Anda di halaman 1dari 14

PROPOSAL

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK


STIMULASI PERSEPSI : MENGONTROL HALUSINASI
DENGAN PATUH MINUM OBAT

Oleh:
NAMA : SRI LUCIANI
NIM : 21220153

PROGRAM PROFESI NERS


STIKES PERTAMEDIKA JAKARTA
2021/2022
PROPOSAL
TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK
STIMULASI PERSEPSI : MENGONTROL HALUSINASI
DENGAN PATUH MINUM OBAT

A. TOPIK
Sesi 5 : mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Setelah dilakukan TAK sesi 5 diharapkan klien mampu mengontrol halusinasi
dengan patuh minum obat.
2. Tujuan Khusus
1) klien memahami pentingnya patuh minum obat
2) klien memahami akibat tidak patuh minum obat
3) klien dapat menyebutkan lima benar cara minum obat

C. LANDASAN TEORI
1. Latar Belakang
Halusinasi adalah persepsi yang salah atau persepsi sensori yang tidak sesuai
dengan kenyataan seperti melihat bayangan atau suara suara yang sebenarnya
tidak ada. (Yudi hartono;2012;107).
Terapi aktivitas kelompok (TAK) merupakan salah satu terapi modalitas yang
dilakukan perawat kepada sekelompok pasien yang mempunyai masalah
keperawatan yang sama (Keliat, 2004). Aktivitas digunakan sebagai terapi
sedangkan kelompok digunakan sebagai target asuhan. Di dalam kelompok terjadi
dinamika interaksi yang saling bergantung, saling membutuhkan dan menjadi
laboratorium tempat klien berlatih perilaku baru yang adaptif untuk memperbaiki
perilaku lama yang maladaptif.
TAK dirancang untuk meningkatkan kesehatan psikologis dan emosional pasien
dengan masalah keperawatan jiwa sehingga diharapkan dapat membantu anggota
dalam meningkatkan koping dalam mengatasi stressor dalam kehidupan. TAK
halusinasi terdiri dari 5 sesi, yaitu mengenal halusinasi, mengontrol halusinasi
dengan menghardik, mengontrol kegiatan dengan bercakap-cakap, mengontrol
halusinasi dengan melakukan kegiatan dan mengontrol halusinasi dengan minum
obat secara teratur.

2. Pengertian
Terapi aktivitas kelompok (TAK) merupakan salah satu terapi modalitas yang
dilakukan perawat kepada sekelompok pasien yang mempunyai masalah
keperawatan yang sama (Keliat, 2004).
Halusinasi merupakan salah satu bentuk gangguan sensori persepsi. Gangguan
sensori persepsi merupakan keadaan di mana individu/ kelompok mengalami atau
berisiko mengalami suatu perubahan dalam jumlah, pola, atau interpretasi
stimulus yang datang (Carpenito, 1999/2000).

3. Jenis – jenis TAK


1. TAK sesi 1 tentang cara mengenal halusinasi
2. TAK sesi 2 tentang mengontrol halusinasi dengan menghardik
3. TAK sesi 3 tentang mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan
4. TAK sesi 4 tentang mengontrol kegiatan dengan bercakap-cakap
5. TAK sesi 5 tentang mengontrol halusinasi dengan minum obat secara teratur.
6.
4. Etiologi
1. Factor Predisposisi
Menurut Stuart (2007), faktor predisposisi terjadinya halusinasi adalah:
1. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon
neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh
penelitian-penelitian yang berikut:
a. Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang
lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal,
temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.
b. Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang
berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin
dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
c. Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan
terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak
klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel,
atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan
kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
2. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan
kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat
mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan
kekerasan dalam rentang hidup klien.
3. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti:
kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan
kehidupan yang terisolasi disertai stress.

2. Faktor presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah
adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna,
putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah
koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi
adalah:
1. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus
yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
2. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.
5. Tanda dan Gejala
1. Fase Pertama / comforting / menyenangkan
Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan gelisah, kesepian.
Klien mungkin melamun atau memfokukan pikiran pada hal yang
menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan dan stress. Cara ini menolong
untuk sementara. Klien masih mampu mengotrol kesadarnnya dan mengenal
pikirannya, namun intensitas persepsi meningkat.
Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir
tanpa bersuara, pergerakan mata cepat, respon verbal yang lambat jika sedang
asyik dengan halusinasinya dan suka menyendiri.
2. Fase Kedua / comdemming
Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal dan
eksternal, klien berada pada tingkat “listening” pada halusinasi. Pemikiran
internal menjadi menonjol, gambaran suara dan sensasi halusinasi dapat berupa
bisikan yang tidak jelas klien takut apabila orang lain mendengar dan klien
merasa tak mampu mengontrolnya. Klien membuat jarak antara dirinya dan
halusinasi dengan memproyeksikan seolah-olah halusinasi datang dari orang
lain.
Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom seperti
peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan
halusinasinya dan tidak bisa membedakan dengan realitas.
3. Fase Ketiga / controlling
Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol klien menjadi terbiasa
dan tak berdaya pada halusinasinya. Termasuk dalam gangguan psikotik.
Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan
mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap
halusinasinya.
Perilaku klien : kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya
beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien berkeringat, tremor
dan tidak mampu mematuhi perintah.
4. Fase Keempat / conquering/ panik
Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari kontrol
halusinasinya. Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah menjadi
mengancam, memerintah dan memarahi klien tidak dapat berhubungan dengan
orang lain karena terlalu sibuk dengan halusinasinya klien berada dalam dunia
yang menakutkan dalam waktu singkat, beberapa jam atau selamanya. Proses ini
menjadi kronik jika tidak dilakukan intervensi.
Perilaku klien : perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku
kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonik, tidak mampu merespon terhadap
perintah kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari satu orang.

6. Rentang Respon Halusinasi

7. Akibat dari Perilaku Kekerasa


Pasien yang mengalami perubahan persepsi sensori: halusinasi dapat beresiko
mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungannya. Resiko mencederai
merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/ membahayakan
diri, orang lain dan lingkungan.
Tanda dan Gejala :

1. Memperlihatkan permusuhan
2. Mendekati orang lain dengan ancaman
3. Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai
4. Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan
5. Mempunyai rencana untuk melukai
8. Pohon Masalah

9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dna ketakutan klien akibat
halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan dilakukan secara individual
dan usahakan agar terjadi kontak mata, kalau bisa pasien disentuh atau
dipegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional. Setiap
perawat masuk ke kamar atau mendekati klien, bicaralah dengan klien. Begitu
juga bila akan meninggalkannya hendaknya klien diberitahu. Klien diberitahu
tindakan yang akan dilakukan. Di ruangan itu hendaknya disediakan sarana
yang dapat merangsang perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan
dengan realitas, misalnya jam dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah
dan permainan.
2. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali klien menolak obat yang diberikan sehubungan dengan rangsangan
halusinasi yang diterimanya. Pendekatan sebaiknya secara persuatif tapi
instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang diberikan betul ditelannya,
serta reaksi obat yang diberikan.
3. Menggali permasalahan klien dan membantu mengatasi masalah yang ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali
masalah klien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu
mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat melalui
keterangan keluarga klien atau orang lain yang dekat dengan klien.
4. Memberi aktivitas pada klien
Klien diajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya
berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu
mengarahkan klien ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang
lain. Klien diajak menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang
sesuai.
5. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan Keluarga klien
dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data klien agar ada kesatuan
pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan, misalnya dari
percakapan dengan klien diketahui bila sedang sendirian ia sering mendengar
laki-laki yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di dekatnya suara-suara itu
tidak terdengar jelas. Perawat menyarankan agar klien jangan menyendiri dan
menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini
hendaknya diberitahukan pada keluarga klien dan petugas lain agar tidak
membiarkan klien sendirian dan saran yang diberikan tidak bertentangan.
Farmako:

1. Anti psikotik:
a. Chlorpromazine (Promactile, Largactile)
b. Haloperidol (Haldol, Serenace, Lodomer)
c. Stelazine
d. Clozapine (Clozaril)
e. Risperidone (Risperdal)
2. Anti parkinson:
a. Trihexyphenidile
b. Arthan

D. KLIEN
a. Karakteristik/kriteria klien
Klien dengan gangguan sensori persepsi: halusinasi, dapat diajak bekerjasama,
tidak disorientasi, bicara koheren, kooperatif, sehat fisik, tidak memiliki gangguan
pendengaran dan penglihatan, dan dapat memahami pesan yang diberikan.
Klien: 1. Ny. D
2. Ny, S
b. Proses seleksi
 Pengkajian dilakukan oleh mahasiswa terkait kondisi umum klien (diagnosis
saat ini dan intervensi yang sudah didapat)
 Klien mengikuti sesi 1,2,3 dan 4 TAK halusinasi
 Mengadakan kontrak dengan klien
 Penyelesaian masalah berdasarkan masalah keperawatan

E. PENGORGANISASIAN
a. Waktu
Tanggal :6 Januari 2022
Hari :Kamis
Jam :16.00 WIB
Lama tiap langkah kegiatan :± 15 -20 menit

b. Tim terapis
Leader : Sri luciani
 Mengkoordinasi seluruh kegiatan
 Memimpin jalannya terapi kelompok
 Memimpin diskusi

Co.leader : Amril sani


 Membantu leader mengkoordinasiseluruhkegiatan
 Mengingatkan leader jikaadakegiatan yang menyimpang
 Membantumemimpinjalannyakegiatan
 Menggantikan leader jikaterhalangtugas

Fasilitator : Edwar rusdianto dan Nirmala sari


 Memotivasi peserta dalam aktivitas kelompok
 Memotivasi anggota dalam ekspresi perasaan setelah kegiatan
 Mengatur posisi kelompok dalam lingkungan untuk melaksanakan kegiatan
 Membimbing kelompok selama permainan diskusi
 Membantu leader dalam melaksanakan kegiatan
 Bertanggung jawab terhadap program antisipasi masalah
Observer : Friska oktarina
 Mengamati semua proses kegiatanyang berkaitan dengan waktu, tempat dan
jalannya acara
 Melaporkan hasil pengamatan pada leader dan semua angota kelompok dengan
evaluasi kelompok

c. Setting tempat
- Terapis dan klien duduk bersama dalam kotak besar
- Ruangan nyaman dan tenang
-Gambar Setting Tempat

L
O CO

K F
K

KETERANGAN :
L : Leader
CO : Co. Leader
O : Observer
F : Fasilitator
K : Klien

d. Metode dan media


Alat
- spidol dan kertas, papan alas tulis
- beberapa contoh obat
Metode
- diskusi dan tanya jawab
F. PROSES PELAKSANAAN
1. Orientasi
a. Salam Terapeutik
 Mengucapkan salam
 Perkenalan di mulai oleh leader dilanjutkan oleh fasilitator, dan
observer.
 Perkenalan oleh masing-masing klien dengan menyebutkan nama

b. Penjelasan tujuan dan aturan main


• terapis menjelaskan tujuan, yaitu mengontrol halusinasi dengan patuh
minum obat
• menjelaskan aturan main tersebut
 Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus meminta
izin kepada petugas
 Lama kegiatan± 15 - 20 menit
 Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai

2. Kerja
Langkah – langkah kegiatan
a) Terapis menjelaskan untungnya patuh minum obat,yaitu mencegah kambuh
karena obat memberi perasaan tenang,dan memperlambat kambuh.
b) Terapis menjelaskan kerugian tidak patuh minum obat,yaitu penyebab kambuh
c) Terapis meminta tiap klien menyampaikan obat yang di makan dan waktu
memakanya. Buat daftar di whiteboard
d) Menjelaskan lima benar minum obat,yaitu benar obat, benar waktu minum
obat,benar orang yang minum obat,benar cara minum obat,benar dosis obat
e) Minta klien menyebutkan lima benar cara minum obat secara bergiliran
f) Berikan pujian pada klien yang benar
g) Mendiskusikan perasaan klien sebelum minum obat
h) Mendiskusikan perasaan klien setelah teratur minum obat
i) Menjelaskan keuntungan patuh minum obat,yaitu salah satu cara mencegah
halusinasi/kambuh
j) Menjelaskan akibat/kerugian tidak patuh minum obat,yaitu kejadian
halusinasi/kambuh
k) Minta klien menyebutkan kembali keuntungan patuh minum obat dan
kerugian tidak patuh minum obat
l) Memberi pujian tiap kali klien benar

3. Terminasi
a. Evaluasi respon subyektif klien
1. Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
2. Terapis menanyakan jumlah cara mengontrol halusinasi yang sudah
dipelajari
3. Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok

b. Evaluasi respon obyektif klien ( observasi prilaku klien selama kegiatan


dikaitkan dengan tujuan)
 Terapis menilai prilaku klien dalam menberikan jawaban semua
pertanyaan yang diberika terapis

c. Tindak lanjut ( apa yang dapat klien laksanankan setelah TAK)


mengajurkan klien menggunakan dua cara mengontrol halusinasi,yaitu
menghardik dan patuh minum obat

d. Kontrak yang akan datang


1. Terapis membuat kesepakatan dengan klien untuk siap membantu klien
jika memerlukan bantuan dalam mencegah halusinasi
2. Terapis membuat kesepakatan waktu dan tempat
Evaluasi

Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung,khususnya pada tahap kerja. Aspek
yang dievaluasi adalah kemampuan halusinasi sesi 5, kemampuan klien yang
diharapakan adalah menyebutkan 5 benar minum obat keuntungan minum obat dan
akibat tidak patuh minum obat formulir evaluasi sebagai berikut.

Kemampuan patuh minum obat untuk mencegah halusinasi

n Nama klien Menyebutkan 5 Menyebutkan Menyebutkan


o benar cara minum keuntungan akibat tidak patuh
obat minum obat minum obat
1 Susi √ √ √
2 dini √ √ √
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L,J. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktik Klinis. Edisi 6. Alih
Bahasa Yasmin Asih. Editor Monica Ester Jakarta. EGC
Keliat, Budi Anna.2004. Keperawatan Jiwa: Terapi Aktivitas Kelompok Jakarta: EGC
Keliat B, dkk. 2006. Proses Keperawatan Jiwa Edisi II. Jakarta : EGC
Stuart, 2007, Buku Saku keperawatan Jiwa. Edisi 3. Jakarta: EGC
Yudi Hartono Dkk;2012;Buku ajar keperawatan jiwa;Jakarta;salemba medika

Anda mungkin juga menyukai