Anda di halaman 1dari 24

Pengkajian Sistem

Persyarafan
Kelompok 6
Nadya Pontoh 19061031
Meysi Ampage 19061028
Natalia Karundeng 19061033
Angel Dapi 19061032
Angga Mawuntu 19061029
A.Anamnesis
Pengkajian dneurologis dimulai saat pertemuan pertama, percakapan dengan klien dan kelurga adalah sumber
yang amat penting dari data yang dibutuhkan untuk mengevaluasi fungsi system persyarafan

1. Identitas klien
Identitas klien mencakup nama, usia (Pada masalah disfungsi neurologis kebanyakan terjadi
pada usia tua) jenis kelamin, pendidikan, alamat pekerjaan agama, suku bangsa, tanggal dan
jam masuk rumah sakit.

2. Keluhan utama
Keluhan utama pada klien gangguan system persyarafan biasanya akan terlihat bila sudah
terjadi disfungsi neurologis, keluhan yang sering didapatkan meliputi kelemahan anggota
gerak sebelah badan bicara pelo tidak dapat berkomunikasi. Konvulasi kejang sakit kepala
yang hebat nyeri otot, kaku duduk, sakit punggung tingkat kesadaran menurun (GCS < 15)
akral dingin dan ekspresi rasa takut
3. Riwayat penyakit
• Riwayat penyakit sekarang
Pada gangguan neurologis riawayat penyakit sekarang yang mungkin didapatkan meliputi
adanya riwayat trauma, riwayat jatuh, keluhan mendadak, lumpuh pada saat klien sedang
melakukan aktivitas, keluhan pada gastrointestinal seperti mual dan muntah bahklan
kejang sampai tidak sadar di gleisah, latarfi, lelah apatis, perubahan pupil, pemakaian
obat-obat sedative, antipsikotik, perangsang saraf) dan lain-lain

• Riwayat penyakit dahulu


Pengkajian riwayat penyakit dahulu dalam menggali permasalah yang mendukung
masalah saat ini pada klien dengan deficit neurologi adalah sangat pentung.
Beberapa pertanyaan yang mengarah pada riwayat penyakit dahulu dalam pengkajian
neurologi adalah :
a) Apakah klien menggunakan obat-obat seperti analgesic, sedative, hipnotis, antipsikortik, anti depresi
atau perangsang system persyarafan
b) Apakah klien pernah mengeluhkan gejala sakit kepala, kejang, tremor pusing, vertigo, kebas atau
kesemutan pada bagian tubuh, kelemahan nyeti atau perubahan dalam bicara masa lalu
c) Bila klien telah mengalami salah satu gejala diatas, gali lebih detail
d) Diskusikan dengan pasangan klien atau anggota keluarga dan teman klien mengenai perubahan prilaku
klien akhir-akhir ini
e) Perawat sebaiknya bertanya mengenai riwayat perubahan penglihatan pendengaran, penghidu,
penegcapan, perabaan
f) Riwayat trauma kepala, atau batang spinal, meningitis, kelainan congenital penyakit neurologism atau
konseling psikiatri
g) Riwayat peningkatan kadar gula darha dan tekanan darah tinggi
h) Riwayat tumor baik yang ganas, maupun jinak pada system persyarafan perlu ditanyakan karena
kemungkinan ada hubungan nya dengan keluhan yang sekarang yg dapat memberikan metastasis ke
system persyarafan pusat dengan segala komplikasinya

• Riwayat penyakit keluarga


Anamnesis akan adanya riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes mellitus yang
memberikan hubungan dengan beberapa masalah disfungsi neurologis seperti masalah stroke haemorafik dan
neuropati perifer
4. Pengkajian Psikososial

• Kemampuan koping normal.


Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai respon emosi klien
terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga sera masyarakat dan
respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam
masyarakat apakah ada dampak yang timbul pada klien yaitu seperti ktakutan akan kecacatan rasa
cemas, rasa ketidakmampuan utnuk melakukan aktivitas secara optimal dan pandangan terhadap
dirinya yang salah gangguan citra tubuh

• Pengkajian sosiekonomispritual
Oleh Karena klien harus menjalani rawat inap maka perawat harus mengkaji apakah keadaan ini
member dampak pada status ekonomi klien sebab biaya perawatan dan pengobatan memerlukan dana
yang tidak sedikit. Perawat juga melakukan pengkajian terhadap fungsi neurologis dengan dampak
gangguan neurologis yang akan terjadi pada gaya hidup individu. Perspektif keperawatan dalam
mengkaji terdiri atas dua masalah yaitu keterbatasan yang diakibatkan oleh deficit neurologis dalam
hubungannya dengan peran social klien dan rencana pelayanan yang akan mendukung adaptasi pada
gangguan neurologis didalam system dukungan individu
B.Pengkajian Neurologik Berdasarkan 11 Pola Fungsi : Ealth Perception – Health
Management

• Apakah klien pernah mengalami ganguan neurologik, terjatuh/trauma, atau pembedahan; termasuk
kejang, stroke, trauma kepala, trauma spinal; infeksi, tumor, meningitis atau enchepalitis
• Apakah klien pernah mengalami masalah-masalah yang berhubungan dengan kemampuan
pergerakan bagian-bagian tubuhnya. Uraikan
• Apakah klien dapat berpikir dengan jelas. Uraikan
• Apakah klien memiliki masalah yang berhubungan dengan penglihatan, pendengaran, pengecapan,
atau pembauan
• Jika klien menjawab ya dari pertanyaan ini, bagaimana klien melakukan/mengatasi permasalahan
tersebut
• Apakah klien pernah melakukan tes diagnostik terkait dengan masalah neurologik, kapan dan
untuk apa?
• Apakah klien menjalani pengobatan kejang, sakit kepala, atau gangguan neurologik lainnya, jenis
apa dan dosisnya.
• Apakah klien menggunakan tembakau atau minum alkohol, jenisnya apa, seberapa banyak, sudah
berapa lama?
 NUTRITIONAL - METABOLIC
• Tanyakan tentang kebiasaan makan klien selama 24 jam.
• Apakah klien makan makanan dari semua golongan makanan atau tidak adakag makanan pantang
bagi klien
• Apakah klien memiliki kesukaran mengunyah atau menelan.
 
 
 ELIMINATION
• Apakah klien mengalami perubahan pada kebiasaan BAK atau BAB
• Apakah klien menggunakan laksatif, suppositoria, bantuan enema, jenis apa dan seberapa sering.
• Apakah klien mampu berjalan ke kamar mandi dengan bantuan atau tanpa dibantu. Uraikan
kebiasaan rutin klien
 
 ACTIVITY – EXERCISE
• Jelaskan jnis aktifitas kliens selama 24 jam
• Apakah klien memiliki kesulitan terhadap keseimbangan, koordinasi atau berjalan.
• Apakah klien menggunakan alat bantu jalan
• Apakah klien menaglami kelemahan pada lengan atau kaki
• Apakah klien mampu menggerakkan seluruh bagian tubuhnya
• Jika klien kejang, apakah klien mampu mengidentifikasi faktor pencetusnya. Bagaimana
perasaannya setelah kejang
• Apakah klien memiliki pengalaman tremor/gemetar. Dimana bagian mana?
 
SLEEP-REST
• Apakah masalah kesehatan ini memiliki pengaruh terhadap kemampuan tidur dan isitrahat. Jika
demikian, bagaimana ?
• Apakah klien pernah memilki nyeri yang timbul pada malam hari, Jelaskan
• Uraikan tentang tingkat energi. Apakah tidur dan istirahat menyimpan kekuatan dan energy.
 
COGNITIVE-PERCEPTUAL
• Uraikan tentang pengalaman sakit kepala klien termasuk frekuensi, jenis, lokasi dan faktor
pencetusnya
• Pernahkah klien merasakan pingsan atau pusing. Pernahkah klien merasakan berada di ruangan
pemintalan
• Apakah klien pernah mengalami perasaan kebas, terbakar atau perasaan geli. Dimana areanya dan
kapan
• Apakah klien pernah mengalami masalah visual seperti penglihatan ganda, penglihatan seperti dibatasi
embun
• Apakah klien pernah mengalami masalah pendegaran
• Apakah klien mengalami perubahan pada pengecapan dan pembauan
• Apakah klien mneglami kesulitan mengingat
SELF PERCEPTION-SELF CONCEPT
Tanyakan bagaimana masalah neurologik mempengaruhi perasaan klien tentang tentang dirinya
sendiri
 
ROLE-RELATIONSHIP
• Tanyakan adakah riwayat masalah neurologik keluarga seperti alzheimer disease, tumor otak,
epilepsi
• Apakah klien sulit mengekspresikan dirinya.
• Apakah masalah neurologik berpengaruh terhadap perannya dalam keluarganya. Bagaimana
• Apakah masalah neurologik berpengaruh terhadap interaksi dengan anggota keluarga yang
lain, dengan teman-temannya, pekerjaannya, dan aktifitas sosialnya
• Apakah maslah neurologik berpengaruh terhadap kemampuan kerjanya
 
SEXUALITY-REPRODUCTIVE
Tanyakan apakah aktifitas sexual klien mengalami gangguan oleh adanya masalah neurologik
Apakah klien pernah menerima informasi tentang cara lain dalam mengekspresikan aktifitas sexual jika
klien mengalami gangguan neurologik
Uraikan bagaimana masalah neurologik membuat klien merasakan dirinya laki–laki atau wanita
 
COPING-STRESS
Uraikan apa yang klien lakukan untuk mengatasi stress
Bagaimana gangguan neurologik mempengaruhi cara klien mengatasi stress
Apakah dengan stres yang meningkat semakin memperburuk masalah neurologik
Siapa dan apa yang dapat membantu klien dalam mengatasi stres dengan masalah neurologik
 
VALUE-BELIEF
Siapa orang terdekat, praktisian, atau aktifitas apa yang dapat membantu mengatasi stres dengan
gangguan neurologik.
Apa yang dapat klien lihat yang dapat menjadi sumber kekuatan terbesar saat ini.
Apa yang klien rasakan/percayai untuk waktu mendatang dengan gangguan neurologik ini.
 

 
C Pengkajian Fisik Sistem Persyarafan

Pemeriksan fisik sehubungan dengan sistem persarafan untuk mendeteksi gangguan fungsi persarafan.
Dengan cara inspeksi, palpasi dan perkusi menggunakan refleks hammer.
Pemeriksaan pada sistem persarafan secara menyeluruh meliputi :

• Status mental
Status mental, termasuk kemampuan berkomunikasi dan berbahasa serta tingkat kesadaran dilakukan
dengan pemeriksaan Glasgow Coma Scale (GCS).
• Orientasi
Tanyakan “kita ada dimana” seperti : nama rumah sakit yang ia tempati, negara, kota, asal daerah, dan
alamat rumah. Berikan point 1 untuk masing-masing jawaban yang benar.
• Registration (memori)
Perlihatkan 3 benda yang berbeda dan sebutkan nama benda-benda tersebut masing-masing dalam
waktu 1 detik. Kemudian suruh orang coba untuk mengulang nama-nama benda yang sudah
diperlihatkan. Berikan point 1 untuk masing-masing jawaban benar.
• Menulis
Suruh Orang coba menulis sebuah kalimat pada kertas kosong (skor 1)
• Mengkopi(menyalin)
Gambarlah suatu objek kemudian suruh orang coba meniru gambar tersebut (nilai 1)
Skor maksimun pada test ini adalah 30, sedangkan rata-rata normal dengan nilai 27.
• Perhatian dan perhitungan
Tanyakan angka mulai angka 100 dengan menghitung mundur. Contoh angka 100 selalu dikurangi 7. berhenti setelah
langkah ke 5.
Untuk orang coba yang tidak bisa menghitung dapat menggunakan kata yang dieja. Contoh kata JANDA, huruf ke 5,
ke 4, ke 3 dst. berikan skor 1 unuk masing-masing jawaban benar.
• Daya ingat (recall)
Sebutkan tiga benda kemudian suruh Orang coba mengulangi nama benda tersebut. Nilai 1 untuk masing-masing
jawaban benar.
• Bahasa :
Memberikan nama
Tunjukkan benda (pensil dan jam tangan) pada Orang coba, dan tanyakan nama benda tersebut (2 point)
• Pengulangan kata
Ucapkan sebuah kalimat kemudian Suruh Orang coba mengulang kalimat tersebut. Contoh ‘saya akan pergi nonton di
bioskop’ (skor 1)
• Tiga perintah berurutan
Berikan Orang coba selembar kertas yang berisi 3 perintah yang berurutan dan ikuti perintah tersebut seperti contoh.
Ambil pensil itu dengan tangan kananmu, lalu pindahkan ke tangan kirimu kemudian letakkan kembali dimeja. (skor
tiga).
• Membaca
Sediakan kertas yang berisi kalimat perintah contoh. (tutup matamu). Suruh Orang coba membaca dan melakukan
perintah tersebut (skor 1)
 Tingkat kesadaran :
1. Alert : Composmentis / kesadaran penuh
• Pasien berespon secara tepat terhadap stimulus minimal, tanpa stimuli individu terjaga dan sadar terhadap diri dan lingkungan.
2. Lethargic : Kesadaran
• Klien seperti tertidur jika tidak di stimuli, tampak seperti enggan bicara.
• Dengan sentuhan ringan, verbal, stimulus minimal, mungkin klien dapat berespon dengan cepat.
• Dengan pertanyaan kompleks akan tampak bingung.
3. Obtuned
• Klien memerlukan rangsangan yang lebih besar agar dapat memberikan respon misalnya rangsangan sakit, respon verbal dan
kalimat membingungkan.
4. Stuporus
• Klien dengan rangsang kuat tidak akan memberikan rangsang verbal.
• Pergerakan tidak berarti berhubungan dengan stimulus.
 5. Koma
-Tidak dapat memberikan respon walaupun dengan stimulus maksimal, tanda vital mungkin tidak stabil.
-Glasgow Coma Scale (GCS) :
• Glasgow Coma Scale (GCS) :

RESPON SKORING
1. Membuka Mata = Eye open (E) 4
 Spontan membuka mata 3
 Terhadap suara membuka mata 2
 Terhadap nyeri membuka mata
 Tidak ada respon 1

2. Motorik = Motoric response (M) 6


 Menurut perintah 5
 Dapat melokalisir rangsangan sensorik di kulit (raba)
 Menolak rangsangan nyeri pada anggota gerak 4
 Menjauhi rangsangan nyeri (fleksi abnormal)/postur dekortikasi
3
 Ekstensi abnormal/postur deserebrasi.
 Tidak ada respon 2

3. Verbal = Verbal response (V)  5


 Berorientasi baik
4
 Bingung
 Kata-kata respon tidak tepat 3
 Respon suara tidak bermakna
 Tidak ada respon 2

1
Saraf Kranial :
1. Test nervus I (Olfactory)
a. Fungsi penciuman
b. Test pemeriksaan, klien tutup mata dan minta klien mencium benda yang baunya mudah dikenal seperti sabun, tembakau, kopi dan
sebagainya.
c. Bandingkan dengan hidung bagian kiri dan kanan.
2. Test nervus II ( Optikus)
d. Fungsi aktivitas visual dan lapang pandang
e. Test aktivitas visual, tutup satu mata klien kemudian suruh baca dua baris di koran, ulangi untuk satunya.
f. Test lapang pandang, klien tutup mata kiri, pemeriksa di kanan, klien memandang hidung pemeriksa yang memegang pena warna cerah,
gerakkan perlahan obyek tersebut, informasikan agar klien langsung memberitahu klien melihat benda tersebut, ulangi mata kedua.
3. Test nervus III, IV, VI (Oculomotorius, Trochlear dan Abducens)
g. Fungsi koordinasi gerakan mata dan kontriksi pupil mata (N III).
h. Test N III (respon pupil terhadap cahaya), menyorotkan senter kedalam tiap pupil mulai menyinari dari arah belakang dari sisi klien dan
sinari satu mata (jangan keduanya), perhatikan kontriksi pupil kena sinar.
i. Test N IV, kepala tegak lurus, letakkan obyek kurang lebih 60 cm sejajar mid line mata, gerakkan obyek kearah kanan. Observasi adanya
deviasi bola mata, diplopia, nistagmus.
j. Test N VI, minta klien untuk melihat kearah kiri dan kanan tanpa menengok.
4. Test nervus V (Trigeminus)
a. Fungsi sensasi, caranya : dengan mengusap pilihan kapas pada kelopak mata atas dan bawah :
-Refleks kornea langsung maka gerakan mengedip ipsilateral.
-Refleks kornea consensual maka gerakan mengedip kontralateral.
-Usap pula dengan pilihan kapas pada maxilla dan mandibula dengan mata klien tertutup. Perhatikan apakah klien merasakan
adanya sentuhan.
b. Fungsi motorik, caranya : klien disuruh mengunyah, pemeriksa melakukan palpasi pada otot temporal dan masseter.
5. Test nervus VII (Facialis)
b. Fungsi sensasi, kaji sensasi rasa bagian anterior lidah, terhadap asam, manis, asin pahit. Klien tutup mata, usapkan larutan berasa dengan
kapas/teteskan, klien tidak boleh menarik masuk lidahnya karena akan merangsang pula sisi yang sehat.
c. Otonom, lakrimasi dan salivasi
d. Fungsi motorik, kontrol ekspresi muka dengancara meminta klien untuk : tersenyum, mengerutkan dahi, menutup mata sementara pemeriksa
berusaha membukanya.
 6. Test nervus VIII (Acustikus)
e. Fungsi sensoris :
- Cochlear (mengkaji pendengaran), tutup satu telinga klien, pemeriksa berbisik di satu telinga lain, atau menggesekkan jari bergantian kanan-
kiri.
- Vestibulator (mengkaji keseimbangan), klien diminta berjalan lurus, apakah dapat melakukan atau tidak.
7. Test nervus IX (Glossopharingeal) dan nervus X (Vagus)
a. N IX, mempersarafi perasaan mengecap pada 1/3 posterior lidah, tapi bagian ini sulit di test demikian pula dengan
M.Stylopharingeus. Bagian parasimpatik N IX mempersarafi M. Salivarius inferior.
b. N X, mempersarafi organ viseral dan thoracal, pergerakan ovula, palatum lunak, sensasi pharynx, tonsil dan palatum lunak.
c. Test : inspeksi gerakan ovula (saat klien menguapkan “ah”) apakah simetris dan tertarik keatas.
d. Refleks menelan : dengan cara menekan posterior dinding pharynx dengan tong spatel, akan terlihat klien seperti menelan.
8. Test nervus XI (Accessorius)
e. Klien disuruh menoleh kesamping melawan tahanan. Apakah Sternocledomastodeus dapat terlihat ? apakah atropi ? kemudian palpasi
kekuatannya.
f. Minta klien mengangkat bahu dan pemeriksa berusaha menahan ---- test otot trapezius.
9. Nervus XII (Hypoglosus)
g. Mengkaji gerakan lidah saat bicara dan menelan
h. Inspeksi posisi lidah (mormal, asimetris / deviasi)
i. Keluarkan lidah klien (oleh sendiri) dan memasukkan dengan cepat dan minta untuk menggerakkan ke kiri dan ke kanan.
• Fungsi sensorik :

Pemeriksaan sensorik adalah pemeriksaan yang paling sulit diantara pemeriksaan sistem persarafan yang lain, karena sangat subyektif
sekali. Oleh sebab itu sebaiknya dilakukan paling akhir dan perlu diulang pada kesempatan yang lain (tetapi ada yang menganjurkan dilakukan
pada permulaan pemeriksaan karena pasien belum lelah dan masih bisa konsentrasi dengan baik). Gejala paresthesia (keluhan sensorik) oleh
klien digambarkan sebagai perasaan geli (tingling), mati rasa (numbless), rasa terbakar/panas (burning), rasa dingin (coldness) atau perasaan-
perasaan abnormal yang lain. Bahkan tidak jarang keluhan motorik (kelemahan otot, twitching / kedutan, miotonia, cramp dan sebagainya)
disajikan oleh klien sebagai keluhan sensorik. Bahan yang dipakai untuk pemeriksaan sensorik meliputi:

1. Jarum yang ujungnya tajam dan tumpul (jarum bundel atau jarum pada perlengkapan refleks hammer), untuk rasa nyeri superfisial.
2. Kapas untuk rasa raba.
3. Botol berisi air hangat / panas dan air dingin, untuk rasa suhu.
4. Garpu tala, untuk rasa getar.
5. Lain-lain (untuk pemeriksaan fungsi sensorik diskriminatif) seperti :
a. Jangka, untuk 2 (two) point tactile dyscrimination.
b. Benda-benda berbentuk (kunci, uang logam, botol, dan sebagainya), untuk pemeriksaan stereognosis

c. Pen / pensil, untuk graphesthesia.


• Sistem Motorik :
Sistem motorik sangat kompleks, berasal dari daerah motorik di corteks cerebri, impuls berjalan ke kapsula interna, bersilangan di batang
traktus pyramidal medulla spinalis dan bersinaps dengan lower motor neuron.
Pemeriksaan motorik dilakukan dengan cara observasi dan pemeriksaan kekuatan, seperti :

1. Massa otot : hypertropi, normal dan atropi


2. Tonus otot : Dapat dikaji dengan jalan menggerakkan anggota gerak pada berbagai persendian secara pasif. Bila tangan / tungkai klien
ditekuk secara berganti-ganti dan berulang dapat dirasakan oleh pemeriksa suatu tenaga yang agak menahan pergerakan pasif sehingga
tenaga itu mencerminkan tonus otot.
Bila tenaga itu terasa jelas maka tonus otot adalah tinggi. Keadaan otot disebut kaku. Bila kekuatan otot klien tidak dapat berubah, melainkan
tetap sama. Pada tiap gerakan pasif dinamakan kekuatan spastis. Suatu kondisi dimana kekuatan otot tidak tetap, tetapi bergelombang dalam
melakukan fleksi dan ekstensi extremitas klien.

3. Kekuatan otot :
Aturlah posisi klien agar tercapai fungsi optimal yang diuji. Klien secara aktif menahan tenaga yang ditemukan oleh sipemeriksa. Otot yang
diuji biasanya dapat dilihat dan diraba. Gunakan penentuan singkat kekuatan otot dengan skala Lovett’s (memiliki nilai 0 – 5)

0 = Tidak ada kontraksi sama sekali.

1 = Gerakan kontraksi.

2 = Kemampuan untuk bergerak, tetapi tidak kuat , kalau melawan tahanan atau gravitasi.

3 = Cukup kuat untuk mengatasi gravitasi.

4 = Cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh.

5 = Kekuatan kontraksi yang penuh.


• Aktifitas refleks :

Pemeriksaan aktifitas refleks dengan ketukan pada tendon menggunakan refleks hammer. Skala
untuk peringkat refleks yaitu :

0 =Tidak ada respon

1 =Hypoactive / penurunan respon, kelemahan ( + )

2 =Normal ( ++ )

3 =Lebih cepat dari rata-rata, tidak perlu dianggap abnormal ( +++ )

4 =Hyperaktif, dengan klonus ( ++++).


• Refleks-refleks yang diperiksa adalah :

1. Refleks patella
Pasien berbaring terlentang, lutut diangkat ke atas sampai fleksi kurang lebih 30 0. Tendon patella (ditengah-tengah patella dan tuberositas
tibiae) dipukul dengan refleks hammer. Respon berupa kontraksi otot quadriceps femoris yaitu ekstensi dari lutut.

2. Refleks biceps
Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 900 , supinasi dan lengan bawah ditopang pada alas tertentu (meja periksa). Jari pemeriksa
ditempatkan pada tendon m. biceps (diatas lipatan siku), kemudian dipukul dengan refleks hammer.Normal jika timbul kontraksi otot biceps,
sedikit meningkat bila terjadi fleksi sebagian dan gerakan pronasi. Bila hyperaktif maka akan terjadi penyebaran gerakan fleksi pada lengan
dan jari-jari atau sendi bahu.

3. Refleks triceps
Lengan ditopang dan difleksikan pada sudut 900 ,tendon triceps diketok dengan refleks hammer (tendon triceps berada pada jarak 1-2 cm
diatas olekranon). Respon yang normal adalah kontraksi otot triceps, sedikit meningkat bila ekstensi ringan dan hyperaktif bila ekstensi siku
tersebut menyebar keatas sampai otot-otot bahu atau mungkin ada klonus yang sementara.

4. Refleks achilles
Posisi kaki adalah dorsofleksi, untuk memudahkan pemeriksaan refleks ini kaki yang diperiksa bisa diletakkan / disilangkan diatas tungkai
bawah kontralateral. Tendon achilles dipukul dengan refleks hammer, respon normal berupa gerakan plantar fleksi kaki.

5. Refleks abdominal
Dilakukan dengan menggores abdomen diatas dan dibawah umbilikus. Kalau digores seperti itu, umbilikus akan bergerak keatas dan kearah
daerah yang digores.

6. Refleks Babinski
Merupakan refleks yang paling penting . Ia hanya dijumpai pada penyakit traktus kortikospinal. Untuk melakukan test ini, goreslah kuat-kuat
bagian lateral telapak kaki dari tumit kearah jari kelingking dan kemudian melintasi bagian jantung kaki. Respon Babinski timbul jika ibu jari
kaki melakukan dorsifleksi dan jari-jari lainnya tersebar. Respon yang normal adalah fleksi plantar semua jari kaki.
• Pemeriksaan Khusus Sistem Persyarafan
Untuk mengetahui rangsangan selaput otak (misalnya pada meningitis) dilakukan pemeriksaan :

1. Kaku kuduk
Bila leher ditekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak dapat menempel pada dada ---- kaku kuduk positif (+).

2. Tanda Brudzinski I
Letakkan satu tangan pemeriksa dibawah kepala klien dan tangan lain didada klien untuk mencegah badan tidak terangkat. Kemudian
kepala klien difleksikan kedada secara pasif. Brudzinski I positif (+) bila kedua tungkai bawah akan fleksi pada sendi panggul dan sendi
lutut.

3. Tanda Brudzinski II
Tanda Brudzinski II positif (+) bila fleksi tungkai klien pada sendi panggul secara pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi
panggul dan lutut.

4. Tanda Kernig
Fleksi tungkai atas tegak lurus, lalu dicoba meluruskan tungkai bawah pada sendi lutut. Normal, bila tungkai bawah membentuk sudut 135 0
terhadap tungkai atas.

5. Test Laseque
Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan nyeri sepanjang m. ischiadicus. Mengkaji abnormal postur dengan
mengobservasi :

a. Decorticate posturing, Terjadi jika ada lesi pada traktus corticospinal. Nampak kedua lengan atas menutup kesamping, kedua siku, kedua
pergelangan tangan dan jari fleksi, kedua kaki ekstensi dengan memutar kedalam dan kaki plantar fleksi.

b. Decerebrate posturing, terjadi jika ada lesi pada midbrain, pons atau diencephalon. Leher ekstensi, dengan rahang mengepal, kedua lengan
pronasi, ekstensi dan menutup kesamping, kedua kaki lurus keluar dan kaki plantar fleksi.
 
https://youtu.be/T5IbUeahtmM
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai