Anda di halaman 1dari 22

PENGKAJIAN UMUM SISTEM PERSYARAFAN

Dosen : Dr. Tigor H. Situmorang, MH, M.Kes

Disusun Oleh:

SEFTI RANI DEVI (202101207)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


WIDYA NUSANTARA PALU
PROGRAM STUDI NERS
2021/2022
1

PENGKAJIAN UMUM SISTEM PERSYARAFAN

A. Anamnesa
1. Riwayat Kesehatan
Tujuan diperolehnya riwayat kesehatan klien adalah menentukan status kesehatan
saat ini dan masa lalu dan memperoleh gambaran kapan mulainya penyakit yang
diderita saat ini. Riwayat kesehatan ini meliputi : data biografi, keluhan utama dan
riwayat penyakit saat ini, riwayat kesehatan masa lalu, riwayat keluarga, riwayat
psikososial dan pemeriksaan sistem tubuh.
a. Data Biografi :
Termasuk diantaranya adalah identitas klien, sumber informasi (klien sendiri atau
orang terdekat/significant other).
Data Biografi : Perawat memperoleh gambaran secara detail pada kondisi yang
utama dialami klien. Memperoleh informasi tentang perkembangan, tanda-tanda
dan gejala-gejala : onset (mulainya), faktor pencetus dan lamanya. Perlu
menentukan kapan mulainya gejala tersebut serta perkembangannya.
b. Riwayat kesehatan masa lalu :
Mencakup penyakit yang pernah dialami sebelumnya, penyakit infeksi yang
dialami pada masa kanak-kanak, pengobatan, periode perinatal, tumbuh
kembang, riwayat keluarga, riwayat psikososial dan pola hidup. Penyakit saraf
sering mempengaruhi kemampuan fungsi-fungsi tubuh. Perawat perlu
menanyakan perubahan tingkat kesadaran, nyeri kepala, kejang-kejang, pusing,
vertigo, gerakan dan postur tubuh.
c. Masalah kesehatan utama dan hospitalisasi :
Berbagai penyakit yang berhubungan dengan perubahan akibat gangguan
persarafan misalnya diabetes mellitus, anemia pernisiosa, kanker, berbagai
penyakit infeksi dan hipertensi. Penyakit hati dan ginjal yang menahun akan
mengakibatkan gangguan metabolisme misalnya gangguan keseimbangan cairan
elektrolit dan asam basa akan mempengaruhi fungsi mental.
2

d. Pengobatan :
Perawat akan memperoleh informasi sehubungan dengan obat-obatan yang
diperoleh klien. Banyak obat-obat anti alergi dan pilek yang bisa dikomsumsi
dapat mengakibatkan klien mengantuk.
e. Riwayat keluarga :
Perawat akan menanyakan pada keluarga sehubungan dengan gangguan
persarafan guna menentukan faktor-faktor resiko / genetik yang ada. Misalnya
epilepsi, hipertensi, stroke, retardasi mental dan gangguan psikiatri.
f. Riwayat psikososial dan pola hidup :
Perawat mengajukan pertanyaan sehubungan faktor psikososial klien seperti yang
berhubungan dengan latar belakang pendidikan, tingkat penampilan dan
perubahan kepribadian. Perawat memperoleh informasi tentang aktifitas klien
sehari-hari. Juga menanyakan adanya perubahan pola tidur, aktifitas olahraga,
hobi dan rekreasi, pekerjaan, stressor yang dialami dan perhatian terhadap
kebutuhan seksual.

2. Pengkajian neurologik
a. NUTRITIONAL – METABOLIC
Tanyakan tentang kebiasaan makan klien selama 24 jam. Apaka klien makan
makanan dari semua golongan makanan atau tidak adakah makanan pantang bagi
klien. Apakah klien memiliki kesukaran mengunyah atau menelan
b. ELIMINATION
- Apakah klien mengalami perubahan pada kebiasaan b a k atau b a b
- Apakah klien menggunakan laksatif, suppositoria, bantuan enema, jenis apa dan
seberapa sering.
- Apakah klien mampu berjalan ke kamar mandi dengan bantuan atau tanpa
dibantu. Uraikan kebiasaan rutin klien
c. ACTIVITY – EXERCISE
- Jelaskan jnis aktifitas kliens selama 24 jam
3

- Apakah klien memiliki kesulitan terhadap keseimbangan, koordinasi atau


berjalan. Apakah klien menggunakan alat bantu jalan
- Apakah klien menaglami kelemahan pada lengan atau kaki
- Apakah klien mampu menggerakkan seluruh bagian tubuhnya
- Jika klien kejang, apakah klien mampu mengidentifikasi faktor pencetusnya.
Bagaimana perasaannya setelah kejang
- Apakah klien memiliki pengalaman tremor/gemetar. Dimana bagian mana?
d. SLEEP-REST
- Apakah masalah kesehatan ini memiliki pengaruh terhadap kemampuan tidur
dan isitrahat. Jika demikian, bagaimana ?
- Apakah klien pernah memilki nyeri yang timbul pada malam hari, Jelaskan
- Uraikan tentang tingkat energi. Apakah tidur dan istirahat menyimpan kekuatan
dan energy
e. COGNITIVE-PERCEPTUAL
- Uraikan tentang pengalaman sakit kepala klien termasuk frekuensi, jenis, lokasi
dan faktor pencetusnya
- Pernahkah klien merasakan pingsan atau pusing. Pernahkah klien merasakan
berada di ruangan pemintalan
- Apakah klien pernah mengalami perasaan kebas, terbakar atau perasaan geli.
Dimana areanya dan kapan
- Apakah klien pernah mengalami masalah visual seperti penglihatan ganda,
penglihatan seperti dibatasi embun
f. SELF PERCEPTION-SELF CONCEPT
- Bagaimana masalah neurologik mempengaruhi perasaanmu tentang dirimu
- Bagaimana masalah neurologik mempengaruhi perasaanmu tentang hidupmu
- Bagaimanaperasaannmu tentang kelemahan yang mungkin disebabkan dari
masalah neurologic
g. ROLE-RELATIONSHIP
- Adakah riwayat masalah neurologik keluarga seperti alzheimer disease, tumor
otak, epilepsy
4

- Apakah klien sulit mengekspresikan dirinya.


- Apakah masalah neurologik berpengaruh terhadap perannya dalam keluarganya.
Bagaimana
- Apakah masalah neurologik berpengaruh terhadap interaksi dengan anggota
keluarga yang lain, dengan teman-temannya, pekerjaannya, dan aktifitas
sosialnya
- Apakah maslah neurologik berpengaruh terhadap kemampuan kerjanya
h. SEXUALITY-REPRODUCTIVE
- Apakah aktifitas sexual klien mengalami gangguan oleh adanya masalah
neurologic
- Apakah klien pernah menerima informasi tentang cara lain dalam
mengekspresikan aktifitas sexual jika klien mengalami gangguan neurologic
- Uraikan bagaimana masalah neurologik membuat klien merasakan dirinya laki-
laki atau wanita
i. COPING-STRESS
- Uraikan apa yang klien lakukan untuk mengatasi stress
- Bagaimana gangguan neurologik mempengaruhi cara klien mengatasi stress
- Apakah dengan stres yang meningkat semakin memperburuk masalah
neurologic
- Siapa dan apa yang dapat membantu klien dalam mengatasi stres dengan
masalah neurologic.
B. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan Fisik Tingkat Kesadaran
a. Tingkat kesadaran
1) Alert : Composmentis / kesadaran penuh
Pasien berespon secara tepat terhadap stimulus minimal, tanpa stimuli
individu terjaga dan sadar terhadap diri dan lingkungan.
2) Lethargic : Kesadaran
5

Klien seperti tertidur jika tidak di stimuli, tampak seperti enggan bicara.
Dengan sentuhan ringan, verbal, stimulus minimal, mungkin klien dapat
berespon dengan cepat. Dengan pertanyaan kompleks akan tampak bingung.
3) Obtuned
Klien memerlukan rangsangan yang lebih besar agar dapat memberikan
respon misalnya rangsangan sakit, respon verbal dan kalimat
membingungkan.
4) Stuporus
Klien dengan rangsang kuat tidak akan memberikan rangsang verbal.
Pergerakan tidak berarti berhubungan dengan stimulus.
5) Koma
Tidak dapat meberikan respon walaupun diberikan stimulus

b. Glasgow Coma Scale (GCS)


Score :
3–4 : vegetatif, hanya organ otonom yang bekerja
11 : moderate disability
15 : composmentis
Adapun scoring tersebut adalah :
1) Eye ( Respon membuka mata)
4 : Spontan
3 : Dengan perintah
2 : Dengan nyeri
1 : Tidak berespon
2) Verbal ( Respon verbal)
5 : Berorientasi
4 : Bicara membingungkan
3 : Kata-kata tidak tepat
2 : Suara tidak dapat dimengerti
6

1 : Tidak ada respon


3) Motorik (Respon motorik)
6 : Dengan perintah
5 : Melokalisasi nyeri
4 : Menarik area yang nyeri
3 : Menjauhi rangsangan nyeri (fleksi abnormal)/postur dekortikasi
2 : Ekstensi abnormal/postur deserebrasi
1 : Tidak berespon
2. Pemeriksaan Fisik Nervus Cranial
1. Test nervus I (Olfactory)
Fungsi penciuman
• Test pemeriksaan, klien tutup mata dan minta klien mencium benda yang
baunya mudah dikenal seperti sabun, tembakau, kopi dan sebagainya.
• Bandingkan dengan hidung bagian kiri dan kanan.
2. Test nervus II ( Optikus)
Fungsi aktifitas visual dan lapang pandang:
• Test aktifitas visual, tutup satu mata klien kemudian suruh baca dua baris di
koran, ulangi untuk satunya.
• Test lapang pandang, klien tutup mata kiri, pemeriksa di kanan, klien
memandang hidung pemeriksa yang memegang pena warna cerah, gerakkan
perlahan obyek tersebut, informasikan agar klien langsung memberitahu klien
melihat benda tersebut, ulangi mata kedua.
3. Test nervus III, IV, VI (Oculomotorius, Trochlear dan Abducens)
Fungsi koordinasi gerakan mata dan kontriksi pupil mata (N III).
• Test N III Oculomotorius (respon pupil terhadap cahaya), menyorotkan senter
kedalam tiap pupil mulai menyinari dari arah belakang dari sisi klien dan sinari
satu mata (jangan keduanya), perhatikan kontriksi pupil kena sinar.
• Test N IV Trochlear, kepala tegak lurus, letakkan obyek kurang lebih 60 cm
sejajar mid line mata, gerakkan obyek kearah kanan. Observasi adanya deviasi
bola mata, diplopia, nistagmus.
7

• Test N VI Abducens, minta klien untuk melihat kearah kiri dan kanan tanpa
menengok.
4. Test nervus V (Trigeminus)
a. Fungsi sensasi, caranya : dengan mengusap pilihan kapas pada kelopak mata
atas dan bawah.
• Refleks kornea langsung maka gerakan mengedip ipsilateral.
• Refleks kornea consensual maka gerakan mengedip kontralateral. Usap pula
dengan pilihan kapas pada maxilla dan mandibula dengan mata klien tertutup.
Perhatikan apakah klien merasakan adanya sentuhan.
b. Fungsi motorik, caranya : klien disuruh mengunyah, pemeriksa melakukan
palpasi pada otot temporal dan masseter.
5. Test nervus VII (Facialis)
a. Fungsi sensasi, kaji sensasi rasa bagian anterior lidah, terhadap asam, manis,
asin pahit. Klien tutup mata, usapkan larutan berasa dengan kapas/teteskan,
klien tidak boleh menarik masuk lidahnya karena akan merangsang pula sisi
yang sehat.
• Otonom, lakrimasi dan salivasi
b. Fungsi motorik, kontrol ekspresi muka dengancara meminta klien untuk :
tersenyum, mengerutkan dahi, menutup mata sementara pemeriksa berusaha
membukanya
6. Test nervus VIII (Acustikus)
Fungsi sensoris :
• Cochlear (mengkaji pendengaran), tutup satu telinga klien, pemeriksa berbisik di
satu telinga lain, atau menggesekkan jari bergantian kanan-kiri.
• Vestibulator (mengkaji keseimbangan), klien diminta berjalan lurus, apakah
dapat melakukan atau tidak.
7. Test nervus IX (Glossopharingeal) dan nervus X (Vagus)
• N IX, mempersarafi perasaan mengecap pada 1/3 posterior lidah, tapi bagian ini
sulit di test demikian pula dengan M.Stylopharingeus. Bagian parasimpatik N IX
mempersarafi M. Salivarius inferior.
8

• N X, mempersarafi organ viseral dan thoracal, pergerakan ovula, palatum lunak,


sensasi pharynx, tonsil dan palatum lunak.
Test : inspeksi gerakan ovula (saat klien menguapkan “ah”) apakah simetris dan
tertarik keatas.
Refleks menelan : dengan cara menekan posterior dinding pharynx dengan tong
spatel, akan terlihat klien seperti menelan.
8. Test nervus XI (Accessorius)
• Klien disuruh menoleh kesamping melawan tahanan. Apakah
Sternocledomastodeus dapat terlihat ? apakah atropi ? kemudian palpasi
kekuatannya.
• Minta klien mengangkat bahu dan pemeriksa berusaha menahan —- test otot
trapezius.
9. Nervus XII (Hypoglosus)
• Mengkaji gerakan lidah saat bicara dan menelan
• Inspeksi posisi lidah (mormal, asimetris / deviasi)
• Keluarkan lidah klien (oleh sendiri) dan memasukkan dengan cepat dan minta
untuk menggerakkan ke kiri dan ke kanan.

3. Pemeriksaan Fisik Fungsi Motorik dan Sensorik


a. Fungsi Motorik
Sistem motorik sangat kompleks, berasal dari daerah motorik di corteks
cerebri, impuls berjalan ke kapsula interna, bersilangan di batang traktus
pyramidal medulla spinalis dan bersinaps dengan lower motor neuron.
Pemeriksaan motorik dilakukan dengan cara observasi dan pemeriksaan
kekuatan.
1. Massa otot : hypertropi, normal dan atropi
2. Tonus otot : Dapat dikaji dengan jalan menggerakkan anggota gerak
pada berbagai persendian secara pasif. Bila tangan / tungkai klien ditekuk secara
berganti-ganti dan berulang dapat dirasakan oleh pemeriksa suatu tenaga yang
9

agak menahan pergerakan pasif sehingga tenaga itu mencerminkan tonus otot.
Bila tenaga itu terasa jelas maka tonus otot adalah tinggi.
Keadaan otot disebut kaku. Bila kekuatan otot klien tidak dapat berubah,
melainkan tetap sama. Pada tiap gerakan pasif dinamakan kekuatan spastis. Suatu
kondisi dimana kekuatan otot tidak tetap tapi bergelombang dalam melakukan
fleksi dan ekstensi extremitas klien. Sementara penderita dalam keadaan rileks,
lakukan test untuk menguji tahanan terhadap fleksi pasif sendi siku, sendi lutut
dan sendi pergelangan tangan. Normal, terhadap tahanan pasif yang ringan /
minimal dan halus.
3. Kekuatan otot :
Aturlah posisi klien agar tercapai fungsi optimal yang diuji. Klien secara
aktif menahan tenaga yang ditemukan oleh sipemeriksa. Otot yang diuji biasanya
dapat dilihat dan diraba. Gunakan penentuan singkat kekuatan otot dengan skala
Lovett’s (memiliki nilai 0 – 5)

0 = tidak ada kontraksi sama sekali.


1 = gerakan kontraksi.
2 = kemampuan untuk bergerak, tetapi tidak kuat kalau melawan tahanan
atau gravitasi.
3 = cukup kuat untuk mengatasi gravitasi.
4 = cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh.
5 = kekuatan kontraksi yang penuh.
b. Fungsi Sensorik
Pemeriksaan sensorik adalah pemeriksaan yang paling sulit diantara
pemeriksaan sistem persarafan yang lain, karena sangat subyektif sekali. Oleh
sebab itu sebaiknya dilakukan paling akhir dan perlu diulang pada kesempatan
yang lain (tetapi ada yang menganjurkan dilakukan pada permulaan pemeriksaan
karena pasien belum lelah dan masih bisa konsentrasi dengan baik).
Gejala paresthesia (keluhan sensorik) oleh klien digambarkan sebagai
perasaan geli (tingling), mati rasa (numbless), rasa terbakar/panas (burning), rasa
dingin (coldness) atau perasaan-perasaan abnormal yang lain. Bahkan tidak jarang
10

keluhan motorik (kelemahan otot, twitching / kedutan, miotonia, cramp dan


sebagainya) disajikan oleh klien sebagai keluhan sensorik. Bahan yang dipakai
untuk pemeriksaan sensorik meliputi:
1. Jarum yang ujungnya tajam dan tumpul (jarum bundel atau jarum
pada perlengkapan refleks hammer), untuk rasa nyeri superfisial.
2. Kapas untuk rasa raba.
3. Botol berisi air hangat / panas dan air dingin, untuk rasa suhu.
4. Garpu tala, untuk rasa getar.
5. Lain-lain (untuk pemeriksaan fungsi sensorik diskriminatif) seperti :
- Jangka, untuk 2 (two) point tactile dyscrimination.
- Benda-benda berbentuk (kunci, uang logam, botol, dan
sebagainya), untuk pemeriksaan stereognosis
- Pen / pensil, untuk graphesthesia.
4. Reflek Fisiologis dan Patologis
a. Reflek Fisiologis
Pemeriksaan aktifitas refleks dengan ketukan pada tendon menggunakan
refleks hammer. Skala untuk peringkat refleks yaitu :
0 = tidak ada respon
1 = hypoactive / penurunan respon, kelemahan ( + )
2 = normal ( ++ )
3 = lebih cepat dari rata-rata, tidak perlu dianggap abnormal ( +++ )
4 = hyperaktif, dengan klonus ( ++++)
Refleks-refleks yang diperiksa adalah :
1. Refleks patella
Pasien berbaring terlentang, lutut diangkat ke atas sampai fleksi kurang
lebih 300. Tendon patella (ditengah-tengah patella dan tuberositas tibiae)
dipukul dengan refleks hammer. Respon berupa kontraksi otot quadriceps
femoris yaitu ekstensi dari lutut.
2. Refleks biceps
11

Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 900 , supinasi dan lengan
bawah ditopang pada alas tertentu (meja periksa). Jari pemeriksa ditempatkan
pada tendon m. biceps (diatas lipatan siku), kemudian dipukul dengan refleks
hammer.Normal jika timbul kontraksi otot biceps, sedikit meningkat bila
terjadi fleksi sebagian dan gerakan pronasi. Bila hyperaktif maka akan terjadi
penyebaran gerakan fleksi pada lengan dan jari-jari atau sendi bahu.
3. Refleks triceps
Lengan ditopang dan difleksikan pada sudut 900 ,tendon triceps diketok
dengan refleks hammer (tendon triceps berada pada jarak 1-2 cm diatas
olekranon).
Respon yang normal adalah kontraksi otot triceps, sedikit meningkat bila
ekstensi ringan dan hyperaktif bila ekstensi siku tersebut menyebar keatas
sampai otot-otot bahu atau mungkin ada klonus yang sementara.
4. Refleks achilles
Posisi kaki adalah dorsofleksi, untuk memudahkan pemeriksaan refleks ini
kaki yang diperiksa bisa diletakkan / disilangkan diatas tungkai bawah
kontralateral.
Tendon achilles dipukul dengan refleks hammer, respon normal berupa
gerakan plantar fleksi kaki.
5. Refleks abdominal
Dilakukan dengan menggores abdomen diatas dan dibawah umbilikus.
Kalau digores seperti itu, umbilikus akan bergerak keatas dan kearah daerah
yang digores.
6. Refleks Babinski
Merupakan refleks yang paling penting . Ia hanya dijumpai pada penyakit
traktus kortikospinal. Untuk melakukan test ini, goreslah kuat-kuat bagian
lateral telapak kaki dari tumit kearah jari kelingking dan kemudian melintasi
bagian jantung kaki. Respon Babinski timbul jika ibu jari kaki melakukan
dorsifleksi dan jari-jari lainnya tersebar. Respon yang normal adalah fleksi
plantar semua jari kaki.
12

b. Reflek Patologis
1. Babinsky
Cara : penggoresan telapak kaki bagian lateral dari posterior ke anterior
Respon : ekstensi ibu jari kaki dan pengembangan jari kaki lainnya
2. Gordon
Cara : penekanan betis secara keras
Respon : seperti babinsky
3. Schaefer
Cara : memencet tendon achilles secara keras
Respon : seperti babinsky
4. Sucking reflex
Cara : sentuhan pada bibir
Respon : gerakan bibir, lidah dn rahang bawah seolah-olah menyusu
5. Snout reflex
Cara : ketukan pada bibir atas
Respon : kontrksi otot-otot disekitar bibir / di bawah hidung
6. Grasps reflex
Cara : penekanan / penekanan jari pemeriksa pada telapak tangan pasien
Respon : tangan pasien mengepal
7. Palmo-mental reflex
Cara : goresan ujung pena terhadap kulit telapak tangan bagian thenar
Respon : kontaksi otot mentalis dan orbikularis oris (ipsi lateral)

5. Tes Iritasi Meningen


Untuk mengetahui rangsangan selaput otak (misalnya pada meningitis) dilakukan
pemeriksaan :
1. Kaku kuduk
Bila leher ditekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak dapat
menempel pada dada —- kaku kuduk positif (+).
13

2. Tanda Brudzinski I
Letakkan satu tangan pemeriksa dibawah kepala klien dan tangan lain didada
klien untuk mencegah badan tidak terangkat. Kemudian kepala klien difleksikan
kedada secara pasif. Brudzinski I positif (+) bila kedua tungkai bawah akan fleksi
pada sendi panggul dan sendi lutut.
3. Tanda Brudzinski II
Tanda Brudzinski II positif (+) bila fleksi tungkai klien pada sendi panggul secara
pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul dan lutut.
4. Tanda Kernig
Fleksi tungkai atas tegak lurus, lalu dicoba meluruskan tungkai bawah pada sendi
lutut. Normal, bila tungkai bawah membentuk sudut 1350 terhadap tungkai atas.
Kernig + bila ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit terhadap
hambatan.
5. Test Laseque
Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulk an nyeri
sepanjang m. ischiadicus.

C. Tes Diagnostik Persarafan


Lima Prosedur diagnostik yang lazim dilakukan yaitu Lumbal Pungsi,
Angiografi, Elekto Encephalografi, Elektromiografi, Computerized Axial Tomografi
Scan (CT Scan) Otak
a. Lumbal Pungsi
1) Pengertian
Adalah suatu cara pengambilan cairan cerebrospinal melalui pungsi pada
daerah lumbal
2) Tujuan
Mengambil cauran cerebrospinaluntuk kepentingan pemeriksaan/diagnostik
maupun kepentingan therapi
3) Indikasi
14

Untuk diagnostic:
- kecurigaan meningitis
- Kecurigaan perdarahan sub arachnoid
- Pemberian media kontras pada pemeriksaan myelografi
- Evaluasi hasil pengobatan
Untuk Therapi:
- Pemberian obat anti neoplastik atau anti mikroba intra tekal
- Pemberian anesthesi spinal
- Mengurangi atau menurunkan tekanan CS
4) Persiapan
a. Persiapan pasien
- Memberi penyuluhan kepada pasien dan keluarga tentang lumbal
pungsi meliputi tujuan, prosedur, posisi, lama tindakan, sensasi-sensasi
yang akan dialami dan hal-hal yang mungkin terjadi berikut upaya yang
diperlukan untuk mengurangi hal-hal tersebut
- Meminta izin dari pasien/keluarga dengan menadatangani formulir
kesediaan dilakukan tindakan lumbal pungsi.
- Meyakinkan klien tentang tindakan yang akan dilakukan
b. Persiapan Alat
- Bak streil berisi jarum lumbal, spuit dan jarum, sarung tangan, kassa
dan lidi kapas, botol kecil (bila akan dilakukan pemeriksaan
bakteriologis), dan duk bolong.
- Tabung reaksi tiga buah
- Bengkok
- Pengalas
- Desinfektan (jodium dan alkohol) pada tempat
- Plester dan gunting
- Manometer
- Lidokain/Xilocain
- Masker. Gaun, tutup kepala
15

5) Prosedur pelaksanaan
a. Posisi pasien lateral recumbent dengan bagian punggung di pinggir
tempat tidur. Lutut pada posisi fleksi menempel pada abdomen,
leher fleksi kedepan dagunya menepel pada dada (posisi knee chest)
b. Pilih lokasi pungsi. Tiap celah interspinosus vertebral dibawah L2
dapat digunakan pada orang dewasa, meskipun dianjurkan L4-L5
atau L5-S1 (Krista iliaca berada dibidang prosessus spinosus L4).
Beri tanda pada celah interspinosus yang telah ditentukan.
c. Dokter mengenakan masker, tutup kepala, pakai sarung tangan dan
gaun steril.
d. Desinfeksi kulit degan larutan desinfektans dan bentuk lapangan
steril dengan duk penutup.
e. Anesthesi kulit dengan Lidokain atau Xylokain, infiltrasi jaringan
lebih dapam hingga ligamen longitudinal dan periosteum
f. Tusukkan jarum spinal dengan stilet didalamnya kedalam jaringan
subkutis. Jarum harus memasuki rongga interspinosus tegak lurus
terhadap aksis panjang vertebra.
g. Tusukkan jarum kedalam rongga subarachnoid dengan perlahan-
lahan, sampai terasa lepas. Ini pertanda ligamentum flavum telah
ditembus. Lepaskan stilet untuk memeriksa aliran cairan
serebrospinal. Bila tidak ada aliran cairan CSF putar jarumnya
karena ujung jarum mungkin tersumbat. Bila cairan tetap tidak
keluar. Masukkan lagi stiletnya dan tusukka jarum lebih dalam.
Cabut stiletnya pada interval sekitar 2 mm dan periksa untuk aliran
cairan CSF. Ulangi cara ini sampai keluar cairan.
h. Bila akan mengetahui tekananCSF, hubungkan jarum lumbal dengan
manometer pemantau tekanan, normalnya 60 - 180 mmHg dengan
posisi pasien berrbaring lateral recumbent. Sebelum mengukur
16

tekanan, tungkai dan kepala pasien harus diluruskan. Bantu pasien


meluruskan kakinya perlahan-lahan.
i. Anjurkan pasien untuk bernafas secara normal, hindarkan
mengedan.
j. Untuk mengetahui apakah rongga subarahnoid tersumbat atau tidak,
petugas dapat melakukan test queckenstedt dengan cara mengoklusi
salah satu vena jugularis selama I\10 detik. Bila terdapat obstruksi
medulla spinalis maka tekanan tersebut tidak naik tetapi apabila
tidak terdapat obstruksi pada medulla spinalis maka setelah 10 menit
vena jugularis ditekan, tekanan tersebut akan naik dan turun dalam
waktu 30 detik
k. Tampung cairan CSF untuk pemeriksaan. Masukkan cairan tesbut
dalam 3 tabung steril dan yang sudah berisi reagen, setiap tabung
diisi 1 ml cairan CSF. Cairan ini digunakan untuk pemeriksaan
hitung jenis dan hitung sel, biakan dan pewarnaan gram, protein dan
glukosa. Untuk pemeriksaan none-apelt prinsipnya adalah globulin
mengendap dalam waktu 0,5 jam pada larutan asam sulfat. Cara
pemeriksaanya adalah kedalam tabung reaksi masukkan reagen 0,7
ml dengan menggunakan pipet, kemudian masukkan cairan CSF
0,5 . diamkan selama 2 - 3 menit perhatikan apakah terbentuk
endapan putih. Cara penilainnya adalah sebagai berikut:
a) Cincin putih tidak dijumpai (-)
b) Cincin putih sangat tipis dilihat dengan latar belakang hitam
dan bila dikocok tetap putih (+)
c) Cincin putih sangat jelas dan bila dikocok cairan menjadi
opolecement (++)
d) Cincin putih jelas dan bila dikocok cairan menjadi keruh (++
+)
e) Cincin putih sangat jelas dan bila dikocok cairan menjadi
sangat keruh (++++)
17

Untuk test pandi bertujuan untuk mengetahui apakah ada


peningkatan globulin dan albumin, prinsipnya adalah protein
mengendap pada larutan jenuh fenol dalam air. cAranya adalah
isilah tabung gelas arloji dengan 1 cc cairan reagen pandi
kemudian teteskan 1 tetes cairan CSF, perhatikan reaksi yang
terjadi apakah ada kekeruhan.
l. Bila lumbal pungsi digunakan untuk mengeluarkan cairan liquor
pada pasien dengan hydrocepalus berat maka maksimal cairan
dikeluarkan adalah 100 cc.
m. Setelah semua tindakan selesai, manometer dilepaskan masukan
kembali stilet jarum lumbal kemudian lepaskan jarumnya. Pasang
balutan pada bekas tusukan
6) Setelah Prosedur
a. Klien tidur terletang tanpa bantal selama 2 - 4 jam
b. Observasi tempat pungsi terhadap kemungkinan pengeluaran cairan
CSF
c. Bila timbul sakit kepala, lakukan kompres es pada kepala, anjurkan
tekhnik relaksasi, bila perlu pemberian analgetik dan tidur sampai sakit
kepala hilang
7) Komplikasi
a. Herniasi Tonsiler
b. Meningitis dan empiema epidural atau sub dural
c. Sakit pinggang
d. Infeksi
e. Kista epidermoid intraspinal
f. Kerusakan diskus intervertebralis

b. Angiografi
1) Pengertian
18

Melihat secara langsung sistem pembuluh darah otak. Zat kontras


dimasukkan melalui arteri. Biasanya pada arteri carotis dan arteri vertebra,
atau mungkin juga pada arteri brchialis dan arteri femoralis
2) Angiografi dapat mendeteksi :
a. sumbatan pada pembuluh darah cerebral seperti pada stroke
b. Anomali congenital pembuluh darah
c. Pergeseran pembuluh darah yang mungkin mengindikasikan SOL (Space
Ocupaying Lession)
d. Malformasi vaskuler, seperti pada aneurisma atau angioma
3) Persiapan Pasien
Menciptakan rasa aman dan nyaman pada diri klien. Persiapan ini
meliputi :
a. Menjelaskan prosedur pelaksanaan, sensasi yang terjadi (rasa terbakar
saat penyuntikan zat kontras yang lama kelamaan akan menghilang)
b. Hal yang perlu dilakukan setelah tindakan dilakukan
c. Surat izin tindakan telah ditandatangani klien
4) Komplikasi
a. Hematom pada daerah suntikan. Dapat dicegah dengan melakukan
balut tekan pada daerah suntikan
b. Keracunan zat kontras. Dapat dicegah dengan pemberian anti alergi
sesuai program
5) Setelah prosedur
a. observasi tanda-tanda vital setiap jam sampai kondisi stabil
b. Kompres es pada daerah suntikan untuk menghilangkan rasa nyeri
dan mengurangi/mencegah hematom
c. Klien tidur terlentang tanpa bantal selama 24 jam.
d. ika penyuntikan dilakukan pada daerah femoralis, tungkai harus
tetap lurus selama 6-8 jam
e. Catat perubahan-perubahan neurologi setelah tindakan angiografi.
19

c. Elektro Encephalografi (EEG)


1. Pengertian
Adalah suatu cara untuk merekam aktifitas listrik otak melalui
tengkorak yang utuh.
2. Prinsip Kerja
Dengan elektroda yang ditempelkan pada berbagai daerah tengkorak,
potensial permukaan otak direkam. Perekaman ini berlangsung terus
menerus untuk beberapa menit. Tegangan yang tercatat pada kertas yang
bergerak berupa gelombang-gelombang. Dengan memasang 16 elektroda
pada tengkorak aktivitas seluruh otak dapat di tekan dan diselidiki.
Tegangan otak sebesar 50 mikrovolt agar dapat direkam harus diperkuat
sampai 1 juta kali. Oleh karena itu aliran listrik dari sumber lain seperti
gerakan otot kepala atau generator listrik juga ikut tercatat (artefak)
Seluruh korteks serebri merupakan medan listrik yang diproduksi pada
ujung-ujung dendrit. Tegangan potensial neuron pada setiap waktu
berbeda sehingga potensial dendrit juga berubah-ubah. Fluktuasi ini yang
tercatat pada kertas EEG.
4. Indikasi Pemasangan
a. Penderita dicurigai atau dengan epilepsy
b. Membedakan kelainan otak organic
c. Mengidentifikasi infark pembuluh darah atau adanya lesi (tumor,
hematom, abses)
d. Diagnosa retardasi mental atau over dosis obat
e. Menentukan kematian jaringan otak

d. Elektromyegrafi (EMG)
1. Pengertian
Adalah suatu cara yang dilakukan untuk mengukur dan mencatat
aliran listrik yang ditimbulkan oleh otot-otot skeletal. Dalam keadaan
20

istirahat otot tidak melepaskan listrik, tetapi bila oto berkontraksi secara
volunter potensial aksi dapat direkam.
2. Tujuan
a. membantu membedakan antara gangguan otot primer seperti distrofi otot
dan gangguan sekunder
b. membantu menetukan penyakit degeneratif saraf sentral
c. membantu mendiagnosa gangguan neuromuskular seperti myestania grafis

e. Computerized Axial Tomografi (CT Scan)


1. Pengertian
CT Scan adalah suatu prosedur yang digunakan untuk mendapatkan
gambaran dari berbagai sudut kecil dari tulang tengkorak dan otak.
2. pemeriksaan ini mendeteksi :
a. gambaran lesi dari tumor, hematoma dan abses
b. perubahan vaskuler : malformasi, naik turunnya vaskularisasi dan infark
c. brain contusion, brain atrofi, hydrocephalus
d. inflamasi
21

DAFTAR PUSTAKA

Hudak & Gallo. 2002. Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC


Price. 2005. Anatomi Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia

Smeltzer, Suzanne C & Bare, Brenda G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal bedah.
Jakarta : EGC
Syarifussin, H. 1997. Anatomi Fisiologi Untuk siswa Perawat. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai