Anda di halaman 1dari 28

STATUS ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA CILEGON

Hari / Tanggal : Senin, 9 Oktober 2017

Nama : Agnes Amelia Elim

NIM : 030.12.006

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. UD

Umur : 57 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : LK Temu Putih RT 002/ RW 002

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Pendidikan : SMA

Suku Bangsa : Sunda

Agama : Islam

Status : Menikah

1
II. ANAMNESIS

Keluhan Utama:

Bercak merah yang terasa gatal di daerah selangkangan, di bawah lipatan payudara dan di
pundak sejak 2 bulan yang lalu.

Keluhan Tambahan:

Daerah bercak merah terasa panas dan perih sejak 2 bulan yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengeluhkan terdapat gatal yang bermula di daerah selangkangan sejak 2 bulan
yang lalu. Pasien merasakan gatal makin lama makin hebat sehingga pasien sering
menggaruk daerah selangkangan sampai timbul bercak merah. Sering juga bercak merah
disertai rasa panas dan perih, terutama jika terkena air, sebab daerah yang digaruk pasien
sering timbul luka. Pasien mengatakan bahwa selama 1 bulan terakhir pasien tidak hanya
gatal di area selangkangan saja, namun bertambah luas dan terasa gatal di area lipatan
payudara bagian bawah dan di pundak sebelah kanan. Daerah tersebut juga dirasakan sangat
gatal sehingga pasien sering menggaruk daerah tersebut. Gatal menetap sepanjang hari.

Pasien mengatakan kalau sehabis menggaruk daerah yang gatal, pasien jarang mencuci
tangan setelah itu. Pasien mempunyai kebiasaan mandi dua kali sehari, kadang-kadang sehari
sekali dengan menggunakan air panas. Untuk kebiasaan berpakaian, pasien mengatakan
sering menggunakan celana dalam sehari sekali jika sedang berpergian dan jarang mengganti
celana dalam.

Pasien sudah berobat ke klinik sekitar 1 bulan sebelum masuk rumah sakit dan diberi obat
berupa salep dan obat minum untuk mengurangi rasa gatal serta vitamin. Pasien mengatakan
tidak ada perbaikan untuk keluhan yang dialaminya.

2
Pengobatan yang pernah didapat:

Salep Chloramfecort diolesin 3 kali sehari.


Obat minum Chlorphenamine maleat, tablet, diminum 3x1 tablet.
Suplemen vitamin C, tablet, diminum 1x sehari.

Riwayat Penyakit Dahulu:

Pasien sebelumnya tidak pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnya. Pasien tidak
memiliki riwayat sakit diabetes mellitus maupun asma. Riwayat alergi terhadap makanan,
debu, bahan iritan seperti deterjen atau sabun, dan obat disangkal oleh pasien.

Riwayat Penyakit Keluarga:

Pasien mengatakan kalau cucu pasien pernah mengalami keluhan serupa namun sudah
diobati. Riwayat alergi dan asma dalam keluarga disangkal.

III. Pemeriksaan Fisik


A. Status Generalis

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Tanda vital

Tekanan darah : Tidak dilakukan pemeriksaan

Nadi : 88x / menit

Frekuensi napas : 20x / menit

Suhu : Afebris

Status Generalis

3
Kepala

Mata : Conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor

Telinga: Bentuk normal, serumen -/-

Hidung : Bentuk normal, septum deviasi (-), sekret -/-

Tenggorokan : Tidak diperiksa

Mulut : Oral hygiene kurang

Gigi : Gigi berlubang (+)

Leher : KGB dan tiroid tidak teraba membesar

Thoraks

Paru-paru

Inspeksi : bentuk dada normal

Palpasi : vocal fremitus kanan kiri sama kuat

Perkusi : sonor di kedua lapangan paru

Auskultasi : suara napas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-

Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V linea midklavikularis sinistra

Perkusi : redup

Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

4
Abdomen

Inspeksi : permukaan datar

Auskultasi : BU (+)

Palpasi : supel, nyeri tekan (-)

Perkusi : timpani di seluruh region abdomen

Ekstremitas Atas : akral hangat +/+, edema -/-

Ekstremitas Bawah : akral hangat +/+. edema -/-

B. Status Dermatologik

5
Lokasi I: Regio inguinal sinistra dan dextra
Efloresensi : plakat eritemasquamous dengan batas tegas, tepi aktif, terdapat gambaran
central clearing

6
Lokasi II: Regio thoracalis punggung

Efloresensi: plakat eritemasquamous dengan central clearing, terdapat sebuah krusta.

Lokasi III : Regio inframamae sinistra


Efloresensi : plakat eritemaskuamous, batas tegas, dengan central clearing.

IV. Diagnosis Banding


1. Tinea kruris et corporis
2. Kandidiasis intertriginosa
3. Dermatitis seboroik
4. Eritema intertrigo
5. Dermatitis kontak alergi / iritan
6. Pitriasis rosea

V. Pemeriksaan Penunjang
Saran : - Pemeriksaan mikroskopis kerokan lesi aktif dengan KOH 10 20%
- Kultur jamur

VI. Diagnosis Kerja


Tinea kruris et corporis
VII. Penatalaksanaan
a) Medikamentosa
Topikal : Funtas cream 2x sehari dioles
Sistemik/ Oral : Itraconazole tablet 100 mg 2x1 tablet

b) Anjuran / saran
7
Mengusahakan agar tidak menggaruk daerah yang gatal.
Rajin mencuci tangan, terutama setelah menggaruk daerah yang gatal.
Menjaga kebersihan tubuh dengan rajin mandi minimal dua kali sehari,
dan meggunakan air dingin supaya kulit tidak terlalu lembap.
Menggunakan pakaian yang longgar atau tidak ketat supaya kulit tidak
lembap.

VIII. Prognosis
Ad vitam : ad bonam

Ad sanationam : dubia ad bonam

Ad cosmetikan : dubia ad bonam

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI

Mikosis superfisial disebabkan oleh jamur yang hanya menyerang jaringan yang
berkeratin, i.e. stratum korneum, rambut dan kuku. Ia bisa dibagi lagi menjadi infeksi yang
menimbulkan secara minimal, jika ada, menyebabkan respon inflamasi e.g. Pitiriasis (Tinea)
versikolor, dan yang bisa menyebabkan peradangan kulit (kutaneus), e.g. dermatofitosis.1

Tinea korporis merujuk pada semua dermatofitosis pada kulit gundul kecuali telapak
tangan, telapak kaki dan pangkal paha.1,2 Ini termasuk lesi pada batang tubuh dan tungkai. Tinea
kruris (eczema marginatum, dhobie itch, jockey itch, ringworm of the groin) adalah infeksi jamur
dermatofita pada daerah kruris dan sekitarnya; yaitu lipatan paha, daerah perineum dan sekitar
anus.1,2 Keduanya dapat ditemukan secara bersamaan sehingga disebut tinea kruris et korporis.

EPIDEMIOLOGI

Faktor predisposisi infeksi mikosis datangnya dari hewan peliharaan, khususnya spesies
zoofilik.1,3 Seterusnya, yang memiliki sejarah pribadi, atau kontak yang dekat dengan penderita
tinea kapitis atau tinea pedis. Penderita tinea korporis yang mempunyai pekerjaan atau yang
sering berekreasi dimana mereka sering terpapar (misalnya perumahan militer, gimnasium, ruang
loker, pekerjaan di luar ruangan, gulat), mempunyai kontak dengan pakaian dan furniture yang
terkontaminasi, dan mengalami imunosupresi.2 Meluasnya tinea korporis mungkin merupakan
tanda dari Acquired Iimmunodeficiency Syndrome (AIDS), atau mungkin terkait dengan
penggunaan kortikosteroid topikal atau inhibitor kalsineurin. 4 Anak-anak lebih berpotensi untuk
tertular patogen zoofilik, terutama Microsporum canis dari anjing dan kucing. Tapi itu bisa
terjadi pada usia berapapun. Laki-laki lebih besar potensi untuk tertular berbanding perempuan.1,2

Pakaian dan, iklim lembab hangat terkait dengan seringnya dan parahnya suatu infeksi
kerana ia menciptakan suatu lingkungan di mana dermatofit dapat berkembang biak. Jalur

9
penularannya dari infeksi manusia atau hewan. Ia bisa menginfeksi melalui fomites, atau melalui
autoinokulasi dari reservoir seperti kolonisasi kaki disebabkan oleh Trichophyton rubrum.1,2

ETIOLOGI

Trichophyton rubrum, Microsporum canis, dan Trichophyton mentagrophytes adalah


penyebab yang paling sering ditemukan. Lesi kelompok kecil biasanya disebabkan oleh paparan
terhadap hewan peliharaan yang mengandung Microsporum canis.. Tinea kruris sering
disebabkan oleh T. Rubrum, T. Mentagrophytes, atau E. Floccsum.1,2

Jamur zoonosis yang lain, seperti granular zoofilik, Trichophyton mentagrophytes terkait
dengan tikus bambu Asia Tenggara, yang dapat menyebabkan wabah yang sangat meluas
inflamasinya.1 Wabah tinea korporis yang disebabkan oleh Trichophyton tonsurans dilaporkan
banyak terjadi pada mahasiswa dan pegulat.1

Spesis Hos Gambaran klinis Frekuensi

Trichophyton

Trichophyton Manusia. Tinea pedis, tinea manum, Sering.


rubrum
tinea korporis, onikomikosis.

Trichophyton Manusia. Tinea korporis, tinea fasialis, Sering pada anak- anak.
mentagrophytes
tinea barbae, tinea kapitis.
var. interdigitale

var. granulosum Tikus, babi


guinea.

Trichophyton Landak. Tinea korporis, Jarang.


erinacei
tinea manum.

Trichophyton Sapi, kuda. Tinea korporis, tinea Sering.

10
verrucosum barbae, tinea kapitis

(biasanya kerion).

Trichophyton Manusia. Tinea kapitis, tinea barbae, Umum di Mediterania


wilayah.
violaceum tinea korporis.

Trichophyton Manusia. Tinea kapitis (black dot), Umum di Amerika Utara


dan Amerika Tengah.
tonsurans tinea korporis.

Trichophyton Manusia Tinea kapitis (favus), Jarang; di daerah endemic.

schoenleinii Onikomikosis.

Epidermophyton

Epidermophyton Manusia. Tinea inguinalis, tinea Jarang.

floccosum pedis, tinea korporis.

Microsporon

Microsporon canis Anjing, kucing. Tinea kapitis, tinea korporis Sering.

Microsporon Tanah. Tinea kapitis, tinea korporis Sering.

gypseum

Microsporon Manusia. Tinea kapitis Sering (Jarang di Amerika


Utara)
audouinii

Tabel 1. Etiologi infeksi dermatofitosis

PATOGENESIS

Infeksi alami didapatkan melalui deposisi arthrospores atau hifa pada permukaan kulit
individu yang rentan terhadap infeksi. Sumber infeksi biasanya berasal dari lesi aktif pada hewan

11
atau manusia lain, meskipun transmisi fomite diketahui terjadi, dan infeksi dari tanah adalah
yang sering terjadi dalam beberapa kejadian. Pada anak-anak yang terinfeksi Trichophyton
rubrum dan Epidermophyton floccosum, separuh dari infeksi dapat berasal dari orang tua
mereka.2,5

Di bangsal geriatri, epidemi mungkin terjadi diantara pasien. Menyebarnya dari infeksi
lokal yang sudah ada (misalnya kaki, lipat paha, kulit kepala dan kuku) tidak lazim terjadi. Invasi
kulit pada tempat infeksi diikuti oleh penyebaran sentrifugal melalui lapisan epidermis yang
bertanduk. Setelah periode pembentukan (inkubasi) ini, yang biasanya berlangsung 1-3 minggu,
respon jaringan terhadap infeksi menjadi semakin jelas.2

Munculnya ciri khas dari infeksi iaitu banyak lesi yang berbentuk annular, hasil dari
eliminasi jamur dari pusat lesi, dan resolusi berikutnya adanya respon host inflamasi di lokasi
tersebut. Daerah ini biasanya menjadi resisten terhadap terjadinya infeksi ulang, meskipun
gelombang kedua penyebaran sentrifugal dari situs asli mungkin terjadi dengan pembentukan
cincin inflamasi eritem yang konsentris. Namun, banyak lesi kurang memiliki kecenderungan
untuk pembersihan pada bagian sentral dari lesi sebelumnya. Riwayat alamiah dari infeksi ini
sangat bervariasi. Beberapa kasus radang infeksi hewan dapat mengalami resolusi secara spontan
dalam beberapa bulan, sementara kasus khas seperti Trichophyton rubrum yang menyebabkan
tinea korporis dapat bertahan selama bertahun-tahun lamanya.2,5

MANIFESTASI KLINIS

Lokasi terjadinya infeksi biasanya pada kulit yang terpapar, kecuali jika infeksinya
merupakan perpanjangan dari infeksi yang sudah ada. Dalam kasus tersebut, infeksi dapat
menyebar dari kulit kepala, bawah leher ke bagian badan yang atas, atau dari lipat paha ke
bokong dan badan bagian bawah.5,6 Presentasi klasik dari infeksi ini adalah lesi annular yang
bersisik di seluruh perbatasan yang eritem. Perbatasan ini sering bersifat vesikular dan
sentrifugal. Pusat lesi biasanya bersisik tapi kelihatan seperti pembersihan. Lesi bisa serpiginous
dan annular (seperti 'lingkaran-cacing "). Cincin konsentris yang bersifat vesikuler menandakan
ciri-ciri dari tinea inkognito yang disebabkan oleh Trichophyton rubrum, sedangkan cincin
konsentris tinea imbrikata menunjukkan sedikit atau tidak ada vesikulasi sama sekali.1,2
12
Lesi tunggal bisa ditemukan, atau mungkin juga ada beberapa plak yang terbentuk. Yang
keduanya ia mungkin tetap terpisah atau bergabung menjadi satu. Pola klinis ini sering berubah
terutama pada pasien dengan gangguan pada respon imun seluler. Tingkat peradangannya juga
sangat bervariasi. Fitur ini tidak hanya tergantung pada jenis jamur dan status kekebalan dari
tuan rumah, tetapi juga bergantung dengan luasnya invasi dari folikel. Dengan demikian, tinea
korporis umumnya kurang inflamasi dibanding tinea kapitis atau tinea barbae. Dalam lesi
inflamasi, pustul atau vesikel dapat mendominasi dan bahkan pada infeksi ringan dengan
observasi yang ketat kita dapat mengungkapkan satu atau dua pustul yang kecil. Pada infeksi
dengan inflamasi yang kurang, sisik merupakan temuan umum tetapi tidak konstan pada setiap
infeksi. Resolusi sentral yang sudah dinyatakan, sudah menjadi ciri khas tetapi tidak berubah-
ubah dari tinea korporis. Hal ini mungkin lebih sering pada lesi inflamasi, tetapi tidak berarti
terbatas pada itu saja. Kulit yang di bagian sentral akan menunjukkan pigmentasi yang terjadi
pasca inflamasi, perubahan tekstur atau sisa nodul kulit yang eritem.1,5

Kadang-kadang, jenis pustular yang sama seperti tinea circinata menyerupai sebuah
karbunkel atau kerion terdapat pada kulit yang berbulu. Jenis lesi ini adalah folikulitis jamur
(Majocchi Granuloma) yang paling sering, disebabkan oleh Trichophyton rubrum dan
Trichophyton mentagrophytes yang menginfeksi pada rambut. Ia muncul sebagai lesi berbatas
tegas, annular, meninggi, berkerak, dan granuloma berawa di mana folikel yang menggelembung
dan mengandung bahan purulen yang kental. Ini paling sering terjadi pada tulang kering atau
pergelangan tangan. Lesi sering terlihat di daerah yang terjadi sumbatan seperti bagian yang
sering dicukur atau ketika kortikosteroid topikal telah digunakan. Pada pasien imunosupresi, lesi
mungkin bersifat dalam dan nodular.1

Tinea imbrikata (Tokelau) adalah infeksi jamur superfisial sebatas barat daya Polinesia,
Melanesia, Asia Tenggara, India, dan Amerika Tengah. Hal ini ditandai dengan cincin konsentris
yang terbentuk serta bersisik, bercak yang luas dengan batas polisiklik. Eritema biasanya
minimal. Erupsi dimulai dengan satu atau beberapa yang ukurannya kecil, makula yang bulat di
badan dan lengan. Makula yang kecil membelah di pusat dan membentuk makula yang besar,
dan sisik yang terkelupas menempel di pinggiran. Hasilnya, makula yang membentuk seperti
cincin menyebar di perifer, dan makula yang agak kecoklatan muncul di pusat dan mengalami
proses pemecahan dan perluasan di perifer. Hal ini berulang lagi dan lagi. Saat berkembang

13
penuh erupsi ditandai dengan cincin konsentris disusun atau garis bergelombang sejajar yang
bersisik yang bertumpang tindih antar satu sama lain seperti herpes zoster pada atap (imbrex
berarti sirap). Penyebabnya adalah jamur adalah Trichophyton concentricum.1,2

1 2
Gambar: (1) Lesi di bagian badan atas (Makula eritema berbentuk annular R. Trunkus superior).
(2) Lesi di bagian tungkai bawah (Makula eritema berbatas tegas skuama halus R. Palmar).

DIAGNOSIS
Anamnesis menyeluruh dan menentukan effloresensi dari lesi kulit. Mengambil specimen
yang akan diperiksa dengan melakukan kerokan kulit pada lesi kulit tersebut. Pertama,
mendisinfeksi situs untuk mengurangi kontaminasi. Gunakan instrumen yang steril (scalpel
blade, kuret, gunting) untuk mendapatkan jaringan dari zona perbatasan antara jaringan normal
dan yang terlibat (di mana konsentrasi organisme biasanya adalah yang tertinggi).1,6
Selain itu melakukan pemeriksaan mikroskopis. Biasanya kita akan bisa melihat hifa atau
spora setelah melarutkan keratin dalam larutan 10-15% dari kalium hidroksida (KOH

14
pemeriksaan). Pewarna (chlorazol hitam E) atau fluorochromes (untuk mikroskopi fluoresen)
dapat ditambahkan.1,7

Gambar 3: Hasil pemeriksaan mikroskopis dengan larutan KOH: hifa yang panjang dan
bercabang.

Gambar 4: Mikrokonidia yang bergumpal, Makrokonidia yang berbentuk seperti rokok


kadang- kadang terlihat hifa yang spiral.

Kita juga bisa melakukan kultur hasil dari kerokan kulit yang telah dilakukan. Banyak
media kultur standar yang tersedia, biasanya dua kultur dibuat, satu di media yang mengandung
cycloheximide (untuk dermatofita) dan satu tanpa (ragi dan jamur).6,7

15
Gambar 5: (a, b): SDA kultur pada hari ke 7 dan 10. (c, d): Hasil kultur dilihat dari bagian
lateral.

Terdapat juga pemeriksaan lampu Wood yang bisa kita lakukan kerna ia biasanya berguna
untuk mendeteksi infeksi dari spesies Microsporon dan Trichophyton schoenleinii. Pemeriksaan
lampu Wood yang negatif ini tidak mengecualikan infeksi jamur.1

Bahan biopsi menunjukkan pembentukan kerak dangkal, hiperkeratosis, parakeratosis,


dan acantosis spongiosis di epidermis, dengan mononuklear sel dan neutrofil jarang infiltrasi di
dermis. Infeksi dari dermatosis refraktori kronis sering mengungkapkan infeksi dari tinea
inkognito.1,2

16
Gambar 6: Pembentukan kerak di superfisial, hiperkeratosis, parakeratosis, spongiosis
acantosis dan di epidermis dengan sel mononuklear dan neutrophile jarang infiltrasi dalam
dermis (H & E, x100)

DIAGNOSIS BANDING

Terdapat beberapa infeksi yang dapat di jadikan diagnosa banding bagi tinea korporis.
Antaranya adalah eksema nummular, dermatitis seboroik, psoriasis dan pitiriasis rosea.1,4,5

Eksema nummular merupakan sumber umum kesalahan kerna ia adalah diagnosis yang
hampir sama persis dengan tinea korporis. Kronis, gatal, dermatitis inflamasi yang terjadi dalam
bentuk plak berbentuk koin terdiri dari papula kecil dan vesikel pada dasar eritematosa. Hal ini
biasanya pada ekstremitas selama musim dingin, sering terlihat pada individu atopic 2. Plak dari
papulovesicles cenderung terjadi simetris pada tungkai.2,3

17
Gambar 7: Eksema nummular (A. pruritus, bulat, nummular (koin berbentuk) plak
dengan eritema, sisik, dan kerak pada lengan bawah. B. Dari jarak dekat dari lesi pada
pasien lain mengungkapkan bahwa plak inflamasi ini terdiri dari konfluen lesi
papulovesikular yang cairan cairan serous dan menyebabkan pengerasan kulit dan biasanya
berwarna kuning).

Dermatitis seboroik sering menyebabkan kesulitan dalam mendiagnosis tinea korporis.


Sebuah dermatosis kronis yang sangat umum ditandai dengan kemerahan dan bersisik yang
terjadi di daerah di mana kelenjar sebaceous yang paling aktif, seperti sebagai wajah dan kulit
kepala, daerah presternal, dan tubuh lipatan 2. Namun gambaran klinisnya biasanya simetris dan
yang sering ada pada dermatitis seboroik adalah ia berhubungan pada kulit kepala dan mungkin
intertrigo pada bagian lipatan tubuh.1,5

18
Gambar 8: Dermatitis seboroik (Lesi yang eritema dan kuning-oranye bersisik
benbentuk annular dari dahi, pipi, lipatan nasolabial, dan dagu. Daerah kulit kepala dan
retroauricular juga terlibat.) 2.

Psoriasis dapat menyebabkan kebingungan dalam kasus kerana distribusinya tidak cukup
khas. Lesi tipikalnya adalah lesi yang kronis, berulang, papula dan plak bersisik. Letusan
berjerawat dan eritroderma bisa terjadi 2. Ia bisa terjadi pada lutut, siku dan kulit kepala, dan
yang mengenai kuku, terutama jika pitting hadir, sangat membantu membedakan dalam kasus ini

19
Gambar 9: Psoriasis (Lesi primer kemerahan atau warna salmon pink, papula,
droplike, dengan sisik pipih putih keperakan )

Pitiriasis rosea merupakan letusan exanthematous akut dengan morfologi yang khas dan
sering dengan karakteristik perjalanan penyakit yang terbatas. Awalnya, (primer, atau "herald")
lesi plak tunggal dan bisa berkembang, biasanya pada trunkus, 1 atau 2 minggu kemudian letusan
sekunder umum terjadi dengan pola distribusi yang khas. Prosesnya bisa sembuh spontan dalam
6 minggu. Reaktivasi Human Herpes Virus (HHV) 7 dan HHV-6 adalah penyebab yang paling
mungkin.1,8

Terdapat Herald patch yang tunggal mendahului fase exanthematous, yang berkembang
selama 1-2 minggu. Pruritus- absen (25%), ringan (50%), atau berat (25%). Ada lesi Herald
patch terjadi di hampir 80% pasien. Lesi biasanya oval, sedikit mengangkat plak atau patch 2-5
cm, dengan warna yang merah seperti salmon, bersisik collarette baik di pinggiran dan mungkin
multipel. Ada juga exanthem yang papula bersisik halus dan plak dengan piggiran yang
collarette. Warnanya pink kusam atau kuning kecoklatan. Bentuk oval, tersebar, dengan distribusi
karakteristik dengan sumbu panjang lesi oval mengikuti garis pembelahan seperti pola "pohon
Natal". Lesi biasanya terbatas pada badan dan aspek proksimal lengan dan kaki. Jarang di
wajah.2,3

Gambar 9: A. Gambaran umum eksantema dari pitiriasis rosea dengan patch Herald yang
ditunjukkan dalam B. Ada papula dan plak kecil dengan konfigurasi oval yang mengikuti
garis belahan dada. Scaling halus dari papula yang merah seperti salmon yang tidak dapat

20
dilihat pada perbesaran ini, sedangkan collarette patch herald cukup jelas. B. Herald Patch.
Sebuah eritematosa (salmon yang merah) plak dengan sisik collarette pada tepi ujung
perbatasan . Collarette berarti bahwa sisik di pinggiran dan longgar menuju pusat lesi 2.

Dermatitis Pitiriasis Dermatitis Dermatofit


nunmular rosea seboroik jamur

Parakeratosi Dari fokal ke Tumpukan Perifolikular Ringan


s difus fokal yang
kecil

Acanthosis Ringan Ringan Ringan Ringan

Spongiosis Ringan Fokal ringan Ringan Ringan

Ekstravasasi Tidak Ya Tidak Tidak


sel darah
merah

Eosinofil Ya Tidak Tidak Kadang-


kadang

Asam Schiff negatif Negative Biasanya Positif (hifa)


positif
(Pitirosporum)

Tabel 2. Histologi dari diferensial diagnosis 8.

Psoriasis intertriginosa (pada sela paha) dapat menyerupai tinea kruris. Lesi-lesi pada
psoriasi biasanya lebih merah, skuama lebih tebal dan berlapis-lapis. Adanya lesi psoriasis pada
tempat lain dapat membantu menentukan diagnosis. Kandidosis pada lipat paha mempunyai
konfigurasi hen dan chicken. Kelainan ini biasanya lebih basah,berbatas jelas dan berkrusta
disertai lesi-lesi satelit. Pada wanita ada tidaknya fluor albus dapat membantu pengarahan
diagnosis. Eritrasma merupakan penyakit tersering berlokalisasi di sela paha. Efloresensi yang
sama, yaitu eritema dan skuama, pada seluruh lesi merupakan tanda-tanda khas penyakit ini.
Selain itu batas lesi tegas, jarang disertai infeksi. Pemeriksaan dengan lampu wood dapat
menolong dengan adanya fluoresensi merah (coral red).1,2

21
PENATALAKSANAAN

Pengobatan terhadap dermatofitosis dapat dilakukan dengan cara topikal dan sistemik.
Keberhasilan suatu pengobatan tergantung dari faktor predisposisi, faktor penderita dan faktor
obat; perlu diketahui penyakit infeksi jamur sering kambuh.1

Terdapat 3 jenis pengobatan terhadap dermatofitosis, yaitu:

A. Pengobatan Pencegahan :

1. Perkembangan infeksi jamur diperberat oleh panas, basah dan maserasi. Jika faktor-faktor
lingkungan ini tidak diobati, kemungkinan penyembuhan akan lambat. Daerah intertrigo
atau daerah antara jari-jari sesudah mandi harus dikeringkan betul dan diberi bedak
pengering atau bedak anti jamur.
2. Alas kaki harus pas betul dan tidak terlalu ketat.
3. Pasien dengan hiperhidrosis dianjurkan agar memakai kaos dari bahan katun yang
menyerap keringat, jangan memakai bahan yang terbuat dari wool atau bahan sintetis.
4. Pakaian dan handuk agar sering diganti dan dicuci bersih-bersih dengan air panas.

B. Terapi lokal :

Infeksi pada badan dan lipat paha dan lesi-lesi superfisialis, di daerah jenggot, telapak
tangan dan kaki, biasanya dapat diobati dengan pengobatan topikal saja.

1. Lesi-lesi yang meradang akut yang ada vesikula dan ada eksudat harus dirawat dengan
kompres basah secara terbuka, dengan berselang-selang atau terus menerus. Vesikel harus
dikempeskan tetapi kulitnya harus tetap utuh.
2. Toksilat, haloprogin, tolnaftate dan derivat imidazol seperti mikonasol, ekonasol,
bifonasol, kotrimasol dalam bentuk larutan atau krem dengan konsentrasi 1-2% dioleskan
2 x sehari akan menghasilkan penyembuhan dalam waktu 1-3 minggu.
3. Lesi hiperkeratosis yang tebal memerlukan terapi lokal dengan obat-obatan yang
mengandung bahan keratolitik seperti asam salisilat 3-6%. Obat ini akan menyebabkan
kulit menjadi lunak dan mengelupas. Obat-obat keratolotik dapat mengadakan sensitasi
kulit sehingga perlu hati-hati kalau menggunakannya.

22
Obat Topikal

Suatu obat topikal harus memenuhi kriteria : 1

1) Bersifat antifungal aktif

2) Dapat berpenetrasi ke dalam kulit

3) Bekerja aktif di dalam dan di luar sel

4) Mempunyai daya tahan terhadap hasil-hasil metabolisme

5) Tidal( menimbulkan sensibilisasi)

Obat topikal ini terdiri dari : 1

1) Golongan Antifungal Konvensional

Obat yang termasuk ini antara lain :

-- Salep Whitfield

-- Castelani's paint

-- Asam Undesilinat

Kerja obat-obat ini sebagai keratolitik, antifungal dan anti-bakteri. Obat-obat ini
mempunyai spektum sempit, dan penggunaannya terbatas hanya untuk infeksi di kulit.

2) Golongan Antifungal Terbaru; antara lain :

-- Tolnaftate 2%

-- Tolsildat

-- Haloprogin

-- Cyclopirox olamine 1%

23
-- Naftifine 1%

--Imidazole (miconazole, ketokonazole, clortrimazole, econazole).

Obat-obat baru ini mempunyai spektrum luas dan kerjanya fungisidal. Miconazole
bersifat toksik selektif karena sterol utama pada manusia adalah kolesterol bukan ergosterol.
Miconazole bekerja merusak membran dinding sel jamur dengan menghambat biosintesis
ergosterol. Permeabilitas membran meningkat, menyebabkan kebocoran nutrisi yang berakhir
dengan kematian sel jamur.1,8

Clotrimazole sebagai first line drug dalam pengobatan tinea kruris, merupakan anti jamur
spektrum luas yang bekerja menghambat pertumbuhan dengan mengubah permeabilitas
membran sehingga menyebabkan kematian sel- sel jamur.6,8

Cara pemakaian obat-obat topikal ini dilakukan dengan mengoleskan obat tersebut 1 - 2
kali sehari minimal selama 3 minggu. 1

C. Terapi sistemik

1) Golongan Antifungal Konvensional

Griseofulvin

Telah dipakai untuk mengatasi dermatofitosis sejak 30 tahun. Obat ini berasal dari sejenis
penicillium. Kerja obat ini bersifat fungistatik, dengan menghambat mitosis jamur dengan
mengikat protein mikrotubuler dalam sel. 1

Pemberian pada anak-anak 10 - 20 mg/kg bb sehari, pada orang dewasa 500 - 1000 mg
sehari atau 330 mg griseofulvin ultra micronized sekali sehari. Lama pengobatan tergantung
pada lokasi penyakit, penyebab penyakit dan keadaan imunitas penderita. Setelah sembuh klinis
dilanjutkan agar tidak residif, dosis harian obat dapat dibagi menjadi 4x sehari. Namun dengan
pemberian dosis tunggal harian juga dapat memberikan hasil yang cukup baik pada sebagian
besar penderita. Obat ini diberikan pada waktu makan dengan diet tinggi lemak untuk
mempertinggi absorbsi. 1,7

24
Efek samping yang berat jarang timbul akibat pemakaian griseofulvin. Sakit kepala
merupakan keluhan utama, terjadi pada kira-kira 15% penderita, yang biasanya hilang sendiri
sekalipun pemakaian obat dilanjutkan. 7

2) Golongan Antifungal Terbaru

Ketoconazole

Merupakan antifungal oral pertama yang berspektrum luas untuk mengatasi


dermatofitosis. Kerja obat ini bersifat fungistatik. Penyerapan melalui saluran cerna akan
berkurang pada penderita dengan pH lambung yang tinggi, pada pemberian bersama antagonis
H2 atau bersama antasida. Efek samping ketokonazol yang paling sering dijumpai adalah mual
dan pruritus, keadaan ini akan lebih ringan bila ditelan bersamaan dengan makanan, sebelum
tidur atau dibagi dalam beberapa dosis. Jika setelah 14 hari tidak memberi respon yang memadai,
lanjutkan setidaknya 1 minggu setelah gejala hilang dan kultur menjadi negatif. 3,7,8

Pemberian 200 mg sehari pada waktu makan. Lama pemberian tergantung kepada
lokalisasi dermatofitosis tersebut. Dosis anak di atas usia 2 tahun 3,3- 6,6mg/kg BB sehari.
Merupakan kontraindikasi untuk wanita hamil, kelainan fungsi hati dan hipersensitivitas
terhadap ketoconazole. 1

Golongan Triazole

* Itraconazole

Obat ini mempunyai daya kerja spektrum luas. Pemberian 100 mg sehari selama 15 hari,
efektif untuk tinea corporis dan tinea cruris. Sedang untuk infeksi palmoplantar diberikan 100
mg sehari selama 30 hari. 1

* Fluconazole

Efektif untuk pengobatan terhadap dermatofitosis di kulit. 1

Terbinafine

Obat ini analog dengan naftifine, bersifat fungisidal dengan cara menghambat squalene
epoxidase, enzim yang berperan dalam sintesis ergosterol, sehinga terjadi penurunan sintesis

25
ergosterol, mengakibatkan kematian sel- sel jamur. Efek samping yang ditimbulkan umumnya
berupa gangguan gastrointestinal. Efek samping minimal dibandingkan griseofulvin. Diberikan
dalam dosis 2 x 250 mg per hari 2-

Pengobatan tinea korporis

Penyakit lokal tanpa folikulitis jamur dapat diobati dengan terapi topikal Sulconazole
(Exelderm), oxiconazole (Oxistat), miconazole (Monistat krim atau lotion, atau krim Micatin),
clotrimazole (Lotrimm atau krim Mycelex), ekonazol (Spectazole), Naftifine (Naftin) ,
ketoconazole (Nizoral), clclopirox olamine (Loprox), terbinafine (Lamisil), dan Butenafine
(Mentax) yang tersedia saat ini dan sangat efektif. Waktu pengobatan adalah antara 2 dan 4
minggu dengan dua kali penggunaan sehari-hari. Ekonazol, ketoconazole, oxiconazole, dan
terbinafine dapat digunakan sekali sehari. Dengan terbinafine saja dapat dipersingkat menjadi 1
minggu. Produk kombinasi dengan kortikosteroid kuat (seperti clotrimazole / betametason)
sering menghasilkan tinea luas dan jamur folikulitis. Jadi penggunaannya harus dihentikan.1,2

Penyakit yang meluas atau folikulitis jamur, membutuhkan pengobatan antijamur


sistemik. Kapan tinea corporis ini disebabkan oleh T. tonsurans, T. mettagrophytes, atau T.
rubrum, griseofulvln, terbinafine, itraconazole, flukonazol dan kesemuanya efektif. Perawatan
dalam jangka masa yang pendek yang dapat dilakukan dengan antijamur yang lebih baru. Terapi
terbinafine untuk M cnizts biasanya membutuhkan dosis yang lebih tinggi dan masa perawatan
yang lebih lama.4

Bentuk ultra-micronized dari griseofulvin mungkin efektif dalam dosis 500-1000 mg /


hari selama 4 sampai 6 minggu. Sekitar 10% individu akan mengalami mual atau sakit kepala
dengan pemberian griseofulvin. Penyerapan griseofulvin adalah baik ketika diberikan dengan
susu atau es krim. Pemberian obat yang efektif pada anak-anak adalah dengan dosis 10 sampai
20 mg / kg / hari, meskipun dosis yang lebih tinggi biasanya diperlukan. Terbinafine pada 250
mg / hari selama 1 sampai 2 minggu, itraconazole, 200 mg / hari selama 1 minggu, dan
flukonazol, 150 mg sekali seminggu selama 4 minggu, telah dosis yang efektif untuk orang
dewasa.1,4

26
Griseofulvin Ketoconazole Fluconazole Itraconazole Terbinafine
(Nizoral) (Diflucan) (Sporanox) (Lamisil)
(Ultramicosize)

Tinea Dewasa: 500 mg qd 200-400 150 mg 100 mg qd 250 mg qd


korporis. (2-4 minggu) mg/hari (2 /minggu (2-4 (1-2 minggu) (1-2 minggu)
minggu) minggu)
Anak: 5-7 200 mg qd (1
mg/kgbb/h (2-6 minggu)
minggu)

Tabel 3. Pengobatan tinea korporis.

PROGNOSIS

Infeksi jamur adalah sangat umum dijumpai di daerah tropis dan beberapa efek dari
infeksi diantaranya serius dan bahkan bisa fatal. Mereka menghasilkan penularan pada manusia
yang beragam mulai dari infeksi kulit superfisial sehingga invasi ke organ dalam (penyakit
sistemik). Infeksi ini biasanya terjadi sebagai akibat dari penurunan pertahanan alami dari tubuh
manusia.2,5

Meskipun jarang mengancam kehidupan, mereka dapat memiliki efek yang melemahkan
pada kualitas hidup seseorang dan mungkin dalam beberapa keadaan bisa menyebar ke orang
lain atau menjadi invasif. Infeksi jamur yang paling dangkal dan subkutan mudah didiagnosis
dan mudah bisa menerima pengobatan yang diberikan.2

27
Daftar Pustaka

1. Bramono K, Suyoso S, Indriatmi W, et al. Dermatomikosis Superfisialis. Jakarta: Badan


Penerbit FKUI. 2013.p.58-65
2. Goldsmith LA, Katz S, Gilchrest B, et al. Fitzpatricks Dermatology in General
Medicine. 8th edition. USA: McGraw-Hill. 2012.p.3238-47.
3. Wolff, K. and R.A. Johnson. Fitzpatrick's Color Atlas And Synopsis of Clinical Dermatology.
2009.

4. Sahoo AK, Mahajan R. Management of tinea corporis, tinea cruris, and tinea pedis: A
comprehensive review. Indian Dermatology Online Journal. 2016;7(2):77-86.
5. Bhatia VK, Sharma PC. Epidemiological studies on Dermatophytosis in human patients
in Himachal Pradesh, India. SpringerPlus. 2014;3:134.
6. Pires CAA, da Cruz NFS, Lobato AM, de Sousa PO, Carneiro FRO, Mendes AMD.
Clinical, epidemiological, and therapeutic profile of dermatophytosis . Anais Brasileiros
de Dermatologia. 2014;89(2):259-265.
7. Rashidian S, Falahati M, Kordbacheh P, et al. A study on etiologic agents and clinical
manifestations of dermatophytosis in Yazd, Iran. Current Medical Mycology.
2015;1(4):20-25.
8. Kokollari F, Daka A, Blyta Y, Ismajli F, Haxhijaha-Lulaj K. Tinea Corporis, Caused by
Microsporum Canis - a Case Report From Kosovo. Medical Archives. 2015;69(5):345-
346.

28

Anda mungkin juga menyukai