Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Epilepsi merupakan penyakit tertua di dunia (2000 th SM) (Petrus Tjahyadi
dikutif dari Harsono,Ed : 1996). Di Indonesia kasus epilepsi secara pasti tidak
diketahui karena tidak ada data epidemiologi, namun hingga saat ini diperkirakan
ada 900.000 sampai 1.800.000 kasus (Petrus Tjahyadi dikutif dari Harsono,ED :
1996).
Penyakit epilepsi selain merupakan masalah kesehatan yang sangat rumit juga
merupakan suatu penyakit yang menimbulkan dampak / stigma sosial yang sangat
berat bagi penderita dan keluarganya. Adanya pemahaman yang salah tentang
penyakit epilepsi yang dipandang sebagai penyakit kutukan merupakan suatu hal
yang menyebabkan sulitnya mendeteksi jumlah kasus ini di masyarakat karena
biasanya keluarga sering menyembunyikan keluarganya yang menderita penyakit
ini.
Penanganan terhadap penyakit ini bukan saja menyangkut penanganan
medikamentosa dan perawatan belaka, namun yang lebih penting adalah
bagaimana meminimalisasikan dampak yang muncul akibat penyakit ini bagi
penderita dan keluarga maupun merubah stigma masyarakat tentang penderita
epilepsi.
Pada dasarnya epilepsi merupakan suatu penyakit Susunan Saraf Pusat (SSP)
yang timbul akibat adanya ketidak seimbangan polarisasi listrik di otak. Ketidak
seimbangan polarisasi listrik tersebut terjadi akibat adanya fokus-fokus iritatif
pada neuron sehingga menimbulkan letupan muatan listrik spontan yang
berlebihan dari sebagian atau seluruh daerah yang ada di dalam otak.
Masalah yang muncul adalah bagaimana hal tersebut bisa muncul, bagaimana
manifestasinya dan bagaimana penanganan yang dapat dilakukan untuk kasus ini
masih memerlukan kajian yang lebih mendalam.

KMB III – Askep Epilepsi 1


B. RUMUSAN MASALAH
 Bagaimana konsep Kolisistitis dan asuhan keperawatan pada
kolisistitis ?

C. TUJUAN
 Mahasiswa memahami konsep dan proses asuhan keperawatan pada
klien dengan kolisistitis sehingga menunjang pembelajaran mata
kuliah.
 Mahasiswa mengetahui proses asuhan keperawatan yang benar
sehingga dapat menjadi bekal dalam persiapan praktik di rumah sakit

KMB III – Askep Epilepsi 2


BAB II
TINJAUAN TEORI
A. DEFINISI
Epilepsi merupakan sindrom yang ditandai oleh kejang yang terjadi berulang-
ulang. Diagnose ditegakkan bila seseorang mengalami paling tidak dua kali
kejang tanpa penyebab (Jastremski, 1988).
Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik kejang berulang
akibat lepasnya muatan listrik otak yang berlebihan dan bersivat reversibel
(Tarwoto, 2007).
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala
yang datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas
muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel dengan
berbagai etiologi (Arif, 2000).
Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi dengan
ciri-ciri timbulnya serangan paroksismal dan berkala akibat lepas muatan listrik
neuron-neuron otak secara berlebihan dengan berbagai manifestasi klinik dan
laboratorik
Bangkitan epilepsy adalah manifestasi gangguan otak dengan berbagai gejala
klinis, disebabkan oleh lepasnya muatan listrik dari neuron-neuron otak secara
berlebihan dan berkala tetapi reversible dengan berbagai etiologi (Tjahjadi, dkk,
1996).
Epilepsy adalah kompleks gejala dari beberapa kelainan fungsi otak yang
ditandai dengan terjadinya kejang secara berulang. Dapat berkaitan dengan
kehilangan kesadaran, gerakan yang berlebihan, atau kehilangan tonus atau
gerakan otot, dan gangguan prilaku suasana hati, sensasi dan persepsi (Brunner
dan suddarth, 2000).
Kejang adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang
mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang
besifat sementara. Istilah epilepsy biasanya merupakan suatu kelaianan yang
bersifat kronik yang timbul sebagai suatu bentuk kejang berulang (Hudak dan
Gallo, 1996).

KMB III – Askep Epilepsi 3


B. ETIOLOGI
Penyebab pada kejang epilepsi sebagian besar belum diketahui (idiopatik),
sering terjadi pada:
a. Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
b. Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
c. Keracunan CO, intoksikasi obat/alkohol
d. Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)
e. Tumor Otak
f. Kelainan pembuluh darah (Tarwoto, 2007).

      PENYEBAB KEJANG PADA EPILEPSI


 Hipoksia dan iskemia paranatal
 Cedera lahir intrakranial
 Infeksi akut
Bayi (0- 2 th)  Gangguan metabolik (hipoglikemia,
hipokalsemia, hipomagnesmia, defisiensi
piridoksin)
 Malformasi kongenital
 Gangguan genetic
 Idiopatik
 Infeksi akut
Anak (2- 12 th)
 Trauma
 Kejang demam
 Idiopatik
 Trauma
Remaja (12- 18 th)
 Gejala putus obat dan alcohol
 Malformasi anteriovena
 Trauma
Dewasa Muda (18- 35
 Alkoholisme
th)
 Tumor otak
Dewasa lanjut (> 35)  Tumor otak

KMB III – Askep Epilepsi 4


 Penyakit serebrovaskular
 Gangguan metabolik (uremia, gagal
hepatik, dll )
 Alkoholisme

C. PATOFISIOLOGI
Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan sekaligus
merupakan pusat pengirim pesan (impuls motorik). Otak ialah rangkaian berjuta-
juta neuron. Pada hakekatnya tugas neuron ialah menyalurkan dan mengolah
aktivitas listrik saraf yang berhubungan satu dengan yang lain melalui sinaps.
Dalam sinaps terdapat zat yang dinamakan neurotransmiter. Asetilkolin dan
norepinerprine ialah neurotranmiter eksitatif, sedangkan zat lain yakni GABA
(gama-amino-butiric-acid) bersifat inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik
sarafi dalam sinaps. Bangkitan epilepsi dicetuskan oleh suatu sumber gaya listrik
di otak yang dinamakan fokus epileptogen.

Dari fokus ini aktivitas listrik akan menyebar melalui sinaps dan dendrit ke
neron-neron di sekitarnya dan demikian seterusnya sehingga seluruh belahan
hemisfer otak dapat mengalami muatan listrik berlebih (depolarisasi). Pada
keadaan demikian akan terlihat kejang yang mula-mula setempat selanjutnya akan
menyebar ke bagian tubuh/anggota gerak yang lain pada satu sisi tanpa disertai
hilangnya kesadaran.

Dari belahan hemisfer yang mengalami depolarisasi, aktivitas listrik dapat


merangsang substansia retikularis dan inti pada talamus yang selanjutnya akan
menyebarkan impuls-impuls ke belahan otak yang lain dan dengan demikian akan
terlihat manifestasi kejang umum yang disertai penurunan kesadaran.

Selain itu, epilepsi juga disebabkan oleh instabilitas membran sel saraf,
sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan. Hal ini terjadi karena adanya
influx natrium ke intraseluler. Jika natrium yang seharusnya banyak di luar
membrane sel itu masuk ke dalam membran sel sehingga menyebabkan
ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau elektrolit,

KMB III – Askep Epilepsi 5


yang mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan
depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini menyebabkan peningkatan
berlebihan neurotransmitter aksitatorik atau deplesi neurotransmitter inhibitorik.

Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari sebuah
fokus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu keadaan
patologik. Aktivitas kejang sebagian bergantung pada lokasi muatan yang
berlebihan tersebut. Lesi di otak tengah, talamus, dan korteks serebrum
kemungkinan besar bersifat apileptogenik, sedangkan lesi di serebrum dan batang
otak umumnya tidak memicu kejang.

Perubahan-perubahan metabolik yang terjadi selama dan segera setelah kejang


sebagian disebabkan oleh meningkatkannya kebutuhan energi akibat
hiperaktivitas neuron. Selama kejang, kebutuhan metabolik secara drastis
meningkat, lepas muatan listrik sel-sel saraf motorik dapat meningkat menjadi
1000 per detik. Aliran darah otak meningkat, demikian juga respirasi dan
glikolisis jaringan. Asetilkolin muncul di cairan serebrospinalis (CSS) selama dan
setelah kejang. Asam glutamat mungkin mengalami deplesi (proses berkurangnya
cairan atau darah dalam tubuh terutama karena pendarahan; kondisi yang
diakibatkan oleh kehilangan cairan tubuh berlebihan) selama aktivitas kejang.

Secara umum, tidak dijumpai kelainan yang nyata pada autopsi. Bukti
histopatologik menunjang hipotesis bahwa lesi lebih bersifat neurokimiawi bukan
struktural. Belum ada faktor patologik yang secara konsisten ditemukan. Kelainan
fokal pada metabolisme kalium dan asetilkolin dijumpai di antara kejang. Fokus
kejang tampaknya sangat peka terhadap asetikolin, suatu neurotransmitter
fasilitatorik, fokus-fokus tersebut lambat mengikat dan menyingkirkan asetilkolin.

D. KLASIFIKASI
Ada tiga tipe utama epilepsi, meliputi :
 UMUM
1. Tonik-Klonik

KMB III – Askep Epilepsi 6


Dengan karakteristik kekakuan pada otot, diikuti irama menyentak-
nyentak pada ekstremitas. Dengan segera terjadi tidak sadar dan
klien mengalami inkontinen urine atau feses atau terjadi liur
berbusa. Kejang ini disebut Grand Mal.
Kejang Grand Mal ditandai dengan empat fase :
a. Fase aura
Seorang mengalami sensasi sebelum kejadian kejang tonik.
Sensasi ini merupakan tanda akan datangnya kejang. Sensasi
mungkin merupakan penciuman, pusing, cahaya, rasa tertentu
atau getaran pada tangan.
b. Fase tonik
Ditandai oleh hilangnya kesadaran, jeritan (suara bernada
tinggi disebabkan lewatnya udara melalui laring yang
menutup disertai kontrakssi maksimal otot otot dada dan
perut), tubuh kaku karena kontraksi yang tiba tiba dari
seluruh otot volunteer (tangan fleksi, kaki ekstensi dan gigi
rapat).
c. Fase klonik
Ditandai oleh gerakan gerakan kejang agitasi seluruh tubuh
karena pergantian relaksasi dan kontraksi yang cepat dari
seluruh otot volunteer. Pernafasan terhenti dan terjadi
sianosis. Mungkin disertai mulut berbusa karena banyaknya
saliva yang mungkin berwarna merah bila terjadi pendarahan
karena tergigitnya lidah.
d. Fase pemulihan atau postiktal
Ditandai oleh berhentinya gerakan gerakan kejang. Individu
tidak sadar. Kesadaran dan semua gerakan volunteer perlahan
kembali. Kebingungan, agitasi dan peka rangsang mungkin
muncul. Individu akan merasa lelah. Mungkin mengalami
inkontinensia urine. Individu juga lupa akan kejang yang
dialaminya.

KMB III – Askep Epilepsi 7


2. Absence
Terdiri dari periode singkat (beberapa detik) hilang kesadaran.
Tipe ini kejangnya disebut Petit Mal.
Kejang Petit Mal disebut juga takada kejang ditandai dengan
hilangnya kesadaran singkat yang terjadi tiba tiba tanpa disertai
hilangnya tonus otot. Selama serangan, mungkin muncul lip
smacking, pandangan kosong dan lurus ke depan, atau kelopak
mata berkedip secara ritmis.
3. Mioklonik
Sikap, menyentak secara umum atau kakakuan pada ekstremitas
yang mana terjadi sendiri atau dalam kelompok.
4. Atonik
Karakteristik dengan tiba tiba hilang tonus otot yang mana banyak
kasus klien jatuh.
 KEJANG SEBAGIAN
1. Komplek
Klien hilang kesadaran atau black out dalam beberapa detik.
Karakteristtik tingkah laku yang diketahui sebagai automatism
seperti mengecap ngecap bibir dan makanan.
2. Sederhana
Terdiri atas de javu phenomenon, persepsi penciuman yang kurang
menyenangkan.
 IDIOPATIK (Tidak Diketahui)
Dimana terjadi tanpa diketahui sebab atau alasannya.

E. MANIFESTASI KLINIK
 Manifestasi klinik dapat berupa kejang-kejang, gangguan kesadaran atau
gangguan penginderaan
 Bagian tubuh yang kejang tergantung lokasi dan sifat fokus epileptogen
 Dapat mengalami aura yaitu suatu sensasi tanda sebelum kejang epileptik
(aura dapat berupa perasaan tidak enak, melihat sesuatu, mencium bau-

KMB III – Askep Epilepsi 8


bauan tidak enak, mendengar suara gemuruh, mengecap sesuatu, sakit
kepala dan sebagainya)
 Napas terlihat sesak dan jantung berdebar
 Raut muka pucat dan badannya berlumuran keringat
 Satu jari atau tangan yang bergetar, mulut tersentak dengan gejala sensorik
khusus atau somatosensorik seperti: mengalami sinar, bunyi, bau atau rasa
yang tidak normal seperti pada keadaan normal
 Individu terdiam tidak bergerak atau bergerak secara automatik, dan
terkadang individu tidak ingat kejadian tersebut setelah episode epileptikus
tersebut lewat
 Di saat serangan, penyandang epilepsi terkadang juga tidak dapat
berbicara secara tiba- tiba
 Kedua lengan dan tangannya kejang, serta dapat pula tungkainya
menendang- menendang
 Gigi geliginya terkancing
 Hitam bola matanya berputar- putar
 Terkadang keluar busa dari liang mulut dan diikuti dengan buang air kecil

F. FASE SERANGAN KEJANG


1. Fase Prodromal
Beberapa jam/hari sebelum serangan kejang. Berupa perubahan alam rasa
(mood), tingkah laku
2. Fase Aura
Merupakan fase awal munculnya serangan. Berupa gangguan perasaan,
pendengaran, penglihatan, halusinasi, reaksi emosi afektif yang tidak
menentu.
3. Fase Iktal
Merupakan fase serangan kejang, disertai gangguan muskuloskletal. Tanda
lain : hipertensi, nadi meningkat, cyanosis, tekanan vu meningkat, tonus

KMB III – Askep Epilepsi 9


spinkter ani meningkat, tubuh rigid-tegang-kaku, dilatasi pupil, stridor,
hipersalivasi, lidah resiko tergigit, kesadaran menurun.
4. Fase Post Iktal
Merupakan fase setelah serangan. Ditandai dengan : confuse lama, lemah,
sakit kepala, nyeri otot, tidur lama, amnesia retrograd, mual, isolasi diri.

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
 CT Scan dan Magnetik resonance imaging (MRI) untuk mendeteksi lesi
pada otak, fokal abnormal, serebrovaskuler abnormal, gangguan
degeneratif serebral. Epilepsi simtomatik yang didasari oleh kerusakan
jaringan otak yang tampak jelas pada CT scan atau magnetic resonance
imaging (MRI) maupun kerusakan otak yang tak jelas tetapi
dilatarbelakangi oleh masalah antenatal atau perinatal dengan defisit
neurologik yang jelas
 Elektroensefalogram(EEG) untuk mengklasifikasi tipe kejang, waktu
serangan
 Kimia darah: hipoglikemia, meningkatnya BUN, kadar alkohol darah.
 Mengukur kadar gula, kalsium dan natrium dalam darah
 Menilai fungsi hati dan ginjal
 Menghitung jumlah sel darah putih (jumlah yang meningkat
menunjukkan adanya infeksi).
 Fungsi lumbal utnuk mengetahui apakah telah terjadi infeksi otak

H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksaan epilepsy direncanakan sesuai dengan program jangka panjang
dan dibuat untuk memenuhi kebutuhan khusus masing-masing klien. Tujuan dari
pengobatan adalah untuk menghentikan kejang sesegera mungkin, untuk
menjamin oksigenasi serebral yang adekuat, dan untuk mempertahankan klien
dalam status bebas kejang. Pengobatan Farmakologis :
1. Pengobatan biasanya dimulai dengan dosis tunggal.

KMB III – Askep Epilepsi 10


2. Pengobatan anti konvulsan utama termasuk karbamazepin, primidon,
fenitoin, fenobarbital, etosuksimidin, dan valproate.
3. Lakukan pemeriksaan fisik secara periodic dan pemeriksaan laboratorium
untuk klien yang mendapatkan obat yang diketahui mempunyai efek
samping toksik.
4. Cegah terjadinya hiperplasi gingival dengan hygiene oral yang menyeluruh,
perawatan gigi teratur, dan masase gusi teratur untuk klien yang
mendapatkan fenitoin (Dilantin).
5. Pembedahan.
- Diindikasikan bila epilepsy diakibatkan oleh tumor intrakranial, abses,
kista, atau anomaly vaskuler.
- Pengangkatan secara pembedahan pada focus epileptogenik dilakukan
untuk kejang yang berasal dari area otak yang terkelilingi dengan baik
yang dapat dieksisi tanpa menghasilkan kelainan neurologis yang
signifikan.

KMB III – Askep Epilepsi 11


BAB III
PROSES KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Pengkajian kondisi/kesan umum
Kondisi umum Klien nampak  sakit berat
2. Pengkajian kesadaran
Setelah melakukan pengkajian kesan umum, kaji status mental pasien
dengan berbicara padanya. Kenalkan diri, dan tanya nama pasien.
Perhatikan respon pasien. Bila terjadi penurunan kesadaran, lakukan
pengkajian selanjutnya. Pengkajian kesadaran dengan metode AVPU
meliputi :
a. Alert (A) : Klien tidak berespon terhadap lingkungan sekelilingnya.
b. Respon verbal (V) : klien tidak berespon terhadap pertanyaan perawat.
c. Respon nyeri (P) : klien tidak berespon terhadap respon nyeri.
d. Tidak berespon (U) : klien tidak berespon terhadap stimulus verbal
dan nyeri ketika dicubit dan ditepuk wajahnya
3. Pengkajian Primer
Pengkajian primer adalah pengkajian cepat (30 detik) untuk
mengidentifikasi dengan segera masalah aktual dari kondisi life treatening
(mengancam kehidupan). Pengkajian berpedoman pada inspeksi, palpasi,
perkusi dan auskultasi jika hal memugkinkan. Prioritas penilaian
dilakukan berdasarkan :
1. Airway (jalan nafas) dengan kontrol servikal.
Ditujukan untuk mengkaji sumbatan total atau sebagian dan gangguan
servikal :
- Ada/tidaknya sumbatan jalan nafas
- Distres pernafasan
- Adanya kemungkinan fraktur cervical

KMB III – Askep Epilepsi 12


Pada fase iktal, biasanya ditemukan klien mengatupkan giginya sehingga
menghalangi jalan napas, klien menggigit lidah, mulut berbusa, dan pada
fase posiktal, biasanya ditemukan perlukaan pada lidah dan gusi akibat
gigitan tersebut
2. Breathing
Pada fase iktal, pernapasan klien menurun/cepat, peningkatan sekresi
mukus, dan kulit tampak pucat bahkan sianosis. Pada fase post iktal, klien
mengalami apneu
3. Circulation
Pada fase iktal terjadi peningkatan nadi dan sianosis, klien biasanya dalam
keadaan tidak sadar.
4. Disability
Klien bisa sadar atau tidak tergantung pada jenis serangan atau
karakteristik dari epilepsi yang diderita. Biasanya pasien merasa bingung,
dan tidak teringat kejadian saat kejang
5. Exposure
Pakaian klien di buka untuk melakukan pemeriksaan thoraks, apakah ada
cedera tambahan akibat kejang
4. Pengkajian sekunder
a. Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
bangsa,alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal
pengkajian dan diagnosa medis.
b. Keluhan utama: Klien masuk dengan kejang, dan disertai penurunan
kesadaran
c. Riwayat penyakit
Klien yang berhubungan dengan faktor resiko bio-psiko-spiritual. Kapan
klien mulai serangan, pada usia berapa. Frekuansi serangan, ada faktor
presipitasi seperti suhu tinggi, kurang tidur, dan emosi yang labil. Apakah
pernah menderita sakit berat yang disertai hilangnya kesadaran, kejang,
cedera otak operasi otak. Apakah klien terbiasa menggunakan obat-obat
penenang atau obat terlarang, atau mengkonsumsi alcohol. Klien

KMB III – Askep Epilepsi 13


mengalami gangguan interaksi dengan orang lain / keluarga karena
malu ,merasa rendah diri, ketidak berdayaan, tidak mempunyai harapan
dan selalu waspada/berhati-hati dalam hubungan dengan orang lain.
-          Riwayat kesehatan
-          Riwayat keluarga dengan kejang
-          Riwayat kejang demam
-          Tumor intrakranial
-          Trauma kepala terbuka, stroke
d. Riwayat kejang :
-          Bagaimana frekwensi kejang.
-          Gambaran kejang seperti apa
-          Apakah sebelum kejang ada tanda-tanda awal.
-          Apakah ada kehilangan kesadaran atau pingsan
-          Apakah ada kehilangan kesadaran sesaat atau lena.
-          Apakah pasien menangis, hilang kesadaran, jatuh ke lantai.
e. Pemeriksaan fisik
- Kepala dan leher
Sakit kepala, leher terasa kaku
- Thoraks
Pada klien dengan sesak, biasanya menggunakan otot bantu napas
- Ekstermitas
Keletihan,, kelemahan umum, keterbatasan dalam beraktivitas,
perubahan tonus otot, gerakan involunter/kontraksi otot
- Eliminasi
Peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus sfingter. Pada post
iktal terjadi inkontinensia (urine/fekal) akibat otot relaksasi
- Sistem pencernaan
Sensitivitas terhadap makanan, mual/muntah yang berhubungan
dengan aktivitas kejang, kerusakan jaringan lunak

KMB III – Askep Epilepsi 14


B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan epilepsi
adalah:
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler,
peningkatan sekresi mucus
2. Resiko tinggi injuri b.d perubahann kesadaran , kerusakan kognitif,selama
kejang atau kerusakan perlindungan diri.
3. Gangguan harga diri/identitas pribadi berhubungan dengan stigma
berkenaan dengan kondisi, persepsi tidak terkontrol ditandai dengan
pengungkapan tentang perubahan gaya hidup, takut penolakan; perasaan
negative tentang tubuh
4. Kurang pengetahuan keluarga tentang proses perjalanan penyakit
berhubungan dengan kurangnya informasi

KMB III – Askep Epilepsi 15

Anda mungkin juga menyukai