Anda di halaman 1dari 46

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA AN.W DENGAN EPILEPSI


DIRUANGAN PICU RS PROF KANDOU MALALAYANG

OLEH :
GRACIELA MARCIELA PANDEIROT
711490120013

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN MANADO


PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
PROFESI NERS LANJUTAN
TAHUN 2020
LAPORAN PENDAHULUAN
EPILEPSI
A. Definisi
Epilepsi merupakan sindrom yang ditandai oleh kejang yang terjadi
berulang- ulang. Diagnose ditegakkan bila seseorang mengalami paling
tidak dua kali kejang tanpa penyebab (Jastremski, 1988).
Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik kejang
berulang akibat lepasnya muatan listrik otak yang berlebihan dan bersivat
reversibel (Tarwoto, 2007).
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-
gejala yang datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang
disebabkan lepas muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat
reversibel dengan berbagai etiologi (Arif, 2000).
Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi
dengan ciri-ciri timbulnya serangan paroksismal dan berkala akibat lepas
muatan listrik neuron-neuron otak secara berlebihan dengan berbagai
manifestasi klinik dan laboratorik.
B. Etiologi
Penyebab pada kejang epilepsi sebagian besar belum diketahui (idiopatik),
sering terjadi pada:

1. Trauma lahir, Asphyxia neonatorum


2. Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
3. Keracunan CO, intoksikasi obat/alkohol
4. Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia,
hiponatremia)
5. Tumor Otak
6. Kelainan pembuluh darah (Tarwoto, 2007).
Faktor etiologi berpengaruh terhadap penentuan prognosis. Penyebab
utama, ialah epilepsi idopatik, remote simtomatik epilepsi (RSE), epilepsi
simtomatik akut, dan epilepsi pada anak-anak yang didasari oleh kerusakan
otak pada saat peri- atau antenatal. Dalam klasifikasi tersebut ada dua jenis
epilepsi menonjol, ialah epilepsi idiopatik dan RSE. Dari kedua tersebut
terdapat banyak etiologi dan sindrom yang berbeda, masing-masing dengan
prognosis yang baik dan yang buruk.
Dipandang dari kemungkinan terjadinya bangkitan ulang pasca-awitan,
definisi neurologik dalam kaitannya dengan umur saat awitan mempunyai
nilai prediksi sebagai berikut:
Apabila pada saat lahir telah terjadi defisit neurologik maka dalam
waktu 12 bulan pertama seluruh kasus akan mengalami bangkitan ulang,
Apabila defisit neurologik terjadi pada saat pascalahir maka resiko
terjadinya bangkitan ulang adalah 75% pada 12 bulan pertama dan 85%
dalam 36 bulan pertama. Kecuali itu, bangkitan pertama yang terjadi pada
saat terkena gangguan otak akut akan mempunyai resiko 40% dalam 12
bulan pertama dan 36 bulan pertama untuk terjadinya bangkitan ulang.
Secara keseluruhan resiko untuk terjadinya bangkitan ulang tidak konstan.
Sebagian besar kasus menunjukan bangkitan ulang dalam waktu 6 bulan
pertama.
Perubahan bisa terjadi pada awal saat otak janin mulai berkembang,
yakni pada bulan pertama dan kedua kehamilan. Dapat pula diakibatkan
adanya gangguan pada ibu hamil muda seperti infeksi, demam tinggi,
kurang gizi (malnutrisi) yang bisa menimbulkan bekas berupa kerentanan
untuk terjadinya kejang. Proses persalinan yang sulit, persalinan kurang
bulan atau telat bulan (serotinus) mengakibatkan otak janin sempat
mengalami kekurangan zat asam dan ini berpotensi menjadi ''embrio''
epilepsi. Bahkan bayi yang tidak segera menangis saat lahir atau adanya
gangguan pada otak seperti infeksi/radang otak dan selaput otak, cedera
karena benturan fisik/trauma serta adanya tumor otak atau kelainan
pembuluh darah otak juga memberikan kontribusi terjadinya epilepsi.
Tabel 01. Penyebab- penyebab kejang pada epilepsi
Bayi (0- 2 th) Hipoksia dan iskemia paranatal
  Cedera lahir intrakranial
Infeksi akut
Gangguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia,
hipomagnesmia, defisiensi piridoksin)
Malformasi kongenital
Gangguan genetic
Anak (2- 12 th) Idiopatik
Infeksi akut
Trauma
Kejang demam
Remaja (12- 18 th) Idiopatik
Trauma
Gejala putus obat dan alcohol
Malformasi anteriovena
Dewasa Muda (18- 35 th) Trauma
Alkoholisme
Tumor otak
Dewasa lanjut (> 35) Tumor otak
Penyakit serebrovaskular
Gangguan metabolik (uremia, gagal hepatik, dll )
Alkoholisme
 
C. Patofisiologi
Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan sekaligus
merupakan pusat pengirim pesan (impuls motorik). Otak ialah rangkaian
berjuta-juta neuron. Pada hakekatnya tugas neuron ialah menyalurkan dan
mengolah aktivitas listrik saraf yang berhubungan satu dengan yang lain
melalui sinaps. Dalam sinaps terdapat zat yang dinamakan neurotransmiter.
Asetilkolin dan norepinerprine ialah neurotranmiter eksitatif, sedangkan zat
lain yakni GABA (gama-amino-butiric-acid) bersifat inhibitif terhadap
penyaluran aktivitas listrik sarafi dalam sinaps. Bangkitan epilepsi
dicetuskan oleh suatu sumber gaya listrik di otak yang dinamakan fokus
epileptogen. Dari fokus ini aktivitas listrik akan menyebar melalui sinaps
dan dendrit ke neron-neron di sekitarnya dan demikian seterusnya sehingga
seluruh belahan hemisfer otak dapat mengalami muatan listrik berlebih
(depolarisasi). Pada keadaan demikian akan terlihat kejang yang mula-mula
setempat selanjutnya akan menyebar ke bagian tubuh/anggota gerak yang
lain pada satu sisi tanpa disertai hilangnya kesadaran. Dari belahan
hemisfer yang mengalami depolarisasi, aktivitas listrik dapat merangsang
substansia retikularis dan inti pada talamus yang selanjutnya akan
menyebarkan impuls-impuls ke belahan otak yang lain dan dengan
demikian akan terlihat manifestasi kejang umum yang disertai penurunan
kesadaran.
Selain itu, epilepsi juga disebabkan oleh instabilitas membran sel saraf,
sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan. Hal ini terjadi karena
adanya influx natrium ke intraseluler. Jika natrium yang seharusnya banyak
di luar membrane sel itu masuk ke dalam membran sel sehingga
menyebabkan ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-
basa atau elektrolit, yang mengganggu homeostatis kimiawi neuron
sehingga terjadi kelainan depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini
menyebabkan peningkatan berlebihan neurotransmitter aksitatorik atau
deplesi neurotransmitter inhibitorik.
Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari
sebuah fokus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu
keadaan patologik. Aktivitas kejang sebagian bergantung pada lokasi
muatan yang berlebihan tersebut. Lesi di otak tengah, talamus, dan korteks
serebrum kemungkinan besar bersifat apileptogenik, sedangkan lesi di
serebrum dan batang otak umumnya tidak memicu kejang. Di tingkat
membran sel, sel fokus kejang memperlihatkan beberapa fenomena
biokimiawi, termasuk yang berikut :
1. Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami
pengaktifan.
2. Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan
menurun dan apabila terpicu akan melepaskan muatan menurun secara
berlebihan.
3. Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau selang
waktu dalam repolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin
atau defisiensi asam gama-aminobutirat (GABA).
4. Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau
elektrolit, yang mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga
terjadi kelainan depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini
menyebabkan peningkatan berlebihan neurotransmitter aksitatorik atau
deplesi neurotransmitter inhibitorik.
Perubahan-perubahan metabolik yang terjadi selama dan segera setelah
kejang sebagian disebabkan oleh meningkatkannya kebutuhan energi akibat
hiperaktivitas neuron. Selama kejang, kebutuhan metabolik secara drastis
meningkat, lepas muatan listrik sel-sel saraf motorik dapat meningkat
menjadi 1000 per detik. Aliran darah otak meningkat, demikian juga
respirasi dan glikolisis jaringan. Asetilkolin muncul di cairan
serebrospinalis (CSS) selama dan setelah kejang. Asam glutamat mungkin
mengalami deplesi (proses berkurangnya cairan atau darah dalam tubuh
terutama karena pendarahan; kondisi yang diakibatkan oleh kehilangan
cairan tubuh berlebihan) selama aktivitas kejang.
Secara umum, tidak dijumpai kelainan yang nyata pada autopsi. Bukti
histopatologik menunjang hipotesis bahwa lesi lebih bersifat neurokimiawi
bukan struktural. Belum ada faktor patologik yang secara konsisten
ditemukan. Kelainan fokal pada metabolisme kalium dan asetilkolin
dijumpai di antara kejang. Fokus kejang tampaknya sangat peka terhadap
asetikolin, suatu neurotransmitter fasilitatorik, fokus-fokus tersebut lambat
mengikat dan menyingkirkan asetilkolin. 

Pathway Epilepsi
D. Klasifikasi Kejang
1. Berdasarkan penyebabnya
a. epilepsi idiopatik : bila tidak di ketahui penyebabnya
b. epilepsi simtomatik : bila ada penyebabnya
2. Berdasarkan letak focus epilepsi atau tipe bangkitan
a. Epilepsi partial (lokal, fokal)
1) Epilepsi parsial sederhana, yaitu epilepsi parsial dengan kesadaran
tetap normal
Dengan gejala motorik
- Fokal motorik tidak menjalar: epilepsi terbatas pada satu bagian
tubuh saja
- Fokal motorik menjalar : epilepsi dimulai dari satu bagian tubuh
dan menjalar meluas ke daerah lain. Disebut juga epilepsi Jackson.
- Versif : epilepsi disertai gerakan memutar kepala, mata, tuibuh.
- Postural : epilepsi disertai dengan lengan atau tungkai kaku dalam
sikap tertentu
- Disertai gangguan fonasi : epilepsi disertai arus bicara yang terhenti
atau pasien mengeluarkan bunyi-bunyi tertentu
Dengan gejala somatosensoris atau sensoris spesial (epilepsi disertai
halusinasi sederhana yang mengenai kelima panca indera dan
bangkitan yang disertai vertigo).
- Somatosensoris: timbul rasa kesemuatan atau seperti ditusuk-tusuk
jarum.
- Visual : terlihat cahaya
- Auditoris : terdengar sesuatu
- Olfaktoris : terhidu sesuatu
- Gustatoris : terkecap sesuatu
- Disertai vertigo
Dengan gejala atau tanda gangguan saraf otonom (sensasi
epigastrium, pucat, berkeringat, membera, piloereksi, dilatasi pupil).
- Dengan gejala psikis (gangguan fungsi luhur)
- Disfagia : gangguan bicara, misalnya mengulang suatu suku kata,
kata atau bagian kalimat.
- Dimensia : gangguan proses ingatan misalnya merasa seperti sudah
mengalami, mendengar, melihat, atau sebaliknya. Mungkin
mendadak mengingat suatu peristiwa di masa lalu, merasa seperti
melihatnya lagi.
- Kognitif : gangguan orientasi waktu, merasa diri berubah.
- Afektif : merasa sangat senang, susah, marah, takut.
- Ilusi : perubahan persepsi benda yang dilihat tampak lebih kecil
atau lebih besar.
- Halusinasi kompleks (berstruktur) : mendengar ada yang bicara,
musik, melihat suatu fenomena tertentu, dll.
2) Epilepsi parsial kompleks, yaitu kejang disertai gangguan
kesadaran.
Serangan parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran : kesadaran
mula-mula baik kemudian baru menurun.
- Dengan gejala parsial sederhana A1-A4. Gejala-gejala seperti pada
golongan A1-A4 diikuti dengan menurunnya kesadaran.
- Dengan automatisme. Yaitu gerakan-gerakan, perilaku yang timbul
dengan sendirinya, misalnya gerakan mengunyah, menelan, raut
muka berubah seringkali seperti ketakutan, menata sesuatu,
memegang kancing baju, berjalan, mengembara tak menentu, dll.
Dengan penurunan kesadaran sejak serangan; kesadaran menurun
sejak permulaan kesadaran.
- Hanya dengan penurunan kesadaran
- Dengan automatisme
3) Epilepsi Parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum
(tonik-klonik, tonik, klonik).
Epilepsi parsial sederhana yang berkembang menjadi bangkitan
umum.
Epilepsi parsial kompleks yang berkembang menjadi bangkitan
umum.
Epilepsi parsial sederhana yang menjadi bangkitan parsial kompleks
lalu berkembang menjadi bangkitan umum.
b. Epilepsi umum
1) Petit mal/ Lena (absence)
Lena khas (tipical absence)
Pada epilepsi ini, kegiatan yang sedang dikerjakan terhenti, muka
tampak membengong, bola mata dapat memutar ke atas, tak ada
reaksi bila diajak bicara. Biasanya epilepsi ini berlangsung
selama ¼ – ½ menit dan biasanya dijumpai pada anak.
- Hanya penurunan kesadaran
- Dengan komponen klonik ringan. Gerakan klonis ringan, biasanya
dijumpai pada kelopak mata atas, sudut mulut, atau otot-otot lainnya
bilateral.
- Dengan komponen atonik. Pada epilepsi ini dijumpai otot-otot
leher, lengan, tangan, tubuh mendadak melemas sehingga tampak
mengulai.
- Dengan komponen klonik. Pada epilepsi ini, dijumpai otot-otot
ekstremitas, leher atau punggung mendadak mengejang, kepala,
badan menjadi melengkung ke belakang, lengan dapat mengetul
atau mengedang.
- Dengan automatisme
- Dengan komponen autonom.
Lena tak khas (atipical absence)
Dapat disertai:
- Gangguan tonus yang lebih jelas.
- Permulaan dan berakhirnya bangkitan tidak mendadak.
2) Grand Mal
Mioklonik
Pada epilepsi mioklonik terjadi kontraksi mendadak, sebentar,
dapat kuat atau lemah sebagian otot atau semua otot, seringkali
atau berulang-ulang. Bangkitan ini dapat dijumpai pada semua
umur.
Klonik
Pada epilepsi ini tidak terjadi gerakan menyentak, repetitif,
tajam, lambat, dan tunggal multiple di lengan, tungkai atau torso.
Dijumpai terutama sekali pada anak.
Tonik
Pada epilepsi ini tidak ada komponen klonik, otot-otot hanya
menjadi kaku pada wajah dan bagian tubuh bagian atas, flaksi
lengan dan ekstensi tungkai. Epilepsi ini juga terjadi pada anak.
Tonik- klonik
Epilepsi ini sering dijumpai pada umur di atas balita yang
terkenal dengan nama grand mal. Serangan dapat diawali dengan
aura, yaitu tanda-tanda yang mendahului suatu epilepsi. Pasien
mendadak jatuh pingsan, otot-otot seluruh badan kaku. Kejang
kaku berlangsung kira-kira ¼ – ½ menit diikutti kejang kejang
kelojot seluruh tubuh. Bangkitan ini biasanya berhenti sendiri.
Tarikan napas menjadi dalam beberapa saat lamanya. Bila
pembentukan ludah ketika kejang meningkat, mulut menjadi
berbusa karena hembusan napas. Mungkin pula pasien kencing
ketika mendapat serangan. Setelah kejang berhenti pasien tidur
beberapa lamanya, dapat pula bangun dengan kesadaran yang
masih rendah, atau langsung menjadi sadar dengan keluhan
badan pegal-pegal, lelah, nyeri kepala.
Atonik
Pada keadaan ini otot-otot seluruh badan mendadak melemas
sehingga pasien terjatuh. Kesadaran dapat tetap baik atau
menurun sebentar. Epilepsi ini terutama sekali dijumpai pada
anak.
c. Epilepsi tak tergolongkan
Termasuk golongan ini ialah bangkitan pada bayi berupa gerakan
bola mata yang ritmik, mengunyah, gerakan seperti berenang,
menggigil, atau pernapasan yang mendadak berhenti sederhana.
E. Manifestasi Klinis
1. Manifestasi klinik dapat berupa kejang-kejang, gangguan kesadaran atau
gangguan penginderaan
2. Kelainan gambaran EEG
3. Bagian tubuh yang kejang tergantung lokasi dan sifat fokus epileptogen
4. Dapat mengalami aura yaitu suatu sensasi tanda sebelum kejang
epileptik (aura dapat berupa perasaan tidak enak, melihat sesuatu,
mencium bau-bauan tidak enak, mendengar suara gemuruh, mengecap
sesuatu, sakit kepala dan sebagainya)
5. Napas terlihat sesak dan jantung berdebar
6. Raut muka pucat dan badannya berlumuran keringat
7. Satu jari atau tangan yang bergetar, mulut tersentak dengan gejala
sensorik khusus atau somatosensorik seperti: mengalami sinar, bunyi,
bau atau rasa yang tidak normal seperti pada keadaan normal
8. Individu terdiam tidak bergerak atau bergerak secara automatik, dan
terkadang individu tidak ingat kejadian tersebut setelah episode
epileptikus tersebut lewat
9. Di saat serangan, penyandang epilepsi terkadang juga tidak dapat
berbicara secara tiba- tiba
10. Kedua lengan dan tangannya kejang, serta dapat pula tungkainya
menendang- menendang
11. Gigi geliginya terkancing
12. Hitam bola matanya berputar- putar
13. Terkadang keluar busa dari liang mulut dan diikuti dengan buang air
kecil
Di saat serangan, penyandang epilepsi tidak dapat bicara secara tiba-
tiba. Kesadaran menghilang dan tidak mampu bereaksi terhadap
rangsangan. Tidak ada respon terhadap rangsangan baik rangsang
pendengaran, penglihatan, maupun rangsang nyeri. Badan tertarik ke segala
penjuru. Kedua lengan dan tangannya kejang, sementara tungkainya
menendang-nendang. Gigi geliginya terkancing. Hitam bola mata berputar-
putar. Dari liang mulut keluar busa. Napasnya sesak dan jantung berdebar.
Raut mukanya pucat dan badannya berlumuran keringat. Terkadang diikuti
dengan buang air kecil. Manifestasi tersebut dimungkinkan karena terdapat
sekelompok sel-sel otak yang secara spontan, di luar kehendak, tiba-tiba
melepaskan muatan listrik. Zainal Muttaqien (2001) mengatakan keadaan
tersebut bisa dikarenakan oleh adanya perubahan, baik perubahan anatomis
maupun perubahan biokimiawi pada sel-sel di otak sendiri atau pada
lingkungan sekitar otak. Terjadinya perubahan ini dapat diakibatkan antara
lain oleh trauma fisik, benturan, memar pada otak, berkurangnya aliran
darah atau zat asam akibat penyempitan pembuluh darah atau adanya
pendesakan/rangsangan oleh tumor. Perubahan yang dialami oleh
sekelompok sel-sel otak yang nantinya menjadi biang keladi terjadinya
epilepsi diakibatkan oleh berbagai faktor.
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. CT Scan dan Magnetik resonance imaging (MRI) untuk mendeteksi
lesi pada otak, fokal abnormal, serebrovaskuler abnormal, gangguan
degeneratif serebral. Epilepsi simtomatik yang didasari oleh kerusakan
jaringan otak yang tampak jelas pada CT scan atau magnetic resonance
imaging (MRI) maupun kerusakan otak yang tak jelas tetapi
dilatarbelakangi oleh masalah antenatal atau perinatal dengan defisit
neurologik yang jelas
2. Elektroensefalogram(EEG) untuk mengklasifikasi tipe kejang, waktu
serangan
3. Kimia darah: hipoglikemia, meningkatnya BUN, kadar alkohol darah.
- mengukur kadar gula, kalsium dan natrium dalam darah
- menilai fungsi hati dan ginjal
- menghitung jumlah sel darah putih (jumlah yang meningkat
menunjukkan adanya infeksi).
- Pungsi lumbal utnuk mengetahui apakah telah terjadi infeksi otak
G. Penatalaksanaan
Manajemen Epilepsi :
1. Pastikan diagnosa epilepsi dan mengadakan explorasi etiologi dari
epilepsi
2. Melakukan terapi simtomatik
3. Dalam memberikan terapi anti epilepsi yang perlu diingat sasaran
pengobatan yang dicapai, yakni:
- Pengobatan harus di berikan sampai penderita bebas serangan.
- Pengobatan hendaknya tidak mengganggu fungsi susunan syaraf
pusat yang normal.
- Penderita dpat memiliki kualitas hidup yang optimal.
Penatalaksanaan medis ditujukan terhadap penyebab serangan. Jika
penyebabnya adalah akibat gangguan metabolisme (hipoglikemia,
hipokalsemia), perbaikan gangguan metabolism ini biasanya akan ikut
menghilangkan serangan itu.
Pengendalian epilepsi dengan obat dilakukan dengan tujuan mencegah
serangan. Ada empat obat yang ternyata bermanfaat untuk ini: fenitoin
(difenilhidantoin), karbamazepin, fenobarbital, dan asam valproik.
Kebanyakan pasien dapat dikontrol dengan salah satu dari obat tersebut
di atas.
Cara menanggulangi kejang epilepsi :
1. Selama Kejang
a. Berikan privasi dan perlindungan pada pasien dari penonton yang ingin
tahu
b. Mengamankan pasien di lantai jika memungkinkan
c. Hindarkan benturan kepala atau bagian tubuh lainnya dari bendar keras,
tajam atau panas. Jauhkan ia dari tempat / benda berbahaya.
d. Longgarkan bajunya. Bila mungkin, miringkan kepalanya kesamping
untuk mencegah lidahnya menutupi jalan pernapasan.
e. Biarkan kejang berlangsung. Jangan memasukkan benda keras diantara
giginya, karena dapat mengakibatkan gigi patah. Untuk mencegah gigi
klien melukai lidah, dapat diselipkan kain lunak disela mulut penderita
tapi jangan sampai menutupi jalan pernapasannya.
f. Ajarkan penderita untuk mengenali tanda2 awal munculnya epilepsi atau
yg biasa disebut "aura". Aura ini bisa ditandai dengan sensasi aneh
seperti perasaan bingung, melayang2, tidak fokus pada aktivitas,
mengantuk, dan mendengar bunyi yang melengking di telinga. Jika
Penderita mulai merasakan aura, maka sebaiknya berhenti melakukan
aktivitas apapun pada saat itu dan anjurkan untuk langsung beristirahat
atau tidur.
g. Bila serangan berulang-ulang dalam waktu singkat atau penyandang
terluka berat, bawa ia ke dokter atau rumah sakit terdekat.
2. Setelah Kejang
a. Penderita akan bingung atau mengantuk setelah kejang terjadi.
b. Pertahankan pasien pada salah satu sisi untuk mencegah aspirasi.
Yakinkan bahwa jalan napas paten.
c. Biasanya terdapat periode ekonfusi setelah kejang grand mal
d. Periode apnea pendek dapat terjadi selama atau secara tiba- tiba setelah
kejang
e. Pasien pada saaat bangun, harus diorientasikan terhadap lingkungan
f. Beri penderita minum untuk mengembalikan energi yg hilang selama
kejang dan biarkan penderita beristirahat.
g. Jika pasien mengalami serangan berat setelah kejang (postiktal), coba
untuk menangani situasi dengan pendekatan yang lembut dan member
restrein yang lembut
h. Laporkan adanya serangan pada kerabat terdekatnya. Ini penting untuk
pemberian pengobatan oleh dokter.
Penanganan terhadap penyakit ini bukan saja menyangkut penanganan
medikamentosa dan perawatan belaka, namun yang lebih penting adalah
bagaimana meminimalisasikan  dampak yang muncul akibat penyakit ini
bagi penderita dan keluarga maupun merubah stigma masyarakat tentang
penderita epilepsi. 
H. Pencegahan
Upaya sosial luas yang menggabungkan tindakan luas harus
ditingkatkan untuk pencegahan epilepsi. Resiko epilepsi muncul pada bayi
dari ibu yang menggunakan obat antikonvulsi (konvulsi: spasma atau
kekejangan kontraksi otot yang keras dan terlalu banyak, disebabkan oleh
proses pada system saraf pusat, yang menimbulkan pula kekejangan pada
bagian tubuh) yang digunakan sepanjang kehamilan. Cedera kepala
merupakan salah satu penyebab utama yang dapat dicegah. Melalui
program yang memberi keamanan yang tinggi dan tindakan pencegahan
yang aman, yaitu tidak hanya dapat hidup aman, tetapi juga
mengembangkan pencegahan epilepsi akibat cedera kepala. Ibu-ibu yang
mempunyai resiko tinggi (tenaga kerja, wanita dengan latar belakang sukar
melahirkan, pengguna obat-obatan, diabetes, atau hipertensi) harus di
identifikasi dan dipantau ketat selama hamil karena lesi pada otak atau
cedera akhirnya menyebabkan kejang yang sering terjadi pada janin selama
kehamilan dan persalinan.
Program skrining untuk mengidentifikasi anak gangguan kejang pada
usia dini, dan program pencegahan kejang dilakukan dengan penggunaan
obat-obat anti konvulsan secara bijaksana dan memodifikasi gaya hidup
merupakan bagian dari rencana pencegahan ini.
I. Pengobatan
Pengobatan epilepsi adalah pengobatan jangka panjang. Penderita akan
diberikan obat antikonvulsan untuk mengatasi kejang sesuai dengan jenis
serangan. Penggunaan obat dalam waktu yang lama biasanya akan
menyebabkan masalah dalam kepatuhan minum obat (compliance) seta
beberapa efek samping yang mungkin timbul seperti pertumbuhan gusi,
mengantuk, hiperaktif, sakit kepala, dll.
Penyembuhan akan terjadi pada 30-40% anak dengan epilepsi. Lama
pengobatan tergantung jenis epilepsi dan etiologinya. Pada serangan ringan
selama 2-3th sudah cukup, sedang yang berat pengobatan bisa lebih dari
5th. Penghentian pengobatan selalu harus dilakukan secara bertahap.
Tindakan pembedahan sering dipertimbangkan bila pengobatan tidak
memberikan efek sama sekali.
Penanganan terhadap anak kejang akan berpengaruh terhadap
kecerdasannya. Jika terlambat mengatasi kejang pada anak, ada
kemungkinan penyakit epilepsi, atau bahkan keterbalakangan mental.
Keterbelakangan mental di kemudian hari. Kondisi yang menyedihkan ini
bisa berlangsung seumur hidupnya.
Pada epilepsi umum sekunder, obat-obat yang menjadi lini pertama
pengobatan adalah karbamazepin dan fenitoin. Gabapentin, lamotrigine,
fenobarbital, primidone, tiagabine, topiramate, dan asam valproat
digunakan sebagai pengobatan lini kedua. Terapi dimulai dengan obat anti
epilepsi garis pertama. Bila plasma konsentrasi obat di ambang atas tingkat
terapeutis namun penderita masih kejang dan AED tak ada efek samping,
maka dosis harus ditingkatkan. Bila perlu diberikan gabungan dari 2 atau
lebih AED, bila tak mempan diberikan AED tingkat kedua sebagai add
on.11
Fenitoin (PHT)
Fenitoin dapat mengurangi masuknya Na ke dalam neuron yang
terangsang dan mengurangi amplitudo dan kenaikan maksimal dari aksi
potensial saluran Na peka voltase fenitoin dapat merintangi masuknya Ca
ke dalam neuron pada pelepasan neurotransmitter.11
Karbamazepin (CBZ)
Karbamazepin dapat menghambat saluran Na . Karbamazepin dapat
memperpanjang inaktivasi saluran Na .juga menghambat masuknya Ca ke
dalam membran sinaptik.11
Fenobarbital (PB)
Fenobarbital adalah obat yang digunakan secara luas sebagai hipnotik,
sedatif dan anastetik. Fenobarbital bekerja memperkuat hambatan
GABAergik dengan cara mengikat ke sisi kompleks saluran reseptor
Cl- pada GABAA. Pada tingkat selular, fenobarbital memperpanjang
potensial penghambat postsinaptik, bukan penambahan amplitudonya.
Fenobarbital menambah waktu buka jalur Cl- dan menambah lamanya
letupan saluran Cl- yang dipacu oleh GABA. Seperti fenitoin dan
karbamazepin, fenobarbital dapat memblokade aksi potensial yang diatur
oleh Na . Fenobarbital mengurangi pelepasan transmitter dari terminal saraf
dengan cara memblokade saluran Ca peka voltase.11
Asam valproat (VPA)
VPA menambah aktivitas GABA di otak dengan cara menghambat
GABA-transaminase dan suksinik semialdehide dehidrogenase, enzim
pertama dan kedua pada jalur degradasi, dan aldehide reduktase.
VPA bekerja pada saluran Na peka voltase, dan menghambat letupan
frekuensi tinggi dari neuron.
VPA memblokade rangsangan frekuensi rendah 3Hz dari neuron
thalamus.11
Gabapentin (GBP)
Cara kerja: mengikat pada reseptor spesifik di otak, menghambat
saluran Na  peka voltase, dapat menambah pelepasan GABA.11
Lamotrigin (LTG)
Cara kerja: Menghambat saluran Na  peka voltase.11
Topiramate (TPM)
Cara kerja: Menghambat saluran Na , menambah kerja hambat dari
GABA.11
Tiagabine (TGB)
Cara kerja: menghambat kerja GABA dengan cara memblokir uptake-
nya.
Selain pemilihan dan penggunaan optimal dari AED, harus diingat
akan efek jangka panjang dari terapi farmakologik. Karbamazepin,
fenobarbital, fenitoin, primidone, dan asam valproat dapat menyebabkan
osteopenia, osteomalasia, dan fraktur. Fenobarbital dan primidone dapat
menyebabkan gangguan jaringan ikat, mis frozen shoulder da kontraktur
Dupuytren. Fenitoin dapat menyebabkan neuropati perifer. Asam valproat
dapat menyebabkan polikistik ovari dan hiperandrogenisme.
J. Prognosis
Prognosis epilepsi bergantung pada beberapa hal, di antaranya jenis
epilepsi faktor penyebab, saat pengobatan dimulai, dan ketaatan minum
obat. Pada umumnya prognosis epilepsi cukup menggembirakan. Pada 50-
70% penderita epilepsi serangan dapat dicegah dengan obat-obat,
sedangkan sekitar 50 % pada suatu waktu akan dapat berhenti minum obat.
Serangan epilepsi primer, baik yang bersifat kejang umum maupun
serangan lena atau melamun atau absence mempunyai prognosis terbaik.
Sebaliknya epilepsi yang serangan pertamanya mulai pada usia 3 tahun atau
yang disertai kelainan neurologik dan atau retardasi mental mempunyai
prognosis relatif jelek.

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

PASIEN EPILEPSI

1. Pengkajian
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, tangal pengkajian, No
register, tanggal rawat dan penanggung jawab dan perawat mengumbpulkan
informasi informasi tentang riwayat kejang pasien. Pasien ditanyakan tentang
faktor atau kejadian yang dapat menimbulkan kejang. Asupan alkohol dicatat.
Efek epilepsi pada gaya hidup dikaji:
a. ada keterbatasan yang ditimbulkan oleh gangguan kejang
b. pasien mempunyai program rekreasi atau Kontak sosial
c. pengalaman kerja
d. Mekanisme koping yang digunakan
e. Obsevasi dan pengkajian selama dan setelah kejang akan membantu dalam
mengindentifikasi tipe kejang dan penatalaksanaannya.
1. Selama serangan :
a. ada kehilangan kesadaran atau pingsan.
b. ada kehilangan kesadaran sesaat atau lena.
c. pasien menangis, hilang kesadaran, jatuh ke lantai.
d.disertai komponen motorik seperti kejang tonik, kejang klonik, kejang tonik-
klonik, kejang mioklonik, kejang atonik.
e. pasien menggigit lidah.
f.mulut berbuih.
g.ada inkontinen urin.
h.bibir atau muka berubah warna.
i.mata atau kepala menyimpang pada satu posisi.
j.Berapa lama gerakan tersebut, apakah lokasi atau sifatnya berubah pada satu sisi
atau keduanya.
k.ada keadaan yang mempresipitasi serangan, seperti demam, kurang tidur,
keadaan emosional.
l.penderita pernah menderita sakit berat, khususnya yang disertai dengan
gangguan kesadaran, kejang-kejang.
m. Apakah pernah menderita cedera otak, operasi otak.
n. Apakah makan obat-obat tertentu.
o.ada riwayat penyakit yang sama dalam keluarga.
2. Sesudah serangan
a. pasien : letargi , bingung, sakit kepala, otot-otot sakit, gangguan bicara
b. ada perubahan dalam gerakan.
c.Sesudah serangan pasien masih ingat yang terjadi sebelum, selama dan sesudah
serangan.
d.terjadi perubahan tingkat kesadaran, pernapasan atau frekuensi denyut jantung.
e.Evaluasi kemungkinan terjadi cedera selama kejang.
3. Riwayat sebelum serangan
a. ada gangguan tingkah laku, emosi.
b. disertai aktivitas otonomik yaitu berkeringat, jantung berdebar.
c. ada aura yang mendahului serangan, baik sensori, auditorik, olfaktorik maupun
visual.
4. Riwayat Penyakit
a.Sejak kapan serangan terjadi.
b.Padausiaberapaseranganpertama.
c.Frekuensi serangan.
5. Riwayat kesehatan
a.Riwayat keluarga dengan kejang.
b.Riwayat kejang demam.
c.Tumor intrakranial.
d.Trauma kepala terbuka, stroke.
6. Riwayat kejang
a. Berapa sering terjadi kejang
b. Gambaran kejang seperti apa
c. sebelum kejang ada tanda-tanda awal
d. yang dilakuakn pasien setelah kejang
7. Riwayat penggunaan obat
a. Nama obat yang dipakai
b. Dosis obat
c.Berapa kali penggunaan obat
8.Pemeriksaan fisik
a.Tingkat kesadaran
b.Abnormal posisi mata
c.Perubahan pupil
d.Garakan motorik
e.Tingkah laku setelah kejang
f.Apnea
g.Cyanosis
h.Saliva banyak
9. Psikososial
a. Usia
b.Jenis kelamin
c.Pekerjaan
d.Peran dalam keluarga
e.Strategi koping yang digunakan
f.Gaya hidup dan dukungan yang ada
10. Pengetahuan pasien dan keluarga
a.Kondisi penyakit dan pengobatan
b. Kondisi kronik
c.Kemampuan membaca dan belajar. (Utopias,2008)

2. Diagnosa Keperawatan secara teoritis


1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sumbatan lidah di
endotrakea, peningkatan sekresi saliva, keruskan neromuskuler.
2. Termogulasi tidak efektif : Hipertermi berhubungan dengan peningkatan
metabolik, proses infeksi
3. Resiko terhadap cidera berhubungan dengan perubahan kesadaran, keruskan
kognitif selama kejang, atau kerusakan mekanisme perlindungan diri dan
aktivitas kejang yang terkontrol ( gangguan keseimbangan )
4. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan aturan pengobatan berhubungan
dengan kurang pemanjaan, kesalahan interprestasi, kurang mengingat.

(Rencana Asuhan Keperawatan :262-268)

3. Rencana asuhan Keperawatan Teoritis

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sumbatan lidah di


endotrakea, peningkatan sekresi saliva, keruskan neromuskuler.
Tujuan : Setelah dilakukan askep 3x24 Jam masalah bersihan jalan
nafas tidak efektif tidak terjadi dan teratasi.
Kriteria hasil : nafas normal ( 25 – 30 x/menit ), tidak tejadi aspirasi,
tidak ada dispnea, tidak ada penumpukan sekret.
INTERVENSI RASIONAL
1. Anjurkan klien untuk 1. Menurunkan resiko aspirasi atau
mengosongkan mulut dari masuknya sesuatu benda asing
benda/zat tertentu kedalam tirah baring

2. Letakkan klien dalam posisi 2. Meningkatkan aliran (drainase),


miring dan pada permukaan sekret, mencegah lidah jatuh dan
datar menyumbat jalan nafas

3. Tanggalkan pakaian klien pada 3. Untuk memudahkan usaha klien


daerah leher atau dada dan dalam bernafas dan ekspansi
abdomen dada

4. Melakukan penghisapan sesuai 4. Mengeluarkan mukus yang


indikasi berlebihan menurunkan resiko
aspirasi atau afeksia

5. Membantu pemenuhi kebutuhan


5. Berikan oksigen sesuai oksigen adar tetap adekuat.
program terai

2. Termogulasi tidak efektif : Hipertermi berhubungan dengan peningkatan


metabolik, proses infeksi
Tujuan: Setelah dilakukan askep 3x24 Jam, masalah termogulasi tidak efektif
teratasi.
Kriterua hasil: Demam berkurang, suhu normal 36,5 – 37,5 ̊ C , Nadi dan RR
normal, tidak ada perubahan warna kulit
INTERVENSI RASIONAL

1. Kaji faktor-faktor terjadinya 1. Mengetahui penyebab terjadinya


peningkatan suhu peningkatan suhu tubuh karena
penambahan pakaian / selimut dapat
menghambat penurunan suhu.
2. Observasi tanda – tanda vital 2. Pemantauan tanda vital yang teratur
dapat menentukan perkembangan
keperawatan selanjutnya.
3. Ajarkan keluarga cara 3. Proses konduksi / perpindahan
memberikan kompres dibagian panas dengan suatu bahan perantara.
kepala / ketiak 4. Proses hilangnya panas akan
4. Anjurkan untuk menggunakan terhalangi oleh pakaian tebal dan
pakaian tipis yang terbuat dari tidak dapat menyerap keringat.
kain katun 5. Kebutuhan cairan meningkat karena
5. Berikan ekstra cairan dengan penguapan tubuh yang meningkat.
menganjurkan klien banyak
minum

1. Resiko terhadap cidera berhubungan dengan perubahan kesadaran, keruskan


kognitif selama kejang, atau kerusakan mekanisme perlindungan diri dan
aktivitas kejang yang terkontrol ( gangguan keseimbangan )
Tujuan : Setelah dilakukan askep selama 3x24 Jam masalah resiko
terhadap cidera teratasi dan tidak terjadi.
Kriteria Hasil : tidak terjadi cidera fisik pada klien, klien dalam kondisi
aman, tidak ada memar dan tidak ada resiko terjatuh.

INERVENSI RASIONAL

1. Identifikasi faktor lingkungan 1. Dengan menjauhkan barang-barang


yang memungkinkan resiko disekitarnya dapat membahayakan
terjadinya cidera saat terjadinya kejang
2. Pasang penghalang ditempat 2. Penjagaan untuk keamanan, untuk
tidur mencegah terjadinya cidera pada
klien
3. Letakkan klien ditempat tidur 3. Area yang rendah dan datar dapat
yang rendah & datar mencegah terjadinya cidera pada
klien
4. Siapkan kain lunak untuk 4. Lidah berpotensi tergigit saat
mencegah terjadinya tergigitnya kejang karena saat kejang biasanya
lidah saat kejang lidah menjulur kedepan
5. Berikan obat anti kejang 5. Mengurangi aktivitas kejang yang
berkepanjangan yang dapat
mengurangi suplai oksigen

4. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan aturan pengobatan berhubungan


dengan kurang pemanjaan, kesalahan interprestasi, kurang mengingat.
Tujuan : Setelah dilakukan askep 1x24 Jam masalah kurang
pengetahuan mengenai kondisi dan aturan pengobatan
teratasi.
Kriteria hasil : Mampu mengungkapkan pemahaman tentang gangguan
dan berbagai rangsangan yang telah diberikan, mulai
merubah perilaku, mentaati peraturan obat yang
diresepkan.
INTERVENSI RASIONAL
1. Jelaskan mengenai prognosis 1. Memberikan kesempatan untuk
penyakit dan perlunya mengklarifikasi kesalahan
pengobatan persepsi & keadaan penyakit yang
ada
2. Berikan informasi yang 2. Pengetahuan yang diberikan
adekuat tentang prognosis mampu menurunkan resiko dari
penyakit dan tentang interaksi efek bahay satu penyakit & cara
obat yang potensial menanganinya
3. Tekankan perlunya untuk 3. Kebutuhan terpeutik dapat
melakukan evaluasi yang berubah sehingga mempersiapkan
teratur/melakukan pemeriksaan kemungkinan yang akan terjadi
laboratorium sesuai indikasi
4. Diskusikan manfaat kesalahan 4. Aktivitas yang sedang & teratur
umum yang baik, seperti diet dapat membantu
yang adekuat, & istirahat yang menurunkan/mengendalikan
cukup faktor presdiposisi
2.3.4 Pelaksanaan
Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan
sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan
dapat bersifat mandiri dan kolaboratif. Selama melaksanakan kegiatan perlu
diawasi dan dimonitor kemajuan kesehatan klien ( Santosa. NI, 1989;162 )

2.3.5 Evaluasi
Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut
pengumpulan data subyektif dan obyektif yang akan menunjukkan apakah
tujuan pelayanan keperawatan sudah dicapai atau belum. Bila perlu langkah
evaluasi ini merupakan langkah awal dari identifikasi dan analisa masalah
selanjutnya ( Santosa.NI, 1989;162).

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.B


Dengan Diagnosa Medis Epilepsi
Ruang Praktek : PICU RS PROF KANDOW
Tanggal Pengkajian : 14 Sept 2020

A. PENGKAJIAN
1. IDENTITAS PASIEN
No. MR :
Nama : An.W
Alamat : Ranotana, link 1
Tempat / tanggal Lahir : Manado, 03-03-2015
Usia : 5 tahun
Nama Ayah / Ibu : Tn.B/Ny.S
Pekerjaan Ayah : Buruh
Pekerjaan Ibu : Ibu rumah tangga
Pendidikan Ayah : SMP
Pendidikan Ibu : SMP
Agama : Kristen
Suku Bangsa    : Indonesia

2. RIWAYAT KESEHATAN
a. Keluhan Utama
Kejang demam
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Masalah yang dialami oleh An.W adalah kejang demam. Ibu klien
mengatakan saat terjadi kejang tubuh An.W seluruhnya bergetar, kaki
menendang-nendang dan mulut terkatup dengan keras. Ibu klien mengatakan
ketika dirumah saat terjadi kejang pada An.W berlangsung selama kira-kira ±
3-5 menit dan biasanya terjadi di pagi hari dan di sore hari. Ibu klien juga
mengatakan sebelumnya An.W tidak ada riwayat kejang, namun sebelum
dibawa kerumah sakit klien sudah 2 kali mengalami kejang di rumahnya di
pagi hari dan di sore hari. Kejang yang dialami An.W selalu disertai dengan
demam tinggi.

c. Riwayat Kesehatan Masa Lalu


1. Riwayat kehamilan dan kelahiran
a) Prenatal
Ibu klien mengatakan ketika mengandung An.W rajin memeriksakan
kondisi kehamilannya satu bulan sekali di puskesmas ranotana. Dan
ibu klien juga mengatakan selama masa kehamilan klien pernah
mengalami hipertensi namun klien tidak memiliki riwayat jatuh
ataupun riwayat kecelakaan.
b) Intranatal
Ibu klien mengatakan proses persalinan saat melahirkan An.W
dilakukan persalinan secara Secsio Cesaria. Namun saat persalinan
berlangsung tidak di temukan masalah apa-apa, tidak ada perdarahan,
dan tidak ada komplikasi yang lainnya.
c) Postnatal
Ibu klien mengatakan setelah melahirkan An.W tidak terjadi masalah
yang menghawatirkan. Ibu klien hanya dirawat selama 3 hari
perawatan di rumah sakit dan setelah itu diperbolehkan pulang karena
tidak ada masalah apapun.

2. Riwayat Masa Lalu


Ibu klien mengatakan An.W sebelumnya tidak memiliki riwayat
penyakit apapun. Ibu klien juga mengatakan An.W tidak pernah
sebelumnya dirawat di rumah sakit, sehingga An.W tidak mengonsumsi
obat-obatan. Ibu An.W juga mengatakan An.W tidak memiliki riwayat
melakukan tindakan operasi apapun, tidak ada riwayat alergi, tidak ada
riwayat kecelakaan dan tidak ada riwayat jatuh ataupun kecelakaan. Dan
ibu klien juga mengatakan sampai dengan usia An.W 2 tahun saat ini
imunisasi sudah dilakukan, hanya tinggal beberapa imunisasi saja yang
belum dilakukan karena klien belum mencapai usia tersebut.

3. RIWAYAT KELUARGA
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Tinggal 1 rumah
: Keturunan
: Pernikahan
: Klien

An. W adalah anak kedua dari dua orang bersaudara, An.W tinggal bersama
kedua orang tuannya yaitu ayah dan ibunya beserta kakak laki-lakinya. Ibu
An.W mengatakan bahwa didalam keluarganya tidak ada riwayat kejang yang
seperti dialami An.W saat ini. Namun Ibu klien mengatakan bahwa sebelumnya
kakak An.W ketika berusia 2 tahun juga pernah mengalami kejang, namun tidak
sampai dibawa kerumah sakit dan dirawat berhari-hari seperti An.W saat ini.

4. RIWAYAT SOSIAL
Ibu An.W mengatakan bahwa sejak kecil kedua orang tuanyalah yang merawat,
mengasuh dan tinggal bersama-sama dengan An.W beserta kakak laki-lakinya.
Hubungan An.W didalam keluarga nya sangat baik, kehadiran An.W di tengah-
tengah keluarga nya sangat diterima dengan baik. Banyak diantara keluarga-
keluarganya yang lain senang bermain dan secara bergantian ingin
menggendong An.W. An.W anak yang cukup kooperatif, tidak rewel dan jarang
menangis sehingga banyak yang senang bermain dengannya. Dan lingkungan
disekitar An.W cukup aman karena An.W selalu diawasi oleh keluarganya.
5. KEBUTUHAN DASAR
a. Pola Makan
Ibu klien mengatakan sebelum sakit An.W makan 3x dalam sehari , 1 porsi
dihabiskan (nasi ikan, sayur). Minum susu dan air mineral. Saat sakit An.W
makan 3x sehari, setengah porsi dihabiskan (bubur). Minum susu dan air
mineral.
b. Pola Tidur
Ibu klien mengatakan sebelum sakit tidur An.W cukup baik tidak ada
masalah dan tidak ada gangguan apapun saat klien tertidur. Dalam sehari
klien tidur selama ±9– 10 jam. Saat sakit tidur An.W sedikit terganggu
karena An.W sering terbangun karena demam dan sering batuk.
c. Mandi
An.W mandi 2x dalam sehari dengan menggunakan washlap dan air hangat.
d. Aktivitas Bermain
Ibu An.B mengatakan dalam kesehariannya An.W adalah anak yang cukup
aktif dan kooperatif. Sebelum sakit An.W biasanya bermain bersama
teman-teman disekeliling kompleks.
e. Eliminasi
Ibu An.W mengatakan kebiasaan BAK dalam keseharian An.W 4-6x dalam
sehari. Konsistensi urine berwarna kuning, dengan bau yang khas.
Untuk BAB An.W dalam sehari 1-2x/sehari dengan konsistensi cair warna
kuning kecoklatan dengan bau yang khas. dan ibu An.W juga mengatakan
tidak ada masalah dan gangguan saat BAB.

6. PEMERIKSAAN FISIK
No Pemeriksaan Hasil
a. Tanda-tanda vital
Nadi 120x/menit
RR 42x/menit
Suhu 38.7 OC
Berat Badan
Panjang Badan
b. Kepala-leher
Kepala Bentuk kepala bulat, tidak ada edema, tidak ada
nyeri tekan,
Mata Konjungtiva ananemis, reaksi pupil terhadap
cahaya (+)
Hidung Tidak ada polip ataupun benda asing,
keadaannya cukup bersih, secret tidak ada
Mulut Mukosa tampak pucat, keadaan cukup bersih,
tonsil warna pink, gusi warna pink, gigi klien
putih bersih, reflek menghisap (+)
Tenggorokan Reflek menelan (+), tidak ada infeksi, tidak ada
nyeri, dan tidak ada edema.
Vena jugularis Tidak ada pembesaran vena jugularis
Kelenjar Limfe Tidak ada pembesaran kelenjar limfe
c. Thorax/paru-paru RR= 42x/menit, Retraksi dinding dada (-),
penggunaan otot-otot pernaasan (-), tidak ada
edema, tidak ada nyeri tekan, suara paru
vesikuler reguler, ronchi (+), whezing (-)
d. Jantung Perifer :
CRT <2detik (+), sianosis bibir (+)
Jantung :
Tidak ada edema, tidak ada nyeri dada, tidak ada
nyeri tekan, , HR=120x/menit
e. Abdomen Tidak ada edema, tidak ada nyeri tekan, bentuk
abdomen normal, suara bising usus 5x/menit
f. Genitalia & anus Penis menonjol (+), keadaan genitalia cukup
bersih, tidak ada edema, Anus (+)
g. ekstermitas Kekuatan otot (+), pergerakan cukup aktif, tidak
ada edema, kesadaaran composmentis PCS = 15

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Hasil Laboratorium tanggal 12 sept 2020
No Jenis Hasil Satuan Nilai Normal
Pemeriksaan
1 WBC 9.3 103/ul 5-10
2 RBC 5.22 106/ul 3,08-5,05
3 HGB 11.6 g/dl 11-16
4 HCT 36.6 % 37-48
5 MCV 70 fL 80-92
6 MCH 22.3 fL 27-31
7 MCHC 31.8 g/dl pg 32-36
8 PLT 664 103/mm3 103/ul 150-450

b. Pemeriksaan EEG
Dari hasil pemeriksaan EEG yang telah dilakukan pada tanggal 12 Sept 2020
menunjukkan hasil bahwa An.W dinyatakan hasil EEG abnormal yang
menyatakan An.W menderita Epilepsi.

8. TERAPI OBAT
 Terpasang IVFD D5 ¼ NS 8tts/menit (dengan faktor tetes mikro)
 Ampicilin 3x150 mg
(pada pukul 09.00 – 17.00 – 01.00)
 Diazepam injeksi 0.5 mg
 PCT siruf 3x1 sendok
(pada pukul 09.00 – 17.00 – 01.00)
B. ANALISA DATA
NO DATA ETIOLOGI PROBLEM

1 DS : Hipertermi Proses penyakit


− Ibu klien mengatakan An.W
masih hangat
DO :
− Wajah An.W tampak memerah
− N : 120x/mnt
− RR: 42x/mnt
− SB: 38,7oC
2 DS : Resiko Penurunan
− Ibu klien mengatakan anaknya cidera kesadaran
kadang masih kejang
DO :
− An.W tampak tenang

3 DS :
− Ibu klien mengatakan tidak Cemas Kurangnya
tahu pasti tentang penyakit pengetahuan
yang diderita An.W tentang
DO : prognosis
− Ibu klien tampak cemas dan penyakit
binggung
− Ibu klien kurang menjawab
dengan tepat seputar penyakit
yang diderita anaknya

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
2. Resiko cidera berhubungan dengan penurunan kesadaran
3. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang prognosis
penyakit
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA TUJUAN & KRITERIA INTERVENSI IMPLEMENTASI EVALUASI
(SDKI) HASIL (SLKI) KEPERAWATAN (SIKI)
1 Hipertermia Termoregulasi (L.14134) Manajemen Hipertermia Selasa, 15 sept 2020 S: Ibu klien mengatakan badan
(D.0130) Setelah dilakukan intervensi (I.15506) 1. 08.00
An.W sudah tidak terlalu panas
keperawatan selama 3x7 jam. Observasi: Memonitor suhu tubuh
Kriteria hasil: 1. Monitor suhu tubuh Hasil: SB klien 38,2oC O: - SB An.W 37,5oC
- Suhu tubuh membaik (5) Terapeutik: 2. 08.10
A: Masalah belum teratasi
2. Sediakan lingkungan Menyediakan lingkungan yang dingin
yang dingin Hasil: klien berada diruangan yg P: Lanjutkan intervensi
3. Longgarkan atau lepaskan dingin/ber AC
pakaian 3. 08.20
4. Lakukan pendinginan Melonggarkan atau melepaskan
eksternal (mis. Selimut pakaian
hipotermia atau kompres Hasil: klien menggunakan pakaian yg
dingin pada dahi, leher, longgar
dada, abdomen, aksila) 4. 8.30
Edukasi: Melakukan pendinginan eksternal
5. Anjurkan tirah baring Hasil: kompres dingin di daerah dahi
Kolaborasi: klien
6. Kolaborasi pemberian 5. 08.40
cairan dan elektrolit Menganjurkan tirah baring
intravena, jika perlu Hasil: klien beristirahat ditempat tidur
6. 09.00
Berkolaborasi pemberian cairan dan
elektrolit intravena
Hasil:
- Terpasang IVFD D5 ¼ NS
8tts/menit,
- Ampicilin 3x150 mg
- PCT siruf 3x1 sendok
2 Risiko Tingkat Cedera (L.14136)
Cedera Setelah dilakukan intervensi S: Ibu klien mengatakan bahwa
(D.0136) keperawatan selama 3x7 jam. ibu klien terus mengawasi
Kriteria hasil: Pencegahan Kejang 1. 09.30 an.W
- Kejadian cedera menurun (5) (I.14542) Memonitor tanda vital O: -klien tempak tenang
Observasi: Hasil: -terpasang sade rail
1. Monitor tanda vital − Hasil: N : 120x/mnt ditempat tidur pasien
Terapeutik: − RR: 42x/mnt A: Resiko cedera tidak terjadi
2. Baringkan pasien agar − SB: 38,2oC P: Lanjutkan intervensi
tidak terjatuh 2. 09.40
3. Rendahkan ketinggian Membaringkan pasien agar
tempat tidur tidak
4. Pasang side-rail tempat Hasil: klien kooperatif
tidur 3. 09.50
5. Berikan alas empuk Merendahkan ketinggian
dibawah kepala, jika tempat tidur
memunggkinkan 4. 10.00
6. Jauhkan benda-benda Memasang side-rail tempat
berbahaya terutama benda tidur
tajam Hasil: side rail terpasang
Edukasi: 5. 10.10
3 Tingkat Ansietas (L.09093) 7. Anjurkan segera melapor Memberikan alas empuk
Ansietas Setelah dilakukan intervensi jika merasakan aura dibawah kepala
(D.0080) keperawatan selama 3x7 jam. 8. Kolaborasi pemberian Hasil: ibu klien memberikan S: keluarga klien mengatakan
Kriteria hasil: antikonvulsan, jika perlu bantal dibawah kepalanya sudah sedikit tenang sudah
- Perilaku gelisah menurun (5) 6. 10.20 dijelaskan, dan sudah ada
- Perilaku tegang menurun (5) Menjauhkan benda-benda gambaran tentang penyakit
berbahaya terutama benda yang dialami An.W
tajam O: Ibu klien tampak masih
Reduksi Ansietas (I.09314) Hasil: tidak ada benda sedikit cemas
Observasi: berbahaya atau benda tajam A: Masalah teratasi sebagian
1. Identifikasi saat tingkat disekitar An.W P: Lanjutkan intervensi
ansietas berubah (mis. 7. 10.30
kondisi, waktu, stresor) Menganjurkan segera melapor
Terapeutik: jika merasakan aura
2. Pahami situasi yang Hasil: keluarga An.W
membuat ansietas kooperatif
3. Gunakan pendekatan 8. 10.40
yang tenang dan Berkolaborasi pemberian
meyakinkan antikonvulsan
Edukasi: Hasi: Diazepam injeksi 0.5 mg
4. Jelaskan prosedur,
termasuk sensasi yang 1. 11.00
mungkin dialami Mengidentifikasi saat tingkat
5. Informasikan secara ansietas berubah
faktual mengenai Hasil: ibu klien cemas saat
diagnosa, pengobatan dan anaknya kejang
prognosis.
2. 11.10
Memahami situasi yang
membuat ansietas
Hasil: saat anaknya kejang

3. 11.20
Menggunakan pendekatan
yang tenang dan meyakinkan

4. 11.30
Menjelaskan prosedur, termasuk
sensasi yang mungkin dialami
Hasil: Ibu klien mendengarkan apa yg
disampaikan perawat
5. 11.40
Menginformasikan secara faktual
mengenai diagnosa, pengobatan dan
prognosis.
Hasil: Ibu klien mendengarkan apa yg
disampaikan perawat
LEAFLET EPILEPSI

OLEH:
Graciela M. Pandeirot
711490120013
SATUAN ACARA PENYULUHAN
(SAP)
Pokok Bahasan : Epilepsi
Sub Pokok Bahasan : a. Definisi
b. Faktor penyebab terjadinya Epilepsi
c. Tanda dan gejala Epilepsi
d. Pengobatan Epilepsi
Sasaran : Keluarga pasien/klien
Hari/Tanggal : Rabu, 15 sept 2020
Tempat : Ruang PICU RSUP Prof Kandou Malalayang
Waktu : ± 1 x 20 menit
Pemateri : Graciela M. Pandeirot

A. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah dilakukan penyuluhan, keluarga klien dapat memahami tentang penyakit
Epilepsi dengan benar.
2. Tujuan Khusus
Setelah diberikan penyuluhan selama ± 1 x 20 menit, keluarga klien mampu:
a. Menjelaskan definisi Epilepsi
b. Menyebutkan faktor penyebab terjadinya Epilepsi
c. Menyebutkan tanda dan gejala dari Epilepsi
d. Menyebutkan untuk mengobati Epilepsi

B. Cakupan Materi
1. Definisi
2. Faktor penyebab terjadinya Epilepsi
3. Tanda dan gejala Epilepsi
4. Pengobatan Epilepsi

C. Pelaksanaan
No Kegiatan Kegiatan
Penyuluh (Mahasiswa) Klien/Pasien
1. Pembukaan - Mengucapkan salam - Menjawab salam
(5 menit) - Memperkenalkan diri - Mendengarkan
- Menjelaskan maksud - Menyimak
dan tujuan - Bertanya
- Kontrak waktu
2. Inti - Menyampaikan materi - Mendengarkan,
(10 menit) - Menekankan hal-hal memperhatikan, dan
yang penting dan menanyakan hal yang
memberikan contoh tidak jelas
- Menjawab pertanyaan - Memperhatikan
3. Penutup - Evaluasi - Menjawab pertanyaan
(5 menit) - Memberikan resume - Memperhatikan
materi - Menyatakan
- Ucapan terima kasih persetujuan
- Ucapan salam - Mengucapkan
hamdalah, dan
menjawab salam.

D. Metode
Metode yang digunakan pada penyampaian pendidikan kesehatan adalah:
- Ceramah
- Diskusi

E. Media
- Leaflet

F. Sumber
Hidayat , 2009 . Asuhan Keperawatan Epilepsi , from
http://id.wikipedia.org/wiki/Epilepsi
http://perawat-gaul.blogspot.com/2009/02/asuhan-keperawatan-epilepsi.html
http://nersunhas.wordpress.com/2008/11/05/askep-epilepsi/
E. Doengoes,Marilynn,1999,Rencana Asuhan Dasar Keperawatan,Jakarta: EGC
Muttaqin,Arif.Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan.Jakarta:Salemba Medika

G. Evaluasi
1. Bentuk
Pada evaluasi menggunakan bentuk lisan yang dilaksanakan langsung pada
kegiatan diskusi untuk menilai apakah tujuan pendidikan kesehatan dapat
berhasil atau tidak.
2. Jenis
Jenis evaluasi bentuk lisan berupa tanya jawab yang berjumlah 5 soal dan harus
dijawab langsung oleh klien dan keluarga pada saat itu juga. Pertanyaan evaluasi
antara lain:
a. Apa yang dimaksud dengan Epilepsi?
b. Sebutkan 2 faktor penyebab terjadinya Epilepsi?
c. Sebutkan 3 dari 4 tanda dan gejala dari Epilepsi?
d. Sebutkan pengobatan Epilepsi?
MATERI PENYULUHAN
Epilepsi

A. Pengertian
Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik kejang berulang akibat
lepasnya muatan listrik otak yang berlebihan dan bersifat reversibel (Tarwoto, 2007)
Epilepsi adalah penyakit saraf menahun yang menimbulkan serangan mendadak
berulang-ulang tak beralasan. Kata 'epilepsi' berasal dari bahasa Yunani (Epilepsia)
yang berarti 'serangan'.Epilepsi merupakan kumpulan gejala dari beberapa kelainan
fungsi otak yang dapat ditandai dengan terjadinya kejang berulang. Epilepsi bisa
terjadi karena adanya gangguan listrik pada sel-sel saraf pada satu bagian otak
sehingga pada bagian tersebut terjadi hantaran listrik yang tidak terkontrol, terjadi
berulang, dan abnormal.

B. Etiologi / Penyebab
Epilepsi dapat digolongkan menjadi 2 berdasarkan faktor penyebabnya :
1. Kelompok primer, yang tidak diketahui penyebab bangkitan epilepsinya
2. Kelompok sekunder, dapat diketahui penyebab bangkitan epilepsinya antara
lain : trauma saat lahir, trauma kepala, radang otak, tumor otak, perdarahan
otak, kekurangan oksigen, demam, keracunan obat, dll.

C. Tanda dan Gejala


Gejala epilepsi tergantung dari jenis epilepsi yang diderita. Adapun secara umum
gejala yang sering dialami adalah :
1. Kehilangan kesadaran
2. Kejang
3. Produksi liur bertambah
4. Tertidur selama 2-3 jam setelah serangan, pulih setelah beberapa menit, jam
atau bahkan hari
5. Mengeluh sakit kepala, capek setelah serangan
6. Terjadi peningkatan tekanan darah, denyut nadi saat serangan
7. Sebelum serangan pasien bisa mengalami “aura” seperti perasaan takut,
mual, merasa melihat/mencium/mengecap sesuatu, merasa aneh di satu
anggota badan
8. Terjadi perubahan tingkah laku seperti mudah marah, tersinggung, tegang
beberapa jam atau hari sebelum serangan

D. Pencegahan
Upaya sosial luas yang menggabungkan tindakan luas harus ditingkatkan untuk
pencegahan epilepsi. Resiko epilepsi muncul pada bayi dari ibu yang menggunakan
obat antikonvulsi yang digunakan sepanjang kehamilan. Cedera kepala merupakan
salah satu penyebab utama yang dapat dicegah. Melalui program yang memberi
keamanan yang tinggi dan tindakan pencegahan yang aman, yaitu tidak hanya dapat
hidup aman, tetapi juga mengembangkan pencegahan epilepsi akibat cedera kepala.
Ibu-ibu yang mempunyai resiko tinggi (tenaga kerja, wanita dengan latar belakang
sukar melahirkan, pengguna obat-obatan, diabetes, atau hipertensi) harus di
identifikasi dan dipantau ketat selama hamil karena lesi pada otak atau cedera
akhirnya menyebabkan kejang yang sering terjadi pada janin selama kehamilan dan
persalinan. Program skrining untuk mengidentifikasi anak gangguan kejang pada
usia dini, dan program pencegahan kejang dilakukan dengan penggunaan obat-obat
anti konvulsan secara bijaksana dan memodifikasi gaya hidup merupakan bagian
dari rencana pencegahan ini.

E. Pengobatan
Pengobatan epilepsi adalah pengobatan jangka panjang. Penderita akan diberikan
obat antikonvulsan untuk mengatasi kejang sesuai dengan jenis serangan.
Penggunaan obat dalam waktu yang lama biasanya akan menyebabkan masalah
dalam kepatuhan minum obat (compliance) serta beberapa efek samping yang
mungkin timbul seperti pertumbuhan gusi, mengantuk, hiperaktif, sakit kepala, dll.
Penyembuhan akan terjadi pada 30-40% anak dengan epilepsi. Lama pengobatan
tergantung jenis epilepsi dan etiologinya. Pada serangan ringan selama 2-3th sudah
cukup, sedang yang berat pengobatan bisa lebih dari 5th. Penghentian pengobatan
selalu harus dilakukan secara bertahap. Tindakan pembedahan sering
dipertimbangkan bila pengobatan tidak memberikan efek sama sekali.
Penanganan terhadap anak kejang akan berpengaruh terhadap kecerdasannya. Jika
terlambat mengatasi kejang pada anak, ada kemungkinan penyakit epilepsi, atau
bahkan keterbalakangan mental. Keterbelakangan mental di kemudian hari. Kondisi
yang menyedihkan ini bisa berlangsung seumur hidupnya.
F. Perawatan Epilepsi
1. Kenali faktor pencetus serangan epilepsi misal capek, lapar, menonton TV,
dll
2. Hindari faktor pencetus serangan
3. Hindari jangan sampai capek 
4. Minum obat secara teratur 
5. Posisikan tidur di tempat yang datar , miringkan kepala saat serangan terjadi
6. Jauhkan benda-benda yang dapat membahayakan
7. Masukkan benda yang lunak di mulut saat serangan terjadi
8. Kendorkan pakaian
9. Kenali tanda awal akan terjadi serangan misal marah, tidak mau
makan,gangguan penglihatan/pendengaran, dll
10. Segera berikan obat jika mulai muncul tanda-tanda awal tersebut
11. Pada anak-anak jika terjadi panas tinggi segera bawa ke
puskesmas/dokter sebelum terjadi kejang
12. Pada anak-anak agar berobat secara teratur sampai dengan 3 tahun bebas
serangan epilepsi, kemudian dosis obat akan dikurangi secara bertahap dalam
waktu 6 bulan.
STANDAR OPERASIONAL PELAKSANAAN

KOMPRES HANGAT DAN DINGIN

PENGERTIAN

Kompres Hangat adalah suatu prosedur menggunakan kain / handuk yang telah di


kompres-hangatcelupkan pada air hangat, yang ditempelkan pada bagian tubuh tertentu.

MANFAAT:

Manfaat Kompres Hangat adalah dapat memberikan rasa nyaman dan menurunkan suhu
tubuh dalam menangani kasus klien yang mengalami pireksia.

TUJUAN :

1. Memperlancar sirkulasi darah


2. Mengurangi / menghilangi rasa sakit
3. Memperlancar pengeluaran cairan / exudata
4. Merangsang peristaltic
5. Member ketenangan dan kesenangan klien
6. Mengurangi nyeri
7. Meningkatkan aliran darah
8. Mengurangi kejang otot
9. Menurunkan kekakuan tulang sendi .
 

ALAT & BAHAN

 Kain kassa steril


 Larutan kompres berupa air hangat 40 °C dalam wadahnya ( dalam kom )
 Set ganti verban
 Akuades
 inen steril
 Bengkok
 Sarung tangan
 
PROSEDUR KERJA

1.Periksa dan yakinkan tentang program pengobatan


2.Atur posisi pasien
3.Cuci tangan di air mengalir dengan sabun dan dikeringkan dengan handuk
4.Siapkan peralatan
5.Siapkan lingkungan juga privasi pasien
6.Jelaskan prosedur pada pasien
7.Beri kesempatan pada pasien atau keluarganya untuk bertanya jika ada yang
kurang jelas
8.Siapkan alat dan dekatkan dengan pasien
9.Pasang sarung tangan
10. Siapkan air hangat dalam kom
11. Basahi kain pengompres dengan air, peras kain sehingga tidak terlalu basah.
12. Letakkan kain pada daerah yang akan dikompres ( dahi, ketiak, perut, leher
belakang ).
13. Angkat kain kasa dan buang di bengkok
14. Apabila kain telah kering atau suhu kain relative menjadi dingin, masukkan
kembali kain kompres ke dalam cairan kompres dan letakkan kembali di daerah
kompres, lakukan berulang-ulang hingga efek yang diinginkan dicapai
15. Evaluasi hasil dengan mengukur suhu tubuh klien setelah 20 menit
16. Setelah selesai, keringkan daerah kompres atau bagian tubuh yang basah dan
rapikan alat
17. Lepaskan sarung tangan
18. Cuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir
19. Dokumentasi

Anda mungkin juga menyukai