Anda di halaman 1dari 15

Osteomielitis pada Anak serta Penanganannya

Ersa Kurnia 102015233


Andry Widodo 102016099
Adinda Suci Putri 102016174
Karlina Handayani 102016010
Andika Prasetyo Arifin 102016244
Novricia Agnes Saputri 102016126
Glorie Libertikha Mahonny 102016220
Msy. Iftitah Assaqdiah Utami Putri 102016069
Kelompok D2
Mahasiswa Fakutas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara no.6 Jakarta Barat 11510, Indonesia
Adinda2016fk174@civitas.ukrida.ac.id
Abstrak

Manusia memiliki sistem untuk bergerak sehari – hari yang disebut sistem muskuloskeletal.
Dewasa ini, penyakit dan kelainan dalam muskuloskeletal sangat banyak. Salah satu
penyebabnya disebabkan karena adanya infeksi dari bakteri. Salah satunya adalah
osteomielitis. Osteomielitis merupakan infeksi pada tulang dan medula tulang. Osteomielitis
ini dapat disebabkan oleh bakteri piogenik maupun non-piogenik. Bakteri yang paling sering
menyebabkan osteomielitis adalah Staphylococcus aureus. Karena adanya infeksi itu, tubuh
memberikan reaksi inflamasi. Sehingga pada pasien osteomielitis sering dijumpai gejala
inflamasi seperti warna kemerahan, timbul rasa panas, bengkak, nyeri, dan kesulitan dalam
menggerakan. Namun, pada osteomielitis akut sendiri, tanda – tanda inflamasi tersebut belom
tampak. Gambaran klinis pada osteomilitis akut baru terasa demam, dan nyeri pada sekitar
daerah yang terinfeksi. Masuknya atau menempelnya bakteri ke tulang dapat melalui
beberapa cara misalnya dalah melalui aliran darah, luka terbuka, ataupun melalu penyebaran
bakteri yang menginfeksi jaringan ikat sekitar. Prognosis dari osteomielitis akut sendiri
reletaf baik apabila ditangani dengan tepat.

Kata kunci: Osteomielitis akut, infeksi bakteri, infeksi, inflamasi.

Abstract

Humans have a system for moving day - today called the musculoskeletal system. Today,
musculoskeletal diseases and disorders in very much. One reason is caused due to infection
from bacteria. One is osteomyelitis. Osteomyelitis is an infection of the bone and bone
medulla. Osteomyelitis can be caused by pyogenic bacteria and non-pyogenic. The bacteria
most often causes osteomyelitis is Staphylococcus aureus. Because of the infection, grew give
inflammatory reactions. So in patients osteomyelitis are common symptoms of inflammation
such as redness, raised a burning sensation, swelling, pain, and difficulty in moving.

1
However, on its own acute osteomyelitis, a sign - a sign that inflammation Keith looked. The
clinical presentation of acute osteomyelitis new persistent fever, and pain around the infected
area. Entry or the attachment of bacteria to the bone can be in several ways, for example
dalah through the bloodstream, open wounds, or through the spread of bacteria that infect
the surrounding connective tissue. Prognosis of acute osteomyelitis own reletaf well when
handled appropriately.

Keywords: Acute osteomyelitis, a bacterial infection, infection, inflammation.

Pendahuluan

Manusia dapat melakukan aktivitas dan gerak sehari – hari karena memiliki suatu sistem
yang disebut sistem muskuloskeletal. Sistem muskuloskeletal ini merupakan gabungan antara
otot dan sendi untuk melakukan gerakan – gerakan. Sistem ini terdiri dari tulang, sendi, otot
rangka, tendo, ligamen, bursa, dan jaringan – jaringan khusus yang menghubungkan struktur
– struktur ini.1

Dewasa ini, dapat kita jumpai berbagai penyakit dan kelainan dalam sistem muskuloskeletal
ini, terlebih pada susunan tulang dan otot. Gangguan ataupun penyakit ini tidak lagi
memandang usia, penyakit ini dapat menyerang balita bahkan sampai menyerang lansia.
Penyakit atau kelainan yang menyerang susunan tulang serta otot ini disebut sebagai kelainan
atau penyakit muskuloskeletal. Tak jarang gangguan atau penyakit muskuloskeletal ini
menimbulkan rasa nyeri dan tidak nyaman sehingga menyebabkan gangguan dalam
beraktivitas sehari – hari. Gangguan ataupun penyakit muskuloskeletal itu dapat berdampak
atau bersifat lokal dan dapat juga bersifat sistemik atau menyebar ke organ lain. Salah satu
penyebab gangguan muskuloskeletal adalah adanya suatu infeksi. Salah satu penyakit infeksi
yang mengenai tulang adalah osteomielitis.1

Osteomielitis ini disebabkan karena bakteri. Osteomielitis ini dapat mengenai tulang – tulang
panjang, vertebra, tulang tengkorak, bahkan mandibula. Diagnosa osteomielitis ditentukan
berdasarkan gambaran klinis dari penyakit tersebut serta berdasarkan gambaran radiologi.
Oleh karena itu, osteomielitis perlu diwaspadai dan dikenali lebih lanjut.1

Anamnesis

Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara
melakukan serangkaian wawancara anamnesis dapat langsung dilakukan terhadap pasien
(auto-anamanesis) atau terhadap keluarganya atau pengantarnya (alo-anamnesis). Anamnesis
juga dapat membantu penenggakan diagnosis hingga 80%.1

2
Beberapa hal yang perlu ditanyakan saat anamnesis adalah:

• Dokter memperkenakan diri terlebih dahulu dan menyampaikan pagi/siang/malam


kepada pasien sembari menampilkan keramahan sikap dan wajah.

• Menanyakan identitas pasien

a. Menanyakan nama, tempat/tanggal lahir, jenis kelamin, umur, suku bangsa, alamat,
pendidikan, pekerjaan, status perkawinan.

• Menanyakan keluhan utama dan lamanya

Letak (dimana, lokalisata/generalisata), sejak kapan.

• Menanyakan Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)

a. Menanyakan karakter keluhan utama

Meliputi rasa nyeri yang dirasakan.

b. Perkembangan/perburukan keluhan utama

Meliputi obat-obatan yang telah diminum dan hasilnya.

c. Menanyakan keluhan penyerta

• Menanyakan Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)

a. Menanyakan apakah pasien sudah pernah mengalami gejala seperti yang pasien
keluhkan.

• Menanyakan Riwayat Pribadi

a. Menanyakan akitivitas sehari-hari, kebiasaan makan, kebiasaan minum obat.

• Menanyakan Riwayat Sosial1

Meliputi hubungan dengan keluarga dan lingkungan sekitar.

• Menanyakan lingkungan tempat tinggal, hygiene, sosial ekonomi, orang yang


mengurus.

• Menanyakan riwayat kesehatan keluarga dan riwayat penyakit menahun keluarga.

3
• Penulisan hasil serta diagnosa.1

Pada kasus, hasil anamnesis yang didapat yaitu pasien jatuh bertumpu pada lutut kanan
setelah main bola satu minggu yang lalu. Rasa nyeri yang dirasakan pasien bertambah buruk
dan tidak berkurang dengan dipijit. Tetapi pasien masih bisa berjalan dengan normal. Pasien
juga didapatkan mengalami sakit tenggorokan sejak 5 hari yang lalu.1

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik mempunyai nilai penting di dalam memperkuat penemuan-


penemuan yang berhasil kita dapatkan dari riwayat yang telah kita ambil dan menambah atau
mengurangi pilihan diagnosis yang dapat kita lakukan.2 Pada pemeriksaan fisik dilakukan
pemeriksaan pandang (inspeksi), pemeriksaan raba (palpasi), pemeriksaan ketok (pergerakan)
sebagai tindakan-tindakan dasar. Pada pemeriksaan fisik juga dilakukan pemeriksaan tanda-
tanda vital yaitu dengan menugukur suhu tubuh, denyut nadi, kecepatan pernapasan, dan
tekanan darah. Catat juga berat dan tinggi badan.2

Pada pemeriksaan fisik didapatkan bahwa pasien tampak sakit berat, tidak ada
deformitas dan warna kulit normal. Pasien sulit mengangkat tungkai kanannya dan suhu
tubuhnya 390C, tidak tampak deformitas dan kulitnya tampak normal.2

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dilakukan pemeriksaan laboratorium yaitu tes darah. Pada


fase akut ditemukan CRP yang meninggi, laju endap darah yang meninggi dan leukositosis.
Pemeriksaan radiologik, pada fase akut gambaran radiologik tidak menunjukan kelainan.
Pada fase kronik ditemukan suatu involukrum dan sekuester.3 Radiografi: Dalam
osteomielitis pada ekstremitas, foto radiografi polos dan scintigrafi tulang adalah alat
pemeriksaan utama. Bukti radiograf dari osteomielitis tidak akan muncul sampai kira-kira
dua minggu setelah onset dari infeksi. Dalam skenario diketahu pada pemeriksaan
laboratorium leukosit 15000 dan foto Rontsen AP Lateral tampak reaksi perios perpendicular
soft tissue swelling genu dextra.

Kuman biasanya bersarang dalam spongiosa metafisis dan membentuk pus


sehingga timbul abses. Pus menjalar ke arah diafisis dan korteks, mengangkat periost dan
kadang-kadang menembusnya. Pus meluas di daerah periost dan pada tempat-tempat tertentu
membentuk fokus sekunder. Nekrosis tulang yang timbul dapat luas dan terbentuk sekuester.

4
Periost yang terangkat oleh pus kemudian akan membentuk tulang di bawahnya, yang dikenal
sebagai reaksi periosteal. Juga di dalam tulang itu sendiri dibentuk tulang baru, baik pada
trabekula dan korteks, sehingga tulang terlihat lebih opak dan dikenal sebagai sklerosis.
Tulang yang dibentuk di bawah periost ini membentuk bungkus bagi tulang yang lama dan
disebut involukrum. Involukrum ini pada berbagai tempat terdapat lubang tempat pus keluar,
yang disebut kloaka. Seringkali reaksi periosteal yang terlihat lebih dahulu, baru kemudian
terlihat daerah-daerah yang berdensitas lebih rendah pada tulang yang menunjukkan adanya
dekstruksi tulang, dan disebut rarefikasi. Pada osteomielitis kronik tulang akan menjadi
tebal dan sklerotik dengan gambaran hilangnya batas antara korteks dan medula. Dalam
tulang yang terinfeksi akan terdapat sekuestra dan area destruksi. Kadang-kadang suatu
abses, dikenal dengan brodie’s abscess akan terlihat sebagai daerah lusen yang dikelilingi
area sklerotik.4

Gambar 1.4

Scintigrafi tulang

Untuk pencitraan nuclir, Technetium Tc-99m metilen difosfonat adalah agen pilihan
utama. Sensitivitas pemeriksaan ini terbatas pada minggu pertama dan sama sekali tidak
spesifik.

MRI (Magnetic resonance imaging)

Magnetic resonance imaging (MRI) sangat membantu dalam mendeteksi


osteomielitis. MRI lebih unggul jika dibandingkan dengan radiografi, CT scan dan
scintigrafi tulang MRI memiliki sensitifitas 90-100% dalam mendeteksi osteomielitis.
MRI juga memberikan gambaran resolusi ruang anatomi dari perluasan infeksi.4

5
Gambar 2.4

Ultrasonografi dan CT (computed tomographic) scan

Pemeriksaan ultrasonografi dan CT (computed tomographic) scan dapat membantu


menegakkan diagnosa osteomielitis. USG dapat menunjukkan perubahan sedini mungkin 1-2
hari setelah timbulnya gejala. USG dapat menunjukkan ketidakabnormalan termasuk abses
jaringan lunak atau penumpukan cairan (seperti abses) dan elevasi periosteal.

USG juga dapat digunakan untuk menuntun dalam melakukan aspirasi. Tapi, USG
tidak digunakan untuk mengevaluasi cortex tulang. CT scan dapat menggambarkan
kalsifikasi abnormal, osifikasi dan ketidaknormalan intrakortikal. CT scan mungkin dapat
membantu dalam mengevaluasi lesi pada tulang vetebra. CT scan juga lebih unggul dalam
area dengan anatomi yang kompleks, contohnya pelvis, sternum, dan calcaneus.4

Gambar 3.4

Diagnosis Pembanding

Arthritis supuratif akut merupakan penyakit yang serius yang dapat menyerang pada
persendian.1 Arthritis supuratif akut disebabkan oleh infeksi bakteri, dimana bakteri yang
paling sering menyababkannya adalah Staphylococcus aureus.1,2 Sumber infeksi pada arthritis
supuratif akut dapat melalui beberapa cara yakni melalui aliran darah, secara kontak

6
langsung, ataupun melalui infeksi pada jaringan muskuloskeletal sekitar sendiri. gambaran
klinisnya sendiri berupa demam, nyeri persendian, dan gambaran inflamasi pada umumnya.2

Tynosinovitis supuratif merupakan suatu peradangan yang melibatkan tendon dan


selubung tendon yang mengakibatkan pembengkakan dan rasa nyeri.3 Penyebab dari
pembengkakan ini adalah trauma, penggunaan yang berlebihan dari repetitive minor trauma,
strain, ataupun karena infeksi. Predileksi yang paling serang terserang adalah bagian jari.
Gambaran klinis yang muncul sendiri menunjukan kanavel four sign yakni jari dalam posisi
sedikit fleksi, bengkak, nyeri saat ekstensi, dan nyeri tekan.2,3

Necrotizing myositis merupakan suatu inflamasi miopati yang tidak diketahui


penyebabnya secara jelas.4 Secara klinis, pasien akan mengalami kelemahan otot, dan
nekrosis otot tanpa disertai peradangan yang berarti. Pada pemeriksaan laboratorium sendiri,
leukosit pasien akan meningkat, begitu halnya dengan nilai creatinin kinase yang biasanya
lebih dari 10 kali di atas batas normal. Dengan bantuan MRI, akan tampak gambaran difsue
atau edema pada otot.4,5 Necrotizing myositis ini dapat disebabkan karena autoimun yakni
anti SRP dan anti HMG CoA miopati.4 Namun, necrotizing myositis ini juga dapat terjadi
karena infeksi bakteri streptococcus.5

Perbandingan Diagnosis

Pada dasarnya hasil pemeriksaan darah dari penderita osteomielitis, arthritis supuratif
akut, tenosynovitis supuratif, dan necrotizing myositis hampir sama aja. Dimana di dapatkan
hasil leukositosis dan CRP serta LED yang meningkat juga. Hal tersebut disebabkan karena
adanya infeksi pada tubuh pasien. Namun pada pasien necrotizing myositis, akan
menunjukan keadaan leukosistosis dan peningkatan Creatinin kinase.4,5 Secara gambaran
klinis sendiri, osteomielitis, arthritis supuratif akut, dan tenosynovitis supuratif memiliki
gambaran yang hampir mirip. Dimana pada ketiga penyakit tersebut memberikan tampilan
inflamasi, yakni berwarna kemerahan, lebih panas, bengkak, rasa nyeri, dan gangguan fungsi
gerak.1,5 Namun, pada tynosivitis supuratif memiliki gambaran yang sedikit berbeda yakni
memiliki tanda – tanda yang dikenal dengan kanavel four sign, yakni jari bengkak, lebih
nyaman ketika flexi, perlunakan sepanjang tendo, dan nyeri saat ekstensi pasif. 2,3 Sedangkan
pada kasus, pasien tidak ada tanda – tanda bahwa pasien lebih nyaman ketika flexi ataupun
merasa nyeri saat ekstensi. Oleh karena itu, sebenarnya tynosinovitis berdasarkan gambaran
klinisnya, sudah dapat disingkirkan, tetapi untuk memastikannya dapat dilihat dari gambaran
radiologi atau hasil rontgen. Kemudian, untuk gambaran klinis dari necrotizing myositis

7
sendiri hanya menunjukan rasa kelemahan otot sehingga tidak dapat menggerakan bagian
tubuhnya.4 Bahkan tanda – tanda inflamasi pada pasien necrotizing myositis kerap tidak
berarti atau jarang terjadi. Kemudian dari hasil foto rontgen AP lateral, didapatkan dari
skenario bahwa ada gambaran reaksi periosteum berbentuk perpendicular dan soft swelling
tissue pada gennu dextra. Hal tersebut menyatakan bahwa terjadi gangguan atau infeksi pada
bagian tulang. Pada pasien osteomielitis pada hari pertama hingga ketiga dapat menunjukan
gambaran tulang yang normal, kemudian pada hari kedua hingga keenam akan menunjukkan
adanya reaksi periosteal. Kemudian hari keenam dan tujuh mulai ditemukan gambaran
osteopeni, destruksi korteks, reaksi periosteal, dan involucrum. 5 Dan pada hari kesepuluh
mulai tampak adanya squester. Osteomielitis itu menunjukkan adanya gambaran kerusakan
pada bagian tulang.5 Selain itu juga mungkin di dapatkan gambaran Brodie’s abcess.
Dibandingkan pada arthritis supuratif akut, hasilnya menunjukkan adanya periarticular soft
tissue swelling namun tidak menujukkan adanya gangguan atau kelainan dari tulang tersebut,
karena arthritis supuratif akut menyerang bagian sendi. Oleh karena itu arthritis supuratif akut
dapat disingkirkan. Sedangkan tenosynovitis supuratif akan memberikan gambaran
kalsifikasi dari satu atau beberapa membran sinovial. Dan apabila dengan bantuan USG
maupun MRI akan tampak adanya peningkatan kandungan fluida dalam selubung tendon dan
penebalan selubung tendon. Artinya tinosinovitis lebih menyerang pada selubung tendon,
sehingga diagnosis tynosinovitis supuratif dapat disingkirkan. Sedangkan pada pasien
necrotizing myositis, tidak tampak adanya gangguan pada tulang, melainkan tampak adanya
gambaran difus dan edem dari otot. Oleh karena itu, diagnosis necrotizing myositis dapat
disingkirkan.5

Working Diagnosis

Osteomielitis

Osteomielitis adalah infeksi pada tulang dan medula tulang, baik disebabkan karena
infeksi piogenik ataupun non piogenik.6 Osteomielitis juga dapat dikatakan sebagai proses
inflamasi yang menyertai proses destruksi tulang yang disebabkan oleh mikroorganisme yang
bersifat infeksius. Osteomielitis biasanya hanya menyerang pada satu buah tulang saja, tetapi
kadang – kadang dapat berupak multifakoal (beberapa tulang). Osteitis sendiri dapat
dikatakan sebagai infeksi yang hanya mempengaruhi korteks tulang. Sedangkan osteomielitis
berimplikasi bahwa ada keterlibatan korteks dan medula tulang.6

8
Osteomilitis menurut Lee dan Wladvogel diklasifikasikan berdasarkan durasi sakit
yakni akut atau kronik. Selain itu juga dikalsifikasikan menurut mekanisme infeksinya takni
infeksi hematogen atau infeksi sekunder. Osteomielitis sekunder itu sendiri dibagi lagi
tergantung pada ada tidaknya gangguan gangguan vaskular. Osteomielitis yang berhubungan
dengan gangguan vaskular biasanya tampak pada penderita diabetes melitus. Selain
klasifikasi dari Lee dan Waldvogel, ada klasifikasi lagi dari Cienry dan Mader yang
mengklasifikasikan osteomielitis kronik berdasarkan 4 tipe penyakit secara anatomi tulang
dan tiga kelompok fisiologis pasien (A,B,C).6Klasifikasi digunakan untuk menunjukkan
prognosistik dengan tatalaksana modern. Berdasarkan tipe anatomi ada stadium1 yakni
osteomielitis meduler, stadium 2 yakni osteomielitis superfisial, stadium 3 yakni osteomielitis
terlokalisasi, dan stadium 4 osteomielitis difus. Pada osteomielitis meduler, infeksi hanya
pada permukaan intrameduler tulang. Sedangkan pada osteomielitis superfisial, sudah
dianggap sebagai osteomielitis sejati akibat adanya fokus infeksi langsung pada tulang,
dimana tulang terpapar oleh jaringan lain yang terluka. Sedangkan osteomielitis terlokalisasi
ditandai dengan adanya sekuestrasi yang tebal di korteks yang dapat dibuang secara bedah
tanpa mengganggu stabilitas tulang. Dan osteomielitis difus memerlukan reseksi tulang untuk
menghentikan proses infeksinya dan dapat kehilangan stabilitas tulang sebelum maupun
sesuda debridement. Osteomielitis medular biasanya cukup diberikan antimikroba atau
antibiotik yang tepat dengan bakteri yang menginfeksi. Sedangkan osteomielitis superfisial,
terlokasir, dan difus memerlukan debridement yang agresif, terapi antimikroba, dan
rekonstruksi ortopedik. Sedangkan berdasarkan kelas fisiologi penjamu, dibagi menjadi 3
yakni kelas A, B, dan C.3 Kelas A menunjukkan penjamu yang normal. Kelas B
menunjukkan penjamu dengan gangguan sistemik atau lokal. Sedangkan Kelas C
menunjukkan penjamu yang mengalami morbiditas yang lebih besar apabila dilakukan
tatalaksana bila dibandingkan dengan yang disebabkan penyakitnya.6

Osteomielitis sendiri dibagi menjadi 2 jenis osteomielitis, yakni osteomielitis akut dan
osteomielitis kronis.6 Gejala osteomielitis akut dapat berupa nyeri tulang, demam, namun
belum disertai pembengkakan dan kemerahan pada daerah yang terinfeksi. Biasanya nyeri
tulang yang dirasakan pada kondisi ini cenderung parah. Selain gejala – gejala tersebut,
osteomielitis akut bisa ditandai dengan pembengkakan kelenjar getah bening di sekitar area
yang terinfeksi sehingga membatasi pergerakan tubuh.8 Osteomielitis akut kerap menimpa
tulang panjang di daerah kaki. Selain bagian tersebut, tulang punggung dan lengan juga
menjadi lokasi yang biasanya kena dampak. Sedangkan osteomielitis kronis merupakan

9
infeksi tulang yang berulang. Beberapa gejala yang dapat muncul pada penderita
osteomielitis kronis adalah nyeri tulang, pembengkakan di area yang terinfeksi, tubuh terasa
lelah tanpa alasan yang jelas, menggigil, dan mengeluarkan keringan berlebihan, perubahan
kulit, serta mengalirnya nanah dari saluran sinus dekat tulang yang terinfeksi.6

Gambaran Klinis Osteomielitis Akut

Pada awal penyakit, gejala sistemik seperti febris, anoreksia, dan malaise menonjol,
sedangkan gejala lokal seperti pembengkakan atau selulitis belum tampak.7 Nyeri spontan
lokal yang mungkin disertai nyeri tekan dan sedikit pembengkakan serta kesukaran gerak dari
ekstremitas yang terkena, merupakan gejala osteomielitis hematogen akut. 7 Pada anak – anak,
seringkali orang tua baru menyadari setelah anak tampak tidak mau menggunakan salah satu
anggota geraknya atau tidak mau disentuh. Mungkin saja sebelumnya didapatkan riwayat
infeksi seperti kaki yang terluka, nyeri tenggorokan, atau keluarnya cairan dari telinga.7

Pada bayi baru lahir, bayi tampak gelisah, dan irritable. Biasanya lebih sering terjadi
pada bayi dengan “risiko tinggi” seperti prematur, berat badan kurang, bayi riwayat
persalinan yang sulit atau pemasangan kateter arteri tali pusat. Pada orang dewasa, predileksi
tempat tersering adalah pada vertebra thorakolumbal. Dapat saja menyerang penderita dengan
riwayat masalah pada traktus urinarius. Nyeri lokal bukanlah gejala yang menonjol, dan
pemeriksaan x-ray baru akan berarti beberapa minggu kemudian. Tulang pada daerah lain
biasanya terlibat pada penderita Diabetes Mellitus, malnutrisi, ketergantungan obat, dan
imunodefisiensi.7

Epidemiologi Osteomielitis

Kejadian osteomielitis di negara berkembang tidak diketahui dengan pasti namun angka
kejadian osteomielitis yang disebarkan melalui hematogen menurun. Hampir separuh kasus
pada anak terjadi dibawah usia 5 tahun dan laki – laki dua kali lebih banyak dibandingkan
perempuan.8 Faktor resiko terjadinya osteomielitis pada fraktur terbuka dipengaruhi oleh
jenis fraktur, derajat kerusakan jaringan, derajat kontaminasi mikroba dan penggunaan
antibiotik. Insiden osteomielitis vertebra hematogenous adalah 0,5 – 2,4 / 100.000 penduduk
dan meningkat dengna bertambahnya usia.8

10
Etiologi Osteomielitis

Pada dasarnya semua jenis organisme termasuk virus, parasi, jamur , dan bakteri dapat
menyebabkan osteomielitis.8 Namun yang paling sering menyebabkan osteomielitis adalah
bakteri piogenik tertentu dan mikobakteri. Penyebab osteomielitis piogenik adalah kuman
Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Pesudomonas, dan Klebsiella.7 Namun yang paling
sering adalah Staphylococcus aureus. Pada periode neonatal sendiri, Haemophilus influenzae
dan kelompok B Streptococcus seringkali bersifat patogen juga.8

Patogenensis

Patogenesis dari osteomielitis disebabkan karena adanya infeksi dari fungi, virus,
ataupun bakteri.9 Bakteri tersebut bisa masuk dan menginfeksi kuman melalui berbagai cara.
Salah satu cara yang menyebabkan tulang terpapar atau terinfeksi bakteri adalah melalui
aliran darah. Bakteri atau kuman di bagian lain dari tubuh misalnya dari pneumonia, saluran
kemih, kulit, ataupun dari tenggorokan dapat masuk melalui aliran darah ke tempat yang
melemah di tulang. Pada anak – anak, osteomielitis paling umum terjadi di daerah yang lebih
lembut, yang disebut lempeng pertumbuhan, di kedua ujung tulang panjang pada lengan
maupun kaki. Selain melalui aliran darah, bakteri juga dapat sampai di tulang karena adanya
infeksi di dekat tulang tersebut.9 Artinya apabila suatu daerah terinfeksi oleh suatu kuman,
maka kuman tersebut dapat saja menginfeksi tulang disekitar daerah tersebut. Selain itu,
osteomielitis dapat terjadi melalui kontaminasi langsung dari tulang. Hal tersebut dapat
terjadi ketika terdapat fraktur terbuka sehingga terjadi kontak langsung tulang yang fraktur
dengan dunia luar sehingga dapat terjadi kontaminasi langsung. Atau misalnya terjadi
kontaminasi langsung selama operasi. Setelah kuman sampai di tempat predileksi utama
tersebut. Kemudian kuman akan melekat pada matriks ekstra sel (misalnya fibronectin,
fibrinogen, albumin, vitronectin, kolagen).9 Kemudian untuk menghindari kerja sistem imun
dari host, bakteri akan bertahan dalam osteoblast dan membentuk biofilm yang kaya
polisakarida. Hal tersebut bertujuan untuk melindungi bakteri dari antibiotik maupun
leukosit. Kemudian proses infeksi dan inflamasi berlangsung, nanah menyebar ke dalam
saluran pembuluh darah. Hal tersebut menyebabkan meningkatnya tekanan intraosseous dan
mempengaruhi aliran darah. Apabila tidak diobati dengan segera, akan terjadi nekrosis
iskemik tulang yang menghasilkan pemisahan fragmen devaskularisasi yang besar (squester).
Hingga akhirnya nanah tersebut sampai di bagian korteks akan menyebabkan terbentuknya

11
abses pada jaringan lunak dan peningkatan periosteum akan menumpuk tulang baru
(involucrum) di sekitar squester.9

Penatalaksanaan Osteomielitis Akut

Penatalaksanaan osteomielitis dapat diawali dengan mengatasi kegawatan terlebih


dahulu. Di mana hal tersebut meliputi airways, breathing, circulation.10 Pasien osteomielitis
akut dianjurkan untuk rawat inap dan bed rest total, serta diberikan obat penghilang rasa
nyeri. Selain itu, dilakukan imobilisasi pada tulang yang terkena dengan removable splint
atau traksi untuk mengurangi nyeri, mencegah penyebaran, dan mencegah kontraktur jaringan
lunak. Kemudian secara farmakologi, pasien osteomielitis dapat diberikan antibiotik yang
tepat.10 Oleh karena itu perlu dilakukan kultur untuk mengetahui bakteri atau kuman apa yang
menginfeksi. Sebelum hasil kultur atau biakan keluar, pasien dapat diberikan antibiotik
spektrum luas misalnya adalah ceftriaxone ataupun vancomycin. Atau dapat juga diberikan
antibiotik untuk membunuh Staphylococcus aures misalnya oxacillin,vancomycin, cefazolin.
Hal tersebut disebabkan karena Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang paling sering
menyebabkan osteomielitis. Sedangkan osteomielitis akut akibat mycobacterium
membutuhkan terapi multidrug yang sesuai target. Kemudian apabila ditemukannya adanya
sequester, abses, rasa sakit yang hebat, dan keganasan perlu adanya tindakan seperti drainase
dan debridement.10

Pencegahan

Cara terbaik mencegah osteomielitis adalah dengan menghindari faktor – faktor yang
dapat memicu seseorang terkena penyakit tersebut. Jika mengalami luka, bersihkan luka
tersebut dan tutup dengan perban steril. Jika mengalami luka yang cukup parah, perlu
ditangani dengan tenaga medis untuk mendapatkan penangan yang tepat. Kemudian
diperlukan sirlukasi dan peningkatan sistem kekebalan tubuh yang baik. Hal tersebut dapat
diperoleh dengan menerapkan pola hidup sehat dalam kehidupan sehari – hari. Misalnya
adalah membatasi makanan tinggi lemak, rutin olahraga, kontrol berat badan, hidari rokok
dan hindari konsumsi minuman beralkohol secara berlebih.10

12
Komplikasi

Komplikasi osteomielitis dapat terjadi akibat perkembangan infeksi yang tidak


terkendali dan pemberian antibiotik yang tidak dapat mengeradikasi bakteri penyebab, yang
perlu diperhaikan adalah diperlukan penanganan lebih cepat pada osteomielitis akut pada
anak tersebut , agar dapa mencegah kemungkina terjadinya osteomyelitis yang kronis .
Komplikasi osteomielitis dapat mencakup infeksi yang semakin memberat pada daerah tulang
yang terkena infeksi atau meluasnya infeksi dari fokus infeksi ke jaringan sekitar bahkan ke
aliran darah sistemik. Komplikasi yang dapat terjadi pada osteomielitis hematogen akut
adalah:10

• Septikemia : Dengan makin tersedianya obat-obatan antibiotik yang memadai,


kematian akibat septikemia pada saat ini jarang ditemukan.

• Infeksi yang bersifat metastatik : Infeksi dapat bermetastatik ke tulang/ sendi lainnya,
otak, dan paru-paru, dapat bersifat multifokal dan biasanya terjadi pada penderita dengan
status gizi yang jelek

• Artritis Supuratif : Artritis Supuratif dapat terjadai pada bayi muda karena lempeng
epifisis bayi (yang bertindak sebagai barier) belum berfungsi dengan baik.Komplikasi
terutama terjadi pada osteomielitis hematogen akut di daerah metafisis yang bersifat intra-
kapsuler (misalnya pada sendi panggul) atau melalui infeksi metastatic

• Gangguan Pertumbuhan : Osteomyelitis hematogen akut pada bayi dapat


menyebabkan kerusakan lempeng epifsisis yang menyebabkan gangguan pertumbuhan,
sehingga tulang yang terkena akan menjadi lebih pendek. Pada anak yang lebih besar akan
terjadi hiperemi pada daerah metafisis yang merupakan stimulasi bagi tulang untuk
bertumbuh. Pada keadaan ini tulang bertumbuh lebih cepat dan menyebabkan terjadinya
pemanjangan tulang

• Osteomielitis Kronik : Apabila diagnosis dan terapi yang tepat tidak dilakukan, maka
osteomielitis akut akan berlanjut menjadi osteomielitis kronik10

• Fraktur Patologis10

13
Prognosis

Prognosis dari osteomyelitis beragam tergantung dari berbagai macam faktor seperti
virulensi bakteri, imunitas host, dan penatalaksanaan yang diberikan kepada pasien. 10
Diagnosis yang dini dan penatalaksanaan yang agressif akan dapat memberikan prognosis
yang memuaskan dan sesuai dengan apa yang diharapkan meskipun pada infeksi yang berat
sekalipun. Sebaliknya, osteomyelitis yang ringan pun dapat berkembang menjadi infeksi yang
berat dan meluas jika telat dideteksi dan antibiotik yang diberikan tidak dapat membunuh
bakteri dan menjaga imunitas host. Pada keadaan tersebut maka prognosis osteomyelitis
menjadi buruk. Terapi yang inadekuat memungkinkan terjadinya infeksi relaps dan
progresivitas menuju infeksi kronik.10

Pencegahan

Cara terbaik mencegah osteomielitis adalah dengan menghindari faktor – faktor yang
dapat memicu seseorang terkena penyakit tersebut. Jika mengalami luka, bersihkan luka
tersebut dan tutup dengan perban steril. Jika mengalami luka yang cukup parah, perlu
ditangani dengan tenaga medis untuk mendapatkan penangan yang tepat. Kemudian
diperlukan sirlukasi dan peningkatan sistem kekebalan tubuh yang baik. 10 Hal tersebut dapat
diperoleh dengan menerapkan pola hidup sehat dalam kehidupan sehari – hari. Misalnya
adalah membatasi makanan tinggi lemak, rutin olahraga, kontrol berat badan, hidari rokok
dan hindari konsumsi minuman beralkohol secara berlebih.10

Kesimpulan

Ostemomielitis adalah suatu proses inflamasi akut maupun kronik pada tulang dan
struktur disekitarnya yang disebabkan oleh organisme pyogenik. Penyebab paling sering
adalah Staphylococcus aureus . Osteomyelitis pada anak bersifat akut biasanya dapat terjadi
dengan adanya riwayat trauma , dimana menyebabkan bakteri pathogen menyebar secara
hematogen di dalam darah dan dapat menyebabkan adanya tanda – tanda inflamasi .
penanganan yang tepat dan cepat dapat mencegah terjadinya osmyomielitis yang kronis.
Berdasarkan pembahasan diatas , maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis terbukti .

14
Daftar pustaka

1. Swartz MH. Buku ajar diagnostik fisik. Jakarta: EGC; 2009. h.466-8.

2. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, et al. Kapita selekta kedokteran. Jilid2. Ed 3


Jakarta: Fakultas Kedokteran UI; 2010.h.358-9.

3. Jong W, Sjamsuhidayat R. Infeksi Muskuloskeletal. Edisi II. Jakarta:


EGC;2015.h.903 – 10.2.

4. Delf MH, Maning RT. Major diagnosis fisik. Edisi ke-9. Jakarta: EGC; 2013. h. 32-3.

5. Carey WD, Abelson A, Gordon S, Hobbs R, Hoogwerf B, Kothari S, et al. Current


Clinical Medicine. Edisi 2. Philadelphia: Elsevier. h. 1348-9

6. Suratum, Heryati, Manurung S, Raenah E. Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal:


Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2014. h. 103-6.

7. Ronardy DH, editors. Buku Saku Diagnosis dan Terapi. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2009. h. 313-5.

8. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata MK, Setiyohadi B, Syam AF, editors.
Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 6. Jakarta: Interna Publishing;2014. h. 3235-51.

9. Tambayong J. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran


EGC;2008. h. 127-8.

10. Ronardy DH, editors. Buku Saku Diagnosis dan Terapi. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2015. h. 313-5.

15

Anda mungkin juga menyukai