Anda di halaman 1dari 17

Fraktur Terbuka Pada Tibia Dextra 1/3 Bagian Medial

Hanna Maria Gracella


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara no. 6, Jakarta Barat
Hannagracella@gmail.com
Abstrak
Fraktur pada regio cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya, terjadi pada tulang tibia dan fibula. Fraktur terjadi jika tulang
dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya. Untuk fraktur itu
sendiri dibagi menjadi fraktur tertutup dan terbuka, dimana pada fraktur terbuka
dibagi kedalam tiga derajat, yaitu derajat 1, 2, dan 3 (a,b,c). Pada fraktur ini pula
penting diketahui sudah berapa lama waktu terjadinya, karena sangat memungkinkan
untuk masuknya mikroorganisme kedalam tubuh melalui jaringan kulit yang terbuka
sehingga dapat menyebabkan infeksi. Setelah mengetahui pasti termasuk dalam
fraktur terbuka derajat mana yang dialami oleh pasien, maka perlu dilakukan
penanganan yang cepat, tepat, dan baik agar dapat mencapai prognosis yang baik
pula.
Kata kunci: fraktur terbuka dan penanganannya
Abstract
Fracturesin the regioniscruriscontinuity bone dissolution isdetermined according
tothe typeandextent, occurin thetibiaandfibula. Fracturesoccurwhenbonesubjectedto
greater stressthan candiabsorbsinya. For thefractureitselfis dividedintoopen and
closedfractures, wherethefractureis opendivided intothreedegrees, namelythe degree
of1, 2, and 3(a, b, c). Inthisfractureis alsoimportant to knowhow much timeit
happened,because itallowsforthe entry of microorganismsinto the bodythroughan
openskintissuethat

cancauseinfection.

Afterknowingfor

sureincluded

inopen

fractureswhere thedegreeexperienced bythe patient, it is necessary tohandlingfast,


precise, andwellin order toachieve agood outcomeanyway.
Keywords: open fracturesandhandling
1

Pendahuluan
Fraktur adalah suatu keadaan dimana putusnya kontinuitas tulang, tulang
rawan epifisis atau tulang rawan sendi. Biasanya fraktur bisa terjadi karena adanya
suatu trauma, misalnya kecelakaan.1 Kecelakaan lalu lintas adalah penyebab tersering
terjadinya fraktur. Pada kecelakaan lalu lintas kita juga harus mewaspadai pada
kemungkinan terjadinya politrauma yang dapat mengakibatkan trauma pada organorgan lain. Selain kecelakaan, fraktur bisa terjadi karena jatuh dari ketinggian,
kecelakaan kerja, dan cidera olahraga.1 Pada skenario 6 diceritakan, Seorang laki-laki
berusia 30 tahun dibawa ke UGD RS setelah mengalami kecelakaan sepeda motor.
Menurut warga, saat sedang mengendarai motornya, pasien teresebut ditabrak oleh
mobil yang melaju dari arah kanan, lalu pasien terlempar dari sepeda motornya,
pasien menggunakan helm. Pada pemeriksaan fisik, tanda-tanda vital dalam keadaan
normal. Pada PF luka terbuka pada regio kruris dekstra 1/3 tengah bagian ventral
dengan ukuran 10x2 cm, tepi luka tidak rata, sudut luka tumpul, tampak jembatan
jaringan, tidak tampak adanya perdarahan aktif, tampak adanya penonjolan fragmen
tulang. Ekstermitas bawah sebelah kanan terlihat adanya deformitas dan lebih
memendek.
Anamnesis
Anamnesis merupakan suatu bentuk wawancara antara dokter dan pasien
dengan memperhatikan petunjuk-petunjuk verbal dan non verbal mengenai riwayat
penyakit pasien. Riwayat pasien merupakan suatu komunikasi yang harus dijaga
kerahasiaannya, yaitu segala hal yang diceritakan oleh penderita. Anamnesis atau
medical history adalah informasi yang dikumpulkan oleh seorang dokter dengan cara
melakukan wawancara dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan spesifik baik itu
terhadap pasien itu sendiri (auto-anamnesis) maupun dari orang yang dianggap dapat
memberikan

keterangan

yang

berhubungan

dengan

keadaan

pasien

(allo-

anamnesis/hetero-anamnesis). Berdasarkan anamnesis yang baik, seorang dokter


biasanya akan menanyakan identitas dan keadaan pasien meliputi:2 Nama lengkap,
jenis kelamin, umur, tempat tanggal lahir, alamat tempat tinggal, status perkawinan,
pekerjaan, suku bangsa, agama, dan pendidikan.
Hal pertama yang ditanyakan kepada pasien adalah mengenai riwayat pribadi
pasien. Riwayat pribadi adalah segala hal yang menyangkut pribadi pasien; mengenai
2

peristiwa penting pasien dimulai dari keterangan kelahiran, serta sikap pasien
terhadap keluarga dekat. Termasuk dalam riwayat pribadi adalah riwayat kelahiran,
riwayat imunisasi, riwayat makan, riwayat pendidikan dan masalah keluarga.2
Setelah mendapatkan data pribadi pasien, anamnesis selanjutnya adalah
menanyakan keluhan utama pasien, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit
dahulu, riwayat keluarga dan riwayat sosial.2
Keluhan utama adalah gangguan atau keluhan yang terpenting yang dirasakan
penderita sehingga mendorong ia untuk datang berobat dan memerlukan pertolongan
serta menjelaskan tentang lamanya keluhan tersebut. Keluhan utama merupakan dasar
untuk memulai evaluasi pasien.1 Keluhan utama pasien dengan gangguan
muskuloskeletal pada umumnya meliputi:3
Nyeri. Sebagai seorang dokter, diperlukan identifikasi lokasi nyeri yang
ditanyakan kepada pasien. Nyeri biasanya berkaitan dengan pembuluh darah,
sendi, fascia, atau periosteum. Perlu ditentukan kualitas nyeri apakah sakit yang
menusuk atau berdenyut. Nyeri berdenyut biasanya berkaitan dengan tulang dan
sakit berkaitan dengan otot, sedangkan nyeri yang menusuk berkaitan dengan
fraktur atau infeksi tulang. Perlu juga diidentifikasi apakah nyeri timbul setelah
diberi aktivitas/gerakan.2
Kekuatan Sendi. Perlu ditanyakan sendi mana yang mengalami kekakuan,
lamanya kekakuan tersebut, dan apakah selalu terjadi kekakuan.2
Bengkak. Perlu ditanyakan berapa lama terjadi pembengkakan, apakah juga
disertai dengan nyeri, karena bengkak dan nyeri sering menyertai cedera pada otot
dan tulang. Identifikasi apakah ada panas atau kemerahan karena tanda tersebut
menunjukkan adanya inflamasi, infeksi, atau cedera.2
Deformitas dan Imobilitas. Tanyakan kapan terjadinya, apakah tiba-tiba atau
bertahap, apakah menimbulkan keterbatasan gerak. Apakah semakin memburuk
dengan aktivitas, apakah dengan posisi tertentu semakin memburuk.2
Perubahan Sensori. Tanyakan apakah ada penurunan rasa pada bagian tubuh
tertentu. Apakah menurunnya rasa atau sensasi tersebut berkaitan dengan nyeri.
Penekanan pada saraf dan pembuluh darah akibat bengkak, tumor atau fraktur
dapat menyebabkan menurunnya sensasi.2
Keluhan utama dalam kasus ini adalah seorang wanita berusia 60 tahun
mengeluh sangat nyeri pada panggul kanan setelah jatuh di kamar mandi 2 jam yang

lalu. Pasien tersebut terpeleset sehingga terjatuh menyamping ke kanan dan pangkal
paha kanannya membentur lantai.
Riwayat penyakit sekarang adalah penyakit yang bermula pada saat pertama
kali penderita merasakan keluhan itu. Tentang sifat keluhan itu yang harus diketahui
adalah:4 Tempat, kualitas penyakit, kuantitas penyakit, urutan waktu, situasi, faktor
yang memperberat atau yang mengurangi, dan gejala-gejala yang berhubungan.
Riwayat penyakit dahulu adalah riwayat penyakit yang pernah diderita di masa
lampau yang mungkin berhubungan dengan penyakit yang dialaminya sekarang.4
Riwayat keluarga merupakan segala hal yang berhubungan dengan peranan
herediter dan kontak antar anggota keluarga mengenai penyakit yang dialami pasien.
Dalam hal ini faktor-faktor sosial keluarga turut mempengaruhi kesehatan penderita.4
Riwayat sosial mencakup keterangan mengenai pendidikan, pekerjaan dan
segala aktivitas di luar pekerjaan, lingkungan tempat tinggal, perkawinan, tanggungan
keluarga, dan lain-lain. Perlu ditanyakan pula tentang kesulitan yang dihadapi pasien.4
Untuk pasien yang datang dengan kasus muskuloskeletal, seorang dokter harus
melakukan anamnesis sistem organ yang meringkas semua gejala dalam sistem-sistem
tubuh. Anamnesis organ tubuh untuk muskuloskeletal antara lain meliputi: kelemahan
otot, kelemahan gerak, kekakuan otot, keterbatasan gerakan, nyeri sendi, kekakuan
sendi, masalah punggung, kram otot, dan juga deformitas.4
Pemeriksaan Fisik
Tujuan pemeriksaan fisik umum adalah untuk mengidentifikasi keadaan
umum pasien saat pemeriksaan dengan penekanan pada tanda-tanda vital, keadaan
sakit, gizi dan aktivitasnya baik dalam keadaan berbaring atau berjalan.4
Setelah anamnesis selesai dilakukan, maka pemeriksaan fisik biasanya dimulai
dengan pemeriksaan objektif yaitu tekanan darah, denyut nadi, pernapasan, suhu dan
tingkat kesadaran, serta pemeriksaan tanda-tanda vital dengan inspeksi, palpasi,
perkusi dan auskultasi.4
Inspeksi dapat dibagi menjadi inspeksi umum dan inspeksi lokal. Pada
inspeksi umum pemeriksa melihat perubahan yang terjadi secara umum, sehingga
dapat diperoleh kesan keadaan umum pasien. Pada inspeksi lokal, dilihat perubahan4

perubahan lokal sampai yang sekecil-kecilnya. Untuk bahan perbandingan perlu


diperhatikan keadaan sisi lainnya.4
Setelah inspeksi, pemeriksaan dilanjutkan dengan palpasi, yaitu pemeriksaan
dengan meraba, mempergunakan telapak tangan dan memanfaatkan alat peraba yang
terdapat pada telapak dan jari tangan. Dengan palpasi kita dapat menentukan bentuk,
besar, tepi, permukaan serta konsistensi organ. Permukaan organ dinyatakan apakah
rata atau berbenjol-benjol; konsistensi lunak, keras, kenyal, kistik atau berfluktuasi;
sedangkan tepi organ dinyatakan dengan tumpul atau tajam.4
Setelah palpasi, biasanya dilanjutkan dengan tindakan perkusi. Tujuan perkusi
adalah untuk mengetahui perbedaan suara ketuk, sehingga dapat ditentukan batasbatas suatu organ maupun massa yang abnormal di bagian tubuh tertentu.4
Selanjutnya adalah auskultasi, dimana auskultasi adalah pemeriksaan dengan
menggunakan stetoskop untuk mendengar suara pernapasan, bunyi dan bising
jantung, peristaltik usus, dan aliran darah dalam pembuluh darah.4
Dalam pemeriksaan fisik untuk muskuloskeletal khususnya pada kasus ini,
biasanya yang dilakukan adalah inspeksi dan palpasi saja. Selain itu, dalam
pemeriksaan muskuloskeletal juga diperiksa bagaimana cara berjalan dan mobilitas
tubuh dari pasien. Pasien yang masih bisa memiringkan badannya tanpa kesulitan
dikatakan sikap badannya aktif, sebaliknya yang lemah sikap badannya pasif. Pada
beberapa penyakit tulang, sendi atau saraf, cara berjalan dapat memberi petunjuk yang
berarti.1 Pemeriksaan fisik harus dilakukan secara sistematis untuk menghindari
kesalahan. Jika mungkin, gunakan ruangan yang cukup luas sehingga pasien dapat
bergerak bebas saat pemeriksaan gerakan atau berjalan. Teknik inspeksi dan palpasi
dilakukan untuk mengevaluasi integritas tulang, postur tubuh, fungsi sendi, kekuatan
otot, cara berjalan dan kemampuan pasien melakukan aktivitas sehari-hari.
Kedalaman pengkajian bergantung pada keluhan fisik pasien dan riwayat kesehatan
dan semua petunjuk fisik yang ditemukan. Pemeriksa harus melakukan eksplorasi
lebih jauh.2
Pada pemeriksaan fisik, terlihat tanda-tanda fraktur yang klasik antara lain:2
1. Look

Deformitas

pemendekan.
- Fungsiolaesa
2. Feel

penonjolan

yang

abnormal,

angulasi,

rotasi,

: hilangnya fungsi gerak pada bagian yang mengalami fraktur.

Terdapat nyeri tekan dan nyeri sumbu


3.
-

Move
Krepitasi : terasa krepitasi saat bagian yang fraktur digerakkan.
Nyeri bila digerakkan, baik pada gerakan aktif maupun pasif.
Memeriksa seberapa jauh gangguan-gangguan fungsi, gerakan-gerakan yang tidak

mampu dilakukan, range of motion dan kekuatan.


Gerakan yang tidak normal : gerakan yang terjadi tidak pada sendi, misalnya
pertengahan femur dapat digerakkan. Ini adalah bukti paling penting adanya
fraktur yang membuktikan terputusnya kontinuitas tulang sesuai dengan definisi
fraktur.
Berdasarkan skenario, masalah yang terjadi pada pasien ini adalah fraktur pada

bagian regio kruris dekstra 1/3 tengah bagian ventral, sehingga pemeriksaan fisik
pasien dilakukan pada bagian ekstermitas bawah. Pemeriksaan pergerakan pada sendi
panggul ruang lingkup yang dicatat adalah gerak fleksi-ekstensi, abduksi-adduksi, dan
rotasi interna-eksterna. Untuk melakukan pemeriksaan, pelvis harus terlebih dahulu
difiksasi agar setiap gerakan dapat tercatat dengan baik tanpa terganggu dengan
gerakan dari tulang belakang terhadap pelvis. Hal ini jelas kalau kita ingin
mengetahui adakah gangguan gerak karena adanya fixed deformity misalnya dengan
Thomas Test. Pada sendi lutut gerakan yang dicatat adalah fleksi-ekstensi. Pada
pemeriksaan gerak pergelangan kaki dan telapak kaki sebelumnya dilakukan fixasi
dan gerakan bagian lain kaki dengan memegang tumit dan dilakukan fleksi (plantar
fleksi) dan ekstensi (dorso flexi). Inversi dan eversi merupakan gerakan dari
kaki/tarsalia, dan abduksi-adduksi jari-jari kaki.1
Hasil dari pemeriksaan fisik pasien didapatkan luka terbuka pada regio kruris
dekstra 1/3 tengah bagian ventral dengan ukuran 10x2 cm, tepi luka tidak rata, sudut
luka tumpul, tampak jembatan jaringan, tidak tampak adanya perdarahan aktif,
tampak adanya penonjolan fragmen tulang, dan pada ekstermitas bawah sebelah
kanan terlihat adanya deformitas dan lebih memendek.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang atau pemeriksaan laboratorium dalam arti luas adalah
setiap pemeriksaan yang dilakukan di luar pemeriksaan fisik. Pemeriksaan penunjang
6

dalam garis besarnya dimaksudkan sebagai alat diagnostik, petunjuk tatalaksana, dan
petunjuk prognosis.4
Pemeriksaan

penunjang

untuk

muskuloskeletal antara lain bisa berupa:

kasus

yang

berhubungan

film polos,

isotop,

dengan
artrografi,

ultrasonografi, CT scan, maupun MRI.


Film polos merupakan pemeriksaan penunjang radiologis yang utama pada
sistem skeletal dimana penatalaksanaannya harus dilakukan dengan dua proyeksi.
Untuk daerah panggul, digunakan proyeksi yaitu pada posisi anteroposterior dan
axial.3
Isotop adalah pemeriksaan dimana kandungan senyawa technetium-99m
fosfonat terakumulasi pada tulang beberapa jam setelah penyuntikan isotop secara
intravena; pada prinsipnya pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi proses
peradangan pada jaringan lunak muskuloskeletal, lesi-lesi metastatik pada tulang, dan
kelainan fungsional tulang.3
Artografi adalah pemeriksaan yang menggunakan kontras dan udara yang
disuntikkan ke dalam persendian seperti lutut, panggul, siku, bahu, pergelangan
tangan dan temporomandibula untuk mendiagnosis kelainan ligamen, loose bodies,
dan kartilago. Teknik ini dapat diikuti dengan pemindaian CT atau MRI untuk
mengevaluasi sendi lebih jauh.3
Ultrasonografi berguna pada pemeriksaan lesi jaringan lunak, abses, massa
dan efusi pada persendian.3
Computed Tomography Scan atau CT-Scan adalah pemeriksaan yang bertujuan
untuk mengevaluasi fraktur tertentu yang terjadi pada seseorang.3
Magnetic Resonance Imagingatau MRI adalah pemeriksaan yang membantu
untuk melihat adanya massa jaringan lunak, tumor tulang, maupun sendi. MRI sangat
sensitif pada trauma kartilago, otot, ligamen, dan tendon.3
Selain pemeriksaan radiologi, pasien juga harus melakukan beberapa
pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium penunjang lainnya adalah
pemeriksaan darah rutin untuk mengenai keadaan umum dan infeksi akut/menahun.
Pada beberapa pemeriksaan atas beberapa indikasi diperlukan pemeriksaan kimia
7

darah, reaksi imunologi, dan fungsi hati/ginjal. Pemeriksaan urin rutin dan
pemeriksaan mikro-organisme kultur dan sensitivity test. Pemeriksaan golongan darah
juga perlu dilakukan, sehingga ketika pasien membutuhkan transfusi darah tidak perlu
membutuhkan waktu lama untuk mencari kantung darah pasien.1
Diagnosis Kerja
Diagnosis kerja adalah kesimpulan yang dibuat setelah dievaluasi adanya
penemuan positif dan negatif yang bermakna dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
hasil laboratorium rutin. Berdasarkan diagnosis kerja ini, maka pengobatan serta
tindakan yang perlu dapat segera dilaksanakan.1 Diagnosis kerja untuk kasus ini
adalah fraktur terbuka dekstra 1/3 tengah.
Fraktur kruris merupakan akibat terbanyak dari kecelakaan lalu lintas. Melihat
susunan anatomis cruris dimana permukaan medialnya hanya dilindungi oleh jaringan
subkutan. Hal ini yang menyebabkan mudahnya terjadi fraktur kruris terbuka.
Terdapat 4 grup otot yang terpenting pada bagian ini, yaitu otot ekstensor, otot
abduktor, otot triseps surac, dan otot fleksor. Empat grup ini akan membentuk suatu
kompartmen yang dibagi atas 3 grup. Grup1 membentuk kompartmen anterior, group
2 membentuk kompartmen lateral, dan grup 3 membentuk kompartmen posterior yang
terdiri atas kompartmen superfisial dan kompartmen dalam. Bagian ini diperdarahi
oleh arteri tibialis anterior, arteri tibialis posterior, dan arteri peroneus. Dipersarafi
oleh n. tibialis anterior dan n. peroneus untuk mempersarafi otot ekstensor dan
abduktor ; n. tibialis posterior dan n. poplitea untuk mempersarafi otot fleksor dan
otot triceps surac.1
Mekanisme trauma ada yang berupa trauma langsung dan tidak langsung.
Trauma langsung-energi tinggi adalah akibat dari kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari
ketinggian lebih dari 4 meter. Fraktur yang biasa terjadi adalah fraktur terbuka.
Trauma langsung-energi rendah adalah trauma yang muncul akibat cedera olahraga,
biasanya yang terjadi adalah fraktur tertutup. Trauma tidak langsung diakibatkan oleh
gerakan tubuh sendiri. Biasanya berupa torsi tubuh, kekuatan trauma disalurkan
melalui sendi. Akibat yang terjadi biasanya fraktur tibia fibula dengan garis patah
spiral dan tidak sama tinggi pada tibia bagian distal dan pada bagian tibia proksimal.
Gejala klinik yang biasa muncul adalah pada daerah yang patah akan tampak

pembengkakan, lalu akan tampak deformitas angulasi. Pada endo/eksorotasi akan


didapati nyeri gerak ddan nyeri tekan pada daerah yang patah.1
Diagnosis Banding
Berdasarkan skenario, diagnosis banding yang akan diambil adalah fraktur
terbuka tibia dekstra 1/3 proximal. Daerah ujung proksimal tibia merupakan tulang
yang lemah dan terdiri dari tulang spongiosa dan dibatasi cortex yang tipis. Kecuali
pada orangtua tulangnya secara keseluruhan sudah mengalami osteoporotik. Maka
mudah dimengerti bila terjadi trauma langsung di daerah lutut akan terjadi fraktur
intraarticular tibia. Biasanya terjadi trauma langsung dari arah samping lutut, dimana
kakinya masih terfiksir di tanah. Gaya dari samping ini menyebabkan lutut didorong
sangat kuat ke arah valgus. Hal ini menyebabkan permukaan sendi bagian lateral tibia
akan menerima beban yang sangat besar yang akhirnya akan menyebabkan fraktur
intraartikular atau amblasnya permukaan sendi bagian lateral tibia. Lutut yang cedera
membengkak dan disertai rasa sakit. Kadang-kadang ditemukan deformitas (varus
atau valgus pada lutut). Pada permukaan lebih aktif, gerak sendi lutut terbatas karena
rasa sakit atau adanya haemorthrosis. Varus dan valgus stress akan menghasilkan nilai
positif. Hal ini disebabkan karena fragmen tulang yang amblas atau disertai dengan
rupturnya ligamen kolateral lateral atau ligamen kolateral medial.1
Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang. Fraktur dapat berbentuk
transversa, oblik, atau spiral.5 Fraktur transversa dan oblik disebabkan oleh trauma
angulasi atau langsung, sementara fraktur spiral disebabkan oleh trauma
rotasi.6Berikut beberapa jenis fraktur:
1. Fraktur komplit
Patah pada seluruh garis tulang atau melalui kedua korteks tulang dan biasanya
mengalami pergeseran (dari yang normal).2
2. Fraktur tidak komplit
Patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang, tidak melalui seluruh
penampang tulang.2
3. Fraktur tertutup

Patah tulang, tidak menyebabkan robeknya kulit dan bilamana tidak ada luka yang
menghubungkan fraktur dengan udara luar atau permukaan kulit.2
4. Fraktur terbuka
Patah yang menembus kulit dan tulang berhubungan dengan dunia luar atau
permukaan kulit. Fraktur terbuka ditandai oleh luka yang dalam sehingga
bersinggungan dengan hematoma fraktur sehingga menyediakan jalan masuk
untuk bakteri.2
5. Fraktur kominutif
Pada fraktur kominutif, terdapat dua atau lebih fragmen tulang.5
6. Fraktur green stick
Fraktur yang salah satu sisi tulang patah sedangkan satu sisi lainnya
membengkok.2 Pada fraktur green stick (patahan dahan), hanya satu sisi tulang
yang mengalami fraktur, sisi lainnya menekuk (biasanya tulang yang imatur).5
Jenis fraktur ini paling sering terjadi pada anak kurang dari 3 tahun.7
7. Fraktur kompresi
Fraktur dengan tulang mengalami kompresi (tulang belakang).2
8. Fraktur depresi
Fraktur yang fragmen tulangnya terdorong kedalam (tulang tengkorak dan bajah).2
9. Fraktur komplikata
Pada fraktur komplikata, beberapa stuktur organ lain juga rusak (misalnya saraf
atau pembuluh darah).5
10. Fraktur compound
Pada fraktur compound, terdapat robekan kulit di atasnya (atau visera di dekatnya)
dengan potensi kontaminasi pada ujung tulang.5
11. Fraktur patologis
Fraktur patologis merupakan fraktur yang terjadi karena kelemahan tulang oleh
suatu penyakit, misalnya suatu metastasis ataupun osteoporosis dan sebagainya.5
12. Fraktur Transversa
Patahan pada sudut tegak lurus dari sumbu tulang panjang (biasanya akibat trauma
langsung).5
13. Fraktur Oblik
Garis fraktur membentuk sudut kurang dari 90 derajat terhadap sumbu tulang
panjang (biasanya akibat trauma tidak langsung).5
14. Fraktur Spiral
Fraktur memuntir dalam bentuk spiral (biasanya akibat trauma tidak langsung).5
15. Fraktur impaksi
Satu fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang lainnya.5

10

Gambar 2. Jenis-Jenis Fraktur.8


Klasifikasi Fraktur Terbuka
Fraktur dikatakan terbuka jika terdapat hubungan antara tulang yang patah
dengan dunia luar. Luka yang muncul biasanya akan terkontaminasi degan bakteri
yang ada dilingkungan. Hal ini akan membuat inflamasi menjadi semakin kronik,
terutama jika materi asing sudah terbawa masuk ke dalam fraktur saat kecelakaan
terjadi. Fraktur terbuka dibagi atas derajat I, II, dan III.1,9
Fraktur tipe I adalah fraktur yang terdapat luka yang panjangnya kurang dari 1
cm dan luka relative masih bersih dengan sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali
kontaminasi. Luka dapat terjadi karena perforasi dari dalam ke luar oleh salah satu
ujung tulang yang patah. Pola fraktur sederhana, misalnya spiral atau oblik-pendek,
11

Fraktur derajat I ini umumnya disebabkan karena trauma dengan energy yang tidak
begitu besar.10
Fraktur derajat II adalag fraktur dengan laserasu kulit yang panjangnya lebih
dari 1 cm atau berkisat anatara 1-10 cm dengan kerusukan kecil atau tidak adanya
kerusakan oada jaringan lunak. Pada fraktur ini tidak dijumpai otot yang mati dan
ketidakstabilan fraktur berkisar dari sedang sampai parah.10
Fraktur derajat III adalah fraktur yang disertai dengan kerusakan jaringan lunak
dan biasanya juga disertai dengan perdarahan denga atau tanpa kontaminasi luka. Pola
frakturnya kompleks dengan instabilitas fraktur. Luka biasanya memiliki panjang
lebih dari 10 cm. Fraktur III dibagi lagi menjadi fraktur IIIA, IIIB, dan IIIC. Fraktur
IIIA biasanya dikarenakan oleh trauma atau benturan dengan energy yang besar,
fraktur IIb fraktur yang diserta dengan kehilangan jaringan lunak yang luas dengan
tulang yang sudah terekspos dan lapisan periosteal sudah terbuka, dan fraktur tipe
IIIC adalah fraktur yang sudah menciderai pembuluh darah arteri dan membutuhkan
perbaikan segera.10
Etiologi
Fraktur bisa disebabkan oleh berbagai macam penyebab. Penyebab fraktur
diantaranya adalah:7 Dorongan langsung pada tulang, kondisi patologis yang
mendasarinya, kontraksi otot yang kuat dan tiba-tiba, dan dorongan tidak langsung
misalnya terpukul benda terbang dari jarak jauh.
Fraktur terjadi karena adanya trauma, ketika tekanan yang kuat diberikan pada
tulang normal atau tekanan yang sedang pada tulang yang terkena penyakit, misalnya
osteoporosis. Gambaran klinis yang muncul antara lain adalah nyeri, kehilangan
fungsi, deformitas, nyeri tekan, bengkak, perubahan warna dan memar.5
Jenis dan Klasifikasi Trauma
Trauma dibedakan menjadi dua yaitu trauma langsung dan trauma tidak
langsung, berikut pembagiannya:6

Trauma langsung
Benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur di tempat itu.
12

Trauma tidak langsung


Trauma yang terjadi dimana titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur

berjauhan.
Mekanisme Trauma
Fraktur yang diakibatkan trauma yang minimal atau tanpa trauma adalah
fraktur patologis yaitu fraktur dari tulang yang patologik akibat suatu proses
misalnya: pada osteogenesis imperfecta, osteoporosis, penyakit metabolik atau
penyakit-penyakit lain seperti infeksi tulang dan tumor tulang.6
Setiap trauma yang dapat mengakibatkan fraktur juga dapat sekaligus merusak
jaringan lunak disekitar fraktur mulai dari otot, fascia, kulit sampai struktur
neurovaskuler atau organ-organ penting lainnya. Disamping itu, pergeseran segmen
fraktur pada saat kejadian ataupun sesudahnya dapat merusak jaringan lunak
sekitarnya.6
Penatalaksanaan
Ada beberapa konsep dasar yang harus dipertimbangkan untuk menangani
fraktur, yaitu:2
1. Reduksi fraktur (mengembalikan posisi tulang ke posisi anatomis).
- Reduksi terbuka.
Dengan pembedahan, memasang alat fiksasi interna.
- Reduksi tertutup.
Ekstremitas dipertahankan dengan gips, traksi, brace, bidai, dan fiksator
eksterna.
2. Imobilisasi
Setelah direduksi, fragmen tulang harus dimobilisasi atau dipertahankan dalam
posisi dan kesejajaran yang benar hingga terjadi penyatuan. Metode
imobilisasi dilakukan dengan fiksasi eksterna dan interna.
3. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi:
- Mempertahankan reduksi dan imobilisasi
- Meninggikan daerah fraktur untuk meminimalkan pembengkakan
- Memantau status neuromuskular
- Mengontrol kecemasan dan nyeri
- Kembali ke aktivitas semula secara bertahap

13

Pilihan pengobatan fraktur adalah terapi konservatif atau operatif. Pilihan


harus mengingat tujuan pengobatan fraktur yaitu: mengembalikan fungsi tulang yang
patah dalam jangka waktu sesingkat mungkin.6
Contoh pengobatan konservatif yaitu menggunakan traksi untuk reposisi
secara perlahan dan fiksasi hingga sembuh atau dipasang gips setelah tidak sakit lagi.
Traksi adalah tarikan menetap pada salah satu bagian tubuh. Hal ini umumnya
digunakan untuk mengatasi masalah yang mungkin atau telah terjadi akibat tarikan
otot pada tulang atau sendi yang rusak. Tujuan traksi adalah untuk mempertahankan
atau mencapai kesejajaran yang benar dari tulang yang cedera; untuk mencgeah
terjadinya cacat, atau mengurangi cacat yang sudah ada; untuk mengistirahatkan sendi
yang rusak; untuk meredakan nyeri melalui pencapaian kesejajaran anatomis normal
dan mengurangi spasme otot di sekitar bagian yang cedera.6
Contoh terapi operatif yaitu dengan ORIF (Open Reduction and Internal
Fixation). Keuntungan dari cara ini adalah reposisi anatomis dan mobilisasi dini tanpa
fiksasi luar. Indikasi untuk ORIF adalah fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya
avascular necrosis tinggi misalnya pada fraktur collum femur. Selain dengan ORIF,
bisa juga dengan tindakan Excisional Arthoplasty yaitu dengan cara membuang
fragmen yang patah yang membentuk sendi misalnya pada fraktur collum femur.6
Sesuai tujuan pengobatan fraktur yaitu untuk mengembalikan fungsi, maka
sejak awal sudah harus diperhatikan latihan-latihan untuk mencegah disuse atrofi otot
dan kekakuan sendi, disertai mobilisasi dini.6
Untuk menghilangkan rasa nyeri, digunakan obat analgesik yang dosis dan
jenisnya bergantung pada intensitas nyeri yang dirasakan oleh pasien. Biasanya untuk
nyeri yang disebabkan oleh fraktur tulang, digunakan analgesik golongan opioid
untuk menghilangkan nyeri yang hebat.6

Komplikasi
Komplikasi dini yang biasa terjadi adalah kompartmen sindroma yaitu suatu
keadaan peningkatan takanan yang berlebihan di dalam satu ruangan yang disebabkan
14

perdarahan masif pada suatu tempat. Terutama terjadi pada fraktur proksimal tibia
tertutup. Komplikasi ini sangat berbahaya karena dapat menyebabkan gangguan
vaskularisasi tungkai bawah yang dapat mengancam kelangsungan hidup tungkai
bawah. Yang paling sering terjadi adalah anterior compartment sindrom. Dengan
terjadinya fraktur tibia akan terjadi perdarahan intra-kompartemen, hal ini akan
menyebabkan tekanan intrakompartemen meningkat, menyebabkan aliran balik darah
vena terganggu. Hal ini akan menyebabkan oedema. Dengan adanya oedema tekanan
intrakompartemen makin meninggi sampai akhirnya sedemikian tingginya sehingga
menyumbat arteri di intrakompartemen. Gejala yang akan timbul adalah rasa sakit
pada tungkai bawah dan ditemukan paraesthesia. Rasa sakit akan bertambah bila jari
digerakkan secara pasif. Kalau hal ini berlangsung cukup lama dapat terjadi paralise
pada otot-otot ekstensor hallusis longus, ekstensor digitorum longus, dan tibial
anterior. Dalam waktu < 12 jam harus dilakukan fasciotomi.1
Komplikasi lanjut yang terjadi adalah mal-union, delayed union, non-union,
dan kekakuan sendi. Malunion biasanya terjadi pada fraktur yang kominutif sedang
imobilisasinya longgar, sehingga akan terjadi angulasi dan rotasi, dan untuk
memperbaikinya dilakukan osteotomi. Delayed union terutama terjadi pada fraktur
terbuka yang diikuti dengan infeksi atau pada fraktur kominutif. Hal ini diatasi
dengan operasi tandur alih tulang spongiosa. Non-union disebabkan karena terjadi
kehilangan segmen tulang tibia disertai infeksi. Hal ini diatasi dengan melakukan
bone grafting menurut cara papineu. Kekakuan sendi disebabkan pemakaian gips
yang lama. Pada persendian kaki dan jari kaki biasanya terjadi hambatan gerak. Hal
ini dapat diatasi dengan fisioterapi.1
Komplikasi lainnya yang biasa terjadi adalah fat embolism syndroma (tetesan
lemak yang masuk ke dalam pembuluh darah), tromboembolic complication (sering
terjadi pada individu yang imobil dalam waktu yang lama karena trauma atau ketidak
mampuan lazimnya komplikasi pada perbedaan ekstremitas bawah atau trauma
komplikasi paling fatal bila terjadi pada bedah ortopedi), infeksi, avascular necrosis
(berkaitan dengan aseptika atau necrosis iskemia), refleks symphathethic dysthropy
(hiperaktif sistem saraf simpatik abnormal syndroma ini belum banyak dimengerti,
mungkin karena nyeri, perubahan tropik dan vasomotor instability), syok
hipovolemik, syok neurovasculer, dan kerusakan organ syaraf.12

15

Prognosis
Dubai ad bonam artinya cenderung sembuh (ragu-ragu), tergantung besarnya
fraktur, kekuatan tulang, jenis trauma, dan bagaimana penangannya.
Hipotesis
Seorang laki-laki berusia 30 tahun mengalami fraktur terbuka tibia dextra 1/3
medial
Penutup
Seorang laki-laki berusia 30 tahun mengalami fraktur terbuka pada regio
kruris dekstra 1/3 tengah bagian ventral dengan ukuran 10x2 cm, tepi luka tidak rata,
sudut luka tumpul, tampak jembatan jaringan, tidak tampak adanya perdarahan aktif,
tampak adanya penonjolan fragmen tulang. Ekstermitas bawah sebelah kanan terlihat
adanya deformitas dan lebih memendek. Berdasarkan data yang ada pasien laki-laki
ini didiagnosa fraktur terbuka derajat II regio tibia dextra 1/3 tengah.

Daftar Pustaka
1. Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit
Cipto Mangunkusumo. Orthopaedi. Dalam Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah.
Jakarta : Penerbita Binarupa Aksara ; 2003.
2. Suratun, Heryati, M Santa, Raenah E. Klien gangguan sistem muskuloskeletal.
Jakarta: EGC; 2008.h.17-8, 150-2.
3. Patel PR. Radiologi. Ed 2. Jakarta: Erlangga; 2007.h.192-4.
4. Santoso M. Pemeriksaan fisik diagnosis. Jakarta: Bidang Penerbitan Yayasan
Diabetes Indonesia; 2004.h.1-4,6,13-5,20,98.
5. Grace PA, Borley NR. At a glance ilmu bedah. Ed 3. Jakarta: Erlangga;
2007.h.85.
16

6. Reksoprodjo S, Pusponegoro AD, Kartono D, Hutagalung EU, Sumardi R,


Luthfia C, dkk. Kumpulan kuliah ilmu bedah. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia/RS Dr. Cipto Mangunkusumo; 2010.h.503-5, 509-11, 513, 537-43.
7. Betz CL, Sowden LA. Buku saku pediatri. Ed 5. Jakarta: EGC; 2009.h.177.
8. Tambayong J. Patofisiologi. Jakarta: EGC; 2004.h.124.
9. Henry MM, Thompson JN. Principles of management of fracture, joint
injuries, and peripheral nerve injuries. In Clinical Surgery. 2 nd ed. United
Kingdom : Elsevier Saunders ; 2005.h.677-92.
10. Sabiston DC. Ilmu bedah. Ed 17. Jakarta: EGC; 2011.h.380-1.
11. Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran-Universitas
Indonesia. Farnakologi dan terapi. Edisi 5. Jakarta : Badan Penerbit FKUI ;
2012.
12. Henry MM, Thompson JN. Principles of management of fracture, joint
injuries, and peripheral nerve injuries. In Clinical Surgery. 2 nd ed. United
Kingdom : Elsevier Saunders ; 2005.h.677-92.

17

Anda mungkin juga menyukai