DI SUSUN OLEH :
PRESEPTOR AKADEMIK
Ns. Firmawati, M. kep
PRESEPTOR KLINIK
Ns. Kamaludin Palinrungi, M.Kep
1. TGL :
TANGGAL PENGUMPULAN
2. TEPAT WAKTU
3. TERLAMBAT
SARAN PRESEPTOR
KLINIK/AKADEMIK
MENGETAHUI :
1. Pengkajian Keperawatan
a. Pengertian
Waham adalah suatu keadaan di mana seseorang individu
mengalami sesuatu kekacauan dalam pengoperasian dan aktivitas-
aktivitas kognitif (Townsend, 2010)
Waham adalah keyakinan yang salah secara kokoh dipertahankan
walaupun walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan
dengan realita normal (Stuart dan Sundeen, 2012).
Waham adalah suatu keyakinan seseorang yang berdasarkan
penilaian realitas yang salah , keyakinan yang tidak konsisten dengan
tingkat intelektual dan latar belakang budaya , ketidakmampuan
merespon stimulus internal dan eksternal melalui proses interaksi /
informasi secara akurat (Yosep , 2009).
b. Rentang Respon Neurobiologi
Respon Adaptif Respon Maladaptif
c. Etiologi
effect
Core problem
causa
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnose keperawatan klien dengan waham berdasarkan pohon masalah :
a. Gangguan proses pikir : waham
b. Kerusakan komunikasi verbal
c. Harga diri rendah kronik
3. Perencanaan Keperawatan
Gangguan Proses fikir : Waham
Pasien Keluarga
No.
SPIP SPIk
6. Melakukan SP III
keluarga
a. Membantu keluarga
membuat jadwal
aktivitas di rumah
termasuk minum
obat (discharge
planning)
b. Menjelaskan follow
up klien setelah
pulang
Aziz R, dkk, 2003. Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa. Semarang : RSJD Dr.
Amino Gonohutomo.
Balitbang. 2007. Workshop Standar Proses Keperawatan Jiwa. Bogor
Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP) untuk 7
Diagnosa Keperawatan Jiwa Berat bagi S-1 Keperawatan. Jakarta :
Salemba Medika.
Keliat Budi Ana. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta :
EGC.
Stuart GW, Sundeen. 1995. Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th
ed.). St.Louis Mosby Year Book.
Yosep, I. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika Aditama.
LAPORAN PENDAHULUAN
ISOLASI SOSIAL (MENARIK DIRI)
1. Pengkajian Keperawatan
a. Pengertian
Isolasi adalah keadaan dimana individu atau kelompok mengalami
atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan
keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat
kontak ( Carpenito, 1998 ).
Merupakan upaya menghindari suatu hubungan komunikasi dengan
orang lain karena merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak
mempunyai kesempatan untuk berbagi rasa, pikiran, dan kegagalan. Klien
mengalami kesulitan dalam berhubungan secara spontan dengan orang lain
yang dimanifestasikan dengan mengisolasi diri, tidak ada perhatian, dan
tidak sanggup berbagi pengalaman.
b. Rentang Respons
Respons Adaptif Respons Maladaptif
Berikut ini akan dijelaskan tentang respons yang terjadi pada isolasi sosial.
1) Respons adaptif
Respons adaptif adalah respons yang masih dapat diterima oleh
norma-norma sosial dan kebudayaan secara umum berlaku. Dengan
kata lain individu tersebut masih dalam batas normal ketika
menelesaikan masalah. Berikut ini adalah sikap yang termasuk
respons adaptif.
a) Menyendiri, respons yang dibutuhkan seseorang untuk
merenungkan apa yang telah terjadi di lingkungan sosialnya.
b) Otonomi, kemempuan individu untuk menentukan dan
menyampaikan ide, pikiran, dan perasaan dalam hubungan sosial.
c) Bekerja sama, kemampuan individu yang saling membutuhkan
satu sama lain.
d) Interdependen, saling ketergantungan antara individu dengan
orang lain dalam membina hubungan interpersonal.
2) Respons maladaptif
Respons maladaptif adalah respons yang menyimpang dari norma
sosial dan kehidupan di suatu tempat. Berikut ini adalah perilaku yang
termasuk respons maladaptif.
a) Menarik diri, seseorang yang mengalami kesulitan dalam
membina hubungan secara terbuka dengan orang lain.
b) Ketergantungan, seseorang gagal mengembangkan rasa percaya
diri sehingga tergantung dengan orang lain.
c) Manipulasi, seseorang yang mengganggu orang lain sebagai objek
individu sehingga tidak dapat membina hubungan sosial secara
mendalam.
d) Curiga, seseorang gagal mengembangkan rasa percaya terhadap
orang lain.
c. Etiologi
Terjadinya menarik diri dipengaruhi oleh faktor predisposisi dan
stressor presipitasi. Faktor perkembangan dan sosial budaya merupakan
faktor predisposisi dan stressor presipitasi. Faktor perkembangan dan
sosial budaya merupakan faktor predisposisi terjadi perilaku menarik diri.
Kegagalan perkembangan dapat mengakibatkan individu tidak percaya
diri, tidak percaya pada diri orang lain, ragu, takut salah, pesimis, putus
asa terhadap hubungan dengan orang lain, menghindari orang lain, tidak
mampu merumuskan keinginan dan merasa tertekan. Keadaan ini dapat
menimbulkan perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan orang lain,
menghindar dari orang lain, lebih menyukai berdiam diri sendiri dan
kegiatan sendiri terabaikan.
1) Faktor Predisposisi
a) Faktor Tumbuh Kembang
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas
perkembangan yang harus dipenuhi agar tidak terjadi gangguan
dalam hubungan sosial.
Bila tugas-tugas dalam perkembangan ini tidak terpenuhi maka
akan menghambat fase perkembangan sosial yang nantinya akan
dapat menimbulkan masalah.
Tugas Perkembangan Berhubungan Dengan Pertumbuhan
Interpersonal.
Tahap Perkembangan Tugas
Effect
Core Problem
Causa
2. Diagnosa Keperawatan
1) Isolasi sosial
2) Gangguan konsep diri : harga diri rendah
3) Perubahan persepsi sensori : halusinasi
4) Koping individu tidak efektif
5) Defisit perawatan diri
6) Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan
3. Perencanaan Keperawatan
Isolasi social
Pasien Keluarga
No.
SPIP SPIk
1. Identifikasi penyebab isolasi sosial : Diskusikan masalah yang di
siapa yang serumah, siapa yang rasakan dalam merawat pasien
dekat, dan apa sebabnya .
2. Keuntungan Punya teman dan Jelaskan pengertian, tanda & gejala
bercakap-cakap. dan proses terjadinya isolasi sosial
(gunakan booklet)
3. Kerugian tidak punya teman dan Jelaskan cara merawat isolasi sosial
tidak bercakap-cakap.
4. Latihan cara berkenalan dengan Latih dua cara merawat berkenalan,
pasien dan perawat atau tamu. berbicara saat melakukan kegiatan
harian.
5. Masukan pada jadwal kegiatan Anjurkan membantu pasien sesuai
untuk latihan berkenalan jadwal dan memberikan pujian
besuk.
SPIIP SPIIk
1. Evaluasi kegiatan berkenalan Evaluasi kegiatan keluarga dalam
(berapa orang). Beri pujian merawat / melatih pasien
berkenalan dan berbicara saat
melakukan kegiatan harian. Beri
pujian
2. Latih cara berbicara saat melakukan Jelaskan kegiatan rumah tangga
kegiatan harian (latih 2 kegiatan ) yang dapat melibatkan pasien
berbicara (makan, sholat,bersama)
di rumah
3. Masukan pada jadwal kegiatan Latih cara membimbing pasien
untuk latihan berkenalan 2-3 orang, berbicara dan memberi pujian
pasien, perawat dn tamu, berbicara
saat melakukan kegiatan harian
SPIIIP SPIIIk
1. Evaluasi kegiatan latihan berkenalanEvaluasi kegiatan keluarga dalam
( berapa orang) & berbicara saat merawat / melatih pasien
melakukan dua kegiatan harian. Beri berkenalan, berbicara saat
pujian melakukan kegiatan harian. Beri
pujian
2. Latih cara berbicara saat melakukan Jelaskan cara melatih pasien
kegiatan harian (2 kegiatan baru) melakukan kegiatan sosial seperti
berbelanja, meminta sesuatu dll
3. Masukkan pada jadwal kegiatan Latih keluarga mengajak pasien
untuk latihan berkenalan 4-5 orang, berbelanja saat besuk.
berbicara saat melakukan 4 kegiatan
harian
4 Anjurkan membanrtu pasien sesuai
jadwal kegiatan dan memberikan
pujian.
SPIVP SPIVK
4. Tindakan Keperawatan
DX. Rencana
Keperawatan Tindakan Keperawatan
Isolasi Sosial Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
TUM : Klien
mampu
berinteraksi
dengan orang
lain
2. Diskusikan dengan
klien penyebab
menarik diri / tidak
mau bergaul dengan
orang lain
3. Beri pujian terhadap
kemampuan klien
mengungkapkan
perasaanya
Aziz R, dkk, 2003. Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr.
Amino Gonohutomo.
Balitbang. 2007. Workshop Standar Proses Keperawatan Jiwa. Bogor
Fitria, Nita. 2009. Aplikasi Dasar dan Aplikasi penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta:
Salemba Medika.
Keliat Budi Ana. 1999.Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta :
EGC.
Keliat Budi Ana. 1999. Gangguan Konsep Diri, Edisi I, Jakarta : EGC.
Stuart GW, Sundeen. 1995. Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th
ed.). St.Louis Mosby Year Book.
LAPORAN PENDAHULUAN
PERILAKU KEKERASAN
1. Pengkajian Keperawatan
a. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan di mana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada
diri sendiri maupun orang lain. Sering di sebut juga gaduh gelisah atau
amuk di mana seseorang marah berespon terhadap suatu stressor dengan
gerakan motorik yang tidak terkontrol (Yosep, 2007).
b. Rentang Respon Adaptof dan Mal Adaptif
Respon Adaptif Respon Maladaptif
c. Etiologi
1) Faktor Predisposisi
a) Psikologis
Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang
kemudian dapat timbul agresif atau perilaku
kekerasan,contohnya: pada masa anak-anak yang mendapat
perilaku kekerasan cenderung saat dewasa menjadi pelaku
perilaku kekerasan.
b) Perilaku
Kekerasan didapat pada saat setiap melakukan sesuatu maka
kekerasan yang diterima sehingga secara tidak langsung hal
tersebut akan diadopsi dan dijadikan perilaku yang wajar.
c) Sosial Budaya
Budaya yang pasif – agresif dan kontrol sosial yang tidak pasti
terhadap pelaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah
kekerasan adalah hal yang wajar.
d) Bioneurologis
Beberapa berpendapat bahwa kerusaka pada sistem limbik,
lobus frontal, lobus temporal, dan ketidakseimbangan
neurotransmitter ikut menyumbang terjadi perilaku kekerasan
2) Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali
berkaitan dengan (Yosep, 2009):
a) Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol
solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola,
geng sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.
b) Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi
sosial ekonomi.
c) Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga
serta tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah
cenderung melalukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d) Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa.
e) Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan
obat dan alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya
pada saat menghadapi rasa frustasi.
f) Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan
pekerjaan, perubahan tahap perkembangan, atau perubahan
tahap perkembangan keluarga.
3) Mekanisme Koping
Mekanisme yang umum digunakan adalah mekanisme
pertahanan ego seperti displacement, sublimasi, proyeksi, represif,
denial, dan reaksi formasi.
Perilaku kekerasan biasanya diawali dengan situasi berduka
yang berkepanjangan dari seseorang karena ditinggal oleh orang
yang dianggap sangat berpengaruh dalam hidupnya. Bila kondisi
tersebut tidak teratasi, maka dapat menyebabkan seseorang rendah
diri (Harga diri rendah), sehingga sulit untuk bergaul dengan orang
lain. Bila ketidakmampuan bergaul dengan orang lain ini tidak
diatasi akan memunculkan halusinasi berupa suara-suara atau
bayangan yang meminta klien untuk melakukan tindak kekerasan.
Hal tersebut dapat berdampak pada keselamatan dirinya dan orang
lain (resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan).
Selain diakibatkan oleh berduka yang berkepanjangan,
dukungan keluarga yang kurang baik dalam menghadapi kondisi
klien dapat mempengaruhi perkembangan klien (koping keluarga
tidak efektif). Hal ini tentunya menyebabkan klien sering keluar
masuk RS atau menimbulkan kekambuhan karena dukungan
keluarga tidak maksimal (regimen teurapeutik inefektif).
d. Masalah keperawatan
Perilaku kekerasan
1) Data Mayor :
Data Subjektif
- Mengancam, mengumpat, bicara keras dan kasar
Data Objektif
- Agitasi, meninju, membanting dan melempar
2) Data Minor :
Data Subjektif
- Mengatakan ada yang mengejek dan mengancam, mendengar
suara yang menjelekkan, merasa orang lain mengancam dirinya
Data Objektif :
- Menjau dari orang lain, katatonia
e. Pohon Masalah
effect
Perilaku Kekerasan/amuk
Core problem
2. Diagnosa Keperawatan
a. Perilaku kekerasan
b. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan
c. Perubahan persepsi sensori: halusinasi
d. Harga diri rendah kronis
e. Isolasi social
3. Perencanaan Keperawatan
Pasien Keluarga
No.
SPIP SPIk
1. Identifikasi penyebab, Tanda & Diskusikan masalah yang dirasakan
Gejala PK yang dilakukan, keluarga dalam merawat pasien
akibat PK
2. Jelaskan cara mengontrol PK: Jelaskan pengertian PK, tanda dan
Fisik, Obat, Verbal, Spiritualgejala, dan proses terjadinya PK
(Gunakan BOOKLET)
3. Latih cara mengontrol PK jelaskan cara merawat PK
Secara Fisik: Tarik Nafas
Dalam dan pukul kasur dan
bantal
4 Masukkan pada jadwal kegiatan Latih Satu cara merawat PK dengan
untuk latihan fisik melakukan kegiatan fisik: tarik nafas
dalam dan pukul kasur sdan bantal
Anjurkan membantu pasien sesuai
jadwal dan beri pujian
SPIIP SPIIk
1. Evaluasi kegiatan Ltihan Fisik. Evaluasi kegiatan keluarga dalam
Beri Pujian merawat, melatih pasien fisik. Beri
pujian
2. Latih Cara mengontrol PK Jelaskan 6 Benar Minum oBat
dengan obat (Jelaskan 6 Benar
minum obat : Jenis, guna, dosis,
frekuensi, cara, kontiunitas
minum obat)
3. Masukkan ke dalam jadwal Latih cara memberikan/membimbing
kegiatan untuk latihan fisik minum obat
minum obat
4. Anjurkan membantu pasien sesuai
jadwal dan memberi pujian
SPIIIP SPIIIk
1. Evaluasi kegiatan latihan fisik Evaluasi kegiatan keluarga dalam
& obat. Beri pujian merawat/melatih pasien fisik dan
memberikan obat. Beri pujian
4. Tindakan Keperawatan
2. Tindakan Keperawatan
pada Keluarga
a. Diskusikan masalah
yang dihadapi
keluarga dalam
merawat pasien
b. Diskusikan bersama
kelurga tentang
perilaku kekerasan
(penyebab, tada dan
gejala, perilaku yang
muncul, dan akibat
dari perilaku tersebut)
c. Diskusikan bersama
keluarga tentang
kondisi pasien yang
perlu segera
dilaporkan kepada
perawat, seperti
melempar atau
memukul benda/orang
lain
d. Bantu latihan
keluarga dalam
merawat pasien
perilaku kekerasan
e. Buat rencana pulang
bersama keluarga
5. Terapi Modalitas Kelompok
a. Definisi
Terapi modalitas adalah terapi utama dalam keperawatan jiwa. Terapi
ini di berikan dalam upaya mengubah perilaku pasien dari perilaku
maladaptif menjadi perilaku adaptif. Terapi modalitas mendasarkan
potensi yang dimiliki pasien (modal-modality) sebagai titik tolak terapi
atau penyembuhannya. Tapi terapi ini bisa dipakai untuk terapi
keperawatan keluarga.
Terapi kelompok adalah bentuk terapi kepada klien yang dibentuk
dalam kelompok, suatu pendekatan perubahan perilaku melalui media
kelompok. Dalam terapi kelompok perawat berinteraksi dengan
sekelompok klien secara teratur. Tujuannya adalah meningkatkan
kesadaran diri klien, meningkatkan hubungan interpersonal, dan mengubah
perilaku maladaptive. Tahapannya meliputi: tahap permulaan, fase kerja,
diakhiri tahap terminasi.
b. Dasar-dasar Pemberian Terapi Modalitas
Dasar-dasar Pemberian Terapi Modalitas
2) Gangguan jiwa tidak merusak seluruh kepribadian atau perilaku
manusia
3) Tingkah laku manusia selalu dapat diarahkan dan dibina ke arah
kondisi yang mengandung reaksi( respon yang baru )
4) Tingkah laku manusia selalu mengindahkan ada atau tidak adanya
faktor-faktor yang sifatnya menimbulkan tekanan sosial pada individu
sehingga reaksi indv tersebut dapat diprediksi ( reward dan
punishment )
5) Sikap dan tekanan sosial dalam kelompok sangat penting dalam
menunjuang dan menghambat perilaku individu dalam kelompok
social
6) Terapi modalitas adalah proses pemulihan fungsi fisik mental
emosional dan sosial ke arah keutuhan pribadi yang dilakukan secara
holistic
c. Tahapan Terapi Modalitas
Terapi kelompok dimulai fase permulaan atau sering juga disebut
sebagai fase orientasi. Dalam fase ini klien diorientasikan kepada apa yang
diperlukan dalam interaksi, kegiatan yang akan dilaksanakan, dan untuk
apa aktivitas tersebut dilaksanakan. Peran terapis dalam fase ini adalah
sebagai model peran dengan cara mengusulkan struktur kelompok,
meredakan ansietas yang biasa terjadi di awal pembentukan kelompok, dan
memfasilitasi interaksi di antara anggota kelompok.
Fase permulaan dilanjutkan dengan fase kerja. Di fase kerja terapis
membantu klien untuk mengeksplorasi isu dengan berfokus pada keadaan
here and now. Dukungan diberikan agar masing-masing anggota kelompok
melakukan kegiatan yang disepakati di fase permulaan untuk mencapai
tujuan terapi.
Fase kerja adalah inti dari terapi kelompok di mana klien bersama
kelompoknya melakukan kegiatan untuk mencapai target perubahan
perilaku dengan saling mendukung di antara satu sama lain anggota
kelompok. Setelah target tercapai sesuai tujuan yang telah ditetapkan maka
diakhiri dengan fase terminasi.
Fase terminasi dilaksanakan jika kelompok telah difasilitasi dan
dilibatkan dalam hubungan interpersonal antar anggota. Peran perawat
adalah mendorong anggota kelompok untuk saling memberi umpan balik,
dukungan, serta bertoleran si terhadap setiap perbedaan yang ada. Akhir
dari terapi kelompok adalah mendorong agar anggota kelompok berani dan
mampu menyelesaikan masalah yang mungkin terjadi di masa mendatang.
DAFTAR PUSTAKA
Aziz R, dkk, 2003 ,Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr.
Amino Gonohutomo,
Balitbang. 2007. Workshop Standar Proses Keperawatan Jiwa. Bogor
Keliat Budi Ana, 1999, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta :
EGC,
Keliat Budi Ana, 1999, Gangguan Konsep Diri, Edisi I, Jakarta : EGC,
Stuart GW, Sundeen, 1995, Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th
ed.). St.Louis Mosby Year Book,
Townsend C. Mary , 1998, Diagnosa Keperawatan Psikiatri, Edisi 3, Penerbit
Buku Kedokteran,EGC;Jakarta.
LAPORAN PENDAHULUAN
RESIKO BUNUH DIRI
1. Pengkajian Keperawatan
a. Pengertian
Bunuh diri adalah setiap aktivitas yang jika tidak dicegah dapat
mengarah pada kematian (Gail W. Stuart, 2006). Bunuh diri adalah pikiran
untuk menghilangkan nyawa sendiri (Isaacs, Ann, 2005). Bunuh diri adalah
ide, isyarat dan usaha bunuh diri, yang sering menyertai gangguan depresif
dan sering terjadi pada remaja (Harold Kaplan, 2004). Perilaku bunuh diri
meliputu isyarat-isyarat, percobaan atau ancaman verbal, yang akan
mengakibatkan kematian, luka atau mernyakiti diri sendiri (Yosep, Iyus.
2009).
b. Rentang Respon Adaptif dan Mal Adaptif ( Menurut Yosep 2009)
2. Diagnosa Keperawatan
d. Risiko Bunuh Diri.
e. Harga diri rendah kronik
f. Risiko perilaku kekerasan pada diri sendiri, orang lain, lingkungan dan
verbal.
3. Rencana Keperawatan
Resiko Bunuh Diri
Pasien Keluarga
No.
SPIP SPIk
1. Identifikasi beratnya masalah Diskusikan masalah yang dirasakan
resiko bunuh diri: isarat, dalam merawat pasien
ancaman, percobaan (jika
percobaan segera dirujuk)
2. Identifikasi benda-benda Jelaskan pengertian, tanda & gejala
berbahaya dan mengamankan dan proses terjadinya risiko bunuh diri
(lingkungan aman untuk pasien) (gunakan booklet)
3. Latihan cara mengendalikan diri Jelaskan cara merawat risiko bunuh
dari dorongan bunuh diri : buat diri
daftar aspek positif diri sendiri
latihan afirmasi/berfikir aspek
positif yang dimiliki
4. Masukkan pada jadwal latihan Latih cara memberikan pujian hal
berfikir positif 5 kali perhari positif pasien, memberi dukungan
pencapaian masa depan
5.
SPIIP SPIIk
1. Evaluasi kegiatan berfikir positif Evaluasi kegiatan keluarga dalam
tentang diri sendiri beri pujian memberikan pujian dan penghargaan
kaji ulang risiko bunuh diri. atas keberhasilan dan aspek positif
pasien. Beri pujian
2. Latih cara mengendalikan diri Latih cara memberi penghargaan pada
dari dorongan bunuh diri: buat pasien dan menciptakan suasana
daftar aspek positif keluarga dan positif dalam keluarga : tidak
lingkungan membicarakan keburukan anggota
keluarga
3. Masukkan pada jadwal latihan Anjurkan membantu pasien sesuai
berfikir positif tentang diri, jadwal dan member pujian
keluarga dan lingkungan
SPIIIP SPIIIk
1. Evaluasi kegiatan berfikir positif
Evaluasi kegiatan keluarga dalam
tentang diri, keluarga dan memberikan pujian dan penghargaan
lingkungan. Beri pujian kaji pada pasien serta menciptakan suasana
resiko bunuh diri positif dalam keluarga. Beri pujian
2. Diskusikan harapan dan masa Bersama keluarga berdiskusi dengan
depan pasien tentang harapan masa depan
serta langkah-langkah mencapainya
3. Diskusikan cara mencapai Anjurkan membantu pasien sesuai
harapan dan masa depan jadual dan berikan pujian
4. Latih cara – cara mencapai
harapan dan masa depan secara
bertahap ( setahap – demi
setahap )
5. Masukkan pada jadual latihan
berfikir positif tentang diri,
keluarga dan lingkungan dan
tahapan kegiatan yang dipilih
SPIVP SPIV K
1. Evaluasi kegiatan berfikir positif Evaluasi ekgiatan keluarga dalam
tentang diri keluarga dan memberikan pujian penghargaan,
lingkungan serta kegiatan yang menciptakan suasana keluarga yang
dipilih. Beri pujian positif dan kegiatan awal dalam
mencapai harapan masa depan. Beri
pujian
2. Latih tahap kedua kegiatan Bersama keluarga berdiskusi tentang
mencapai masa depan langkah-langkah dan kegiatan untuk
mencapai harapan masa depan
3. Masukkan pada jadwal latihan Jelaskan follow up ke RSJ/PKM,
berfikir positif tentang diri, tanda kambuh, rujukan
keluarga dan lingkungan serta
kegiatan yang dipilih untuk
persiapan masa depan
4. Anjurkan membantu pasien sesuai
jadwal dan memberikan pujian
SP V P SP V K
1 Evaluasi Kegiatan Latihan Evaluasi kegiatan keluarga dalam
Peningkatan Positif Diri, memberikan pujian, pengharagaan,
Keluarga dan l;ingkungan . menciptakan suasana yang positif dan
Berikan pujian membimbing langkah-langkah
mencapai harapan masa depan. Beri
Pujian
2 Evaluasi tahap kegiatan Nilai kemampuan keluarga merawat
mencapai harapan masa depan pasien
3 Latih kegiatan harian Nilai kemampuan keluarga melakukan
control ke RSJ/PKM
4 Nilai kemampuan yang telah
mandiri
5 Nilai apakah resiko bunuh diri
teratasi
4. Tindakan Keperawatan
Resiko Bunuh Diri
DX. Rencana
Keperawatan Tindakan Keperawatan
Resiko Intervensi
Tujuan Kriteria Hasil
Bunuh Diri
1. klien dapat 1. Menjawab salam 1. Kenalkan diri pada
membina 2. Kontak mata klien
hubungan 3. Menerima 2. Tanggapi
saling perawat perbicaraan
percaya 4. Berjabat tangan klien dengan sabar
dan tidak
menyangkal
3. Bicara tegas, jelas
dan jujur
4. Bersifat hargai dan
bersahabat
5. Temani klien saat
keinginan
menciderai diri
meningkat
6. Jauhkan klien dari
benda benda yang
membahayakan
(seperti pisau, silet,
gunting, tali kaca,
dll)
.
DAFTAR PUSTAKA
1. Pengkajian Keperawatan
a. Pengertian
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam
memenuhi kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya,
kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien
dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan
perawatan diri ( Depkes 2000).
b. Rentang Respon Adaptif dan Mal Adaptif
effect
Core problem
causa
2. Diagnosa Keperawatan
a. Defisit perawatan diri
b. Isolasi sosial
c. Harga diri rendah
3. Perencanaan Keperawatan
Defisit Perawatan Diri
Pasien Keluarga
No. SPIP SPIk
SPIIP SPIIk
2. Menjelaskan cara dan alat untuk Latih dua (yang lain) cara
berdandan merawat : makan & minum, BAB
& BAK
SPIIIP SPIIIk
3. Latih cara makan dan minum yang Anjurkan membantu pasien sesuai
baik jadwal dan berikan pujian
SPIVP SPIVK
SP V P SPVK
4. Tindakan Keperawatan
Fitria, Nita. 2009. Aplikasi Dasar dan Aplikasi penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta:
Salemba Medika.
Keliat, B.A. 1999. Proses Kesehatan Jiwa. Edisi 1. Jakarta : EGC
Stuart, G.W. dan Sundeen, S.J. 1995. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Terjemahan
dari Pocket Guide to Psychiatric Nursing, oleh Achir Yani S. Hamid. 3 rd ed.
Jakarta : EGC.
Townsend, Mary C. 1998. Diagnosa Keperawatan Psikiatri. Edisi 3. Jakarta :
EGC.
Tim Direktorat Keswa. 2000. Standar Asuhan Keperawatan Jiwa. Ed : 1.
Bandung : RSJP.
LAPORAN PENDAHULUAN
HARGA DIRI RENDAH (HDR)
1. Pengkajian Keperawatan
a. Definisi
Harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang
berharga dan tidak dapat bertanggungjawab pada kehidupannya sendiri.\
Harga diri rendah adalah perasan tidak berharga, tidak berarti dan rendah
diri yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negativ terhadap diri sendiri
atau kemampuan diri. Adanya perasaan hilang kepercayaan diri, merasa
gagal karena tidak mampu mencapai keinginan sesuai ideal diri (keliat,
2009)
b. Rentang Respon Adaptif dan Mal Adaptif
effect
Core problem
Causa
2. Diagnosa keperawatan
a. Harga diri rendah
b. Koping individu tidak efektif
c. Isolasi sosial
3. Rencana Keperawatan
Harga diri rendah
Pasien Keluarga
No.
SPIP SPIk
4. Latih kegaitan yang dipilih (alat dan Jelaskan cara merawat harga diri
cara melakukannya) rendah terutama berikan pujian
semua hal yang positif pasien
SPIIP SPIIk
SP IIIP SPIIIk
3. Latih kegiatan ketiga (alat dan cara) Anjurkan membantu pasien sesuai
jadwal dan berikan pujian
SPIVP SPIVK
SPVP SPVK
4. Tindakan Keperawatan
Harga diri rendah
DX. Rencana
Keperawatan Tindakan Keperawatan
Harga Diri Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
Rendah
TUM:
Klien memiliki
konsep diri yang
positif 1. Klien 1. Membina
menunjukan hubungan saling
TUK:
ekspresi wajah percaya dengan
Klien dapat bersahabat, menggunakan
membina menunjukan rasa prinsip komunikasi
hubungan saling senang, ada terapeutik :
percaya dengan kontak mata, a) Sapa klien
perawat mau berjabat dengan ramah
tangan, mau baik verbal
menyebutkan maupun non
nama, mau verbal.
menjawab b) Perkenalkan diri
salam, klien mau dengan sopan.
duduk c) Tanyakan nama
berdampingan lengkap dan
dengan perawat, nama panggilan
mau yang disukai
mengutarakan klien.
masalah yang d) Jelaskan tujuan
dihadapi pertemuan
e) Jujur dan
menepati janji
f) Tunjukan sikap
empati dan
menerima klien
apa adanya.
g) Beri perhatian
dan perhatikan
kebutuhan dasar
klien.
1. Pengkajian Keperawatan
a. Definisi
Gangguan persepsi sensori : Halusinasi merupakan salah satu masalah
keperawatan jiwa yang dpat ditemukan pada pasien gangguan jiwa.
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa pada individu yang
ditandai dengan perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa
suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan. Pasien
merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada.
b. Respon Adaptif dan Mal Adaptif
c. Etiologi
1) Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi adalah faktor risiko yang mempengaruhi jenis dan
jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi
stress. Diperoleh dari klien atau keluarga. Faktor predisposisi meliputi:
a) Faktor Perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan
interpersonal terganggu, maka individu akan mengalami stress dan
kecemasan.
b) Faktor Sosiokultural
Berbagai faktor di masyarakat dapat menyebabkan seseorang merasa
disingkarkan, sehingga orang tersebut merasa kesepian di lingkungan
yang membesarkannya.
c) Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Jika
seseorang mengalami stres yang berlebihan, maka di dalam tubuhnya
akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik
neurokimia seperti buffofenon dan dimethytransferase (DMP).
d) Faktor Psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran
ganda bertentangan yang sering diterima oleh seseorang akan
mengakibatkan stres dan kecemasan yang tinggi dan berakhir pada
gangguan orientasi realitas.
e) Faktor Genetik
Gen yang berpengaruh dalam skizofrenia belum diketahui, tetapi hasil
studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan
yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
2) Faktor Presipitasi
Yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan,
ancaman/tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk koping. Adanya
rangsang lingkungan yang sering yaitu seperti partisipasi klien dalam
kelompok, terlalu lama diajak komunikasi, objek yang ada dilingkungan
juga suasana sepi/isolasi adalah sering sebagai pencetus terjadinya
halusinasi karena hal tersebut dapat meningkatkan stress dan kecemasan
yang merangsang tubuh mengeluarkan zat halusinogenik.
a) Perilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa rasa curiga, takut, tidak
aman, gelisah dan bingung, berperilaku yang merusak diri, kurang
perhatian, tidak mampu mengambil keputusan, serta tidak dapat
membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Rawlins dan Heacock
(1993) mencoba memecahkan masalah halusinasi berlandaskan atas
hakikat keberadaan individu sebagai makhluk yang dibangun atas
unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat
dari 5 dimensi yaitu:
(1) Dimensi fisik
Manusia dibangun oleh sistem indra untuk menanggapi ransangan
eksternal yang diberikan oleh lingkungannya. Halusinasi dapat
ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti: kelelahan yang
luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium,
intoksikasi alkohol dan kesulitan tidur dalam waktu lama.
(2) Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan karena masalah yang tidak dapat
diatasi merupakan penyebab halusinasi terjadi. Isi dari halusinasi
dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan, sehingga klien
tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga berbuat
sesuatu terhadap ketakutannya.
(3) Dimensi intelektual
Individu yang mengalami halusinasi akan memperlihatkan adanya
penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha
dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, tetapi pada
saat tertentu menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil
seluruh perhatian klien dan tidak jarang akan mengontrol semua
perilaku klien.
(4) Dimensi sosial
Dimensi sosial menunjukkan individu cenderung untuk mandiri.
Individu asik dengan halusinasinya, seolah-olah ia merupakan
tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol
diri, dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi
halusinasi dijadikan sistem kontrol, sehingga jika perintah
halusinasi berupa ancaman, maka hal tersebut dapat mengancam
dirinya atau orang lain. Dengan demikian intervensi keperawatan
pada klien yang mengalami halusianasi adalah dengan
mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan
penngalaman interpersonal yang memuaskan, serta
mengusahakan agar klien tidak menyendiri.
(5) Dimensi spiritual
Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk sosial, sehingga
interaksi dengan manusia lainnya merupakan kebutuhan yang
mendasar. Klien yang mengalami halusiansi cenderung
menyendiri dan cenderung tidak sadar dengan keberadaanya serta
halusinasi menjadi sistem kontrol dalam individu tersebut.
(6) Sumber Koping
Suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi seseorang.
Individu dapat mengatasi stress dan anxietas dengan
menggunakan sumber koping dilingkungan. Sumber koping
tersebut sebagai modal untuk menyelesaikan masalah, dukungan
sosial dan keyakinan budaya, dapat membantu seseorang
mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stress dan
mengadopsi strategi koping yang berhasil
3) Mekanisme Koping
Tiap upaya yang diarahkan pada pelaksanaan stress, termasuk upaya
penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang
digunakan untuk melindungi diri
4) Jenis-jenis Halusinasi
Jenis
Data objektif Data subjektif
halusinasi
Dengar/suara Bicara atau tertawa sendiri 1. Mendengar suara-
Marah-marah tanpa sebab suara atau
Mencodongkan telingan kegaduhan
kearah tetentu 2. Mendengar suara
Menutup telingan yang mengajak
bercakap-cakap
3. Mendengar suara
memerintah
melaukakn sesuatu
yang berbahaya
Penglihatan Menunujuk-nunjuk kearah Melihat bayangan,
tertentu sinar, bentuk geometris,
Ketakutan pada sesuatu bentuk kartun, melihat
yang tidak jelas hantu atau monster
Penghidu Tampak seperti sedang Mencium seperti bau
mencium bau-bauan feses, urine, darah,
Menutup hidung
Pengecapan Sering meludah Merasakan rasa seperti
Muntah darah, urine dan feses
Perabaan Menggaruk-garuk Mengatakan ada
permukaan kulit serangga dipermukaan
kulit
Merasa seperti tersengat
listrik
d. Masalah Keperawatan
Perubahan persepsi sensori : halusinasi
1) Data Mayor
Data Subjektif:
- Mengatakan mendengar suara, bisikan/melihat bayangan
Data Objektif :
- Bicara sendiri, tertawa sendiri, marah tanpa sebab
2) Data Minor
Data Subjektif
- Menyatakan kesal, menyatakan senang dengan suara-suara
Data Objektif
- Menyendiri, melamun
e. Pohon Masalah
Core problem
Causa
2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko perilaku mencederai diri berhubungan dengan halusinasi
pendengaran
b. Gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran berhubungan
dengan menarik diri
c. Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
3. Rencana Keperawatan
Pasien Keluarga
No.
SPIP SPIk
1. Identifikasi Halusinasi: Isi, Diskusikan masalah yang
Frekuensi, waktu terjadi, situasi dirasakan keluarga dalam merawat
pencetus, perasaan, respon pasien
4. Tindakan Keperawatan
Dx Perencanaan
Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Gangguan TUM :
Persepsi Klien tidak 1. Ekspresi wajah 1. Bina hubungan
Sensori : mencederai bersahabat saling percaya
halusinasi orang lain menunjukan rasa dengan
senang ada mengungkapkan
Tuk 1 : kontak mata. prinsip komunikasi
Klien dapat Mau berjabat terapentik.
membina tangan, mau a. Sapa klien
hubungan menyebutkan dengan ramah
saling nama, mau baik verbal
percaya menjawab salam, maupun non
klien mau duduk verbal
berdampingan b. Perkenalkan diri
dengan perawat, dengan sopan
mau c. Tanyakan nama
mengungkapkan lengkap klien dan
masalah yang nama panggilan
dihadapi. yang disukai
klien
d. Jelaskan tujuan
pertemuan
e. Jujur dan
menepati janji
f. Tunjukan sikp
simpati dan
menerima apa
adanya
g. Beri perhatian
pada kebutuhan
dasar klien
TUK 2 : Klien dapat 1. Adakan kontak
Klien dapat menyebutkan waktu, sering dan singkat
mengenal isi, frekunsi dan secara bertahap.
halusinasinya situasi yang Observasi tingkah
menimbulkan laku klien terkait
halusinasi dengan
halusinsinya; bicara
dan tertawa tanpa
stimulus
memandang
kekiri/ke kanan/ ke
depan seolah-olah
ada teman bicara
Bantu klien
mengenal
halusinasinya :
a. Jika menemukan
klien yang
sedang
halusinasi,
Tanyakan
apakah ada suara
yang didengar
b. Jika klien
menjawab ada,
lanjutkan : apa
apa yang
dikatakan
c. Katakan bahwa
perawat percaya
klien mendengar
suara itu, namun
perawat sendiri
tidak
mendengarnya
(dengan nada
bersahabat tanpa
menuduh atau
menghakimi)
d. Katakan bahwa
klien lain juga
ada seperti klien
e. Katakan bahwa
perawat akan
membantu klien.
f. Jika Klien tidak
sedang
berhalusinasi
klari fikasi
tentang adanya
pengalaman
halusinasi.
Diskusikan dengan
klien :
a. Situasi yang
menimbulkan/ti
dak
menimbulkan
halusinasi ( jika
sendiri, jengkel /
sedih)
b. Waktu dan
frekuensi
terjadinya
halusinasi (pagi,
siang sore, dan
malam atau
sering dan
kadang-kadang)
Klien dapat Diskusikan dengan
mengungkapkan klien bagaimana
perasaan terhadap perasaannya jika terjadi
halusinasi nya halusinasi (marah/takut,
sedih, senang) dan beri
kesempatan untuk
mengungkapkan
perasaannya.
TUK 3 : Klien dapat 1. identifikasi bersama
Klien dapat menyebutkan klien cara atau
mengontrol tindakan yang tindakan yang
halusinasinya biasanya dilakukan dilakukan jika
untuk mengendali- terjadi halusinasi
kan halusinasinya (tidur, marah,
Klien dapat menyibukan diri dll)
menyebutkan cara Diskusikan manfaat
baru dan cara yang
digunakan klien,
jika bermanfaat beri
pujian
Diskusikan cara
baru untuk
memutus/
mengontrol
timbulnya halusinasi
:
Katakan : “saya
Klien dapat memilih tidak mau
cara mengatasi dengar/lihat kamu”
halusinasi seperti (pada saat halusinasi
yang telah terjadi)
didiskusikan dengan Menemui orang lain
klien (perawat/teman/ang
Klien dapat gota keluarga) untuk
melaksanakan cara bercakap cakap atau
yang telah dipilih mengatakan
untuk halusinasi yang
mengendalikan didengar / dilihat
halusinasinya Membuat jadwal
Klien dapat kegiatan sehari hari
mengikuti terapi agar halusinasi tidak
aktivitas kelompok sempat muncul
Meminta
keluarga/teman/
perawat menyapa jika
tampak bicara sendiri
Bantu Klien memilih
dan melatih cara
memutus halusinasi
secara bertahap
Beri kesempatan untuk
melakukan cara yang
dilatih. Evaluasi
hasilnya dan beri pujian
jika berhasil
Anjurkan klien
mengikuti terapi
aktivitas kelompok,
orientasi realita,
stimulasi persepsi
TUK 4 : Keluarga dapat Anjurkan Klien untuk
Kilen dapat membina hubungan memberitahu keluarga
dukungan saling percaya jika mengalami
dari keluarga dengan perawat halusinasi
dalam Keluarga dapat Diskusikan dengan
mengontrol menyebutkan keluarga )pada saat
halusinasinya pengertian, tanda keluarga
dan tindakan untuk berkunjung/pada saat
mengendali kan kunjungan rumah)
halusinasi Gejala halusinasi yang
di alami klien
Cara yang dapat
dilakukan klien dan
keluarga untuk
memutus halusinasi
Cara merawat anggota
keluarga yang
halusinasi di rumah :
beri kegiatan, jangan
biarkan sendiri, makan
bersama, berpergian
bersama
Beri informasi waktu
follow up atau kapan
perlu mendapat bantuan
halusinasi tidak
terkontrol, dan resiko
mencederai orang lain
TUK 5 : Klien dan keluarga Diskusikan dengan
Klien dapat dapat menyebutkan klien dan keluarga
memanfaatka manfaat, dosis dan tentang dosis,efek
n obat efek samping obat samping dan manfaat
dengan baik Klien dapat obat
mendemontrasi kan
penggunaan obat Anjurkan Klien minta
dgn benar sendiri obat pada
Klien dapat perawat dan merasakan
informasi tentang manfaatnya
manfaat dan efek
samping obat Anjurkan klien bicara
dengan dokter tentang
Klien memahami manfaat dan efek
akibat berhenti samping obat yang
minum obat tanpa dirasakan
konsultasi
Klien dapat
menyebutkan prinsip Diskusikan akibat
5 benar penggunaan berhenti minum obat
obat tanpa konsultasi
Bantu klien
menggunakan obat
dengan prinsip 5 (lima)
benar
Azizah, Lilik Ma’rifatul, dkk. 2016. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Yogyakarta: Indomedia Pustaka.
Damaiyanti, Mukhripah, dkk. 2012 Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: PT
Refika Aditama.
Erlinafsiah. 2010. Modal Perawat Dalam Praktik Keperawatan Jiwa. Jakarta: CV
Trans Info Media
Fitria, N. 2012. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta Selatan:
Salemba Medika.
Nurhalimah. 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan Jiwa. Jakarta Selatan:
Pusdik SDM kesehatan