Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

OSTEOMIELITIS

OLEH :

HANI PAHRINA

( NIM : 20201440120029 )

YAYASAN BANJAR INSAN PRESTASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INTAN MARTAPURA
PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2022/2023
A. DEFINISI
Osteomielitis adalah infeksi jaringan tulang yang mencakup sumsum
atau korteks tulang dapat berupa eksogen (infeksi masuk dari luar tubuh) atau
hemotogen (infeksi yang berasal dari dalam tubuh). Infeksi tulang lebih sulit
disembuhkan dari pada infeksi jaringan lunak karena terbatasnya asupan
darah, respons jaringan terhadap inflamasi, tingginya tekanan jaringan dan
pembentukan involukrum (pembentukan tulang baru di sekeliling jaringan
tulang mati).
Osteomielitis adalah infeksi involukrum (pembentukan tulang baru di
sekeliling jaringan tulang mati). Osteomielitis dapat menjadi masalah kronis
yang akan mempengaruhi kualitas hidup atau mengakibatkan kehilangan
ekstremitas (Smeltzer, Suzanne C, 2002).
Osteomielitis adalah infeksi akut tulang yang dapat terjadi karena
penyebaran infeksi dari darah (osteomielitis hematogen) atau yang lebih
sering, setelah kontaminasi fraktur terbuka atau reduksi ( osteomielitis
eksogen) (Corwin, 2001).

B. ETIOLOGI
Penyebab paling sering pada penyakit osteomielitis adalah
staphylococcus aerus (70% - 80%). Organisme penyebab yang lain adalah
salmonela streptococcus dan pneumococcus. Tulang yang biasanya
terlindung dengan baik dari infeksi, bisa mengalami infeksi melalui 3 cara,
yaitu :
1) Aliran darah
Aliran darah bisa membawa suatu infeksi dari bagian tubuh yang lain
ke tulang. Infeksi biasanya terjadi di ujung tulang tungkai dan lengan
(pada anak-anak) dan di tulang belakang (pada dewasa).
2) Penyebaran langsung
Organisme bisa memasuki tulang secara langsung melalui patah
tulang terbuka, selama pembedahan tulang atau dari benda yang
tercemar yang menembus tulang.
3) Infeksi dari jaringan lunak di dekatnya.
Infeksi pada jaringan lunak di sekitar tulang bisa menyebar ke tulang
setelah beberapa hari atau minggu. Infeksi jaringan lunak bisa timbul
di daerah yang mengalami kerusakan karena cedera, terapi penyinaran
atau kanker, atau ulkus di kulit yang disebabkan oleh jeleknya
pasokan darah atau diabetes (kencing manis). Suatu infeksi pada
sinus, rahang atau gigi, bisa menyebar ke tulang tengkorak.

C. PATOFISIOLOGI
Osteomielitis paling sering disebabkan oleh staphylococcus aureus.
Organisme penyebab yang lain yaitu streptococcus, dan pneumococcus.
Invasi organisme tersebut akan menimbulkan respons tubuh terhadap infeksi
sehingga terjadi peningkatan vaskularisas dan edema. Setelah 2 atau 3 hari,
trombosis pada pembuluh darah terjadi pada tempat tersebut, mengakibatkan
iskemia dengan nekrosis tulang dan dapat menyebar ke jaringan lunak atau
sendi di sekitarnya, kemudian akan terbentuk abses tulang. Abses tulang
dapat keluar secara spontan, namun harus dilakukan insisi dan drainase pada
daerah yang terkena infeksi tersebut. Adanya abses akan membentuk daerah
jaringan mati pada dinding abses yang di sebut jaringan tulang mati
(sequestrum). Sequestrum tidak mudah mencair dan mengalir keluar sehingga
rongga tidak dapat mengempis dan menyembuh, seperti yang terjadi pada
jaringan lunak. Kondisi ini dinamakan osteomielitis.
Patologi yang terjadi pada ostemielitis hematogen akut tergantung pada usia,
daya tahan tubuh klien, lokasi infeksi, dan virulensi kuman. Infeksi terjadi
melalui saluran darah dari fokus ditempat lain dalam tubuh pada fase
bakteremia dan dapat menimbulkan septikimia. Embulus infeksi kemudian
masuk ke dalam juksta empifisis pada daerah metafisis tulang panjang. Proses
selanjutnya adalah tejadi hyperemia dan edema di daerah metafisis di sertai
dengan pembentukan pus. Terbentuknya pus ketika jaringan tulang tidak
dapat bersekpensi, menyebabkan tekanan dalam tulang meningkat.
Peningkatan tekanan dalam tulang menyebabkan terjadinya sirkulasi dan
timbul trombosis pada pembuluh darah tulang dan akhirnya menyebabkan
nekrosis tulang.
D. PATHWAY
E. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis osteomielitis berkembang secara progenesis
penyakit, antara lain yaitu :
1. Osteomyelitis akut berkembang secara progresif.
Pada keadaan ini, mungkin dapat ditemukan adanya infeksi bakteri
pada kulit dan saluran nafas atas. Gejala lain dapat berupa nyeri
konstan pada daerah infeksi atau nyeri tekan dan terdapat gangguan
fungsi anggota gerak yang bersangkutan. Gejala umum timbul akibat
bakteremia dan septikemia yang berupa panas tinggi, malaise, serta
nafsu makan berkurang. Pada orang dewasa, lokasi infeksi biasanya
pada daerah torako lumbal yang terjadi akibat torako sintesis atau
prosedur urologis dan dapat ditemukan adanya riwayat diabetes
mellitus, malnutrisi, adiksi obat-obatan atau pengobatan dengan
imunosupresif. Oleh karena itu, riwayat tentang hal tersebut perlu
ditanyakan.
2. Osteomielitis hematogen subakut.
Gambaran klinis yang dapat ditemukan adalah atrofi otot, nyeri lokal,
sedikit pembengkakan, dan dapat pula lansia menjadi pincang.
Terdapat nyeri pada area sekitar sendi selama beberapa minggu atau
mungkin berbulan-bulan. Suhu tubuh lansia biasanya normal. Pada
pemerikasaan laboratorium, leukosit umumnya normal, tetapi laju
endap darah meningkat. Pada foto rontgen, biasanya ditemukan
kavitas berdiameter 1-2 cm terutama pada aderah metafisis dari tibia
dan femur atau kadang- kadang pada daerah diafisis tulang panjang.
3. Osteomielitis kronis
Lansia sering mengeluhkan adanya cairan yang keluar dari luka sinus
setelah operasi, yang bersifat menahun. Kelainan kadang-kadang
disertai demam dan nyeri local yang hilang timbul di daerah anggota
gerak tertentu. Pada pemeriksaan fisik, ditemukan adanya sinus, fistel,
atau sikatriks bekas operasi dengan nyeri tekan. Mungkin dapat
ditemukan sekuestrum yang menonjol keluar melalui kulit. Biasanya
terdapat riwayat fraktur terbuka atau osteomielitis pada lansia.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dapat membantu dalam penegakan
diagnosis natara lain yaitu :
 Scan tulang dengan menggunakan nukleotida berlabel radioaktif
dapat memperlihatkan perasangan di tulang (MRI)
 Analisis darah dapat memperlihatkan peningkatan hitung darah
lengkap dan laju endap darah yang mengisyaratkan adanya infeksi
yang sedang berlangsung. Neutrofil meningkat (N: 2,2 - 7,5 109/L).
LED meningkat(N: 1-10 mm/jam)
 Aspirasi, untuk memperoleh pus dari subkutis, subperiost atau fokus
radang di metafisis
 Complement Reactive Protein (CRP) meningkat (N:<5 mg/L). CRP
dan LED yang tinggi sering dijumpai pada awal infeksi.

G. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
 Anamnesis
a. Identitas
Nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa yang digunakan,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah,
nomer register, tanggal masuk rumah sakit, dan agnosis medis.
b. Keluhan Utama
Pada umumnya, keluhan utama pada kasus osteomielitis adalah nyeri
hebat. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang nyeri
klien, maka dapat menggunakan metode PQRST :
Provoking Incident : Hal yang menjadi factor presipitasi nyeri
adalah proses supurasi pada bagian tulang. Trauma, hermatoma
akibat trauma pada daerah metafisis, merupakan salah satu factor
predis posisi terjadinya osteomielitis hematogen akut
Quality of pain : rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
bersifat menusuk.
Region, Radiation, Relief : Nyeri dapat reda dengan imobilisasi
atau istirahat, nyeri tidak menjalar atau menyebar
Severity (Scale)of Pain : Nyeri yang dirasakan klien secara subjek
antara 2-3 pada rentang skala pengukuran 0-4.
Time : Berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah
bentuk pada malam hari atau siang hari.
c. Riwayat penyakit sekarang
Kaji adanya riwayat trauma faktur terbuka (kerusakan pembuluh
darah, edema, hematoma, dan hubungan fraktur dengan dunia luar
sehingga pada fraktur terbuka umumnya terjadi infeksi), riwayat
operasi tulang dengan pemasangan fiksasi internal dan fiksasi
eksternal (invasi bakteri disebabkan oleh lingkungan bedah) dan pada
osteomielitis kronis penting ditanyakan apakah pernah mengalami
osteomielitis akut yang tidak diberi perawatan adekuat sehingga
memungkinkan terjadinya proses supurasi di tulang.
d. Riwayat penyakit dahulu
Ada riwayat infeksi tulang, biasanya pada daerah vertebra torako-
lumbal yang terjadi akibat torakosentesis atau prosedur urologis.
Dapat ditemukan adanya riwayat diabetes mellitus, malnutrisi, adiksi
obatobatan, pengobatan dengan imunosupresif.
e. Riwayat psikososial spiritual
Perawat mengkaji respons emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya dan peran klien dalam keluarganya serta masyarakat,
respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam
keluarga maupun dalam masyarakat. Pada kasus osteomielitis akan
timbul ketakutan terjadi kecacatan dank lien harus menjalani
penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan tulang.
Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti
penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu mtabolisme
kalsium, konsumsi alcohol yang dapat mengganggu keseimbangan,
dan apakah klien melakukan olahraga. Klien akan kehilangan peran
dalam keluarga dan dalam masyarakat karena klien menjalani rawat
inap. Dampak yang timbul pada klien ostiomielitis yaitu timbul
ketakutan akan kecacatan akibat prognosis penyakitnya, rasa cemas,
rasa tidak mampu melaksanakan aktifitas secara optimal, dan
pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra diri)
 Pemeriksaan fisik
a. Tingkat kesadaran (apatis, sopor, koma, gelisah, kompos mentis yang
bergantung pada keadaan klien).
b. Kesakitan atau keadaan penyakit (akut, kronis, ringan, sedang, dan
pada kasus osteomielitis biasanya akut).
c. Tanda-tanda vital tidak normal terutama pada osteomielitis dengan
komplikasi septikimia.
 Sistem Tubuh
a. B1 (Breathing).
Pada inspeksi, didapat bahwa klien osteomielitis tidak mengalami
kelainan pernapasan. Pada palpasi toraks, ditemukan taktil fremitus
seimbang kanan dan kiri. Pada auskultasi, tidak didapat suara napas
tambahan.
b. B2 (Blood).
Pada inspeksi, tidak tampak iktus jantung. Palpasi menunjukan nadi
meningkat, iktus tidak teraba. Pada auskultasi, didapatkan S1 dan S2
tunggal, tidak ada mundur.
c. B3 (Brain).
Tingkat kesadaran biasanya kompos mentis.
 Pemeriksaan saraf cranial :
a. Saraf I. Biasanya tidak ada kelainan fungsi penciuman.
b. Saraf II. Tes ketajaman penglihatan normal.
c. Saraf III,IV,dan VI. Biasanya tidak ada gangguan mengangkat kelopak
mata, pupil isokor.
d. Saraf V. Klien osteomielitis tidak mengalami paralisis pada otot wajah
dan reflex kornea tidak ada kelainan.
e. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal dan wajah simetris.
f. Saraf VIII. Tidak ditemukan tuli konduktif dan tuli persepsi.
g. Saraf IX dan X. Kemampuan menelan baik.
h. Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
i. Saraf XII. Lidah simetris, tidak da deviasi pada satu sisi dan tidak ada
fasikulasi. Indra pengecapan normal.
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan mobilitas fisik b/d proses penyakit
2. Gangguan rasa aman nyaman : nyeri
3. Kerusakan intergritas jaringan
4. Resiko infeksi
5. Defisit pengetahuan

I. INTERVENSI KEPERAWATAN
Intervensi keperawatan adalah panduan untuk perilaku spesifik yang
diharapkan dari klien, dan atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat.
Intervensi dilakukan untuk membantuk klien mencapai hasil yang diharapkan
(Deswani, 2009).
1. Gangguan mobilitas fisik b/d dengan proses penyakit ( SDKI.D.0054 )
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan mobilitas
meningkat.
Dukungan mobilisasi
 Observasi
• Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya.
• Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan.
• Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai
mobilisasi.
• Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi.
 Terapeutik
• Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu.
• Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu.
• Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan
pergerakan.
 Edukasi
• Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi.
• Anjurkan melakukan mobilisasi dini.
• Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan (mis. Duduk
di tempat tidur).
J. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi merupakan tahap proses keperawatan dimana perawat
memberikan intervensi keperawatan langsung dan tidak langsung terhadap
pasien. Implementasi keperawatan adalah segala sesuatu yang direncankan
sudah terlaksana sesuai dengan intervensi keperawatan.
1. Gangguan mobilitas fisik b/d dengan proses penyakit ( SDKI.D.0054 )
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan mobilitas
meningkat.
Dukungan mobilisasi
 Observasi
• Mengidentifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya.
• Mengidentifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan.
• Memonitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai
mobilisasi.
• Memonitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi.
 Terapeutik
• Memfasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu.
• Memfasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu.
• Melibatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan
pergerakan.
 Edukasi
• Menjelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi.
• Menganjurkan melakukan mobilisasi dini.
• Mengajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan (mis. Duduk
di tempat tidur).

K. EVALUASI KEPERAWATAN
Tahap evaluasi adalah perbandingan hasil-hasil yang diamati dengan
kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Kemampuan yang harus
dimiliki perawat pada tahap ini adalah memahami respon terhadap intervensi
keperawatan. Kemampuan mengembalikan kesimpulan tentang tujuan yang
dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan tindakan-tindakan
keperawatan pada kriteria hasil. Pada tahap evaluasi ini terdiri 2 kegiatan
yaitu :
1. Evaluasi formasi menyatakan evaluasi yang dilakukan pada saat
memberikan intervensi dengan respon segera.
2. Evaluasi sumatif merupakan rekapitulasi dari hasil observasi dan analisis
status klien pada waktu tertentu berdasarkan tujuan yang direncanakan
pada tahap perencanaan. Disamping itu, evaluasi juga sebagai alat ukur
suatu tujuan yang mempunyai kriteria tettentu yang membuktikan apakah
tujuan tercapai, tidak tercapai atau tercapai sebagian.
• Tujuan Tercapai
Tujuan dikatakan teracapai bila klien telah menunjukkan perubahan
kemajuan yang sesuai dengan keiteria yang telah ditetapkan.
• Tujuan tercapai sebagian
Tujuan ini dikatakan tercapai sebagian apabila tujuan tidak tercapai
secara keseluruhan sehingga masih perlu dicari berbagai.
• Tujuan tidak tercapai
• Dikatakan tidak tercapai apabila tidak menunjukkan adanya
perubahan kearah kemajuan sebagaimana kriteria yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA

Deswani. 2009 Intervensi keperawatan

Joane. 2004. Nursing Intervention Classification. Mosby : USA

Joane. 2004. Nursing Outcomes Classification. Mosby : USA

Kurniawan, K. E. dan Paramita, P. R. W. 2012. Osteomielitis. Bali :

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bina Usada Bali

Nurarif, A.H. & Kusuma, H.K. 2013. Aplikasi Asuhan Kepreawatan

Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta : Mediaction Publishing

Price,S.A. & Wilson, L.M. 2005. Patofisiologi:

Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC

Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah

Brunner & Suddarth. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai