempat tidur sesuai
11.20 dengan kebijakan fasilitas pelayanan kesehatan
11. Meningkatkan frekuensi observasi dan
pengawasan pasien, sesuai kebutuhan
12.00 12. Menganjurkan keluarga untuk selal
mendapingi pasien
12.05
3 13-07-2020 3
08.20 1. Mengidentifikasi kesiapan dan kemampuan
menerima informasi
08.30 2. Mengidentifikasi factor-faktor yang dapat Artika
meningkatkan dan menurunkan motivasi perilaku
hidup sehat
3. Menyediakan materi dan media Pendidikan
12.00 kesehatan
12.05 4. Menjadwalkan Pendidikan kesehatan sesuai
kesepakatan
13.00 5. Memberikan kesempatan untuk bertanya
13.10 6. Menjelaskan factor resiko yang dapat
mempengaruhi kesehatan
7. Mengajarkan strategi yang dapat digunakan untuk
36
meningkatkan perilaku hidup sehat terutama
13.30 penatalaksaan ketika anak demam dan bila kejang
selama di rumah
37
EVALUASI
13-07-2020 2 S:
14.00 Keluarga pasien mengatakan pasien hari ini masih kejang 1x
dan keluarga selalu mendampingi pasien. Artika
Keluarga pasien mengatakan paham tentang cara mencegah
agar pasien tidak cedera
O:
Kejadian cedera tidak terjadi
Ketegangan otot menurun
TTV :
TD= 110/70 mmHg
N= 126 x/m
S= 36,3 0C
RR= 28 x/m
A: Masalah teratasi
P: Hentikan Intervensi
38
13-07-2020 3 S:
14.00 keluarga pasien mengatakan sudah paham dengan penyakit pasien
saat ini Artika
O:
Perilaku sesuai anjuran
Kemampuan menjelaskan pengetahuan tentang suatu topik
meningkat
Pertanyaan tentang masalah yang dihadapi menurun
Perilaku membaik
A: Masalah teratasi
P: Hentikan intervensi
14-07-2020 1 S:
14.00 Pasien mengatakan kepala sudah tidak pusing, ibu pasien
mengatakan pasien sudah tidak kejang sama sekali, dari pagi pasien
sudah lebih banyak bangun dan bercerita
Artika
O:
Sakit kepala (-)
TTV :
TD= 110/70 mmHg
N= 100 x/m
S= 36,6 0C
RR= 26 x/m
A: Masalah teratasi
P: Hentikan intervensi
39