Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA

DISUSUN OLEH :

1. SANTIKA AMEILIA
2. SITI DIAN NUR KHOLIDA

PRODI :
S1 KEPERAWATAN TK.3

STIKES ABDI NUSANTARA TAHUN AJARAN 2020/2021


LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI

Masalah Utama : Halusinasi


Latar Belakang
Pengertian Halusinasi

adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana pasien mengalami


perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan. Klien merasakan
stimulus yang sebetulnya tidak ada (Mukhripah Damaiyanti, 2008: 87).
Menurut Varcarolis, halusinasi adalah terganggunya persepsi sensori
seseorang, dimana tidak terdapat stimulus (Iyus Yosep, 2009: 217)
Halusinasi adalah persepsi sensori tentang suatu objek, gambaran, dan
pikiran yang sering terjadi meliputi semua sistem penginderaan
(pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan atau pengecapan) (Nita
Fitria, 2011: 29).

Etiologi 

Faktor Predisposisi

1. Faktor Perkembangan Tugas perkembangan klien terganggu


misalnya rendahnya control dan kehangatan keluarga menyebabkan
klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya
diri dan lebih rentan terhadap stress.
2. Faktor Sosiokultural Seseorang yang merasa tidak diterima di
lingkungannya sejak bayi ( unwanted child ) akan merasa
disingkirkan, kesepian dan tidak percaya pada lingkungannya.
3. Faktor Biokimia Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan
jiwa. Adanya stress yang berlebihan maka di dalam tubuhnya akan
dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik
neurokimiaseperti Buffofenon dan Dimetytransferase (DMP). Akibat
stress berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter
otak.
4. Faktor Psikologis Kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab
mudah terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini
berpengaruh pada ketidakmampuan klien dalam mengambil
keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih memilih
kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayal.
5. Faktor genetik dan pola asuh Penelitian menunjukkan bahwa anak
yang diasuh oleh orangtua skizofrenia cenderung mengalami
skizofrenia. Hasil studi menunjukkan bahwa factor keluarga
menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.

Faktor Presipitasi

1. Rangsangan dari lingkungan seperti partisipasi klien dalam


kelompok, terlalu lama tidak diajak berkomunikasi, objek yang ada di
lingkungannya dan sauna sepia tau terisolasi.
2. Perilaku Dapat berupa rasa curiga, takut tidak aman, gelisah dan
bingung, berperilaku yang merusak diri, kurang perhatian, tidak
mampu mengambil keputusan serta tidak dapat membedakan
keadaan nyata dan tidak nyata. Makhluk yang dibangun atas dasar
unsure bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari
lima dimensi yaitu:
a. Dimensi Fisik Kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-
obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alcohol dan kesulitan
untuk tidur dalam waktu yang lama.
b. Dimensi Emosional Perasaan cemas yang berlebihan karena
masalah yang tidak dapat diatasi, halusinasi dapat berupa
perintah memaksa dan menakutkan, klien tidak sanggup
menentang perintah tersebut sehingga berbuat sesuatu terhadap
ketakutannya.
c. Dimensi Intelektual Terjadi penurunan fungsi ego. Usaha ego
sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun
menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh
perhatian klien dan tidak jarang akan mengontrol semua perilaku
klien.
d. Dimensi Sosial Kecenderungan untuk menyendiri, klien
menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat
membahayakan.
e. Dimensi Spiritual Adanya kehampaan hidup, dan tidak jelas tujuan
hidupnya, rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan
jarang berupaya secara spiritual untuk mensucikan diri.
Patofisiologi Menurut Stuart dan Sundeen, 1995 ada dua teori yang
menjelaskan tentang halusinasi, yaitu:

a. Teori Biokimia Terjadi sebagai respon metabolisme terhadap stress


yang mengakibatkan terlepasnya zat halusinogenik neurotic
(buffofenon dan dimethytransferase).
b. Teori Psikoanalisis Merupakan respons pertahanan ego untuk
melawan rangsangan dari luar yang mengancam dan ditekan untuk
muncul dalam alam sadar.

Tanda dan Gejala

a. Bicara sendiri, senyum/ tertawa sendiri


b. Menggerakkan bibir tanpa suara
c. Respons verbal yang lambat
d. Menarik diri dari orang lain
e. Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata
f. Ekspresi muka tegang
g. Curiga dan bermusuhan, mudah tersinggung, jengkel dan marah
h. Ketakutan
i. Tampak tremor dan berkeringat
j. Rendahnya kemampuan sosialisasi diri
k. Kepala mengangguk-angguk seperti mendengar orang bicara
l. Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan
m. Tidak dapat mengurus diri
n. Sulit berhubungan dengan orang lain
Tahapan Halusinasi

a. Tahap I (Non-Psikotik) Halusinasi mampu memberikan rasa nyaman


pada klien, tingkat orientasi sedang. Tahap ini halusinasi merupakan
hal yang menyenangkan bagi klien.
Karakteristik:
1. Mengalami kecemasan, kesepian, rasa bersalah, dan ketakutan.
2. Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan
kecemasan.
3. Pikiran dan pengalaman sensorik masih ada dalam control
kesadaran.
Perilaku yang muncul:
1) Tersenyum atau tertawa sendiri
2) Menggerakkan bibir tanpa suara
3) Pergerakan mata yang cepat
4) Respon verbal lambat, diam dan berkonsentrasi.

Tahap II (Non-Psikotik) Klien bersikap menyalahkan dan mengalami tingkat


kecemasan berat. Halusinasi dapat menyebabkan antisipasi. Karakteristik:

1. Pengalaman sensori menakutkan atau merasa dilecehkan oleh


pengalaman tersebut.
2. Mulai merasa kehilangan kontrol
3. Menarik diri dari orang lain Perilaku yang muncul:
a) Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan, dan tekanan
darah.
b) Perhatikan terhadap lingkungan menurun.
c) Konsentrasi terhadap pengalaman sensori pun menurun.
Tahap III (Psikotik) Klien biasanya tidak dapat mengontrol dirinya sendiri,
tingkat kecemasan berat, dan halusinasi tidak dapat ditolak lagi.
Karakteristik:

1. Klien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya.


2. Isi halusinasinya menjadi atraktif
3. Klien menjadi kesepian bila pengalaman sensori berakhir. Perilaku
yang muncul:
a) Klien menuruti perintah halusinasi
b) Sulit berhubungan dengan orang lain
c) Perhatian terhadap lingkungan sedikit/ sesaat
d) Tidak mampu mengikuti perintah yang nyata
e) Klien tampak tremor dan berkeringat

Tahap IV (Psikotik) Klien sudah sangat dikuasai oleh halusinasi dan


biasanya klien terlihat panik. Perilaku yang muncul:

1. Risiko tinggi menciderai


2. Agitasi/ kataton
3. Tidak mampu merespons rangsangan yang ada Timbulnya
perubahan persepsi sensori halusinasi biasanya diawali dengan
menarik diri, halusinasi lihat dan dengar/ salah satunya yang
menyuruh pada kejelekan, maka akan berisiko terhadap perilaku
kekerasan.
Rentang Respon
Penatalaksanaan Medis

Psikofarmakologi Pengobatan pada pasien halusinasi, yaitu:

1) Chlorpromazine (CPZ) adalah derivat yang mempunyai khasiat dan


bekerja pada Susunan Saraf Pusat (SSP) dengan mendepresi sub
kortikal SSP yang menimbulkan efek psikotropik, sedasi, anti emetic
dan dapat menekan refleks batuk. Efek samping: pusing, pingsan,
hipotensi, orthostatik, palpitasi, takikardi, pandangan kabur,
konstipasi, dan lain-lain.
2) Haloperidol (HLP) adalah derivat yang khasiatnya hampir sama
dengan derivat fenotiazin (CPZ). Efek samping: gelisah, ataksia,
mulut kering, konstipasi (diare), urine diaphoresis (berlebihan),
anemia, dan lain-lain.
3) Trihexyphenidil (THP) yaitu untuk merelaksasi otot polos dan
sposmodik. Efek samping: mulut kering, pusing, pandangan kabur,
mual, mengantuk, bingung, dan lainlain.
4) Terapi kejang listrik/ elektro compulsive teraphy (ECT)
5) Terapi aktivitas kelompok (TAK)
Pohon Masalah Risiko Perilaku Kekerasan Harga Diri Rendah
Masalah Keperawatan dan Data Yang Harus Dikaji
Diagnosa Keperawatan Gangguan Sensori : Halusinasi
Rencana Tindakan
Gangguan Sensori : Halusinasi

Strategi Pelaksanaan Halusinasi

SP 1 : Pasien 1) Jelaskan cara menghardik halusinasi 2) Peragakan cara


menghardik halusinasi 3) Minta klien memperagakan ulang 4) Pantau
penerapan cara ini dan beri penguatan pada perilaku klien yang sesuai 5)
Masukkan dalam jadwal kegiatan klien

SP 2 : Pasien Diskusikan dengan klien cara mengontrol halusinasi dengan


bercakap-cakap dengan orang lain.

SP 3 : Pasien Ajarkan klien mengontrol halusinasi dengan cara melakukan


aktifitas harian klien.

SP 4: Pasien Ajarkan klien mengontrol halusinasi dengan cara patuh obat


yaitu penggunaan obat secara teratur (jenis, dosis, waktu, manfaat, dan
efek samping)
Strategi Pelaksaan dalam bentuk Diaglog
Fase Orientasi

a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi, assalamualaikum………….. Boleh Saya kenalan
dengan Ibu? Nama
Saya………….. boleh panggil Saya……… Saya Mahasiswa Akper
Muhammadiyah Kendal, Saya sedang praktik di sini dari pukul 08.00
WIB sampai dengan pukul 13.00 WIB siang. Kalau boleh Saya tahu
nama Ibu siapa dan senang dipanggil dengan sebutan
apa?” b. Evaluasi/validasi
“Bagaimana perasaan Ibu hari ini? Bagaimana tidurnya tadi malam?
Ada keluhan tidak?” c. Kontrak 1) Topik
“Apakah Ibu tidak keberatan untuk ngobrol dengan saya? Menurut
ibu sebaiknya kita ngobrol apa ya? Bagaimana kalau kita ngobrol
tentang suara dan sesuatu yang
selama ini Ibu dengar dan lihat tetapi tidak tampak wujudnya?” 2)
Waktu
“Berapa lama kira-kira kita bisa ngobrol? Ibu maunya berapa menit?
Bagaimana
kalau 10 menit? Bisa?” 3) Tempat
“Di mana kita akan bincang-bincang ??? Bagaimana kalau di ruang
tamu saya ???
Fase Kerja
“Apakah Ibu mendengar suara tanpa ada wujudnya?”
“Apa yang dikatakan suara itu?”
“Apakah Ibu melihat sesuatu atau orang atau bayangan atau
mahluk?”
“Seperti apa yang kelihatan?”
“Apakah terus-menerus terlihat dan terdengar, atau hanya sewaktu-
waktu saja?”
“Kapan paling sering Ibu melihat sesuatu atau mendengar suara
tersebut?”
“Berapa kali sehari Ibu mengalaminya?”
“Pada keadaan apa, apakah pada waktu sendiri?”
“Apa yang Ibu rasakan pada saat melihat sesuatu?”
“Apa yang Ibu lakukan saat melihat sesuatu?”
“Apa yang Ibu lakukan saat mendengar suara tersebut?”
“Apakah dengan cara itu suara dan bayangan tersebut hilang?”
“Bagaimana kalau kita belajar cara untuk mencegah suara-suara
atau bayangan agar
tidak muncul?”
“Ibu ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul.”
“Pertama, dengan menghardik suara tersebut.”
“Kedua, dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain.”
“Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal.”
“Keempat, minum obat dengan teratur.”
“Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan
menghardik.”
“Caranya seperti ini: 1) Saat suara-suara itu muncul, langsung Ibu
bilang dalam hati, “Pergi Saya tidak mau
dengar … Saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu. Begitu diulang-
ulang sampai
suara itu tidak terdengar lagi. Coba ibu peragakan! Nah
begitu………….. bagus! Coba lagi! Ya bagus Ibu sudah bisa.” 2) Saat
melihat bayangan itu muncul, langsung Ibu bilang, pergi Saya tidak
mau
lihat………………. Saya tidak mau lihat. Kamu palsu. Begitu diulang-
ulang sampai
bayangan itu tak terlihat lagi. Coba Ibu peragakan! Nah
begitu……….. bagus! Coba
lagi! Ya bagus Ibu sudah bisa.”

Fase Terminasi
a. Evaluasi subjektif
“Bagaimana perasaan Ibu dengan obrolan kita tadi? Ibu merasa
senang tidak dengan
latihan tadi?”

b. Evaluasi objektif
“Setelah kita ngobrol tadi, panjang lebar, sekarang coba Ibu
simpulkan pembicaraan
kita tadi.”
“Coba sebutkan cara untuk mencegah suara dan atau bayangan itu
agar tidak muncul
lagi.”
c. Rencana tindak lanjut
“Kalau bayangan dan suara-suara itu muncul lagi, silakan Ibu coba
cara tersebut! Bagaimana kalau kita buat jadwal latihannya. Mau jam
berapa saja latihannya?” (Masukkan kegiatan latihan menghardik
halusinasi dalam jadwal kegiatan harian klien, Jika ibu melakukanya
secara mandiri makan ibu menuliskan M, jika ibu melakukannya
dibantu atau diingatkan oleh keluarga atau teman maka ibu buat ibu,
Jika ibu tidak melakukanya maka ibu tulis T. apakah ibu mengerti?).

d. Kontrak yang akan datang


1) Topik
“Ibu, bagaimana kalau besok kita ngobrol lagi tentang caranya
berbicara dengan orang lain saat bayangan dan suara-suara itu
muncul?”
2) Waktu
“Kira-kira waktunya kapan ya? Bagaimana kalau besok jam 09.30
WIB, bisa?”
3) Tempat
“Kira-kira tempat yang enak buat kita ngobrol besok di mana ya?
Sampai jumpa besok.
Wassalamualaikum,……………
STRATEGI PELAKSANAAN HALUSINASI

STRATEGI PELAKSANAAN (SP)

Masalah Utama : Halusinasi pendengaran

A. PROSES KEPERAWATAN

1. Kondisi klien:

 Petugas mengatakan bahwa klien sering menyendiri di kamar


 Klien sering ketawa dan tersenyum sendiri
 Klien mengatakan sering mendengar suara-suara yang membisiki
dan isinya tidak jelas serta melihat setan-setan.

2. Diagnosa keperawatan:

Gangguan persepsi sensori: halusinasi dengar

B. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan

1. Tindakan Keperawatan untuk Pasien


Tujuan tindakan untuk pasien meliputi:

1) Pasien mengenali halusinasi yang dialaminya

2) Pasien dapat mengontrol halusinasinya

3) Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal

SP 1 Pasien :

 Membantu pasien mengenal halusinasi


 menjelaskan cara-cara mengontrol halusinasi
 mengajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan cara pertama:
menghardik halusinasi

C. STRATEGI PELAKSANAAN (SP)

 ORIENTASI:

”Selamat pagi bapak, Saya Mahasiswa keperawatan UNDIP yang akan


merawat bapak Nama Saya nurhakim yudhi wibowo, senang dipanggil
yudi. Nama bapak siapa?Bapak Senang dipanggil apa”

”Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apa keluhan bapak saat ini”

”Baiklah, bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang suara yang selama


ini bapak dengar tetapi tak tampak wujudnya? Di mana kita duduk? Di
ruang tamu? Berapa lama? Bagaimana kalau 30 menit”
 KERJA:

”Apakah bapak mendengar suara tanpa ada ujudnya?Apa yang dikatakan


suara itu?”

” Apakah terus-menerus terdengar atau sewaktu-waktu? Kapan yang


paling sering D dengar suara? Berapa kali sehari bapak alami? Pada
keadaan apa suara itu terdengar? Apakah pada waktu sendiri?”

” Apa yang bapak rasakan pada saat mendengar suara itu?”

”Apa yang bapak lakukan saat mendengar suara itu? Apakah dengan cara
itu suara-suara itu hilang? Bagaimana kalau kita belajar cara-cara untuk
mencegah suara-suara itu muncul?

” bapak , ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul.


Pertama, dengan menghardik suara tersebut. Kedua, dengan cara
bercakap-cakap dengan orang lain. Ketiga, melakukan kegiatan yang
sudah terjadwal, dan yang ke empat minum obat dengan teratur.”

”Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik”.

”Caranya sebagai berikut: saat suara-suara itu muncul, langsung bapak


bilang, pergi saya tidak mau dengar, … Saya tidak mau dengar. Kamu
suara palsu. Begitu diulang-ulang sampai suara itu tak terdengar lagi. Coba
bapak peragakan! Nah begitu, … bagus! Coba lagi! Ya bagus bapak D
sudah bisa”
 TERMINASI:

”Bagaimana perasaan D setelah peragaan latihan tadi?” Kalau suara-


suara itu muncul lagi, silakan coba cara tersebut ! bagaimana kalu kita buat
jadwal latihannya. Mau jam berapa saja latihannya? (Saudara masukkan
kegiatan latihan menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan harian
pasien). Bagaimana kalau kita bertemu lagi untuk belajar dan latihan
mengendalikan suara-suara dengan cara yang kedua? Jam berapa D?
Bagaimana kalau dua jam lagi? Berapa lama kita akan berlatih?Dimana
tempatnya”

”Baiklah, sampai jumpa.”

Anda mungkin juga menyukai