Anda di halaman 1dari 41

REFERAT

EPILEPSI

Oleh:
PEBI ULFANI
2111901030

Pembimbing:
dr. Fanel Putra, Sp. N

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU NEUROLOGI RSUD KECAMATAN MANDAU
PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABDURRAB
PEKANBARU
2021
BAB I. PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG

• Epilepsi  `Manifestasi gangguan fungsi otak dengan gejala yang khas berupa kejang
berulang akibat lepasnya muatan listrik neuron otak secara berlebihan dan paroksismal

• Insidensi epilepsi  Pada saat ini sekitar 50 juta jiwa di dunia.


Perkiraan  Populasi epilepsi aktif (kejang terus menerus atau dengan butuh
pengobatan) adalah 4-10 per 1000 penduduk.

• Diagnosis epilepsi  Menganalisis dengan rinci riwayat klinis pasien dengan


melakukan pemeriksaan tambahan untuk konfirmasi.

• Diagnosis epilepsi tidak selalu mudah terdapat begitu banyak diagnosis banding
terhadap suatu kejang baik kejang epilepsi maupun bukan epilepsi.

• Diagnosis epilepsi  memiliki kriteria tersendiri yang membutuhkan tatalaksana serta


prognosis yang berbeda
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Definisi EPILEPSI

• Bangkitan Epileptik  Tanda dan/atau gejala yang timbul spintas akibat


aktivitas neuron di otak yang berlebihan dan abnormal serta sinkon.

• Epilepsi  Gangguan otak yang ditandai dengan oleh adanya faktor


predisposisi secara terus menerus untuk terjadinya suatu bangkitan.
Definisi ini mensyaratkan terjadinya minimal 1 kali bangkitan kejang
EPIDEMIOLOGI
• Menurut WHO  Diperkirakan terdapat 50 juta jiwa di seluruh dunia yang
menderita epilepsy.

• Secara umum  Diperkirakan terdapat 2,4 juta pasien yang didiagnosis epilepsi
setiap tahunnya.

• Insidens epilepsi di Indonesia  Belum diketahui secara pasti.

• Hasil penelitian Kelompok Studi Epilepsi Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf


Indonesia di beberapa RS di 5 pulau besar di Indonesia (2013)

Etiologi epilepsy tersering:


• Didapatkan  2.288 penyandang epilepsy dengan 1. Cedera kepala
21,3% merupakan pasien baru. 2. infeksi susunan saraf pusat (SSP)
• Rata usia pasien adalah  usia produktif 3. stroke
4. tumor otak
5. Riwayat kejang demam
didapatkan pada 29% pasien.
Anatomi DAN Fisiologi saraf
Anatomi DAN Fisiologi saraf
SINAPS :
Secara Normal Aktivitas Area yg terpenting untuk
Perpindahan dari perpindahan elektrolit dan sekresi
otak terjadi karena
terminal axon ke dendrit neurotransmiter dalam vesikel
perpindahan sinyal dari 1
melalui SINAPS presinaps
neuron ke neuron lainnya

Na, K, Ca,
Mg, Cl

Depolarisasi Komposis elektrolit dan


Potensial neurotransmiter saling
Eksitasi dan mempengaruhi satu
Hiperpolarisasi Aktivitas ini sama lain untuk untuk
inhibasi pada menyebabkan
sel neuron menjaga keseimbangan
gradian ion di dalam dan
luar sel melalui ikatan
Repolarisasi
reseptor
Etiologi Epilepsi

Genetik Di Dapat Idiopatik

• Trauma serebral Epilepsy


• Idiopatik tanpa gejala
• Infeksi serebral, kriptogenik
neurologis
• sclerosis hipokampus memiliki etiologi
• Onsetnya pada masa
• Gangguan yang tidak
kanak-kanak
serebrovaskula diketahui
• Contoh epilepsi idiopatik adalah • Gangguan imunologi
absence epilepsy pada anak dan serebral dan penyebab
juvenile myoclonic epilepsy perinatal dan infatil.
Klasifikasi Epilepsi

Klasifikasi Secara Umum


1 2
Epilepsi Epilepsi
Grand petit mal Epilepsi petit mal hampir selalu
mal melibatkan sistem aktivasi
talamokortikal otak.

• Pelepasan muatan listrik yang berlebihan dari


neuron di seluruh area otak dalam korteks serebri, • Biasanya ditandai dengan penurunan kesadaran selama 3-30
dibagian dalam serebrum, dan bahkan di batang detik
otak. • Selama serangan, pasien merasakan kontraksi otot seperti
kedutan, yang biasanya terjadi didaerah kepala, terutama
pengedipan mata.
• Berlangsung selama beberapa detik sampai 3-4 menit. • Selanjutnya diikuti dengan kembalinya kesadaran dan
• keadaan depresi pasca kejang di seluruh sistem saraf. timbulnya kembali aktivitas sebelumnya
• Tetap dalam keadaan stupor selama 1- beberapa menit • serangan 1X dalam beberapa bulan.
sesudah serangan kejang berakhir • Serangan biasanya terjadi pertama kali pada anak-anak masa
• Sering kali tetap lelah dan tertidur berjam-jam akil balik dan menghilang pada umur 30 tahun.
sesudahnya
Klasifikasi Epilepsi

Klasifikasi Secara Umum

• Epilepsi fokal melibatkan hampir setiap bagian otak, baik region setempat pada korteks
Epilepsi serebri atau struktur-struktur yang lebih dalam pada serebrum dan batang otak.
fokal
• Epilepsi fokal paling sering disebabkan oleh lesi organic setempat atau adanya kelainan
fungsional, seperti :
1.Jaringan parut di otak yang mendorong jaringan neuron di dekatnya,
2.Adanya tumor yang menekan daerah otak
3. Rusaknya suatu area pada jaringan otak
4. Kelainan sirkuit setempat yang diperoleh secara kongenital

Gejala  kontraksi otot yang progresif di seluruh sisi tubuh yang berlawanan, yang
secara khas dimulai dengan dari region mulut  secara progresif beruntun menjalar
kebawah sampai ke tungkai, namun pada saat lain dapat menjalar ke arah yang
berlawanan
Klasifikasi ILAE 1981 Untuk Tipe Bangkitan EpilepsI
Bangkitan 1. Bangkitan parsial sederhana
parsial/fokal  Dengan gejala motorik
   Dengan gejala somatosensorik Bangkitan umum 1. Lena (absence)
 Dengan gejala otonom    Bangkitan
 Dengan gejala psikis
absans
 Bangkitan
2. Bangkitan parsial kompleks
 Bangkitan parsial sederhana yang
absans Atipikal
diikuti dengan gangguan kesadaran 2. Mioklonik
 Bangkitan yang disertai gangguan 3. Klonik
kesadaran sejak awal bangkitan 4. Tonik
5. Tonik-klonik
3. Bangkitan parsial yang menjadi umum
6. Atonik/astatik
sekunder
 Parsial sederhana yang menjadi
Bangkitan tak  
umum
 Parsial kompleks menjadi umum
tergolongkan
 Parsial sederhana menjadi parsial
kompleks, lalu menjadi umum
 
Klasifikasi ILAE 1989 Untuk Sindrom Epileps

Fokal/partial 1. Idiopatik (berhubungan dengan usia awitan)


(localized related)  Epilepsi benigna dengan gelombang paku di daerah sentrotemporal (childhood epilepsi
  with centrotemporal spikesI)
 Epilepsi benigna dengan gelombang paroksismal pada daerah oksipital.
 Epilepsi prmer saat membaca (primary reading epilepsi)
2. Simtomatis
 Epilepsi parsial kontinua yang kronis progresif pada anak-anak (Kojenikow’s Syndrome)
 Sindrom dengan bangkitan yang dipresipitasi oleh suatu rangsangan (kurang tidur, alkohol,
obat-obatan, hiperventilasi, refleks epilepsi, stimulasi fungsi kortikal tinggi, membaca)
 Epilepsi lobus temporal
 Epilepsi lobus frontal
 Epilepsi lobus parietal
 Epilepsi oksipital
3. Kriptogenik
Klasifikasi ILAE 1989 Untuk Sindrom Epileps

Epilepsi Umum 1. Idiopatik (sindrom epilepsi berurutan sesuai dengan usia awitan)
   Kejang neonates familial benigna
 Kejang neonates benigna
 Kejang epilepsi mioklonik pada bayi
 Epilepsi lena pada anak
 Epilepsi lena pada remaja
 Epilepsi mioklonik pada remaja
 Epilepsi dengan bangkitan umum tonik-klonik pada saat terjaga
 Epilepsi umum idiopatik lain yang tidak termasuk salah satu di atas
 Epilepsi tonik klonik yang dipresipitasi dengan aktivasi yang spesifik
2. Kriptogenik atau simtomatis (berurutan sesuai dengan peningkatan usia)
 Sindrom West (spasme infantile dan spasme salam)
 Sindrom Lennox-Gastaut
 Epilepsi mioklonik astatik
 Epilepsi mioklonik lena
3. Simtomatis
 Etiologi nonspesifik
 Bangkitan epilepsi sebagai komplikasi penyakit lain.
Klasifikasi ILAE 1989 Untuk Sindrom Epileps

Epilepsi dan 1. Bangkitan umum dan fokal


sindrom yang  Bangkitan neonatal
tak dapat  Epilepsi mioklonik berat pada bayi
ditentukan fokal  Epilepsi dengan gelombang paku kontinu selama tidur dalam
atau umum  Epilepsi afasia yang didapat (Sindrom Landau-Kleffner)
   Epilepsi yang tidak termasuk klasifikasi di atas
2. Tanpa gambaran tegas fokal atau umum

Sindrom khusus 1. Bangkitan yang berkaitan dengan situasi tertentu


   Kejang demam
 Bangkitan kejang/status epileptikus yang timbul hanya sekali isolated
 Bangkitan yang hanya terjadi bila terdapat kejadian metabolic akut, atau toksis, alkohol,
obat-obatan, eklamsia, hiperglikemi nonketotik.
 Bangkitan berkaitan dengan pencetus spesfik (epilepsi refrektorik)
Patofisiologi
Patofisiologi
Faktor internal Faktor eksternal
• Mutasi atau kelainan pada kanal-kanal elektrolit sel neuron 
mutasi kanal Na+, Ca2+, dan K + • Penyakit otak maupun sistemik  menyebabkan
kerusakan sel neuron, glia, dan SDO.
• Mutasi ini menyebabkan masuknya Na+ dan Ca2+ ke dalam
sel secara terus menerus sehingga terjadi paroxymal • Kerusakan sel glia akan menyebabkan kelebihan
depolaritation shift (PDS).  PDS diinisiasi oleh reseptor K+ dan glutamat di celah sinaps karena tidak
non-NMDA terhisap  sehingga sel neuron akan mudah
tereksitasi.
• Mutasi kanal Na+  diperlama saat reseptor NMDA terbuka
diikuti masuknya Na+ sehingga semakin banyak Na+ di • Keadaan tersebut juga akan mengaktivasi faktor-
dalam sel. faktor inflamasi  kemudian merangsang
peningkatan eksitasi dan akhirnya membentuk
• Mutasi kanal Ca2+ PDS terjadi karena depolarisasi lambat lingkaran yang berkepanjangan.
semakin lama akibat peningkatan Ca2+di dalam sel. 
• Kerusakan yang terjadi secara terus-menerus
• Sementara mutasi pada kanal K+ akan menghambat dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan
keluarnya K+ ke ektrasel yang justru akan menghambat perubahan aktivitas otak, struktur neuron, dan
terjadinya repolarisasi, memperpanjang depolarisasi, dan ekspresi gen
akhirnya menyebabkan PDS
Patofisiologi
Faktor internal dan Eksternal

Hipereksitabilitas sel neuron

• Hipereksitabilitas satu sel neuron akan memengaruhi sel neuron di sekitarnya.

• Sekelompok neuron yang mencetuskan aktivitas abnormal secara bersamaan disebut


sebagai hipersinkroni.

• Pada saat satu sel neuron teraktivasi maka sel-sel neuron di sekitarnya juga akan ikut
teraktivasi.

• Jika sel-sel neuron sekitarnya teraktivasi pada waktu yang bersamaan, maka akan
terbentuk suatu potensial eksitasi yang besar dan menimbulkan gejala klinis.
MANIFESTASI KLINIS
1. Bangkitan Umum Tonik-klonik

 Dapat terjadi pada semua usia kecuali neonatus.

 Manifestasi klinis:
1. Hilang kesadaran sejak awal bangkitan hingga akhir bangkitan
2. Bangkitan tonik-klonik umum, dapat disertai gejala autonom seperti mengompol dan mulut
berbusa.
3. Gambaran iktal (tiba-tiba mata melotot dan tertarik ke atas, seluruh tubuh kontraksi tonik,
dapat disertai suara teriakan dan nyaring )  Diikuti gerakan klonik berulang simetris di
seluruh tubuh, selanjutnya lidah dapat tergigit dan mulut berbusa serta diikuti mengompol.
4. Setelah iktal, tubuh pasien menjadi hipotonus, pasien dapat tertidur dan terasa lemah.
5. Pada pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) saat interiktal didapatkan aktivitas epileptiform
umum berupa spike wave terutama pada saat tidur stadium non-REM
MANIFESTASI KLINIS
2. Bangkitan Tonik

 . Manifestasi klinis:

1. Ditandai oleh kontraksi seluruh otot yang berlangsung terus menerus


2. Berlangsung selama 2-10 detik namun dapat hingga beberapa menit,
3. Hilangnya kesadaran.
4. Dapat disertai gejala autonom seperti apnea.
5. Gambaran EEG interiktal menunjukkan irama cepat dan gelombang paltu atau
kompleks paku-ombak frekuensi lambat yang bersifat umum
MANIFESTASI KLINIS
3. Bangkitan Klonik

 . Manifestasi klinis:

1. Bangkitan ini ditandai oleh gerakan kontraksi klonik yang ritmik (1-5 Hz) di
seluruh tubuh

2. Hilangnya kesadaran sejak awal bangkitan.

3. Pada EEG iktal didapatkan aktivitas epileptiform umum berupa gelombang


paku, paku multipel, atau kombinasi gelombang irama cepat dan lambat
MANIFESTASI KLINIS
4. Bangkitan Mioklonik

 . Manifestasi klinis:
1. Gerakan kontraksi involunter mendadak dan berlangsung sangat singkat tanpa disertai
hilangnya kesadaran.

2. Biasanya berlangsung 10-50 milidetik,

3. Durasi dapat mencapai lebih dari 100 milidetik.

4. Otot yang berkontraksi dapat tunggal atau multipel atau berupa sekumpulan otot yang agonis
dari berbagai topografi,

5. Mioklonik dapat berlangsung fokal, segmental,


MANIFESTASI KLINIS
4. Bangkitan Mioklonik

 . Manifestasi klinis:
1. Gerakan kontraksi involunter mendadak dan berlangsung sangat singkat tanpa disertai
hilangnya kesadaran.

2. Biasanya berlangsung 10-50 milidetik, Durasi dapat mencapai lebih dari 100 milidetik.

3. Otot yang berkontraksi dapat tunggal atau multipel atau berupa sekumpulan otot yang agonis
dari berbagai topografi,

4. Mioklonik dapat berlangsung fokal, segmental, multifokal, atau umum

5. Gambaran EEG berupa gelombang polyspikes yang bersifat umum dan singkat.
MANIFESTASI KLINIS
5. Bangkitan Atonik

 . Manifestasi klinis:
1. Ditandai oleh hilangnya tonus otot secara mendadak.

2. Bangkitan atonik dapat didahului oleh bangkitan mioklonik atau tonik.

3. Bentuk bangkitan bisa berupa "jatuh" atau "kepala menunduk".

4. Pemulihan pascaiktal cepat, sekitar 1-2 detik.

5. Gambaran EEG dapat berupa gelombang paku (spikes) atau polyspikes yang bersifat umum
dengan frekuensi 2-3Hz dan gelombang lambat
MANIFESTASI KLINIS
6. Bangkitan Absans Tipikal

 . Manifestasi klinis:
1. Berlangsung sangat singkat (dalam hitungan detik) dengan onset mendadak dan berhenti
mendadak

2. Bentuk bangkitan berupa hilang kesadaran atau "pandangan kosong“

3. Dapat pula disertai komponen motorik yang minimal (dapat berupa mioklonik, atonik, tonik,
automatisme).

4. Pada pemeriksaan EEG didapatkan aktifitas epileptiform umum berupa kompleks paku-ombak
3Hz (>2,5Hz)
MANIFESTASI KLINIS
7. Bangkitan Absans Atipikal

 . Manifestasi klinis:
1. Bangkitan berupa gangguan kesadaran disertai perubahan tonus otot [hipotonia atau atonia],
tonik, atau automatisme.

2. Pasien dengan bangkitan absans atipikal sering mengalami kesulitan belajar akibat seringnya
disertai terjadinya bangkitan tipe lain seperti atonik, tonik, dan mioldonik.

3. Pada absans atipikal, onset dan berhentinya bangkitan tidak semendadak bangkitan absans
tipikal, dan perubahan tonus otot lebih sering terjadi pada bangkitan tipe absans atipikal.

4. Pada EEG didapatkan gambaran kompleks pakuombak frekuensi lambat (1-2,5Hz atau
<2,5Hz) yang iregular dan heterogen dan dapat bercampur dengan irama cepat.
MANIFESTASI KLINIS
8. Bangkitan Fokal/Parsial

 . Manifestasi klinis:
1. Bentuk bangkitan yang terjadi tergantung dari letak fokus epileptik di otak.

2. Fokus epileptik berasal dari area tertentu yang kemudian mengalami propagasi dan menyebar
ke bagian otak yang lain.

3. Bentuk bangkitan dapat berupa gejala motorik, sensorik (kesemutan, baal), sensorik spesial
[halusinasi visual, halusinasi auditorik), emosi [rasa takut, marah), autonom [kulit pucat,
merinding, rasa mual).

4. Bangkitan parsial sederhana yang diikuti dengan bangkitan parsial kompleks atau bangkitan
umum sekunder disebut sebagai aura.
Diagnostik

1. Gejala sebelum, selama dan pasca bangkitan


Anamne 2. Penyakit lain yang mungkin diderita sekarang maupun riwayat penyakit
neurologik dan riwayat penyakit psikiatrik maupun penyakit sistemik yang
sis
mungkin menjadi penyebab epilepsi.
3. Usia awitan, durasi, frekuensi bangkitan, interval terpanjang antar
bangkitan.
4. Riwayat terapi epilepsy sebelumnya dan respon terhadap terapi (dosis,
kadar OAE, kombinasi terapi).
5. Riwayat penyakit epilepsy dalam keluarga.
6. Riwayat keluarga dengan penyakit neurologik lain, penyakit psikiatrik
maupun penyakit sistemik yang mungkin menjadi penyebab.
7. Riwayat saat dalam kandungan, kelahiran dan perkembangan bayi/anak.
8. Riwayat bangkitan neonatal/kejang demam.
9. Riwayat trauma kepala, infeksi SSP.
Diagnostik

Gejala sebelum, selama dan pasca bangkitan


Anamne
1. Keadaan penyandang saat bangkitan : duduk/ berdiri/ berbaring/ tidur/ berkemih.
sis
2. Gejala awitan (aura, gerakan/sensasi awal/speech arrest)

3. Pola/bentuk yang tampak selama bangkitan: gerakan tonik/klonik, vokalisasi,


otomatisme, inkontinensia, lidah tergigit, pucat, berkeringat, deviasi mata.

4. Keadaan setelah kejadian: bingung, terjaga, nyeri kepala, tidur, gaduh gelisah,
Todd’s paresis.

5. Faktor pencetus: alkohol, kurang tidur, hormonal.

6. Jumlah pola bangkitan satu atau lebih, atau terdapat perubahan pola bangkitan.
Diagnostik
• Pemeriksaan fisik pada dasarnya  mengamati adanya tanda-
Pemeriks
tanda dari gangguan yang berhubungan dengan epilepsi seperti
aan Fisik trauma kepala, infeksi telinga atau sinus, gangguan kongenital,
kecanduan alkohol atau obat terlarang, kelainan pada kulit,
kanker, defisit neurologi fokal

Pemeriksaan neurologis
• Jika dilakukan pada beberapa menit atau jam setelah bangkitan maka akan tampak tanda pasca iktal
terutama tanda fokal seperti todds paresis (hemiparesis setelah kejang yang terjadi sesaat), trans aphasic
syndrome (afasia sesaat) yang tidak jarang dapat menjadi petunjuk lokalisasi.

• Jika dilakukan pada beberapa waktu setelah bangkitan terakhir berlalu, sasaran utama adalah menentukan
apakah ada tanda-tanda disfungsi sistem saraf permanen (epilepsi simptomatik) dan walaupun jarang
apakah ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial
Diagnostik

Pemeriksaan elektro-ensefalografi (EEG)


Pemeriksaan
1. CT-Scan  Dapat menunjukkan
Penunjang
kelainan pada otak seperti atrofi jaringan
Pemeriksaan otak, jaringan parut, tumor dan kelainan
Radiologi pada pembuluh darah otak.

2. MRI  Gambaran yang dihasilkan dapat


digunakan untuk membedakan kelainan
pada otak, seperti gangguan
Pemeriksaan laboratorium perkembangan otak, tumor otak,
kelainan pembuluh darah otak serta
abnormalitas lainnya.
Diagnosis Banding
 Sinkop  Aritmia jantung, sinkop  Gangguan tidur  cataplexy, narkolepsi
vasovagal, disautonomia
 Kondisi gastrointestinal  refluks esophagus
 Kondisi metabolik  hipoglikemia, pada neonatus dan bayi
hiponatremia
 Gangguan gerakan  dyskinesia paroksismal
 Migrain  aura migraine, setara migraine
 Kondisi kejiwaan  panic attack, dll
 Kondisi vascular  serangan iskemik
transien
Penatalaksanaan
Farmakologi

1, OAE diberikan bila (IDI, 2014) :

 Diagnosis epilepsi sudah dipastikan


 Pastikan faktor pencetus dapat dihindari (alkohol, stress, kurang tidur, dan lain-lain)
 Terdapat minimum dua bangkitan dalam setahun
 Penyandang dan atau keluarganya sudah menerima penjelasan tentang tujuan
pengobatan.
 Penyandang dan/ atau keluarga telah diberitahu tentang kemungkinan efek samping
yang timbul dari OAE.
Penatalaksanaan
Farmakologi

2. Terapi dimulai dengan monoterapi, menggunakan OAE pilihan sesuai dengan jenis
bangkitan dan jenis sindrom epilepsi
Farmakologi Penatalaksanaan
3. Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai dosis efektif tercapai
atau timbul efek samping

4. Bila pada penggunaan dosis maksimum OAE tidak dapat mengontrol bangkitan, maka dapat dirujuk
kembali untuk mendapatkan penambahan OAE kedua

5. Penambahan OAE ketiga baru dilakukan dilayanan sekunder atau tersier setelah terbukti tidak
dapat diatasi dengan penggunaan dosis maksimal kedua OAE pertama

6. Penyandang dengan bangkitan tunggal direkomendasikan untuk dimulai terapi bila kemungkinan
kekambuhan tinggi .

7. Efek samping obat perlu diperhatikan, demikian pula halnya denganinteraksi farmakokinetik antar
OAE.

8. Pada dewasa, penghentian OAE secara bertahap dapat dipertimbangkan setelah 3-5 tahun bebas
bangkitan
Penatalaksanaan
Farmakologi
Syarat umum untuk menghentikan pemberian OAE adalah sebagai berikut :
1. Setelah minimal 3 tahun bebas bangkitan dan gambaran EEG normal

2. Penghentian OAE disetujui oleh penyandang atau keluarganya.

3. Harus dilakukan secara bertahap, 25% dari dosis semula setiap bulan dalam
jangkat waktu 3-6 bulan

4. Bila dilakukan lebih dari 1 OAE, maka penghentian dimulai dari 1 OAE yang
bukan utama.
Penatalaksanaan
Farmakologi
Penatalaksanaan
A. Non Farmakologi
 Stimulasi N.Vagus
 Terapi ajuvan untuk mengurangi frekuensi bangkitan pada penyandang epilepsi refrakter usia
dewasa dan anak-anak yang tidak memenuhi syarat operasi. Dapat digunakan pada
bangkitan parsial dan bangkitan umum.
 Deep Brain Stimulation
 Diet ketogenik
 Intervensi Psikologi :Relaksasi, behavioral cognitive therapy, dan biofeedback.4

B. Edukasi dan Konseling


 Penting untuk memberi informasi kepada keluarga bahwa penyakit ini tidak menular
 Kontrol pengobatan merupakan hal penting bagi penderita
 Pendampingan terhadap pasien epilepsi utamanya anak-anak perlu pendampingan sehingga
lingkungan dapat menerima dengan baik
 Pasien epilepsi dapat beraktifitas dengan baik Dilakukan untuk individu dan keluarga
Prognosis

• Prognosis umunya  Bonam, tergantung klasifikasi epilepsy


yang dideritanya

• serangan epilepsy dapat berulang, tergantung kontrol terapi


dari pasien.
Kesimpulan
Thank You

Anda mungkin juga menyukai