Anda di halaman 1dari 76

ASUHAN KEPERAWATAN PADA SISTEM PERSYARAFAN

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sistem saraf pusat bukan hanya bertanggung jawab terhadap pengaturan


sistem-sistem tubuh,kapasitas adaptif, tetapi juga berkenaan dengan aspek kesadaran
diri .Untuk dapat menerapkan proses keperawatan pada pasien dengan gangguan
neurologi membutuhkan pengetahuan tentang struktur dan fungsi dari sistem
persyarafan. Sistem persyarafan bekerja sebagai sistem elektrik dan konduksi yang
berkerja mengatur dan mengendalikan semua kegiatan tubuh. Sebagai mahasiswa
keperawatan penting untuk mempelajari asuhan keperawatan pada pasien dengan
keterbatasan fungsi persarafan untuk membantu membangkitkan respon
adaptifnya,intervensi keperawatan dilakukan untuk melindungi dan membantu pasien
yang dalam keadaan keterbatasan.

B. Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini untuk :
1. Pemenuhan tugas mata kuliah sistem persarafan
2. Mengetahui mengenai patofisiologi dan gangguan sistem persarafan
3. Pembelajaran asuhan keperawatan yang akan diberikan pada pasien
dengan gangguan persarafan.

C. Manfaat
1. Mampu menggunakan proses keperawatan dalam menangani pasien
dengan gangguan persarafan.
2. Mendalami pemahaman mengenai patofisiologi dan gangguan sistem
persarafan
3. Mendalami pemahaman mengenai asuhan keperawatan yang akan
diberikan pada pasien dengan gangguan persarafan.
4. Mampu mengkolaborasikan pelayanan keperawatan pada pasien dengan
gangguan persarafan.

BAB II

Pengkajian secara umum

1. Identitas Klien
Identitas klien meliputi : nama, usia (pada masalah disfungsi neurologis kebanyakan
terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku
bangsa, MRS, nomer rekam medis, dan diagnosis medis.

2. Keluhan utama
Keluhan utama klien biasanya akan segera terlihat bila sudah terjadi disfungsi
neurologis. Keluhan  yang sering muncul adalah : kelemahan ekstremitas sebelah
badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, kejang (konvusi), sakit kepala hebat,
nyeri otot, kaku kuduk, sakit punggung, tingkat kesadaran menurun (GCS kurang dari
15) akral dingin, dan ekspresi takut.

3. Riwayat Penyakit dahulu


Ketahui riwayat penyakit masa lalu klien. Beberapa pertanyaan yang megarah pada
riwayat penyakit dahulu dalam pengkajian neurologis adalah
 Apakah klien menggunakan obat-obat seperti : analgesik, sedatif, hipnotis,
antipsikotik,antidepresi, atau perangsang sistem syaraf.
 Apakah klien pernah mengeluhkan gejala sakit kepala, kejang, tremor, pusing,
vertigo, kebasatau kesemutan pada bagian tubuh, kelemahan, nyeri, atau
perubahan dalam bicara di masa  lalu.
 Bila klien telah mengalami gejala dia tas, gali lebih detail. Contoh bila klien
mengalami kejang tentukan rangkaian peristiwa (aura, jatuh ke tanah,
menangis, aktivitas motorik, fase transisi, hilangnya kesadaran, inkontinensia,
lamanya kejang). Pada kasus vertigo atau pusing, tentukan serangan, sensasi,
dan gejala yang berhubungan.
 Perawat sebaiknya bertanya tentang riwayat perubahan penglihatan,
pendengaran, penghidu,pengecapan, dan perabaan.
 Riwayat trauma kepala atau batang spinal, meningitis, kelainan konginetal,
penyakit neurologis, atau konseling psikiatri
 Riwayat peningkatan kadar gula dan tekanan darah tinggi
 Riwayat tumor pada sistem persarafan dan akibat yang diderita sekarang.

4.Riwayat Penyakit Sekarang


Pada gangguan neurologis, riwayat penyakit sekarang yang mungkin muncul adalah
adanya riwayat  trauma, riwayat jatuh, keluhan mendadak lumpuh saat klien
melakukan aktivitas, keluhan pada gastrointestinal seperti mual, muntah bahkan
kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan  separuh badan, gelisah,
letargis, lelah apatis, perubahan pupil, dll.

5.Riwayat penyakit keluarga


Kaji riwayat penyakit keluarga yang berhubungan dengan sistem persarapan.

6.Pengkajian Psikososial
Pengkajian ini meliputi : status emosi, kognitif, dan perilaku klien.

7.Kemampuan Koping normal


Pengkajian ini untuk menilai respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya
dan perubahan  peran klien dalam keluarga serta masyarakat dan respon serta
pengaruhnya pada kehidupan sehari-hari.  Amati apakah ada dampak seperti :
ketakutan, kecemasan, ketidakmampuan, kecacatan, gangguan citra  diri.

8.Pengkajian Sosioekonomispiritual
Kaji status ekonomi karena klien rawat inap atau pengobatan jalan yang mahal.
Lakukan fungsi advokasi bila ada permasalahan. Perspektif keperawatan mengkaji
dua hal, keterbatasan yang diakibatkan  oleh defisit neurologis dalam hubungan
dengan peran sosial klien dan rencana pelayanan yang akan  mendukung adaptasi
pada gangguan neurologis di dalam sistem dukungan individu.

 Pemeriksaan Fisik Neurologis

Secara umum, pemeriksaan fisik pada sistem persarafan ditujukan terhadap area
fungsi utama, sebagai berikut :
1. Pengkajian Tingkat Kesadaran
2. Pengkajian Fungsi Serebral
3. Pengkajian Saraf Kranial
4. Pengkajian Sistem Motorik
5. Pengkajian respon reflek
6. Pengkajian Sistem Sensorik

Pengkajian Tingkat Kesadaran

Kesadaran dapat didefinisikan sebagai keadaan yang mencerminkan


pengintegrasian impuls eferen dan aferen. Semua impuls aferen disebut input susunan
saraf pusat dan semua impuls eferen disebut output susunan saraf pusat (Priguna
Sidaria, 1985).

 Kewaspadaan adalah kesadaran yang sehat dan adekuat, yaitu aksi dan reaksi
terhadap apa yang diserap  (dilihat, dicium, didengar, dihidu, dikecap, dll)
bersifat sesuai dan tepat.
 Koma adalah keadaan saat suatu aksi sama sekali tidak dibalas dengan reaksi.

 Koma kortikal bihemisferik adalah gangguan sehingga tingkat kesadaran


menurun sampai tingkat  terendah akibatneuron pengemban kewaspadaan
sama sekali tidak berfungsi.

 Koma diensefalik adalah gangguan sehingga tingkat kesadaran menurun


sampai tingkat terendah akibat neuron pembangkit kewasapadaan tidak
berdaya untuk mengaktifkan neuron pengemban kewaspadaanKoma keduanya
bisa bersifat supratentorial atau infratentorial.

 Kualitas kesadaran adalah parameter paling mendasar dan penting yang


membutuhkan pengkajian. Tingkat keterjagaan klien dan respon terhadap
lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem persarafan.
 Pengkajian Fungsi Serebral

Pemeriksaan fungsi serebral secara ringkas terdiri dari pemeriksaan status mental,
fungsi intelek tual, daya pikir, status emosional, dan kemampuan bahasa.

 Status Mental
Yang dilakukan adalah
1. Observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, dengan melihat cara berpakaian
klien, kerapian, dan kebersihan diri
2. Observasi postur, sikap, gerak-gerakan tubuh, ekspresi wajah, dan aktivitas
motorik
3. Observasi gaya bicara klien dan tingkat kesadaran
4. Apakah gaya bicara klien jelas atau masuk akal?
5. Apakah klien sadar dan berespon atau mengantuk dan stupor?

 Fungsi Intelektual

Pengkajian ini mencakup kemampuan untuk berpikir secara abstrak dan


mamanfaatkan pengalaman. Lesi serebral yang bersifat bilateral dan difusi sangat
menentukan pelaksanaan intelektual umum. Sedangkan Lesi yang bersifat lokal dapat
menimbulkan aktivitas intelektual yang khusus. Klien yang mengalami kerusakan
otak tidak mampu untuk mengenal persamaan dan perbedaan yang kecil
(rumit/kompleks) dan mengalami kesulitan menangkap makna suatu stimulus.
Pengkajian yang dilakukan adalah
1. Mengingat atau memori
2. Pengetahuan umum
3. Menghitung atau kalkulasi
4. Mengenal persamaan dan perbedaan
5. Mempertimbangkan

 Daya Pikir

Priguna Sudharta (1985) dalam Muttqin (2008) menjelaskan alam pikiran atau jalan
pikiran hanya dapat dinilai dari ucapan-ucapannya. Pengkajiannya adalah
 Apakah klien bersifat spontan, alamiah, jernih, relevan, dan masuk akal?
 Apakah klien mempunyai kesulitan berpikir, khayalan, dan keasyikan sendiri?
 Apa yang menjadi pikiran klien?

Status Emosional

Pengkajian emosional bisa dilihat dari :


1. Apakah tingkah laku klien alamiah, datar, peka, pemarah, cemas, apatis, atau
euforia..?
2. Apakah alam perasaan klien berubah-ubah secara normal atau iramanya tidak
dapat di duga dari gembira menjadi sedih selama wawancara?
3. Apakah tingkah laku klien sesuai dengan kata-kata atau isi dari pikirannya?
4. Apakah komunikasi verbal klien sesuai dengan tampilan komunikasi
nonverbal?
Penilaian harus dilakukan secara pengertian melihat latar belakang klien seperti
pendidikan, agama, dan faktor lain. Kecemasan dan ketegangan dapat terlihat dari
sikap dan tingkah laku klien. Mata yang tidak tenang, warna wajah kemerahan,
berkeringat, serta gemetar bisa mengungkapkan kecemasan dan ketegangan.

 Kemampuan Bahasa
Pada pengkajian ini mungkin perawat menemukan
1. Disfasia/afasia
Yaitu defisiensi fungsi bahasa akibat lesi atau kelainan korteks serebri.
macam-macam
 Disfasia reseptif (posterior) : klien tidak bisa memahami bahasa lisan /
tertulis. Bila klien tidak dapat memahami setiap perintah atau pertanyaan yang
diajukan. Biasanya lancar tapi tidak teratur. Terjadi karena adanya lesi (infark,
pendarahan, tumor) pada hemisfer yang dominan pada bagian posterior girus
temporalis superior.
 Disfasia Ekspresif (anterior) : klien dapat mengerti, tetapi tidak dapat
menjawab dengan tepat. Bicaranya tidak lancar. Dikarenakan karena ada lesi
pada bagian posterior girus frontalis inferior.
 Disfasia nominal : klien tidak mampu menyebutkan benda tetapi aspek-aspek
lain dari fungsi bicara klien normal. Disebabkan oleh lesi pada daerah
temporoparietal posterior kiri.
 Disfasia konduktif : Klien tidak dapat mengulangi kalimat-kalimat dan sulit
menyebutkan nama benda, tetapi dapat mengiuti perintah. disebabkan oleh
lesi pada fasikulus arkuatus.
2. Disartia yaitu kesulitan artikulasi. Penyebab tersering adalah intoksikasi
alkohol, penyekit serebelum kehilangan koordinasi (bicara pelo)
3. Disfonia yaitu kualitas suara berubah (parau) dengan volume kecil akibat
penyakit pada pita suara.

 Penatalaksanaan Medis
a) Kraneotomi Prosedur ini dilakukan untuk menghilangkan tumor,
mengurangi TIK, mengevakuasi bekuan darah dan mengontrol
hemoragi
b) Angiografi serebral: membantu menentukan penyebab stroke secara
spesifik seperti perdarahan, obstruksi arteri atau adanya titik oklusi/
ruptur.
c) Pungsi lumbal: menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya
ada thrombosis, emboli serebral, dan TIA (Transient Ischaemia
Attack) atau serangan iskemia otak  sepintas. Tekanan meningkat dan
cairan yang mengandung darah menunjukkan adanya hemoragik
subarakhnoid atau perdarahan intra kranial. Kadar protein total
meningkat pada kasus thrombosis sehubungan dengan adanya proses
inflamasi.
d)  Ultrasonografi Doppler: mengidentifikasi penyakit arteriovena.
e) EEG (Electroencephalography): mengidentifikasi penyakit didasarkan
pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang
spesifik.
f)  Sinar X: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah
yang berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna
terdapat pada thrombosis serebral.
g) MRI (Magnetic Resonance Imaging): menunjukkan daerah yang
mengalami infark, hemoragik, dan malformasi arteriovena
h) CT-scan: memperhatikan adanya edema, hematoma, iskemia, dan
adanya infark
 Penatalaksanaan Farmakologi

 Cephalosporin (ceftriaxone atau cefotaxime)


 Vancomycin dan Carbapenem (meropenem), Chloramphenicol atau
Ceftriaxone.
 Diuretic untuk menurunkan edema serebral yang mencapai tingkat maksimum
3 sampai 5 setelah infark serebral
 Antikoagulan untuk mencegah terjadinya thrombosis atau embolisasi dari
tempat lain dalam system kardiovaskuler
 Anti trombosit karena trombosit memainkan peran sangat dalam pembentukan
thrombus dan embolisasi
 Antikolinergik untuk mengurangi transmisi kolinergik yang berlebihan ketika
kekurangan dopamin.
 Levodopa, merupakan prekursor dopamine, dikombinasi dengan karbidopa,
inhibitor dekarboksilat, untuk membantu pengurangan L-dopa di dalam darah
dan memperbaiki otak.
 Bromokiptin, agonis dopamine yang mengaktifkan respons dopamine di
dalam otak.
 Amantidin yang dapat meningkatkan pecahan dopamine di dalam otak.
 Menggunakan monoamine oksidase inhibitor seperti deprenil untuk menunda
serangan ketidakmampuan dan kebutuhan terapi levodopa.
 Antihistamin, yang memiliki efek sedatif dan antikolinergik pusat ringan, dan
dapat membantu menghilangkan tremor. (Brunner & suddarth, 2001 )
 Terapi antikolinergik, agens-agens antikolinergik ( triheksifenidil, prosiklidin,
dan benztropin mesilat )efektif untuk mengontrol tremor dan kekakuan
parkinson. Obat – obatan ini dapat digunakan dalam kombinasi dengan
levodopa. Agens ini meniadakan aksi asetikolin pada sistem saraf pusat.

PATOFISIOLOGI

DISATRIA

Penyakit lesi UMN bilateral

gerakan otot2 lamban dan kaku lidah terasa kaku

tidak bisa degerakkan

kerjasama otot,lidah, bibir,pita suara dan


otot dan menutup membuka dan
menutup mulut terganggu

kelemahan dan kontinuitas kalimat terganggu

disatria

Anosmia

trauma

Kbocoran CSS dibagian dasar


Fraktur petrous tosa krani arterior
tulang temporal
Hemaparesis

Emboli, tumor Trauma, Hipertensi

Sumbatan PD Perdarahan intraserebral

TIK

Hemiksi

Hemiparesis

Monoparesis

Cidera, trauma Virus

Sumbatan P.D Infeksi otak/ sumsum tulang


belakang

Lesi

Gangguan C1-C4

Monoparesis
PUSING

Belum makan Ketidakseimbangan TIK

Nutrisi batang otak


saraf vagus

O2 aliran darah terganggu


mual

Metabolisme otak pons medulla oblongata


muntah

Glukosa pernafasan terganggu

Hipoglikemi RR

Otak kecil Otak tengah sesak

ketidakseimbangan terganggu saraf optigus terganggu

pusing mata berkunang-kunang

PAPIL EDEMA

Tekanan Intra Kranial

Vaskularisasi terganggu TIO Menekan


otak tengah

Statis ( penyempitan ) vena hambatan saluran


penghubung diskus

Blind spot tersumbat diskus optikus


Edema edema

Gangguan penglihatan

AFASIA

Gangguan cerebral

frontal

area brocca

sensorik motorik

gangguan impuls penerimaan gangguan impuls menyampaikan


transferring dari otak

DISFAGIA

Penyumbatan

Gangguan saraf vagus

Reflek muntah dan menelan terganggu

Kelemahan otot-otot

Epiglottis terganggu

Tidak bisa mengkoordinasi / mengontrol makanan atau


minuman

Disfagia

ATAKSIA

a. Ataksia akut
Intoksitasi obat (narkotika )

Masuk ke otak

Meracuni otak/ melemahkan satu bagian otak


motorik

Ataksia akut
b. Ataksia kronik
tumor

terjadi penekanan

menekan sebagian/ seluruh lobus motorik

mempengaruhi impuls motoric anggota gerak/ ARAS &


farmatoretikularis

ataksia kronik

MUNTAH PROYEKTIL

Cidera kepala

TIK

Merangsang pusat muntah ( ventrikel IV )

Peregangan otot-otot intra abdomen

Peristaltic retrograde

Lambung penuh tekanan intra torax

Mual sfingter esophagus terbuka

muntah

PARAPLEGIA

Jatuh tumor

trauma Lesi medulla


spinalis

abses medulla spinalis

cidera medulla spinalis ( servical )

paraplegia

TETRAPLEGIA

Cidera virus

Infeksi otak/ sumsum tulang belakang

lesi

gangguan pada c1-c4


kelemahan ekstremitas atas dan bawah

PARESTESIA FACIAL

Perubahan sensorik saraf perifer

Cidera saraf mengenai nervus

Adanya trauma saraf parasteri

Fungsi sensasi terganggu

Tindakan detoktomi

Tekanan berlebih pada jaringan

stress
Alchol
PATHWAY KASUS 1

Hipertensi tak
Emboli PD diotak
terkontrol

PD terganggu
Suplai darah keotak Hemifer kiri
berkurang

kesadaran Otak defisit IQ


glukosa & O2

Intoleran aktivitas Daya ingat


iskemia

infark Hubungan dengan


orang lain terganggu
12 saraf kranial

Saraf K1 Saraf K5,9,10 Saraf K7

penciuman Gangguan Ggn otot


menelan ekspresi wajah Ketidakefektifan perfusi jaringan
PATHWAY KASUS 2 Cidera
kepala/benturan

fraktur tengkorak

Terjadi robekan arteri


meningeal media

Pembuluh darah g3n pada sawar otak


pecah

Epidural hematoma Op. Kraniotomi Resiko


infeksi

menekan otak aliran darah ke otak


terganggu

TIK meningkat suplai O2 menurun menggumam/gelisah


Mual sfingter esofagus terbuka

muntah

kekurangan nutrisi kurang


volume cairan dari kebutuhan
tubuh
PATHWAY KASUS 3

Bakteri, virus, faktor maternal, faktor pregiposisi, faktor imunologi

Organisme masuk ke aliran darah

Reaksi radang dalam miniens bawah korteks

Meningitis

Trombus, aliran darah cerebral

Eksudat purulen menyebar ke dasar otak


dan medula spinalis

Kerusakan neurologis Tanda kernig (+),


bruzinki (+),
photophobia dan
macrocepal

Aktivitas makrofag & Mengikuti cairan CO2


virus darah sitemik
Permeabilitas vaskular
Pelepasan zat Penyebaran infeksi pada serebri
pirogen endogen iskemik
Transudasi cairan
PATHWAY KASUS 4

Pada masa kehamilan

Hasil lab AFP 15mg/dl

Kekurangan asam folat Keturunan

Penkes asam folat saat


kehamilan
Poliferasi sel terganggu

Tabung neural tidak dapat bersatu

Vertebra tidak dapat menutup sempurna


Rontgen tulang
belakang

Durameter, saraf spina, Durameter, saraf spina, Durameter, meningens


meningens menonjol keluar meningens menonjol keluar menonjol keluar pada lumbal 4
pada lumbal 4 dan 5 pada lumbal 4 dan 5 dan 5
Herniasi kantung berisi cairan
saraf pada sacrum terjepit, dan Meningomielocel pada lumbal 4
dan lumbal 5 leptomeningen
masa jaringan saraf menjadi
pipih

Meningocel pada lumbal 4 dan


Spina bifida meningomielocel
lumbal 5
Spina bifida mielokisis

Terjepitnya saraf spina pada Menonjol


Gangguan pada ektremitas lumbal 4 dan lumbal 5
bawah dan gangguan pada
kandung kemih
Tampak kulit tipis dan mengkilat

Pada lumbal 5 Pada lumbal 4 gerakan


gerakan fleksi lutut lutut terganggu
Spina bifida meningocel

Resiko infeksi
Gangguan ektremitas
bawah
Obrtuksi aliran CSS

PATHWAY PARKINSON
Hambatan mobilitas
fisik hidrosefalus
Faktor predisposisilesi di substansia
nigra : usia & induksi obat

Dopamin menipis dalam substansi


nigra dan korpus striatum

Kehilangan kelola dari substansi


nigra

Kehilangan kelola dari substansi


nigra

Implus globus palidus ini tidak


melakukan inhibisi terhadap korteks
piramidalis dan ekstrapiramidalis

Kerusakan kontrol gerakan volunter


yang memiliki ketangkasan sesuai
dan gerakann otomatis
Aliran darah
serebral regional
menurun
Gangguan N,III Gangguan Tremor ritmik
N, VIII bradikinesia

Gangguan
kontraksi otot- Perubahan gaya Perubahan
Perubahan
otot bola berjalan, Wajah & sikap
kepribadian, psikis,
mata kekakuan dalam tubuh
demensia, dan
beraktivitas
konfusi akut
Gangguan Gangguan
konvergensi Hambatan Citra Diri
Kognitif Mobilitas Fisik
Persepsi
Pandangan
kabur Gangguan N, IX, X

 Kerusakan Perubahan Penurunan Kesulitan Menelan


komunikasi persepsi aktivitas fisik
verbal sensorik visual umum
 Perubahan
proses Ketidakseimbangan
Kekuatan
berfikir nutrisi kurang dari
Otot
 Koping kebutuhan tubuh
individu
tidak efektif Imobilisasi

Risiko Disfungsi
Neurovaskular
Perifer

PATHWAY KASUS 6
POSISI TERDUDUK

TULANG EKOR NYERI SKALA 6

SARAF SPINA PADA


SAKRUM TERJEPIT

SARAF SPINA S2-4 SARAF SPINA S2-3


TERGANGGU TERGANGGU

GERAKAN OTOT PADA GERAKAN PERISTALTIK


KANDUNG KEMIH USUS TERGANGGU
TERGANGGU

KONSTIPASI
TERABA DISTENSI PADA
KANDUNG KEMIH

BAB III

ASKEP

KASUS 1

A. Pengkajian

Format Pengkajian Klinik

Nama perawat yang mengkaji: Winda & Yuliani

Unit :

Kamar/ruang :
Tgl/waktu masuk RS :

Tgl/waktu pengkajian :

Cara pengkajian :

I. Identitas Pasien

Nama : Tn. Fauzi

Jenis Kelamin : laki - laki

Umur : 43th

TTL :

Pendidikan :

Pekerjaan :

Status Perkawinan :

Agama :

Suku :

Alamat :

II. Identitas Penanggungjawab

Nama :

Alamat :

Hub.dengan pasien :

III. Riwayat Keperwatan Masa Lalu

• Riwayat klien yang diderita

- Hipertensi yang tak terkontrol

• Riwayat imunisasi

• Kebiasaan buruk

- merokok, minum alkohol

• Riwayat penyakit keturunan

• Riwayat alergi

IV. Riwayat Keperawatan saat ini


1. Alasan masuk RS

• Pre :

• Post :

• Keluhan Penyerta :

2. Tindakan/ terapi yang sudah diterima

V. Kebutuhan

a. Oksigen

 sebelum sakit :
 sesudah sakit :

b. Cairan

 sebelum sakit :
 sesudah sakit :

c. Nutrisi

 sebelum sakit :
 sesudah sakit :

d. Eliminasi Fekal

 sebelum sakit :
 sesudah sakit :

e. Eliminasi urine

 sebelum sakit :
 sesudah sakit :

f. Aktifitas

 sebelum sakit :
 sesudah sakit :

g. Tidur

 sebelum sakit :
 sesudah sakit :

h. Seksualitas

 sebelum sakit :
 sesudah sakit :

i. Privasi dan interaksi social

 sebelum sakit :
 sesudah sakit :

j. Pencegahan Masalah kesehatan

 sebelum sakit :
 sesudah sakit :

k. Promosi kesehatan

 sebelum sakit :
 sesudah sakit :

VI. PF ( Pemeriksaan Fisik )

• TTV

- TD :

- SUHU :-

- RR :

- HR :

- SATURASI :

• Kesadaran umum : Somnolen

• Head To Toe

a) Kepala :

• Inspeksi :

- Kepala :

- Rambut :

- Kulit kepala :

b) Wajah

• Inspeksi :

• Palpasi :

c) Mata

• Inspeksi :

• Palpasi :

d) Hidung

• Ispeksi :

• Palpasi :

e) Mulut
• Ispeksi : mulut tidak simetris miring kearah kiri.

f) Telinga

• Inspeksi :

g) Leher

• Inspeksi :

• Palpasi :

h) Dada

• Inspeksi :

• Palpasi :

i) Paru-paru

• Palpasi :

• Perkusi :

• Auskultasi :

j) Jantung

• Inspeksi :

• Palpasi :

• Perkusi :

k) Abdomen

• Inspeksi :

• Auskultasi :

• Palpasi :

• Perkusi :

VII. Pemeriksaan Diagnostik

- Foto thorak
- EEG ( Elektro Encephalografi)
- Myelografi
- Lumbal Pungsi
- CT Scan
- MRI ( Magnetic Resonance Imaging)

VIII. Terapi

- Infuse
- obat

Kasus 1

Tn. Fauzi (43 th) dirawat di RS karena mengalami stroke in ivolution, kesadaran
somnolen, mata membuka jika dipanggil dan langsung tidur kembali ,mulut tidak
simetris miring kearah kiri, afasia motorik,mengalami hemiparase sinistra.
Mengalami anosmia, disfagia, parastesia facial. Klien lupa alamat rumahnya. Klien
memiliki hipertensi tak terkontrol, senang mengkonsumsi alcohol dan mudah stress.
Klien direncanakan untuk pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit. Saat ini posisi
pasien adalah head up 30o ,babinski positif pada kaki kanan ,kekuatan otot ektremitas
atas dan bawah kiri 3.wkstremitas bawah kanan 5. Hasil CT scan terdapat
iskemik/infrak hemisfer kanan.

ANALISA DATA MASALAH ETIOLOGI DIAGNOSA


KEPERAWATAN KEPERAWATAN
DO : Ketidakaktifan hipertensi Ketidakaktifan perfusi
perfusi jaringan
-kesadaran somnolen jaringan perifer
perifer
-pendengaran klien (serebral,perifer) berhubungan dengan
berkurang hipertensi ditandai
-Hasil CT Scan terdapat dengan kesadaran
iskemik atau infark hemisfer somnolen pendengaran
kanan. klien berkurang Hasil CT
-mulut tidak simetris miring Scan terdapat iskemik
ke arah kiri atau infark hemisfer
-afasia motorik kanan ,mulut tidak
-mengalami hemiparese simetris miring ke arah
sinistra kiri,afasia motorik,
-Mengalami anosmia mengalami hemiparese
-Disfagia sinistra,Mengalami
-parastesia fasial anosmia, Disfagia
-babinski positif pada kaki ,parastesia fasial
kanan ,babinski positif pada
-kekuatan otot ekstremitas kaki kanan,kekuatan otot
atas dan bawah kiri 3 ekstremitas atas dan
-ektremitas atas bawah bawah kiri 3,ektremitas
kanan 5 atas bawah kanan 5

INTERVENSI

NO Dp Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional


Hasil
1 Ketidakefektifan perfusi 1.monitor TTV 1. Adanya perubahan
jaringan dapat teratasi tanda vital respirasi
(TD,HR,RR,S)
setelah dilakukan menunjukkan
tindakan selama 7 x24 2.monitor AGD, PCO2. kerusakan pada
jam dengan kriteria batang otak.
3.Pantau adanya tanda-
hasil: 2. Karbondioksida
tanda penurunan menimbulkan
1. Kesadara vasodilatasi,
perfusi serebral :GCS,
membaik adekuatnya
(composmetis) memori, oksigen sangat
2. Tidak ada penting dalam
4. Pertahankan kepala
gangguan bicara, mempertahankan
3. Tidak ada tempat tidur 30-450 metabolisme otak.
anosmia 3. Tingkat kesadaran
dengan posisi leher
4. Tidak ada merupakan
disfagia tidak menekuk indikator terbaik
5. Tidak ada adanya perubahan
5. Kolaborasi
parastesia facial neurologi.
6. GCS pemeriksaan diagnostik 4. Memfasilitasi
menunjukan drainasi vena dari
untuk diagnosa dan
kebaikan otak
ekstremitas kiri monitoring 5. Pasien stroke perlu
menjadi 5, kanan pemeriksaan
6. Ubah posisi klien
menjadi 7 lanjutan untuk
tiap 2 jam (alih baring) menentukan
tindakan lebih
7. Evaluasi keadaan
lanjut.
motorik dan sensori 6. Dengan
dilakukannya alih
pasien
baring selama 2jam
sekali untuk
menghindari
decubitus.
7. Gangguan motorik
dan sensori dapat
terjadi akibat
edema otak.

PENATALAKSANAAN MEDIS

1. Penatalaksaan Umum
a. Pada fase akut
- Pertahankan jalan nafas, pemberian oksigen, penggunaan ventilator.
- Monitor peningkatan tekanan intrakranial
- Monitor fungsi pernafasan: Analisa Gas Darah
- Monitor jantung dan tanda-tanda vital, pemeriksaan EKG.
- Evaluasi status cairan dan elektrolit
- Kontrol kejang jika ada dengan pemberian antikolvusan, dan cegah resiko
injuri
- Lakukan pemasangan NGT untuk mengurangi kompresi lambung dan
pemberian makanan
- Cegah emboli paru dan tromboplebitis dengan antikoagulan
- Monitor tanda-tanda neurologi seperti tingkat kesadaran, keadaan pupil,
fungsi sensorik dan motorik, nervus kranial dan refleks
b. Pada fase rehabilitasi
- Pertahankan nutrisi yang adekuat
- Program managemen bladder dan bowel
- Mempertahankan keseimbangan tubuh dan rentang gerak sendi (ROM)
- Pertahankan integritas kulit
- Pertahankan komunikasi yang efektif
- Pemenuhan kebutuhan sehari-hari
- Persiapan pasien pulang

2. Pembedahan
Dilakukan jika perdarahan serebrum diameter lebih dari 3 cm atau volume
lebih dari 50 ml untuk dekompresi atau pemasangan pintasan ventrikulo-
peritoneal bila ada hidrosefalus obstruktif akut.

3. Terapi obat-obatan
a. Stroke Iskemika
- Pemberian trombolisis dengan rt-PA (recombinant tissue-plasminogen)
- Pemberian obat-obatan jantung seperti digoksin pada aritmia jantung atau
alfa beta, kapatopril, antagonis kalsium pada pasien dengan hipertensi.

KASUS 2

PENGKAJIAN KLINIK PADA PASIEN EPIDURAL HEMATOMA

Nama perawat yang mengkaji :


Unit :-
Kamar/ ruang :-
Tanggal/ waktu masuk RS :-
Tanggal/ waktu pengkajian :-
Cara pengkajian :-

I. Identitas Klien
Nama : Ny. Kayla
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur :35 th
Tempat/tgl lahir :-
Pendidikan :-
Pekerjaan :-
Status Perkawinan :-
Agama :-
Suku :-
Alamat :-
Dx : Epidural Hematoma

II. Identitas penanggung jawab


Nama :
Alamat :-
Hubungan dengan klien :-
-
III. Alasan masuk rumah sakit : mengalami kecelakaan saat
mengendarai mobil kepala pasien membentur setir dan mengalami cedera
kepala.
IV. Keluhan Utama : kesadaran menurun dan muntah

V. Kebutuhan
a. Oksigen
Sebelum sakit : tidak terkaji
Saat Sakit : terpasang oksigen 2 L/nasal kanul

b. Cairan
Sebelum sakit : tidak terkaji
Saat Sakit : cairan dalam tubuh kurang karena klien
mengalami muntah
c. Nutrisi
Sebelum sakit : tidak terkaji
Saat Sakit : nutrisi kurang, karena pasien muntah
d. Eliminasi Fekal
Sebelum Sakit : tidak terkaji
Saat Sakit : tidak terkaji

e. Eliminasi Urin
Sebelum sakit : tidak terkaji
Saat sakit : tidak terkaji

f. Aktivitas
Sebelum sakit : tidak terkaji
Saat Sakit : aktivitas terganggu

g. Tidur
Sebelum sakit : tidak terkaji
Saat Sakit : tidak terkaji
h. Sexualitas
Sebelum sakit : tidak terkaji
Saat sakit : tidak terkaji

i. Privasi dan Interaksi Sosial


Sebelum sakit : tidak terkaji
Saat Sakit : tidak terkaji

j. Pencegahan masalah kesehatan


Sebelum sakit : tidak terkaji
Saat Sakit : tidak terkaji

k. Promosi Kesehatan
Sebelum sakit : tidak terkaji
Saat Sakit : tidak terkaji

VI. Pemeriksaan Fisik


A. keadaan sakit
pasien tampak sakit sedang
alasan : pasien mengalami cidera kepala hasil CT scan mengalami
epidural hematoma, klien muntah , kesadaran menurun dan insomnia.
GCS = 9, terpasang NGT dan kateter
B. Tanda-tanda Vital
tidak terkaji
C. Permeriksaan Sistematik
1) kesadaran menurun
2) diberi rangsangan nyeri klien mengumam, mata terbuka dan beusaha
untuk menepis tangan pemeriksa
3) GCS=9 ( cidera kepala sedang)
VII. Pemeriksaan Diagnostik

 Hasil Pemeriksaan LAB


(tidak terkaji)
 Pemeriksaan penunjang
Terdapat epidural hematoma

VIII. Terapi

( tidak terkaji)

PENGKAJIAN UNTUK PASIEN EPIDURAL HEMATOMA

1. Data biografi
identitas pasien seperti nama, umur , jenis kelamin, alamat, agama,
penanggung jawab, status perkawinan.

2. Riwayat Keperawatan
- Riwayat medis dan kejadian yang lalu
- riwayat kejadian cedera kepala
- penggunaan alkohol dan obat-obatan terlarang
3. Pemeriksaan Fisik
- frakur tengkorang : jenis fraktur, luka terbuka, pendarahan konjungtiva,
rihinorrea, otorhea, ekhimosis periorbital, gangguan pendengaran
- tingkat kesadaran : adanya perubahan mental seperti lebih sensitif, gelisah,
stupor, koma
- saraf kranial : adanya anosmia, agnosia, kelemahan gerakan otot mata,
vertigo
- kognitif : amnesia postrauma, disorientasi, amnesia retrograt, gangguan
bahasa dan kemampuan matematika
- rangsangan meningeal : kaku kuduk, kernig, brudzinskhi
- jantung : disritmia jantung
- respirasi : roles, rhonki, nafas cepat dan pendek, takhipnea, gangguan pola
nafas.
- fungsi sensori : lapang pandang, dipiopia, gangguan persepsi, gangguan
pendengaran, gangguan sensasi raba.
4. Test Diagnostik
- Radiologi : CT scan, MRI ditemukan adanya edema serebri, hematoma
serebral, herniasi otak.
- Pemeriksaan darah : Hb, Ht, trombosit dan elektrolit
- Pemeriksaan urine : Penggunaan obat-obatan .

kasus 2

Ny. Kayla (35 tahun) mengalami kecelakaan saat mengendarai mobil. kepala pasien
membentur setir dan mengalami cedera kepala. pada saat datang kesadaran klien
menurun, muntah dan mengalami insomnia, ketika diberi rangsangan nyeri klien
menggumam , mata terbuka dan tangan klien berusaha untuk menepis tangan
pemeriksa. Hasil CT scan klien mengalami epidural hematoma. Pasien saat ini post
kraniotomi hari 1, GCS = 9, klien terpasang NGT , kateter , oksigen 2 liter / nasal
kanul, klien berusaha melepaskan selang NGT.

Analisa data 1 :

Tgl/Jam Data Etiologi Masalah kep.


DS: mengalami Trauma kepala Risiko
kecelakaan saat ketidakefektifan
mengendarai mobil. perfusi jaringan
kepala pasien otak
membentur setir dan
mengalami cedera
kepala.
DO: datang kesadaran
klien menurun, muntah,
Hasil CT scan klien
mengalami epidural
hematoma, GCS = 9

Diagnosa keperawatan:

Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d Trauma


Intervensi 1:

Kriteria Hasil Intervensi Rasionalisai


Ketidakefektifan perfusi - evaluasi hasil - dengan
jaringan serebral tidak GCS mengevaluasi
terjadi setelah dilakukan GCS dapat
tindakan keperawatan melihat
selama 3x24jam dengan perkembangan
kriteria hasil : penyakit pasien
- tingkat kesadaran - monitor TTV tiap - adanya perubahan
compos mentis 4 jam sekali tanda vital seperti
- tidak muntah pernafasan yang
- tidak terjadi lemah
epidural menunjukkan
hematoma kerusakan pada
- hasil GCS batang otak
- pertahankan - dengan diberikan
kepala tempat posisi tidur 30-45
tidur 30-45 derajat dapat
derajat dengan memfasilitasi
posisi leher tidak drainasi vena dari
menekuk (posisi otak
head up 30
derajat)

- anjurkan pasien - dengan


untuk tidak batuk/ batuk/bersin keras
bersin terlalu dan mengejan saat
keras dan BAB dapat
mengejan saat meningkatkan
BAB tekanan
intrakranial
- lakukan aktivitas - Dengan
keperawatan dan mengurangi
aktivitas pasien aktivitas perawat
seminimal atau pasien dapat
mungkin mengurangi
stimulus yang
akan menurunkan
TIK
- kolaborasi dengan - dengan diberikan
dokter untuk obat manitol akan
pemberian obat menurunkan TIK
manitol dan memperbaiki
sirkulasi darah ke
otak.
- kolaborasi dengan - dengan diberikan
dokter untuk cairan kristaloid
pemberian cairan dapat
kristaloid mempertahankan
tekanan darah
sistolik tidak
kurang dari 90
mmHg

Analisa Data 2 :

Tgl/ Jam Data Etiologi Masalah kep.


DS: - Kerusakan Resiko Infeksi
DO: integritas kulit
post kraniotomi (pemasangan
hari 1, klien kateter), Trauma
terpasang NGT Jaringan
dan kateter

Diagnosa Keperawatan :

Resiko Infeksi b.d Kerusakan integritas kulit (pemasangan kateter), Trauma Jaringan
Intervensi 2 :

Kriteria Hasil Intervensi Rasional


Infeksi tidak terjadi - monitor TTV tiap - dengan suhu
setelah dilakukan 2 jam sekali tubuh yang tinggi
tindakan keperawatan dapat
selama 2x24 jam dengan menandakan
kriteria hasil : terjadinya infeksi
- tidak ada tanda-
tanda infeksi - pantau tanda- - karena pasien
tanda infeksi menjalani post
kraniotomi hari
pertama maka
akan
mengakibatkan
pasien beresiko
untuk terkena
infeksi karena
luka belum
tertutup sempurna

- karena pasien
- lakukan rawat
menjalani post
luka bersih
kraniotomi hari
dengan teknik
pertama maka
septik dan
perlu dilakukan
antiseptik sesuai
rawat luka supaya
dengan program
mengurangi
resiko infeksi

- karena pasien
- lakukan rawat
terpasang kateter
kateter dengan
maka perlu
teknik septik dan
dilakukan rawat
antiseptik sesuai
keteter untuk
dengan program
mengurangi
resiko infeksi

- pasien post
- lakukan
kraniotomi hari 1
perawatan post op
kraniotomi masih beresiko
terkena infeksi
pada lukanya
karna luka masih
belum menutup
sempurna
sehingga perlu
dirawat

- kolaborasi dengan
- dengan
dokter pemberian
memberikan
obat antibiotik
antibiotik dapat
mencegah
terjadinya infeksi
- protein yang
- kolaborasi dengan
tinggi dapat
ahli gizi
membantu
pemberiam
mempercepat
makanan TKTP
proses
penyembuhan
luka

- dengan
- berikan Penkes
memberikan
tentang cara
penkes tentang
perawatan cidera
cara
keapala saat
penyembuhan
dirumah
luka kepada
pasien dapat
membantu
mengurangi
resiko infeksi

Penatalaksanaan Epidural hematoma


1. medis
a.       CT Scan: tanpa/dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik,
menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
b.      Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti
pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.
c.       X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan
struktur garis (perdarahan / edema), fragmen tulang.
d.      Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan
(oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
e.       Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan intrakranial.

2. farmakologi
Gunakan Etonamid sebagai sedasi untuk induksi cepat, untuk
mempertahankan tekanan darah sistolik, dan menurunkan tekanan
intrakranial dan metabolisme otak. Pemakaian tiophental tidak dianjurkan,
karena dapat menurunkan tekanan darah sistolik. Manitol dapat digunakan
untuk mengurangi tekanan intrakranial dan memperbaiki sirkulasi darah.
Phenitoin digunakan sebagai obat propilaksis untuk kejang – kejang pada
awal post trauma. Pada beberapa pasien diperlukan terapi cairan yang cukup
adekuat yaitu pada keadaan tekanan vena sentral (CVP) > 6 cmH2O, dapat
digunakan norephinephrin untuk mempertahankan tekanan darah sistoliknya
diatas 90 mmHg. Berikut adalah obat – obatan yang digunakan untuk terapi
pada epidural hematom:

a. Diuretik Osmotik

Misalnya Manitol : Dosis 0,25 – 1 gr/ kg BB iv.

Kontraindikasi pada penderita yang hipersensitiv, anuria, kongesti


paru, dehidrasi, perdarahan intrakranial yang progreasiv dan gagal jantung
yang progresiv.

Fungsi :
Untuk mengurangi edema pada otak, peningkatan tekanan intrakranial, dan
mengurangi viskositas darah, memperbaiki sirkulasi darah otak dan kebutuhan
oksigen.

b. Antiepilepsi

Misalnya Phenitoin : Dosis 17 mg/ kgBB iv, tetesan tidak boleh lebihn
dari 50 (Dilantin) mg/menit.

Kontraindikasi:
pada penderita hipersensitiv, pada penyakit dengan blok sinoatrial,
sinus bradikardi, dan sindrom Adam-Stokes.

Fungsi :
Untuk mencegah terjadinya kejang pada awal post trauma.

Kasus 3

An. Christine ( 5 bulan ) di rawat dengan diagnose medik meningitis hidrochepalus


dengan alasan masuk kejang dan sudah 5 hari panas tinggi di rumah. Pasien riwayat
kejang tonik, dari pemeriksaan fisik Bruzinki (+) tanda kernig (+), photopobia dan
macrocepall, ubun-ubun cembung, sunset eye, muntah, malas minum, lethargy,
peningkatan diameter pupil (dilatasi). Hasil lab. didapatkan LED meningkat dan
leukositosis.

Pengkajian pada pasien dengan gangguan sistem persyarafan

FORMAT PENGKAJIAN KLINIK

Nama perawat yang mengkaji : Montania Dearumantik, Riska Anggraini

Unit :-

Kamar/ ruang :-

Tanggal/ waktu masuk RS :-

Tanggal/ waktu pengkajian :-

Cara pengkajian : Alloanamnesa, Autoanamnesa

I. Identitas Klien

Nama : An. C

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 5 bulan

Tempat/tgl lahir :-

Pendidikan :-

Pekerjaan :-

Status Perkawinan: -
Agama :-

Suku :-

Alamat :-

II. Identitas penanggung jawab

Nama :-

Alamat :-

Hubungan dengan klien : -

III. Diagnosa Medis : Meningitis Hidrochepalus

IV. Alasan masuk rumah sakit : Kejang dan sudah 5 hari panas tinggi di rumah.

V. Keluhan Utama : Muntah

VI. Kebutuhan

a. Oksigen

Sebelum sakit :

Saat sakit :

b. Cairan

Sebelum sakit :

Saatsakit : Malas minum

c. Nutrisi

Sebelum sakit :

Saat sakit : Muntah

d. Eliminasi Fekal

Sebelum Sakit :

Saat sakit :

e. Eliminasi Urin

Sebelum sakit :
Saat sakit :

f. Aktivitas

Sebelum sakit :

Saat sakit :

g. Tidur

Sebelum sakit :

Saat sakit :
h. Seksualitas

Sebelum sakit :

Saat sakit :

i. Privasi dan Interaksi Sosial

Sebelum sakit :

Saat sakit :

j. Pencegahan masalah kesehatan

Sebelum sakit :

Saat sakit :

k. Promosi Kesehatan

Sebelum sakit :

Saat sakit :

VII. Pemeriksaan Fisik

 Bruzinki (+), tanda kernig (+), photophobia dan macrocepall


 Sunst eye, peningkatan diameter pupil (dilatasi)
 Lethargy
 Kaji adanya pembesaran kepala pada bayi , vena kulit kepala terlihat
jelas, bunyi cracked – pot pada perkusi , tanda setting – sun ,
penurunan kesadaran, ophistotonus , dan spastic pada ekstrimitas
bawah , tanda peningkatan TIK.
 Kaji lingkar kepala
 Kaji ukuran ubun-ubun , bila menangis ubun-ubun menonjol
 Kaji perubahan tanda vital khususnya pernafasan
 Kaji perilaku , pola tidur dan interaksi

VIII. Pemeriksaan Diagnostik

 Pemeriksaan Lab. LED dan Leukosit


 Pengukuran lingkar kepala pada bayi
 CT scan dan MRL : menunjukkan pembesaran ventrikel , membantu
membedakan antara hidrosefalus dan lesi intrakranial lainnya.
 Transiluminasi tengkorak bayi menunjukkan pengumpulan cairan
yang abnormal
 Perkusi tengkorak dapat menghasilkan bunyi cracked-pot yang
khusus ( mace wen sign )

IX. Terapi : -

ASUHAN KEPERAWATAN

Analisa Data 1

Data Masalah Etiologi Diagnosa


Keperawatan Keperawatan
Ds : - Penurunan Peningkatan TIK Penurunan
Do : kapasitas adaptif secara continue kapasitas adaptif
Pasien riwayat intrakranial 10-15 mmHg intrakranial
kejang tonik, dari berhubungan
pemeriksaan fisik dengan
Bruzinki (+) tanda Peningkatan TIK
kernig (+), secara continue
photopobia dan 10-15 mmHg
macrocepall, ditandai pasien
ubun-ubun riwayat kejang
cembung, sunset tonik, dari
eye, lethargy, pemeriksaan fisik
peningkatan Bruzinki (+) tanda
diameter pupil kernig (+),
(dilatasi). Hasil photopobia dan
lab. didapatkan macrocepall,
LED meningkat ubun-ubun
dan leukositosis. cembung, sunset
eye, lethargy,
peningkatan
diameter pupil
(dilatasi). Hasil
lab. didapatkan
LED meningkat
dan leukositosis.
Perencanaan Keperawatan 1

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasionalisasi


Penurunan kapasitas 1. Monitor TTV tiap 1. Suatu keadaan
adaptif intrakranial dapat 4 jam. normal bila
teratasi setelah dilakukan sirkulasi cerebri
tindakan keperawatan 2. Monitor diameter terpelihara dengan
selama 6x24 jam dengan pupil. baik atau fluktuasi
kriteria hasil : ditandai dengan
3. Monitor tekanan darah
1. Tekanan
peningkatan TIK iskemik,
intrakranial
penurunan dari
terkontrol ,
4. Monitor hasil auto regulator
2. Tanda peningkatan
Lab. (LED dan kebanyakan
tekanan berkurang
Leukositosis). merupakan tanda
penurunan difusi
5. Pertahankan lokal faskularisasi
kepala atau leher darah cerebri.
pada posisi yang 2. Cairan yang
netral, usahakan meningkat
dengan sedikit mempengaruhi
bantal. besar pupil
sehingga perlu
6. Berikan periode dipantau
istirahat yang
cukup. 3. Terjadinya
peningkatan TIK
7. Kolaborasi dalam perlu dipantau
pemberian obat perubahannya
dioretik osmotik. 4. Mebantu
memberikan
8. Berikan penkes informasi tentang
kepada keluarga efektifitas
tentang penyakit pemberian obat.
meningitis
hidrosefalus dan 5. Perubahan kepala
perawatannya. pada suatu sisi
dapat
menimbulkan
penekanan pada
vena jugularis dan
menghambat
aliran darah ke
otak untuk itu
dapat
meningkatkan
TIK.

6. Tindakan yang
terus menerus
dapat
meningkatkan
TIK oleh reflek
rangsangan
humulatif.

7. Diodetik
digunakan pada
fase akut untuk
mengalirkan air
dari kerusakan sel
dan mengurangi
edema serebri dan
TIK.

8. Keluarga dapat
melakukan
perawatan
mandiri kepada
anak yang baik
dan benar yang
mengalami
meningitis
hidrosefalus.

Analisa Data 2

Data Masalah Etiologi Diagnosa


Keperawatan Keperawatan
Ds : keluarga Nutrisi kurang Mual muntah Nutrisi kurang
mengatakan, dari kebutuhan dari kebutuhan
pasien sudah 5 tubuh. tubuh
hari panas tinggi. berhubungan
Do : klien mual dengan Mual
muntah dan malas muntah ditandai
minum dengan keluarga
mengatakan,
pasien sudah 5
hari panas tinggi.
klien mual muntah
dan malas minum.

Perencanaan Keperawatan 2

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasionalisasi


Nutrisi kurang dari 1. Monitor TTV. 1. Memonitor status
kebutuhan tubuh dapat hemodinamik klien
teratasi setelah dilakukan 2. Timbang Berat yang fluktuatif.
tindakan keperawatan badan klien
selama kurang lebih 2x24 2. Untuk memantau
jam dengan kriteria 3. Jaga kebersihan berkurang/bertamba
hasil : mulut. hnya BB karena
1. Pasien tidak pasien mengeluh
merasa mual dan 4. Hitung intake tidak nafsu
muntah lagi. makanan. makansehinggaasupa
2. Pasien mau n nutrisi di dalam
minum. 5. Kolaborasi dengan tubuhtentu akan
dokter dalam berkurang.
pemberian obat
vitamin anti emetik. 3. Mulut yang bersih
meningkatkan nafsu
6. Kolaborasi dengan makan.
keluarga untuk
distraksi. 4. Pola makan dan
minum yang
7. Berikan lingkungan berkurang akan
yang nyaman bagi mengganggu
pasien. perkembangan
nutrisi dalam tubuh.
8. Berikan penkes
pada ibu pasien 5. Untuk mengurangi
tentang pemberian mual dan membantu
ASI. dalam proses
penyembuhan.

6. Keluarga dapat
membantu pasien
mengalihkan rasa
mual.

7. Lingkungan yang
nyaman dapat
meningkatkan rasa
nyaman si pasien
dan dapat
mengalihkan rasa
mual.

8. Meningkatkan
pengetahuan pada
ibu tentang
pemberian ASI
untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi
pada anak.

Penatalaksanaan medik
1. Isolasi :
Anak ditempatkan dalam ruang isolasi sedikitnya selama 24-48 jam setelah
mendapatkan antibiotik IV yang sensitif terhadap organisme penyebab.
2. Terapi antimikroba
Terapi anti mikroba pada meningitis bakteri terdiri dari ampisilin dan sefotaksim
atau ampisilin dan gentamisin. antibiotik yang diberikan didasarkan pada hasil
kultur dan diberikan dengan dosis tinggi.
3.  Mempertahankan hidrasi optimum
Mengatasi kekurangan cairan dan mencegah kelebihan cairan yang dapat
menyebabkan edema serebral (pembengkakan otak). Pemberian plasma perinfus
mungkin diperlukan untuk rejatan dan untuk memperbaiki hidrasinya (short,J
Rendle,1994)
4.  Mencegah dan mengobati komplikasi.
 Aspirasi efusi subdural dan terapi heparin
5.  Mengontrol kejang
Pemberian anti epilepsy atau anti konvulsan untuk anak yang kejang-kejang.
Diazepam = 0,5 mg/kg BB/ iv
Fenobarbital = 5-6 mg/kg BB/hari secara oral
Difenilhidantoin = 5-9 mg/kgBB/hari secara oral

Penatalaksanaan Farmakologis:

Acetazolamide (ACZ) dan furosemid (FUR) mengobati hidrosefalus posthemorrhagic


pada neonatus. Keduanya adalah diuretik untuk mengurangi sekresi dari CSF pada
tingkat koroid pleksus. ACZ dapat digunakan sendiri atau bersama dengan FUR.
Kombinasi ini meningkatkan efektivitas ACZ dalam menurunkan sekresi CSF oleh
koroid pleksus.

Jika ACZ digunakan sendiri, tampaknya menurunkan risiko nefrokalsinosis secara


signifikan. Obat untuk pengobatan hidrosefalus adalah kontroversial. Terapi tersebut
harus digunakan hanya sebagai tindakan sementara untuk hidrosefalus
posthemorrhagic pada neonatus.

Karbonat anhidrase inhibitor

Obat ini untuk menghambat enzim yang ditemukan dalam banyak jaringan tubuh
yang mengkatalisis reaksi reversibel di mana karbon dioksida menjadi terhidrasi dan
asam karbonat dehidrasi. Perubahan ini dapat mengakibatkan penurunan produksi
CSF oleh koroid pleksus.

Acetazolamide (Diamox) Kompetitif reversibel penghambat karbonat anhidrase


enzim, yang mengkatalisis reaksi antara air dan karbon dioksida, sehingga proton dan
karbonat. Hal ini memberikan kontribusi untuk penurunan sekresi CSF oleh koroid
pleksus. Mengurangi volume cairan serebrospinalis: Acetazolamide 25
mg/KgBB/hari PO dibagi dalam 3 dosis. Dosis dapat dinaikkan 25 mg/KgBB/hari
(Maksimal 100 mg/KgBB/hari)

Diuretik loop

Obat ini untuk meningkatkan ekskresi air dengan mengganggu sistem cotransport
klorida-mengikat, yang hasil dari penghambatan reabsorpsi natrium dan klorida di
ascending loop dari Henle tubulus ginjal dan distal.

Furosemide (Lasix) Mekanisme yang diusulkan untuk menurunkan ICP meliputi


turunnya penyerapan natrium otak, mempengaruhi transportasi air ke dalam sel
astroglial oleh pompa menghambat selular kation-klorida membran, dan penurunan
produksi CSF oleh anhydrase karbonat menghambat. Digunakan sebagai terapi
tambahan dengan ACZ dalam pengobatan hidrosefalus sementara posthemorrhagic
pada neonatus. Furosemide 1 mg/KgBB/hari PO dibagi dalam 3-4 dosis Lakukan
pemeriksaan serum elektrolit secara berkala untuk mencegah terjadinya efek
samping. Bila ada tanda-tanda infeksi, beri antibiotika sesuai kuman penyebab.

Penatalaksanaan Gizi :

Jenis Diet Makanan

Seperti yang telah dikemukakan diatas bahwa pada dasarnya tidak ada diet khusus
untuk pasien meningitis namun umumnya diit TKTP untuk memenuhi kebuthan
kalori dan protein untuk meningkatkan daya tahan tubuh merupakan diit yang tepat
terutama pada kasus- kasus penyakit infeksi akut termasuk meningitis. Nutrisi
parentral merupakan alternatif terakhir bila dinilai dari makanan cair tidak mampu
kebutuhan nutrisi enteral pasien.

Tabel 2.9 Bahan Makanan yang Boleh Diberikan

Sumber Maizena, tepung beras, tepung terigu, tepung sagu, hunkwe,


Energi tepung kanji, gula, margarin, minyak kelapa, dan minyak
kacang.

Susu sapi, sari dele, telur dicampur dalam makanan, bubur


Sumber Zat
kacang hijau saring.
Pembangun

Sari buah dari jeruk, tomat, pepaya, sirsak, apel, sari sayur dari
Sumber Zat
bayam, labu kuning, dan wortel.
Pengatur

Cara memesan makanan : Makanan cair (MC) dengan atau tanpa susu

….. kkal…. X …. ml/hari

Tabel 2.10 Bahan Makanan yang Diberikan Sehari : Makanan Cair Tanpa Susu
Kkal 1000 2000

Bahan makanan

urt g urt g

tepung beras 11/2 sdm 10 3 sdm 20

telur 1 btr 60 2 btr 120


kacang hijau 10 sdm 100 20 sdm 200
1
wortel /2 gls 50 1 gls 100
1 1
air jeruk /4 gls 50 /2 gls 100

gula pasir 10 sdm 100 20 sdm 200

minyak kacang 1 sdm 10 2 sdm 20

Jumlah isi 5 gls 1000 ml 10 gls 2000 ml

Nilai Gizi

Energi (kkal) 1000 2000

Protein (g) 32 63

Lemak (g) 18 37

Hidrat arang (g) 172 344

Kalsium (g) 1.9 3.9

Besi (mg) 9 19

Vitamin A (SI) 6777 13555

Vitamin B (mg) 0.9 1.8

Vitamin C (mg) 34 67

Natrium (mg) 137 274

Kalium (mg) 1441 2883

KASUS 4

anak angel satu bulan dirawat dengan alasan masuk sejak lahir didapatkan tulang
bagian belakang terbuka pada pemeriksaan fisik lokasi meningocoel di lumbal 4 dan
5 tampak kulit tipis dan mengkilat pada meningocoel. Hasil lab didapatkan AFP
15g/dl saat ini anak angel didiagnosa spina bifida.

FORMAT PENGKAJIAN KLINIK

Nama perawat yang mengkaji :-

Unit :-

Kamar/ ruang :-

Tanggal/ waktu masuk RS :-

Tanggal/ waktu pengkajian :-

Cara pengkajian :-

X. Identitas Klien

Nama : An. A

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 1 bulan

Tempat/tgl lahir :-

Pendidikan :-

Pekerjaan :-

Status Perkawinan :-

Agama :-

Suku :-

Alamat :-

XI. Identitas penanggung jawab

Nama :-

Alamat :-

Hubungan dengan klien : -

XII. Diagnosa Medis : Spina Bifida


XIII. Alasan masuk rumah sakit : Sejak lahir didapatkan tulang bagian belakang
terbuka.

XIV. Keluhan Utama :-

XV. Kebutuhan

a. Oksigen

Sebelum sakit :-

Saat sakit :-

l. Cairan

Sebelum sakit :-

Saatsakit :-

m. Nutrisi

Sebelum sakit :-

Saat sakit :-

n. Eliminasi Fekal

Sebelum Sakit :-

Saat sakit :-

o. Eliminasi Urin

Sebelum sakit :-

Saat sakit :-

p. Aktivitas

Sebelum sakit :-

Saat sakit :-

q. Tidur

Sebelum sakit : -

Saat sakit : -

r. Seksualitas

Sebelum sakit :-
Saat sakit :-

s. Privasi dan Interaksi Sosial

Sebelum sakit :-

Saat sakit :-

t. Pencegahan masalah kesehatan

Sebelum sakit :-

Saat sakit :-

u. Promosi Kesehatan

Sebelum sakit :-

Saat sakit :-

XVI. Pemeriksaan Fisik

Lokasi meningocel pada lumbal 4 dan lumbal 5, tampak kulit tipis dan
mengkilat

XVII. Pemeriksaan Diagnostik

XVIII. Terapi : -

PENGKAJIAN SPINA BIFIDA


A. Pengkajian

Pengumpulan data subyektif maupun obyektif pada gangguan system persarafan


sehubungan dengan spina bifida tergantung dari komplikasi pada organ vital lainnya.
Pengkajian keperawatan spina bifida meliputi anamnesa, riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik, dan pengkajian psikososial.

1. Anamnesa

Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,
agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor register, asuransi
kesehatan, diagnosa medis.

Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan
kesehatan adalah adanya gejala dan tanda serupa dengan tumor medulla spinalis dan
defisit neurologis. Keluhan adanya lipoma pada lumbosakral merupakan tanda
penting dari spina bifida.

2. Riwayat penyakit saat ini

Adanya keluhan defisit neurologis dapat bermanifestasi sebagai gangguan motorik


(paralisis motorik anggota gerak bawah) dan sensorik pada ekstremitas inferior
dan/atau gangguan kandung kemih dan sfringter lambung. Keluhan adanyadeformitas
kaki unilateral dan kelemahan otot kaki merupakan cacat yang tersering. Kaki kecil
dapat terjadi ulkus trofik dan pes kavus. Keadaan ini dapat disertai defisit sensorik,
terutama pada distribusi L3 dan S1. Keluhan gangguan sfringter kandung kemih
ditemukan pada 25% bayi dengan keterlibatan neurologis, menimbulkan
inkontinensia urine, kemih menetes, dan infeksi saluran kemih rekuren. Biasanya
disertai pula dengan kelemahan sfringter ani dan gangguan sensorik daerah perianal.
Gangguan neurologis dapat berangsur-angsur memburuk, terutama selama
pertumbuhan massa remaja.

3. Riwayat penyakit terdahulu

Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat pertumbuhan dan


perkembangan anak, riwayat pernahkah mengalami meningomielokel sebelumnya,
riwayat infeksi ruang subarakhnoid (terkadang juga meningitis kronis atau rekuren),
riwayat tumor medulla spinalis, poliomyelitis, cacat perkembangan tulang belakang,
seperti diastematomielia dan deformitas kaki.

4. Pengkajian psikososial

Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien dan keluarga (orang tua) untuk
menilai respons terhadap penyakit yang diderita dan perubahan peran dalam keluarga
dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik
dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul pada
klien dan orang tua yaitu timbul ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal.

5. Pemeriksaan fisik

Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan klien pemeriksaan fisik
sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik
sebaiknya dilakukan secara per system (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada
pemeriksaan B3 (brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan dari klien.

a. Keadaan umum

Pada keadaan spina bifida umumnya mengalami penurunan kesadaran (GCS < 15)
terutama jika sudah terjadi defisit neurologis luas dan terjadi perubahan pada tanda-
tanda vital.

b. B1 (Breathing)

Perubahan pada system pernafasan berhubungan dengan inaktivitas yang berat. Pada
beberapa keadaan, hasil dari pemeriksaan fisik ini didapatkan tidak ada kelainan.

c. B 2 (Blood)

Nadi bradikardia merupakan tanda dari perubahan perfusi jaringan otak. Kulit
kelihatan pucat menandakan adanya penurunan kadar hemoglobin dalam darah.
Hipotensi menunjukan adanya perubahan perfusi jaringan dan tanda-tanda awal dari
suatu syok.

d. B3 (Brain)

Spina bifida menyebabkan berbagai defisit neurologis terutama disebabkan pengaruh


peningkatan tekanan intrakarnial. Pengkajian B3(Brain) merupakan peemeriksaan
focus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada system lainnya.

e. B4 (Bladder)

Pada spina bifida tahap lanjut, klien mungkin mengalami inkontinensia urine karena
konfusi dan ketidakmampuan untuk menggunakan system perkemihan karena
kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang kontrol sfringter urinarius eksternal
hilang atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan katerisasi intermiten dengan
teknik steril. Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukan kerusakann neurologis
luas.

f. B5 (Bowel)
Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukan kerusakan neurologis luas.
Pemeriksaan bising usus untuk menilai ada atau tidaknya dan kualitas bising usus
harus dikaji sebelum melakukan palpasi abdomen. Bising usus menurun atau hilang
dapat terjadi pada paralitik ileus dan peritonitis.

g. B6 (Bone)

Adanya deformitas pada kaki merupkan salah satu tanda penting spina bifida.
Disfungsi motor paling umum adalah kelemahan ekstremitas bawah. Integritas kulit
untuk menilai adanya lesi dan dekubitus. Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensori atau paralisis spastis dan mudah lelah menyebabkan
masalah pada pola aktivitas dan istirahat

6. Pemeriksaan diagnostik

Rontgen tulang belakang untuk mengidentifikasi adanya defek pada tulang belakang,
biasanya terjadi pada arkus posterior vertebra pada garis tengah tulang yang besarnya
bervariasi. Adanya spinal dyspropism atau pelebaran tulang belakang merupakan
tanda khas radiologi pada lumbal (perkin, 1999).

 Penatalaksanaan Medis

 Pada trimester pertama, wanita hamil menjalani pemeriksaan darah yang


disebut triple screen yang terdiri dari pemeriksaan AFP, ultrasound dan cairan
amnion.
 Pada evaluasi anak dengan spina bifida, dilakukan analisis melalui riwayat
medik, riwayat medik keluarga dan riwayat kehamilan dan saat melahirkan.
Tes ini merupakan tes penyaringan untuk spina bifida, sindroma Down dan
kelainan bawaan lainnya. Pemeriksaan fisik dipusatkan pada defisit neurologi,
deformitas muskuloskeletal dan evaluasi psikologis. Pada anak yang lebih
besar dilakukan asesmen tumbuh kembang, sosial dan gangguan belajar.
 Pemeriksaan x-ray digunakan untuk mendeteksi kelainan tulang belakang,
skoliosis, deformitas hip, fraktur pathologis dan abnormalitas tulang lainnya.
 USG tulang belakang bisa menunjukkan adanya kelainan pada korda spinalis
maupun vertebra dan lokasi fraktur patologis.
 CT scan kepala untuk mengevaluasi hidrosepalus dan MRI tulang belakang
untuk memberikan informasi pada kelainan spinal cord dan akar saraf.
 85% wanita yang mengandung bayi dengan spina bifida atau defek neural
tube, akan memiliki kadar serum alfa fetoprotein (MSAP atau AFP) yang
tinggi. Tes ini memiliki angka positif palsu yang tinggi, karena itu jika
hasilnya positif, perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk memperkuat
diagnosis. Dilakukan USG yang biasanya dapat menemukan adanya spina
bifida. Kadang dilakukan amniosentesis (analisa cairan ketuban).
 setelah bayi lahir, dilakukan pemeriksaan berikut:
a) Rontgen tulang belakang untuk menentukan luas dan lokasi kelainan.
b) USG tulang belakang bisa menunjukkan adanya kelainan pda korda spinalis
maupun vertebra
c) CT scan atau MRI tulang belakang kadang dilakukan untuk menentukan
lokasi dan luasnya kelainan.
d) Rontgen tulang belakang untuk mengidentifikasi adanya defek pada tulang
belakang, biasanya terjadi pada arkus posterior vertebra pada garis tengah
tulang yang besarnya bervariasi. Adanya spinal dyspropism atau pelebaran
tulang belakang merupakan tanda khas radiologi pada lumbal

 Urologi

Dalam bidang urologi, terapi pada disfungsi bladder dimulai saat periode neonatal
sampai sepanjang hidup. Tujuan utamanya adalah :

 Mengontrol inkotinensia
 Mencegah dan mengontrol infeksi
 Mempertahankan fungsi ginjal
 Intermiten kateterisasi dapat dimulai pada residual urin > 20 cc dan
kebanyakan anak umur 5 – 6 tahun dapat melakukan clean intermittent
catheterization (CIC) dengan mandiri. Bila terapi konservatif gagal
mengontrol inkontinensia, prosedur bedah dapat dipertimbangkan. Untuk
mencegah refluk dapat dilakukan ureteral reimplantasi, bladder augmentation,
atau suprapubic vesicostomy.
 Orthopedi

 Tujuan terapi ortopedi adalah memelihara stabilitas spine dengan koreksi yang
terbaik dan mencapai anatomi alignment yang baik pada sendi ekstremitas
bawah. Dislokasi hip dan pelvic obliquity sering bersama-sama dengan
skoliosis paralitik. Terapi skoliosis dapat dengan pemberian ortesa body
jacket atau Milwaukee brace. Fusi spinal dan fiksasi internal juga dapat
dilakukan untuk memperbaiki deformitas tulang belakang. Imbalans gaya
mekanik antara hip fleksi dan adduksi dengan kelemahan abduktor dan fungsi
ekstensor menghasilkan fetal coxa valga dan acetabulum yang displastik,
dangkal dan parsial. Hip abduction splint atau Pavlik harness digunakan 2
tahun pertama untuk counter gaya mekaniknya.
 Pemanjangan tendon Achilles untuk deformitas equinus, flexor tenodesis atau
transfer dan plantar fasciotomi untuk deformitas claw toe dan pes cavus yang
berat. Subtalar fusion, epiphysiodesis, triple arthrodesis atau talectomi
dilakukan bila operasi pada jaringan lunak tidak memberikan hasil yang
memuaskan.

2. Penataaksanaan Farmakologi

a) Antibiotic digunakan sebagai profilaktik untuk mencegah infeksi saluran


kemih (seleksi tergantung hasil kultur dan sensitifitas).
b) Antikolinergik digunakan untuk meningkatkan tonus kandung kemih.
c) Pelunak feces dan laksatif digunakan untuk melatih usus dan pengeluaran
feces.  (Cecily L Betz dan Linda A Sowden, 2002, halaman 469)

3.penataaksanaan Gizi

 Diet tinggi serat dan cairan yang cukup membantu feses lebih lunak dan
berbentuk sehingga mudah dikeluarkan. Pengeluaran feses dilakukan 30 menit
setelah makan dengan menggunakan reflek gastrokolik. Crede manuver
dilakukan saat anak duduk di toilet untuk menambah kekuatan mengeluarkan
dan mengosongkan feses Stimulasi digital atau supositoria rektal digunakan
untuk merangsang kontraksi rektal sigmoid. Fekal softener digunakan bila
stimulasi digital tidak berhasil.

kasus 4

anak angel satu bulan dirawat dengan alasan masuk sejak lahir didapatkan tulang
bagian belakang terbuka pada pemeriksaan fisik lokasi meningocoel di lumbal 4 dan
5 tampak kulit tipis dan mengkilat pada meningocoel. Hasil lab didapatkan AFP
15g/dl saat ini anak angel didiagnosa spina bifida.

Analisa data

Data Masalah etiologi Diagnose


keperawatan keperawatan
DS : - Resiko infeksi

DO :
hasil pemeriksaan
fisik lokasi
meningocel di
lumbal 4 dan 5
tampak kulit tipis
dan mengkilat
pada meningocel
terdapat tulang
bagian belakang
terbuka sejak lahir
hasil lab
hasil AFP 15ng/dl

Intervensi

Tujuan dan kriteria hasil intervensi Rasional


Infeksi tidak terjadi 1. Monitor TTV (TD, 1. TTV yang meningkat
setelah dilakukan HR, RR, T) menandakan adanya
tindakan keperawatan infeksi yang
selama 3x24jam dengan disebabkan oleh
kriteria hasil : adanya vasodilatasi
pembuluh darah yang
1. Tidak ada tanda meningkatkan HR,
tanda inflamasi TD, T dan rasa nyeri
(nyeri, bengkak, yang dapat
kemerahan, panas, meningkatkan RR
fusiolesa) pasien
2. Monitor tanda tanda 2. Mendeteksi adanya
inflamasi (panas, resiko infeksi
merah, bengkak,
nyeri)
3. Berikan posisi sim 3. Posisi miring ke kiri
akan menghindarkan
resiko pecahnya
meningocel
4. Anjurkan untuk tetap 4. Pemenuhan gizi pada
memberikan asi si bayi akan
ekslusif memperbaiki
regenerasi sel dan
pembentukan imun
yang baik
5. Ajarkan ke keluarga 5. Menjaga kebersihan
untuk praktik tubuh si bayi akan
hygiene menurukan resiko
infeksi
6. Kolaborasi dengan 6. Jika terlihat aktivitas
laboratorium untuk imun yang tinggi
pemeriksaan leukosit maka ada tanda
perlawanan antigen
yang bisa
meyebabkan infeksi
7. Kolaborasi dengan 7. Bakteri dapat
dokter untuk memperburuk
pemberian obat keadaan infeksi
antibiotic sehingga perlu diberi
antibiotik

KASUS 5
Tn. Boy (66 tahun) dirawat di rumah sakit dengan diagnosa medis Parkinson.
Dari hasil pengkajian didapatkan data Tn. Boy sering kaku otot dan gemetar
pada wajah, ekstermitas, sulit menelan, keluar air liur pada mulut,
keseimbangan tubuh berkurang, bisa bangun tapi sempoyongan. Tn. Boy
mengeluh mual, sulit makan, sudah 3 hari belum BAB, mulutnya tampak
kering. TTV: T 370 C, N 82 x/menit, TD 120/80 mmHg, RR 16 x/menit. Tn.
Boy mendapat terapi levodopa, benztropin, dulcolac supp, diit lunak.

FORMAT PENGKAJIAN KLINIK

Nama perawat yang mengkaji : Putri Istiqomah

Nuliti

Unit : Rawat Inap

I. Identitas Klien

Nama : Tn. B

Jenis Kelamin :L

Umur : 66th

Dx. Medic : Parkinson

II. Alasan masuk rumah sakit :

III. Keluhan Utama :

 Klien mengeluh mual, sulit makan, sudah 3hari belum BAB

IV. Kebutuhan

a. kebutuhan Oksigen

Sebelum sakit : tidak terkaji

Saat Sakit : tidak menggunakan oksigen

b. kebutuhan Cairan

Sebelum sakit : tidak terkaji

Saat Sakit : tidak terkaji

c. kebutuhan Nutrisi
Sebelum sakit : ABCD tidak terkaji

Saat Sakit : A : tidak terkaji

B : tidak terkaji

C : Mulut klien tampak kering, sering kaku otot dan gemeteran


pada wajah, ekstremitas, sulit menelan, keluar air liur pada mulut,
keseimbangan tubuh berkurang, bias bangun tetapi sempoyongan.

D : diit lunak

d. kebutuhan Eliminasi Fekal

Sebelum Sakit : tidak terkaji

Saat Sakit : sudah 3 hari belum BAB

e. kebutuhan Eliminasi Urin

Sebelum sakit : tidak terkaji

Saat sakit : tidak terkaji

f. Aktivitas

Sebelum sakit : tidak terkaji

Saat Sakit : dibantu sebagian

g. kebutuhan Tidur

Sebelum sakit : tidak terkaji

Saat Sakit : tidak terkaji

h. kebutuhan Sexualitas

Sebelum sakit : tidak terkaji

Saat sakit : tidak terkaji

i. Privasi dan Interaksi Sosial

Sebelum sakit : tidak terkaji

Saat Sakit : tidak terkaji

j. Pencegahan masalah kesehatan

Sebelum sakit : tidak terkaji


Saat Sakit : tidak terkaji

k. Promosi Kesehatan

Sebelum sakit : tidak terkaji

Saat Sakit : tidak terkaji

V. Pemeriksaan Fisik

 TTV : TD :120/80 mmHg, N 82 x/menit, RR 16 x/menit, T 370 C


 Mulut klien tampak kering, sering kaku otot dan gemeteran pada wajah,
ekstremitas, sulit menelan, keluar air liur pada mulut, keseimbangan tubuh
berkurang, bias bangun tetapi sempoyongan.

VI. Terapi

 Pemberian obat Levodopa, Benztropin, Dulcolax sup, dan Diit lunak

VII. Pemeriksaan Diagnostik

 Observasi gejala klinis dilakukan dengan mempelajari hasil foto untuk


mengetahui gangguan.
 Tes kemampuan sensorik motorik (menggambar lingkaran)
 Pemeriksaan lab urin dan darah ada/ tdknya pengaruh obat
 MRI

Analisa Data

Data Problem Etiologi


Ds: - Ketidakefektifan Aliran
perfusi jaringan arteri
Do: - pasien sering kaku otot serebral terhambat
dan gemeteran pada
wajah dan ekstermitas
- Pasien mengalami sulita
menelan
- Keluar air liur pada
mulut
- Keseimbangan tubuh
berkurang
- Bisa bangun tapi
sempoyongan

Data Problem Etiologi


Ds: - pasien Resiko - Ketidakmampuan
mengeluh ketidakseimbangan untuk mencerna
mual, sulit nutrisi: kurang dari makanan
makan, mulut kebutuhan tubuh - Kesulitan menelan
tampak
kering.

Do: - pasien
mengalami
kesulitan
menelan
- keluar air liur
pada mulut

Data Problem Etilogi


Ds: - pasien mengeluh Konstipasi - Kelemahan otot
sudah 3 hari tidak abdomen
BAB - Asupan serat tidak
cukup
Do: -

Diagnosa Kperawatan

1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan Aliran arteri


terhambat yang ditandai dengan pasien sering kaku otot dan gemeteran pada
wajah dan ekstermitas Pasien mengalami sulita menelan, keluar air liur pada
mulut, keseimbangan tubuh berkurang, bisa bangun tapi sempoyongan.
2. Resiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhungan
dengan Ketidakmampuan untuk mencerna makanan dan Kesulitan menelan
yang ditandai dengan pasien mengeluh mual, sulit makan, mulut tampak
kering, pasien mengalami kesulitan menelan, keluar air liur pada mulut.
3. Konstipasi berhubungan dengan kelemahan otot abdomen dan asupan serat
tidaj cukup yang ditandai dengan pasien mengeluh sudah 3 hari tidak BAB.
Intervensi

Tgl/jam No. Tujuan dan criteria Intervensi Rasional


hasil
10-12- 1. Ketidakefektifan 1. Monitor TTV 1. Nilai TD dan
2012 perfusi jaringan dapat pasien (TD Nadi dapat
08.00 teratasi setelah dan Nadi) menunjukkan
dilakukan perawatan aliran darah
selama 4x24 jam, pasien lancer
dengan criteria hasil: atau tidak
1. Gemetar pada
ekstermitas dan 2. Pantau 2. Kesadaran
wajah berkurang kesadaran pasien dapat
sampai hilang pasien menurun
2. Pasien tidak akibat
mengalami sulit berkurangnya
menelan suplai darah,
3. Tidak Keluar O2 dan nutrisi
sampai berkurang ke otak
air liur yang keluar
pada mulut 3. Pantau 3. Pasien dapat
4. Keseimbangan kemampuan mengalami
tubuh meningkat mobilitas penurunan
5. Bisa bangun dan pasien kemampuan
tidak sempoyongan mobilitas
akibat
kekuatan otot
pasien
menurun

4. Pasang 4. Bedrail dapat


bedrail mencegah
pasien dari
resiko cidera
akibat
terjatuh
5. Bantu ADL 5. Karena
pasien pasien
mengalami
penurunan
fungsi
persyarafan
yang
mengakibatk
an
kemampuan
mobilitas
pasien juga
menurun
sehingga
perlu di
bantu.

6. Lakukan 6. Terapi
terapi madalitas
modalitas adalah

7. Beri penkes 7. Dengan


kepada memberi
keluarga penkes pada
mengenai keluarga
perawatan mengenai
pasien di perawatan
rumah pasien,
keluarga
dapat
membantu
pasien dalam
memenuhi
perawatan
diri pasien

8. Lanjutkan 8. Terapi
terapi levodopa dan
levodopa, benztropin
benztropin dapat

2. Ketidakseimbangan 1. Pantau 1. Pasien


nutrisi: kuarang dari kemampuan dengan
kebutuhan tubuh dapat makan pasien gangguan
teratasi setelah persyarafan
dilakukan perawatan dapat
selama 3x24 jam, mengalami
dengan criteria hasil: kemampuan
1. Pasien tidak mual, makan atau
2. Tidak mengalami menelan
kesulitan makan pasien
3. mulut tampak
lembap 2. Pantau 2. Dari
4. kesulitan menelan keluhan mual gangguan
berkurang sampai pasien menelan,
dapat menelan psien juga
5. tidak keluar air liur dapat
pada mulut mengalami
mual

3. Pantau 3. Mual dapat


apakah mengakibatk
pasien an pasien
muntah atau muntah saat
tidak makan

4. Panatau pola 4. Pola makan


makan pasien yang tepat
dapat
membantu
pasien dalam
memenuhi
nutrisi pasien

5. Kolaborasi 5. Karena
dengan pasien
dokter untuk mengalami
pemasangan kesulitan
NGT menelan,
sehingga
perlu
dipasang
NGT agar
nutrisi tetap
bias masuk
ke tubuh
pasien

6. Hitung BC 6. Dengan
pasien menghitung
BC pasien,
kita dapat
mngetahui
apakah cairan
dan nutrisi
pasien sudah
normal atau
belum

7. Lakukan 7. Perawatan
perawatan NGT dapat
NGT menghindari
pasien dari
infeksi pada
lambung

8. Kolaborasi 8. Diit lunak


dengan ahli dapat
gizi untuk membantu
pemberian pasien tetap
diit lunak memperoleh
nutrisi yang
baik lewat
NGT

3. Konstipasi dapat 1. Pantau pola 1. Pola eliminasi


teratasi setelah eliminasi yang teratur
dilakukan perawatan pasien menandakan
selama 2x24 jam, tidak adanya
dengan criteria hasil: konstipasi
1. Pasien dapat BAB
secara rutin (1 2. Pantau 2. Skibala
kali sehari) adanya menandakan
skibala adanya
penumpuka
feses pada
colon pasien

3. Pantau bising 3. Bising usus


usus pasien yang tidak
normal dapat
menjadi salah
satu penyebab
konstipasi

4. Lanjutkan 4. Dulcolac dapat


terapi membantu
dulcolac supp melunakkan
feses

5. Berikan obat 5. Obat pencahar


pencahar dapat
melunakkan
feses, obat ini
di masukkan
lewat rectum

6. Kolborasi 6. Makanan
dengan ahli tiinggi serat
gizi untuk dapat
pemberian menambah
diit tinggi cairan pada
serat colon sehingga
feeses dapat
menjadi lunak.
Penatalaksanaan Medis Parkinson

Penyakit Parkinson merupakan penyakit kronis yang membutuhkan


penanganan secara holistik meliputi berbagai bidang. Pada saat ini tidak ada
terapi untuk menyembuhkan penyakit ini, tetapi pengobatan dan operasi dapat
mengatasi gejala yang timbul.Pengobatan penyakit parkinson bersifat individual
dan simtomatik, obat-obatan yang biasa diberikan adalah untuk pengobatan
penyakit atau menggantikan atau meniru dopamin yang akan memperbaiki
tremor, rigiditas, dan slawness.Perawatan pada penderita penyakit parkinson
bertujuan untuk memperlambat dan menghambat perkembangan dari penyakit
itu. Perawatan ini dapat dilakukan dengan pemberian obat dan terapi fisik seperti
terapi berjalan, terapi suara/berbicara dan pasien diharapkan tetap melakukan
kegiatan sehari-hari.

1. Deep Brain Stimulation (DBS)

Pada tahun 1987, diperkenalkan pengobatan dengan cara


memasukkan elektroda yang memancarkan impuls listrik frekuensi tinggi
terus-menerus ke dalam otak. Terapi ini disebut deep brain stimulation
(DBS). DBS adalah tindakan minimal invasif yang dioperasikan melalui
panduan komputer dengan tingkat kerusakan minimal untuk mencangkokkan
alat medis yang disebut neurostimulator untuk menghasilkan stimulasi
elektrik pada wilayah target di dalam otak yang terlibat dalam pengendalian
gerakan.

Terapi ini memberikan stimulasi elektrik rendah pada thalamus.


Stimulasi ini digerakkan oleh alat medis implant yang menekan tremor.
Terapi ini memberikan kemungkinan penekanan pada semua gejala dan efek
samping, dokter menargetkan wilayah subthalamic nucleus (STN) dan
globus pallidus (GP) sebagai wilayah stimulasi elektris. Pilihan wilayah
target tergantung pada penilaian klinis.

DBS kini menawarkan harapan baru bagi hidup yang lebih baik
dengan kemajuan pembedahan terkini kepada para pasien dengan penyakit
parkinson. DBS direkomendasikan bagi pasien dengan penyakit parkinson
tahap lanjut (stadium 3 atau 4) yang masih memberikan respon terhadap
levodopa.
Pengendalian parkinson dengan terapi DBS menunjukkan
keberhasilan 90%. Berdasarkan penelitian, sebanyak 8 atau 9 dari 10 orang
yang menggunakan terapi DBS mencapai peningkatan kemampuan untuk
melakukan akltivitas normal sehari-hari.

Selain terapi obat yang diberikan, pemberian makanan harus benar-


benar diperhatikan, karena kekakuan otot bisa menyebabkan penderita
mengalami kesulitan untuk menelan sehingga bisa terjadi kekurangan gizi
(malnutrisi) pada penderita. Makanan berserat akan membantu mengurangi
ganguan pencernaan yang disebabkan kurangnya aktivitas, cairan dan
beberapa obat.

2. Terapi Fisik

Sebagian terbesar penderita Parkinson akan merasa efek baik dari


terapi fisik. Pasien akan termotifasi sehingga terapi ini bisa dilakukan di
rumah, dengan diberikan petunjuk atau latihan contoh diklinik terapi fisik.
Program terapi fisik pada penyakit Parkinson merupakan program jangka
panjang dan jenis terapi disesuaikan dengan perkembangan atau perburukan
penyakit, misalnya perubahan pada rigiditas, tremor dan hambatan lainnya.

Latihan fisik yang teratur, termasuk yoga, taichi, ataupun tari dapat
bermanfaat dalam menjaga dan meningkatkan mobilitas, fleksibilitas,
keseimbangan, dan range of motion. Latihan dasar selalu dianjurkan, seperti
membawa tas, memakai dasi, mengunyah keras, dan memindahkan makanan
di dalam mulut.
kasus 6

Tn. Michael (68 tahun) dirawat di Rumah sakit dengan diagnosa medis Cidera
Medula Spinalis. Dari hasil pengkajian di dapatkan data bahwa Tn.Michael riwayat
jatuh dari kamar mandi dan terduduk di kamar mandi. Saat ini klien di rencanakan
untuk melakukan foto rontgen. Klien mengeluh nyeri dengan skala 6 menjalar sampai
kedua lengan teraba distensi pada kandung kencing. TD 120/80mmHg, nadi
84x/mmenit, RR 12x/menit, sPo2 96%.

Pengkajian

Tanggal/ waktu pengkajian :

Tanggal/ waktu masuk RS :

Nama perawat yang mengkaji :

I. Identitas Klien
Nama : Tn. Michael
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 68 tahun
Tempat/tgl lahir :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Status Perkawinan :
Agama :
Suku :
Alamat :

II. Identitas penanggung jawab


Nama :
Alamat :
Hubungan dengan klien :

III. Alasan masuk rumah sakit : Cidera Medula spinalis

IV. Keluhan Utama : Nyeri

V. Kebutuhan
a. Oksigen
Sebelum sakit :
Saat Sakit :

b. Cairan
Sebelum sakit :
Saat Sakit :

c. Nutrisi
Sebelum sakit :
Saat Sakit :

d. Eliminasi Fekal
Sebelum Sakit :
Saat Sakit :

e. Eliminasi Urin
Sebelum sakit : pola berkemih
Saat sakit : pola berkemih?

f. Aktivitas
Sebelum sakit :
Saat Sakit :

g. Tidur
Sebelum sakit :
Saat Sakit :

h. Sexualitas
Sebelum sakit :
Saat sakit :

i. Privasi dan Interaksi Sosial


Sebelum sakit :
Saat Sakit :

j. Pencegahan masalah kesehatan


Sebelum sakit :
Saat Sakit :
k. Promosi Kesehatan
Sebelum sakit :
Saat Sakit :

VI. Pemeriksaan Fisik :


 TTV :
- TD : 120/80 mmHg
- T :
- HR : 84 X/menit
- RR : 12 X/menit
- Spo2 : 96%
 Kepala dan leher :
 Dada :
 Abdomen :
- Inspeksi :
- Auskultai :-
- Palpasi : kandung kemih teraba distensi
- Perkusi :-

VII. Pemeriksaan Diagnostik : -

VIII. Terapi Farmakologi :-

IX. Masalah Keperawatan :


 Nyeri Akut

Analisa Data

Data Masalah Etiologi Diagnosa


keperawatan keperawatan
P:- Nyeri akut Agens cidera fisik Nyerin akut
Q:- berhubungan
R:- dengan agens
S : skala 6 cidera fisik ditandai
menjalar sampai dengan skala 6
di kedua lengan menjalar sampai
T:- kedua lengan

DO : -
Perencanaan Keperawatan

Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional


Nyeri akut dapat teratasi 1. monitor TTV (TD, HR, 1. nyeri akan
setelah dilakukan RR, T) mempengaruhi
tindakan keperawatan peningkatan tekanan
selama 3x24 jam dengan darah, nadi, pernafasan,
kriteria hasil : dan suhu dikarenakan
1. nyeri klien berkurang nyeri akan merangsang
menjadi skala 3-1 mediator kimia yang
menyebabkan adanya
panas, dan nyeri
2. monitor keadaan umum 2. nyeri akan
mempengaruhi
kenyamanan pasien,
dengan ekpresi wajah
yang merintih
kesakitan akan
memberitahukan
keadaan pasien yang
kesakitan
3. anjurkan pasien untuk 3. aktivitas yang berat
tidak melakukan akan menambah rasa
aktivitas yang berat nyeri pasien
4. ajarkan teknik relaksasi 4. teknik relakssasi akan
nafas dalam mengalihkan pikiran
pasien dan akan
mengurangi rasa nyeri
yang dirasakan pasien
5. anjurkan pasien untuk 5. dengan melakukan
melakukan hobby atau hobby pasien maka
kesenangan pasien akan mebantu pasien
mengalihkan rasa nyeri
6. berikan posisi yang 6. posisi yang nyaman
nyaman senyaman akan membantu
pasien mengurangi rasa nyeri
pasien
7. ciptakan lingkungan 7. lingkungan yang
yang tenang tenang akan memberi
rasa nyaman pasien
sehinggan akan
membantu
mengalihkan rasa nyeri
pasien
8. kolaborasi dengan 8. analgetik akan
dokter pemberian obat membantu mengurangi
analgetik rasa nyeri pasien
PENUTUP

 KESIMPULAN

Sistem syaraf merupakan sistem koordinasi (pengaturan tubuh) berupa penghantaran


impul syaraf ke susunan syaraf pusat, pemrosesan impul syaraf dan perintah untuk
memberi tanggapan rangsangan. Unit terkecil pelaksanaan kerja sistem syaraf adalah
sel syaraf atau neuron. Berdasarkan peranannya, sistem syaraf manusia dibedakan
menjadi 2, yaitu, sistem syaraf sadar dan sistem syaraf tak sadar. Sistem syaraf sadar
berfungsi, mengatur semua aktivitas tubuh yang kita sadari. sedangkan, sistem syaraf
tak sadar berfungsi, mengatur semua aktiivitas tubuh yang tidak kita sadari.

 SARAN

Untuk dapat memahami sistem saraf, selain membaca dan memahami materi-materi
dari sumber keilmuan yang ada (buku, internet, dan lain-lain) kita harus dapat
mengkaitkan materi-materi tersebut dengan kehidupan kita sehari-hari, agar lebih
mudah untuk paham dan akan selalu diingat.
DAFTAR PUSTAKA

http://id.scribd.com/doc/75989112/Susunan-Saraf-Tepi

http://kamuskesehatan.com/arti/sistem-saraf-perifer/

http://www.scribd.com/doc/6578595/Sistem-Saraf

http://www.slideshare.net/irwanto/sistem-sara1-f-presentation

Anda mungkin juga menyukai