Anda di halaman 1dari 13

OSTEOMIELITIS

A. Pengertian

Osteomielitis adalah infeksi pada jaringan tulang tulang dan dapat bersifat akut maupun kronis
(Price, 2002).

Osteomielitis merupakan infeksi pada tulang yang lebih sulit disembuhkan daripada infeksi pada
jaringan lunak karena terbatasnya asupan darah, respon jaringan terhadap infeksi, tingginya
tekanan jaringan dan pembekuan involukrum (pembentukan tulang baru di sekeliling jaringan
tulang mati) (Smeltzer, 2002)

Osteomielitis adalah infeksi tulang panjang yang disebabkan oleh infeksi lokal akut atau trauma
tulang, biasanya disebabkan oleh E. Coli, Stapilococcus Aurius atau Streptococcus Pyogenes.
(Tucker, 1998)

Osteomielitis adalah infeksi akut tulang yang dapat terjadi karena penyebaran infeksi dari darah.
(Corwin, 1996)

Osteomielitis adalah infeksi tulang yang biasanya disebabkan oleh bakteri, tetapi kadang-kadang
disebabkan oleh jamur. (http://www.eMedicine.com/osteomielitis.html)

Berdasarkan dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa osteomielitis adalah
infeksi pada jaringan tulang yang sulit disembuhkan, disebabkan oleh bakteri atau jamur dan
bersifat akut ataupun kronis.
Gambar 1. Perbandingan antara tulang sehat
dan tulang yang terinfeksi

B. Etiologi

Infeksi bisa disebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui darah) dari fokus infeksi di tempat
lain (mis. Tonsil yang terinfeksi, lepuh, gigi terinfeksi, infeksi saluran nafas atas). Osteomielitis
akibat penyebaran hematogen biasanya terjadi ditempat di mana terdapat trauma dimana terdapat
resistensi rendah kemungkinan akibat trauma subklinis (tak jelas).

Osteomielitis dapat berhubungan dengan penyebaran infeksi jaringan lunak (mis. Ulkus
dekubitus yang terinfeksi atau ulkus vaskuler) atau kontaminasi langsung tulang (mis, fraktur
ulkus vaskuler) atau kontaminasi langsung tulang (mis. Fraktur terbuka, cedera traumatik seperti
luka tembak, pembedahan tulang.

Pasien yang beresiko tinggi mengalami osteomielitis adalah mereka yang nutrisinya buruk,
lansia, kegemukan atau penderita diabetes. Selain itu, pasien yang menderita artritis reumatoid,
telah di rawat lama dirumah sakit, mendapat terapi kortikosteroid jangka panjang, menjalani
pembedahan sendi sebelum operasi sekarang atau sedang mengalami sepsis rentan, begitu pula
yang menjalani pembedahan ortopedi lama, mengalami infeksi luka mengeluarkan pus,
mengalami nekrosis insisi marginal atau dehisensi luka, atau memerlukan evakuasi hematoma
pascaoperasi.
C. Klasifikasi

Menurut kejadiannya osteomyelitis ada 2 yaitu:

1. Osteomyelitis Primer à Kuman-kuman mencapai tulang secara langsung melalui luka.

2. Osteomyelitis Sekunder à Adalah kuman-kuman mencapai tulang melalui aliran darah dari
suatu focus primer ditempat lain (misalnya infeksi saluran nafas, genitourinaria furunkel).

Sedangkan osteomyelitis menurut perlangsungannya dibedakan atas :

1. Steomyelitis akut

1) Nyeri daerah lesi

2) Demam, menggigil, malaise, pembesaran kelenjar limfe regional

3) Sering ada riwayat infeksi sebelumnya atau ada luka

4) Pembengkakan lokal

5) Kemerahan

6) Suhu raba hangat

7) Gangguan fungsi

8) Lab = anemia, leukositosis

2. Osteomyelitis kronis

1) Ada luka, bernanah, berbau busuk, nyeri

2) Gejala-gejala umum tidak ada

3) Gangguan fungsi kadang-kadang kontraktur


4) Lab = LED meningkat

Osteomyelitis menurut penyebabnya adalah osteomyelitis biogenik yang paling sering :

1) Staphylococcus (orang dewasa)

2) Streplococcus (anak-anak)

3) Pneumococcus dan Gonococcus

D. Insiden

Osteomyelitis ini cenderung terjadi pada anak dan remaja namun demikian seluruh usia bisa
saja beresiko untuk terjadinya osteomyelitis pada umumnya kasus ini banyak terjadi laki-laki
dengan perbandingan 2 : 1.

E. Patofisiologi

Menurut Rasjad (1998), Smeltzer (2002) dan Tucker (1998) osteomielitis biasanya
disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan mikrorganisme lainnya. Pada anak-anak infeksi tulang
seringkali timbul karena adanya penyebaran infeksi dari tempat lain seperti faringitis, otitis
media dan impetigo. Bakterinya (Stapilococcus Aureus, Hemofilus Influenza) berpindah melalui
aliran darah menuju metafisis tulang didekat lempeng pertumbuhan dimana darah mengalir ke
dalam sinusoid. Akibat proses perkembangbiakan bakteri dan nekrosis jaringan, maka tempat
peradangan yang terbatas ini akan terasa nyeri dan nyeri tekan.

Pada orang dewasa, osteomielitis juga dapat diawali oleh bakteri dalam aliran darah,
namun biasanya akibat kontaminasi jaringan saat cedera atau operasi. Awitan osteomielitis
setelah pembedahan orthopedi dapat terjadi selama 3 bulan (akut fulminan ; stadium I) dan
sering berhubungan dengan penumpukan hematoma atau infeksi superfisial. Infeksi awitan
lambat (stadium 2) terjadi selama 4 sampai 24 bulan setelah pembedahan. Osteomielitis awitan
lama (Stadium 3) biasanya akibat penyebaran hematogen dan terjadi 2 tahun atau lebih setelah
pembedahan. Osteomielitis dapat juga terjadi akibat isufisiensi vaskuler seperti diabetes melitus,
aterosklerosis, alat fiksasi yang terpasang, obesitas, lansia dan status nutrisi yang buruk.
Jika infeksi dibawa oleh darah biasanya awitannya mendadak dan akan menimbulkan
gejala seperti menggigil, demam tinggi, denyut nadi cepat, malaise dan keengganan
menggerakkan anggota badan yang sakit. Setelah infeksi menyebar dari rongga sumsum ke
korteks tulang, akan mengenai periosteum dan jaringan lunak, dengan bagian yang terinfeksi
menjadi nyeri, bengkak dan nyeri tekan. Bila osteomielitis terjadi akibat kontaminasi langsung,
selain gejala diatas biasanya disertai tanda-tanda cedera dan pembesaran kelenjar getah bening
regional.

Apabila kondisi ini berlangsung terus menerus dapat mengakibatkan septikemia, infeksi
yang bersifat metastatik, Artritis supuratif, kontraktur sendi, osteomielitis kronis serta perubahan
menjadi ganas pada jaringan epidermis (karsinoma epidermoid, ulkus marjolin).

F. Manifestasi Klinis

Jika infeksi dibawah oleh darah, biasanya awitannya mendadak, sering terjadi dengan
manifestasi klinis septikemia (mis. Menggigil, demam tinggi, denyut nadi cepat dan malaise
umum). Gejala sismetik pada awalnya dapat menutupi gejala lokal secara lengkap. Setelah
infeksi menyebar dari rongga sumsum ke korteks tulang, akan mengenai periosteum dan jaringan
lunak, dengan bagian yang terinfeksi menjadi nyeri, bengkak dan sangat nyeri tekan. Pasien
menggambarkan nyeri konstan berdenyut yang semakin memberat dengan gerakan dan
berhubungan dengan tekanan pus yang terkumpul.

Bila osteomielitis terjadi akibat penyebaran dari infeksi di sekitarnya atau kontaminasi
langsung, tidak akan ada gejala septikemia. Daerah infeksi membengkak, hangat, nyeri dan nyeri
tekan.

Pasien dengan osteomielitis kronik ditandai dengan pus yang selalu mengalir keluar dari
sinus atau mengalami periode berulang nyeri, inflamasi, pembengkakan dan pengeluaran pus.
Infeksi derajat rendah dapat menjadi pada jaringan parut akibat kurangnya asupan darah.

G. Evaluasi Diagnostik
Pada osteomielitis akut, pemeriksaan sinar – x awal hanya menunjukkan pembengkakan
jaringan lunak. Pada sekitar 2 minggu terdapat daerah dekalsifikasi ireguler, nekrosis tulang
baru. Pemindaian tulang dan MRI dapat membantu diagnosis definitif awal. Pemeriksaan darah
memperlihatkan peningkatan leukosit dan peningkatan laju endap darah. Kultur darah dan kultur
abses diperlukan untuk menentukan jenis antibiotika yang sesuai.

Pada osteomielitis kronik, besar, kavitas iregular, peningkatan periosteum, sequestra atau
pembentukan tulang padat terlihat pada sinar – x. pemindaian tulang dapat dilakukan untuk
mengidentifikasi area infeksi. Laju sedimentasi dan jumlah sel darah putih biasanya normal.
Anemia, dikaitkan dengan infeksi kronik. Abses ini dibiakkan untuk menentukan organisme
infektif dan terapi antibiotik yang tepat.

H. Pencegahan

Sasaran utamanya adalah Pencegahan osteomielitis. Penanganan infeksi lokal dapat


menurunkan angka penyebaran hematogen. Penanganan infeksi jaringan lunak pada mengontrol
erosi tulang. Pemilihan pasien dengan teliti dan perhatian terhadap lingkungan operasi dan teknik
pembedahan dapat menurunkan insiden osteomielitis pascaoperasi.

Antibiotika profilaksis, diberikan untuk mencapai kadar jaringan yang memadai saat
pembedahan dan selama 24 jam sampai 48 jam setelah operasi akan sangat membantu. Teknik
perawatan luka pascaoperasi aseptik akan menurunkan insiden infeksi superfisial dan potensial
terjadinya osteomielitis.

I. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada klien dengan osteomielitis terdiri dari penatalaksanaan medis dan
penatalaksanaan keperawatan.

1. Penatalaksanaan medis

Penatalaksanaan medis osteomielitis menurut Rasjad (1998) dan Tucker (1998) adalah sebagai
berikut :
a. Pemberian antibiotik yang bertujuan untuk : mencegah terjadinya penyebaran infeksi pada
tulang yang sehat dan mengontrol ekserbasi akut.

b. Tindakan operatif dilakukan bila fase ekserbasi akut telah reda setelah pemberian antibiotik
yang adekuat. Operasi yang dilakukan bertujuan untuk : mengeluarkan seluruh jaringan nekrotik,
baik jaringan lunak maupun jaringan tulang (sekuestrum) sampai ke jaringan sehat lainnya, yang
selanjutnya dilakukan drainase dan irigasi secara kontinue selama beberapa hari, (adakalanya
diperlukan penanaman rantai antibiotik di dalam bagian tulang yang terinfeksi) dan sebagai
dekompresi pada tulang dan memudahkan antibiotik mencapai sasaran serta mencegah
penyebaran osteomielitis lebih lanjut.

c. Pemberian cairan parenteral / intravena dan kalau perlu tranfusi darah.

d. Pengaturan diet dan aktivitas.

2. Penatalaksanaan keperawatan

Menurut Smeltzer (2002) dan Tucker (1998) penatalaksanaan keperawatan pada osteomielitis
adalah sebagai berikut :

a. Daerah yang terkena harus dimobilisasi untuk mengurangi ketidaknyamanan dan


mencegah terjadinya fraktur.

b. Dapat dilakukan rendaman salin selama beberapa kali selama 20 menit perhari untuk
meningkatkan aliran darah.

c. Kompres : hangat, atau selang seling hangat dan dingin.


PROSES KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Pengkajian pada klien osteomielitis menurut Smeltzer (2002), Rasjad


(1998) dan Tucker (1998) meliputi :

1. Kaji terhadap faktor-faktor risiko (misalnya usia lanjut, diabetes, status nutrisi yang buruk)
dan cedera sebelumnya, infeksi atau bedah ortopedik.

2. Amati terhadap gerakan yang tampak sangat hati-hati dari area yang terinfeksi dan
kelelahan umum akibat infeksi sistemik.

3. Amati terhadap pembengkakan pada area yang sakit, drainase purulen dan peningkatan
suhu tubuh.

4. Perhatikan bahwa pasien dengan osteomielitis kronis mungkin hanya mengalami kenaikan
suhu minimal, terjadi pada siang atau sore hari.

5. Pada pemeriksaan fisik biasanya didapati : peningkatan suhu tubuh yang cepat, menggigil,
diaporesis, spasme otot di sekitar sendi yang sakit, tachikardi, sakit kepala, gelisah, mudah
tersinggung, kelemahan, nyeri dan pembengkakan pada sendi yang terkena meningkat dengan
adanya gerakan.

6. Pemeriksaan diagnostik

a. Scan tulang dengan menggunakan nukleotida berlabel radioaktif dapat memperlihatkan


peradangan di tulang.

b. Pemeriksaan darah

1) Sel darah putih meningkat sampai 30.000 /ul disertai peningkatan laju endap darah.

2) Pemeriksaan titer antibodi – anti stapilococcus.


3) Pemeriksaan kultur darah dan pus kultur untuk menentukan jenis bakteri (50%
positif) dan diikuti dengan uji sensitifitas untuk menentukan jenis antibiotik yang sesuai, juga
harus diperiksa adanya penyakit anemia sel sabit.

c. Pemeriksaan feses : dilakukan apabila terdapat kecurigaan infeksi yang disebabkan oleh
bakteri salmonella dan E. Coli.

d. Pemeriksaan biopsi : dilakukan ditempat yang dicurigai.

e. Pemeriksaan ultrasound : memperlihatkan adanya efussi pada sendi.

f. Pemeriksaan radiologis : pemeriksaan foto polos dalam sepuluh hari pertama tidak
ditemukan kelainan radiologik yang berarti dan mungkin hanya ditemukan pembengkakan
jaringan lunak. Gambaran destruksi tulang dapat terlihat setelah sepuluh hari (2 minggu) berupa
refraksi tulang yang bersifat difus pada daerah metafisis dan pembentukan tulang baru di bawah
periosteum yang terangkat.

B. Diagnosa keperawatan

Setelah data dikumpulkan dilanjutkan dengan analisa data untuk menentukan diagnosa
keperawatan. Menurut Tucker (1998) dan Smeltzer (2002), diagnosa keperawatan pada klien
dengan osteomielitis adalah sebagai berikut :

1. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan nyeri dan bengkak sendi.

2. Potensial terhadap infeksi yang berhubungan dengan kemajuan invasi bakteri.

3. Nyeri berhubungan dengan inflamasi, insisi dan drainase.

4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penatalaksanaan di


rumah.
C. Perencanaan

Setelah diagnosa keperawatan ditemukan, dilanjutkan dengan menyusun perencanaan untuk


masing-masing diagnosa yang meliputi prioritas diagnosa keperawatan, penetapan tujuan dan
kriteria evaluasi menurut Tucker (1998) dan Smeltzer (2002) sebagai berikut :

1. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan nyeri dan bengkak sendi.

Tujuan : Mobilitas fisik membaik

Kriteria hasil : a). Penggunaan mobilitas dan persendian membaik. b). Keikutsertaan dalam
perawatan diri sendiri meningkat. c). Edema berkurang.

Perencanaan : a). Pertahankan tirah baring : tangani ekstremitas yang sakit dengan lembut. b).
Imobilisasi sendi / ekstremitas menggunakan gips ; tinggikan untuk mengurangi edema. c).
Bantu dan ajarkan latihan ROM pasif atau aktif pada ekstremitas yang sakit setiap 4 jam dan
nafas dalam setiap ½ jam. d). Libatkan dalam pembuatan rencana perawatan dan berikan
dorongan untuk melakukan perawatan diri. e). Tingkatkan sosialisasi. f). Pantau
terhadap tanda trombosis vena, tanda Homan’s dan edema. g). Lakukan perawatan kulit. h).
Berikan lingkungan yang nyaman. i). Berikan dorongan dan dukungan untuk setiap pencapaian
yang dilakukan pasien.

2. Potensial terhadap infeksi yang berhubungan dengan kemajuan invasi bakteri.

Tujuan : Infeksi tidak terjadi

Kriteria hasil : a). Menunjukkan tanda-tanda vital yang stabil. b). Luka insisi sembuh tanpa
menunjukkan adanya bukti-bukti terjadinya infeksi.

Perencanaan : a). Lakukan pemeriksaan kultur darah dan pus kultur serta pantau hasilnya. b).
Pertahankan cairan parenteral dengn antibiotik. c). Pantau tanda-tanda vital setiap 4 jam. d).
Pasang kompres hangat dan basah bergantian e). Kolaborasi untuk eksisi dan drainase bila
terdapat lesi terinfeksi. f). Pantau haluaran dan masukan. g). Pantau insisi terhadap
perdarahan. h). Ganti balutan ; pertahankan tekhnik aseptik. i). Berikan diet tinggi protein tinggi
kalori sesuai toleransi.

3. Nyeri berhubungan dengan inflamasi, insisi dan drainase.

Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang.

Kriteria hasil : a). Melaporkan bahwa tingkat nyerinya dapat ditoleransi. b). Waktu istirahat dan
aktifitas seimbang. c). Menunjukkan lebih nyaman dan rileks.

Perencanaan : a). Kaji lokasi, intensitas dan tipe nyeri. b). Berikan analgesik sesuai indikasi ;
kaji efektifitas tindakan penurun rasa nyeri. c). Bantu pasien dalam mengganti posisi dengan
sering ; berikan penyangga pada bagian ekstremitas yang terkena ; lakukan gosok punggung. d).
Berikan aktifitas hiburan. e). Diskusikan dan tingkatkan tindakan penurun rasa nyeri alternatif.

4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penatalaksanaan di


rumah.

Tujuan : Pengetahuan meningkat

Kriteria hasil : a). Memperlihatkan kemampuan untuk melakukan perawatan luka. b).
Mengungkapkan pengertian mengenai proses penyakit, kemungkinan komplikasi dan program
rehabilitasi. c). Mengekspresikan pengertian tentang jadwal pengobatan.

Perencanaan : a). Berikan dan bicarakan informasi tentang program rehabilitasi yang disarankan
: instruksi terapi fisik dan perawatan di rumah. b). Peragakan perawatan luka insisi dan tekankan
pentingnya tekhnik aseptik dan mandi pancuran sehari-hari. c). Berikan informasi tentang
proses penyakit dan komplikasi. d). Diskusikan tentang tanda dan gejala untuk dilaporkan pada
dokter : nyeri tekan, nyeri, rasa tidak nyaman, demam, malaise, haluaran dari insisi. e). Berikan
obat-obatan sesuai jadwal, termasuk nama, dosis dan efek samping ; instruksikan pasien untuk
minum semua obat yang diresepkan. f). Tekankan pentingnya diet yang bergizi dan
memperbanyak masukan cairan. g). Tingkatkan kunjungan ke dokter teratur.

D. Pelaksanaan

Pelaksanaan menurut Potter (2005), merupakan tindakan mandiri berdasarkan ilmiah, masuk akal
dalam melaksanakan yang bermanfaat bagi klien yang diantisipasi berhubungan dengan diagnosa
keperawatan dan tujuan yang telah ditetapkan. Pelaksanaan merupakan pengelolaan dan
perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Tindakan
keperawatan pada klien dapat berupa tindakan mandiri maupun tindakan kolaborasi. Dalam
pelaksanaan tindakan, langkah-langkah yang dilakukan adalah mengkaji kembali keadaan klien,
validasi rencana keperawatan, menentukan kebutuhan dan bantuan yang diberikan serta
menetapkan strategi tindakan yang dilakukan. Selain itu juga dalam pelaksanaan tindakan, semua
tindakan yang dilakukan pada klien dan respon klien pada setiap tindakan keperawatan
didokumentasikan dalam catatan keperawatan. Dalam pendokumentasian catatan keperawatan
hal yang perlu didokumentasikan adalah waktu tindakan dilakukan, tindakan dan respon klien
serta diberi tanda tangan sebagai aspek legal dari dokumentasi yang dilakukan.

E. Evaluasi

Evaluasi menurut Hidayat (2007), merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang
mengukur seberapa jauh tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai, berdasarkan standar atau
kriteria yang telah ditetapkan. Evaluasi merupakan aspek penting didalam proses keperawatan,
karena menghasilkan kesimpulan apakah intervensi keperawatan diakhiri atau ditinjau kembali
atau dimodifikasi. Dalam evaluasi prinsip obyektifitas, reabilitas dan validitas dapat
dipertahankan agar keputusan yang diambil tepat. Evaluasi proses keperawatan ada dua arah
yaitu evaluasi proses (evaluasi formatif) dan evaluasi hasil (evaluasi sumatif). Evaluasi proses
adalah evaluasi yang dilakukan segera setelah tindakan dilakukan dan didokumentasikan pada
catatan keperawatan. Sedangkan evaluasi hasil adalah evaluasi yang dilakukan untuk mengukur
sejauh mana pencapaian tujuan yang ditetapkan dan dilakukan pada akhir keperawatan.

Anda mungkin juga menyukai