Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

Demam dan ruam adalah tanda yang sering ditemui pada anak. Adanya demam dan ruam
bersama-sama pada umumnya sudah dapat membatasi spectrum diagnosis penyakit yang harus
ditegakkan. Spektrum tersebut mencakup infeksi lokal atau sistemik (dengan serangkaian mikroba
penyebab), kelainan yang diperantarai toksin (termasuk yang diduga berhubungan dengan
superantigen bakteri), dan vaskulitides (termasuk hipersensitifitas).
Kesalahan diagnosis penderita dengan demam dan ruam dapat berakibat besar bagi pasien,
kontak, maupun masyarakat. Meningokoksemia yang salah didiagnosis sebagai campak dapat
berakibat kematian akibat keterlambatan pengobatan. Pasien demam skarlatina yang salah
didiagnosis sebagai rubella seharusnya dapat dicegah supaya tidak mengalami komplikasi otitis
media.
Elemen yang sangat penting untuk menegakkan diagnosis yang akurat mencakup
anamnesis yang detil, observasi sistemik pada penderita anak yang menunjukkan tanda-tanda
toksisitas, dan pemeriksaan fisik menyeluruh. Betapapapun sempurnanya, sering kali anamnesis
dan pemeriksaan fisik tetap mempunyai sensitifitas yang rendah. Dalam kondisi semacam itu uji
laboratorium dapat menunjukkan peran yang penting.1
Kulit merupakan salah satu kunci awal untuk mengenali penyakit dengan demam yang
disebabkan oleh berbagai mikroorganisme. Para penyebab infeksi tersebut bisa menghasilkan
beragam lesi di kulit. Lesi yang muncul pada umumnya akan menjadi petanda penting penegakan
diagnosis.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Demam
Definisi demam adalah keadaan dimana temperatur rektal >380C. Menurut American
Academy of Pediatrics suhu normal rektal pada anak berumur kurang dari tiga tahun sampai 380C,
suhu normal oral sampai 37,50C. Pada anak berumur lebih dari tiga tahun suhu orang normal
sampai 37,20C, suhu rektal normal sampai 37,80C.2
Pengukuran suhu dapat dilakukan melewati oral, rektal dan aksila. Pengukuran suhu
melalui mulut dilakukan dengan mengulum termometer, dilakukan pada anak yang sudah
kooperatif, pengukuran pada mulut hasilnya hampir sama dengan pengukuran suhu rektal.
Pengukuran suhu melalui rektal dilakukan pada anak di bawah 2 tahun. Termometer masuk ke
dalam dubur sedalam 2-3 cm dan kedua pantat dikatupkan, pengukuran dilakukan selama 3 menit.
Suhu yang terukur adalah suhu tubuh yang mendekati suhu yang sesungguhnya (core
temperature). Pengukuran suhu melalui aksila hanya dapat dilakukan pada anak besar yang
mempunyai daerah aksila cukup lebar, pada anak kecil daerah aksila nya sempit sehingga dapat
terpengaruh dengan suhu luar. Pastikan puncak ujung termometer tepat pada tengah aksila, dan
diukur selama lima menit. Hasil pengukuran aksila akan lebih rendah 0,5-1,00C dibandingkan
dengan pengukuran suhu melewati dubur. Pengukuran suhu dengan cara meraba kulit, daerah yang
diraba adalah daerah yang pembuluh darahnya banyak, seperti pada pipi, dahi, tengkuk.3

2.2 Pengaturan suhu tubuh


Suhu adalah hasil produksi metabolisme tubuh yang diperlukan untuk kelancaran aliran
darah dan menjaga agar reaksi kimia tubuh dapat berjalan dengan baik. Suhu tubuh diatur oleh
suatu mekanisme yang menyangkut susunan saraf, biokimia dan horminal. Hipotalamus menerima
informasi suhu tubuh bagian dalam dari suhu darah yang masuk ke otak dan informasi suhu luar
tubuh dari reseptor panas di kulit. Termostat dalam hipotalamus diatur pada set-point sekitar suhu
370C dengan rentang sekitar 10C, dan suhu dipertahankan dengan menjaga keseimbangan
pembentukan dan pelepasan panas. Saraf eferen dari hipotalamus terdiri dari saraf somatik dan
saraf otonom, sehingga hipotalamus dapat mengatur aktifitas otot, kelenjar keringat, peredaran
darah, dan ventilasi paru. Hipotalamus posterior bertugas meningkatkan produksi panas dan

2
mengurangi pengeluaran panas. Hipotalamis anterior merupakan pusat pengaturan pengeluaran
panas.4

2.3 Patofisiologi demam


Pada kondisi tertentu, peningkatan suhu tubuh diatas rerata fisiologis justru membawa
manfaat adaptif. Demam pada infeksi terjadi akibat mikroorganisme merangsang makrofag atau
PMN membentuk PE(faktor pirogen enogenik) seperti IL-1 IL-6, TNF dan IFN. Zat ini bekerja
pada hipotalamus dengan bantuan enzim cyclooxygenase pembentuk protaglandin. Prostaglandin
berfungsi untuk meningkatkan set point hipotalamus.3

Hipotermik Hipertermik
CRH Asetilkolin
GABA Angiotensin II
Peptida opioid CCK
Progesteron Dopamin
Prostaglandin Estrogen
Serotonin MSH
TRH Neurotensin
Norepinefrin
Peptida opioid
Somatostatin
Substansi P
Vasopresin
Tabel 1. Beberapa zat yang dapat menimbukan efek termoregulasi pada SSP

2.4 Jenis demam5


1. Demam kontinyu (Gambar 1.) atau sustained fever ditandai oleh peningkatan suhu tubuh
yang menetap dengan fluktuasi maksimal 0,4oC selama periode 24 jam. Fluktuasi diurnal
suhu normal biasanya tidak terjadi atau tidak signifikan.
2. Demam remiten ditandai oleh penurunan suhu tiap hari tetapi tidak mencapai normal
dengan fluktuasi melebihi 0,5oC per 24 jam. Pola ini merupakan tipe demam yang paling
sering ditemukan dalam praktek pediatri dan tidak spesifik untuk penyakit tertentu. Variasi
diurnal biasanya terjadi, khususnya bila demam disebabkan oleh proses infeksi.

3
Gambar 1. Demam remiten
3. Demam intermiten suhu kembali normal setiap hari, umumnya pada pagi hari, dan
puncaknya pada siang hari (Gambar 2.). Pola ini merupakan jenis demam terbanyak kedua
yang ditemukan di praktek klinis.

Gambar 2. Demam intermiten

4. Demam septik atau hektik terjadi saat demam remiten atau intermiten menunjukkan
perbedaan antara puncak dan titik terendah suhu yang sangat besar.
5. Demam quotidian, disebabkan oleh P. Vivax, ditandai dengan paroksisme demam yang
terjadi setiap hari.
6. Demam quotidian ganda (Gambar 3.)memiliki dua puncak dalam 12 jam (siklus 12 jam)

Gambar 3. Demam quotidian


7. Undulant fever menggambarkan peningkatan suhu secara perlahan dan menetap tinggi
selama beberapa hari, kemudian secara perlahan turun menjadi normal.
8. Demam lama (prolonged fever) menggambarkan satu penyakit dengan lama demam
melebihi yang diharapkan untuk penyakitnya, contohnya > 10 hari untuk infeksi saluran
nafas atas.

4
9. Demam rekuren adalah demam yang timbul kembali dengan interval irregular pada satu
penyakit yang melibatkan organ yang sama (contohnya traktus urinarius) atau sistem organ
multipel.
10. Demam bifasik menunjukkan satu penyakit dengan 2 episode demam yang berbeda
(camelback fever pattern, atau saddleback fever). Poliomielitis merupakan contoh klasik
dari pola demam ini. Gambaran bifasik juga khas untuk leptospirosis, demam dengue,
demam kuning, Colorado tick fever, spirillary rat-bite fever (Spirillum minus), dan African
hemorrhagic fever (Marburg, Ebola, dan demam Lassa).

2.5 Ruam
Bermacam-macam agen infeksius dan noninfeksius dapat menimbulkan reaksi kulit yang
berbeda-beda. Manifestasi pada kulit dan berbagai macam ruam dapat dikategorikan berdasarkan
bentuk dari ruam nya.6
Berikut definisi berbagai bentuk ruam:
1. Makula: Perubahan warna pada kulit, tanpa ada nya elevasi atau depresi pada kulit.

Gary Williams, M.D. and Murray Katcher, M.D. Ph.D, Department of Pediatrics with funding and support from the Wisconsin
Area Health Education Center (AHEC) System. Primary Care Dermatology Module Nomenclature of skin lesions.
Gambar : Anak laki-laki usia 8 tahun : macula virus ( erythema infeksiosa)

5
2. Papula: lesi pada kulit dengan konsistensi padat, lesi yang menonjol dengan diamter
kurang dari 0,5 cm.

Gary Williams, M.D. and Murray Katcher, M.D. Ph.D, Department of Pediatrics with funding and support from the Wisconsin
Area Health Education Center (AHEC) System. Primary Care Dermatology Module Nomenclature of skin lesions.
Gambar 2. Anak laki laki usia 5 tahun : papul infeksi jamur.
3. Purpura: lesi kulit yang disebabkan oleh kebocoran sel darah merah, dapat teraba,
dengan ukuran diameter lebih besar dari 5 mm

Gary Williams, M.D. and Murray Katcher, M.D. Ph.D, Department of Pediatrics with funding and support from the Wisconsin
Area Health Education Center (AHEC) System. Primary Care Dermatology Module Nomenclature of skin lesions.
Gambar 3. Anak laki-laki, 3 tahun Henoch Schonlein purpura

4. Ptekie: lesi serupa dengan purpura dengan ukuran diameter kurang dari 5 mm

Gary Williams, M.D. and Murray Katcher, M.D. Ph.D, Department of Pediatrics with funding and support from the Wisconsin
Area Health Education Center (AHEC) System. Primary Care Dermatology Module Nomenclature of skin lesions.
Gambar 4. Anak laki-laki, 7 tahun ptekie (trombositopenia)

6
5. Vesikel: lesi pada kulit yang menonjol berisi cairan dengan diameter kurang dari 0,5
cm.

Gary Williams, M.D. and Murray Katcher, M.D. Ph.D, Department of Pediatrics with funding and support from the Wisconsin
Area Health Education Center (AHEC) System. Primary Care Dermatology Module Nomenclature of skin lesions.
Gambar 5. Anak laki-laki, 3 tahun vesicle pada hand-foot-mouth disease

6. Bullae: lesi pada kulit yang menonjol berisi cairan dengan diamter lebih dari 0,5 cm.

Gary Williams, M.D. and Murray Katcher, M.D. Ph.D, Department of Pediatrics with funding and support from the Wisconsin
Area Health Education Center (AHEC) System. Primary Care Dermatology Module Nomenclature of skin lesions.
Gambar 6. Anak perempuan, 2 tahun Stevens Johnson Syndrome

7. Pustul: Lesi pada kulit yang menonjol berisi cairan purulen (cairan purulen dapat
berwarna putih, kuning, kehijauan atau hemoragik)

Gary Williams, M.D. and Murray Katcher, M.D. Ph.D, Department of Pediatrics with funding and support from the Wisconsin
Area Health Education Center (AHEC) System. Primary Care Dermatology Module Nomenclature of skin lesions.
Gambar 6. Anak laki-laki, 15 tahun Infeksi streptococcus beta-hemolytic

7
2.6 Demam dengan ruam
Pertimbangan dan memnentukan hubungan yang benar antara demam dan ruam dengan
gejala lain adalah poin penting untuk mendiagnosa penyakit demam yang disertai dengan ruam.
Dalam mengevaluasi seorang pasien yang menderita demam dan ruam, perlu diketahui bentuk dan
tipe dari ruam, kapan dan dimana pertama kali ruam nya muncul, apakah demam berhubungan
dengan ruam yang timbul, apakah ruam mengalami perubahan bentuk, gejala yang mendahului
ruam.7
2.6.1 Sejarah
Epidemi campak dan cacar telah terjadi sejak kekaisaran Romawi dan China pada awal abad
masehi. Demam skarlatina dikenali sebagai penyakit tersendiri sejak abad 17. Cacar air dan rubella
baru diidentifikasi di abad ke-18 dan 19.
Pada penulisan di awal abad ke-20, penyakit eksantema makulopapular diberi nomor
berdasarkan urutan kemunculan pertama kalinya. Demam skarlatina dan campak adalah 2 penyakit
yang terawal di kelompok ini. Tabel berikut menggambarkan urutan penyakit berdasarkan nomor
historis.8,9

Penyakit Agen Infeksius

First Rubeola or measles


Second Streptococcal scarlet fever
Third Rubella or German measles
Fourth Filatov-Dukes disease
Fifth Erythema infectiosum ( parvovirus B19 )
Sixth Human herpes virus 6 ( roseola )

Tabel 1. Nomenklatur Eksantema Infeksi Klasik

2.6.2 Patogenesis
Cara kulit bereaksi terhadap infeksi sesungguhnya terbatas. Patogenesis manifestasi kulit dari
penyakit sistemik dapat dibagi menjadi 3 kategori. Pertama, penyebaran mikroorganisme
penyebab infeksi melalui darah (viremia, bakteriemia, dan sebagainya) yang menghasilkan infeksi
sekunder di kulit. Temuan klinis di kulit pada kelompok ini dapat merupakan efek langsung
penyebab infeksi di epidermis, dermis, atau endotel kapiler dermis, atau dapat juga merupakan
hasil reaksi respon imun antara organisme yang bersangkutan dengan antibodi atau faktor seluler
di lokasi kulit. Cacar air, infeksi enterovirus, dan meningokoksemia adalah contoh penyakit

8
dimana mikroba mencapai kulit melalui darah dan menimbulkan temuan di kulit tanpa campur
tangan faktor imunologis pejamu. Pada penyakit campak, rubella, dan gonokoksemia, faktor
waktu, gambaran histologis, dan tingkat kesulitan mendapatkan hasil pada kultur mengindikasikan
adanya kombinasi 2 faktor yaitu efek langsung dan respon imunologis.
Kedua, patogenesis yang berhubungan dengan penyebaran toksin dari penyebab infeksi.
Infeksi terjadi di lokasi tertentu namun kemudian toksin yang dihasilkan menyebar dan mencapai
kulit melalui darah. Tiga contoh penyakit dalam kelompok ini adalah demam skarlatina
streptokokal, staphylococcal scalded skin syndrome (SSSS), dan sindroma syok toksik.
Kategori ketiga adalah patogenesis pada penyakit sistemik dimana eksantema tidak dapat
dimengerti dengan baik namun muncul dan diduga mempunyai dasar imunologis. Yang paling
penting dari kelompok ini adalah gambaran klinis eritema multiforme eksudativum (sindroma
Stevens-Johnsons) dan eritema nodosum. Pada sebagian besar kasus lokasi antigen maupun toksin
yang menyebar sulit diidentifikasi.
Ramundo menambahkan mekanisme keempat yaitu melalui keterlibatan vaskuler yang
menghasilkan lesi di kulit. Berbagai mekanisme tersebut mungkin saja terjadi secara berurutan.
Aspek klinik yang penting dari penyakit eksantematus adalah penyebaran dan progresifitas
lesi. Sekalipun demikian pengetahuan mengenai hal tersebut belum banyak diungkap. Para ahli
mengetahui bahwa perbedaan ketebalan kulit, kondisi vaskuler, derajat proliferasi, suhu, dan
aktivitas metabolik sangat penting pada penyakit hewan dengan manifestasi kulit. Pada manusia
faktor-faktor tersebut pasti juga berperan penting dan dipengaruhi oleh mikroorganisma penyebab.

2.6.3. Gejala dan Tanda Klinik


Pembahasan gejala klinik dapat dilakukan dengan berbagai sudut pandang. Dalam tulisan
ini uraian akan dibagi berdasarkan etiologi infeksi. Haruslah dipahami bahwa tidak ada batas yang
nyata yang dapat membedakan penyebab infeksi, terutama dari aspek gejala klinik semata-mata.
Etiologi infeksi terbanyak yang dapat menimbulkan demam dan ruam pada anak adalah virus.
a. Infeksi Virus10,11
Virus dapat melibatkan kulit dengan cara menyebar ke kulit selama infeksi sistemik disertai
replikasi virus pada kulit. Sejumlah virus bersifat epidermotrofik dan bereplikasi di dalam
keratinosit.

9
Erupsi kulit yang berhubungan dengan sindroma virus akut disebut eksantema virus (viral
exanthem). Jika mukosa terlibat, istilah yang digunakan adalah enantema virus. Insiden eksantema
virus tidak diketahui namun untuk herpes simpleks saja, insiden per tahun dapat mencapai 5,1 per
1000 anak terinfeksi. Enteroviral dan adenoviral adalah eksantema virus terbanyak di Amerika
Serikat. Semua virus dapat menimbulkan eksantema.
Reaksi kulit nonspesifik terhadap infeksi virus adalah yang tidak menunjukkan distribusi
klasik, morfologi lesi yang unik, enantema yang berkaitan ataupun kompleks gejala yang
menyertainya. Sebaliknya, beberapa kelainan menunjukkan eksantema yang klasik, seperti
morbili, rubella, atau eritema infeksiosum.
Penderita infeksi virus mungkin menunjukkan gejala penyerta seperti demam, nyeri kepala,
malaise, gangguan pernapasan, gangguan pencernaan, dan sebagainya. Pembedaan terhadap erupsi
obat sering sukar dilakukan dan hal ini diperburuk dengan peresepan antimikroba. Gejala penyerta,
waktu munculnya erupsi, dan riwayat pemakaian obat sangat membantu menegakkan diagnosis.
Lesi kulit pada eksantema virus yang tidak khas biasanya terdiri dari makula atau papula
eritematus yang blanchable, yang tersebar difus di tubuh dan ekstremitas. Presentasi yang lebih
jarang meliputi bentuk vesikular, pustular, urtikarial, maupun skarlatiniformis. Purpura jarang
ditemukan.
Secara umum dapat dikatakan bahwa kebanyakan eksantema virus pada musim panas
disebabkan oleh kelompok enterovirus sedangkan yang timbul pada musim dingin disebabkan oleh
virus saluran pernapasan.
Eritema infeksiosum disebabkan oleh parvovirus B19. Adenovirus tipe 1, 2, 3, 4, 7, dan 7a
telah diisolasi dari anak-anak dan remaja dengan eksantema. Fukumi dan kawan-kawan
menemukan ruam muncul pada sekitar 2% dari infeksi adenovirus. Hope-Simpson dan Higgins
menemukan angka yang lebih tinggi, 8%.
Enam spesies virus herpes manusia mempunyai manifestasi kulit dengan derajat klinik
yang berbeda-beda. Hampir semua cacar air berhubungan dengan eksantema. Di lain pihak, infeksi
CMV jarang ditandai dengan eksantema. Infeksi virus Epstein-Barr menunjukkan eksantema
antara 3-100%, tergantung dari paparan terhadap ampisilin. Kurang dari 10% infeksi primer
dengan herpes simpleks berhubungan dengan manifestasi kulit. Eritema multiforme sering muncul
pada infeksi herpes simpleks yang rekuren. HHV-6 dan 7 merupakan penyebab roseola infantum.

10
Enterovirus dewasa ini merupakan penyebab terbanyak penyakit eksantematus. Di lain
pihak, poxvirus jarang menimbulkan eksantema. Manifestasi klinik enterovirus bervariasi. Pada
infeksi Coxsackie A16 dan echovirus 9 ruam mungkin didapatkan pada 50% penderita. Hanya
sekitar 15% penderita echovirus 4 yang memiliki eksantema. Angka untuk echovirus 6 jauh lebih
rendah lagi. Hope-Simpson dan Higgins menemukan eksantema pada hanya sekitar 5% penderita
infeksi rhinovirus.10

Dari famili Togaviridae, rubella adalah yang terpenting. Beberapa alphavirus juga dapat
menimbulkan eksantema. Setiap virus mempunyai kekhususan wilayah geografis. Hal serupa
juga terjadi pada flavivirus, termasuk dengue. Eksantema biasanya bukan tanda infeksi influenza,
sekalipun penelitian menemukan angka 1-8%. Dari famili Paramyxoviridae, campak adalah yang
terpenting. Eksantema juga sering ditemukan pada infeksi parainfluenza tipe 1-3 dan RSV,
terutama pada bayi muda. Infeksi virus mumps jarang menimbulkan ruam eksantematus.

b. Infeksi Bakteri
Ekspresi klinis infeksi bakteri yang mempunyai manifestasi kulit sangat bervariasi.Infeksi
stafilokokus phage grup II pada bayi muda akan ditandai ruam sedangkan pada dewasa jarang
menimbulkan penyakit. Infeksi S. pneumoniae jarang ditandai eksantema. Infeksi N. meningitidis
hampir selalu ditandai dengan eksantema.
Sekalipun jumlah kasus tidak sebanyak eksantema virus, penyakit demam dan ruam yang
disebabkan oleh bakteri memegang peran penting mengingat kemungkinan derajat beratnya
penyakit serta tersedianya terapi definitif.

c. Infeksi Jamur dan Protozoa12


Prosentase terbesar penyebab utama penyakit yang ditandai dengan demam dan ruam pada
anak adalah infeksi virus dan bakteri. Mikroorganisma lain yang mampu menimbulkan demam
dan ruam adalah infeksi jamur, protozoa, cacing, klamidia, rickettsia, dan mycoplasma.

3. Penegakan Diagnosis
Sering diagnosis pasti demam dan ruam pada anak sulit ditegakkan. Banyak tenaga kesehatan
hanya menyebutkan campak dan atau cacar air sebagai diagnosis final tanpa melakukan evaluasi
lebih lanjut.

11
Penegakan diagnosis perlu memperhitungkan beberapa faktor penting, termasuk penyakit non
infeksi. Karena umumnya anak dengan demam dan ruam akut mempunyai gambaran umum yang
serupa yang terjadi pada banyak penyakit yang akan sembuh dengan sendirinya, penegakan
diagnosis sering dapat dilakukan hanya dengan mengamati pola penyakit semata-mata (misalnya
dengan pengenalan visual eksantema yang timbul) atau dengan menggunakan tes laboratorium
yang minimal (misalnya ruam yang konsisten dengan demam skarlatina diikuti tes aglutinasi lateks
untuk streptokokus grup A yang positif). Sekalipun demikian, spektrum penyakit infeksi begitu
luas sehingga keluhan maupun tanda yang didapatkan kebanyakan sangat tidak khas dan
pengamatan pola tidak cukup untuk menegakkan diagnosis. Dalam hal ini diperlukan penggunaan
tes laboratorium.
Penelitian dengan serangkaian tes spesifik (kultur streptokokus, serologi untuk rubella,
campak, hepatitis A dan B, Epstein-Barr, parvo, dan M. pneumoniae) dapat menemukan diagnosis
dari 65% kasus dengan lesi eksantematus menyeluruh yang tidak dapat dipastikan hanya
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik saja.
Keputusan klinik jelas berada di tangan para klinisi untuk sekedar menunggu dan mengamati
perjalanan sakit, melakukan serangkaian pemeriksaan ketika pasien dinyatakan berada dalam
resiko morbiditas yang signifikan (namun pengobatan tersedia), ataupun lebih tinggi dari itu-
melakukan upaya diagnosis dan penatalaksanaan segera untuk kasus yang nampak toksik, ditandai
perubahan status mental, tanda vital yang tidak stabil, atau menunjukkan komponen petekial dan
purpurik.
Pendekatan diagnosis untuk anak dengan ruam petekial dan atau purpurik meliputi anamnesis
yang cermat, pemeriksaan fisik menyeluruh, serta beberapa pemeriksaan tambahan sesuai indikasi,
seperti darah lengkap, profil koagulasi, kultur darah, tenggorok, dan analisa cairan spinal.
a. Anamnesis
Anamnesis yang lengkap dan terarah sangat penting dalam membatasi diagnosis banding yang
dipikirkan setiap kali menghadapi penderita demam dan ruam pada anak. Pertanyaan menyangkut
ruam secara mendetail merupakan kunci yang harus didahulukan. Paparan terhadap penyebab
infeksi, riwayat penyakit sebelumnya, pengobatan yang diterima, dan riwayat sosial sering
memberikan petunjuk diagnosis yang berharga.

12
Berhati-hatilah bahwa dalam anamnesis dapat muncul petunjuk yang menipu ke arah diagnosis
yang keliru. Pemeriksaan setelah anamnesis, yang dilakukan dengan teliti, akan membuka keadaan
pasien lebih mendetail dan menampilkan dianosis banding yang lebih objektif.
Sebagian besar penyakit eksantema akut memberikan kekebalan seumur hidup. Dengan
demikian, jika dalam anamnesis ditemukan riwayat menderita penyakit tersebut sebelumnya,
kemungkinan terulangnya penyakit yang sama dapat disingkirkan. Namun hal ini tentu bergantung
pada daya ingat orang tua serta ketepatan diagnosis di masa lalu.
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis. Dimulai dari keadaan umum dan tanda vital,
pemeriksaan kemudian dilanjutkan pada status tiap organ secara umum, dan akhirnya mengamati
ruam dengan seksama. Menurut Garg dan kawan-kawan (2008) ada 3 hal penting menyangkut
ruam yang harus bisa ditentukan yaitu : warna, konsistensi dan feel of lesion, serta komponen
anatomi dari kulit yang terlibat (epidermal, dermal, subkutan, atau kombinasi).
c. .Pemeriksaan Penunjang
Beberapa jenis pemeriksaan penunjang yang dapat dikerjakan untuk menegakkan
diagnosis juga tercantum dalam tabel.

NO PEMERIKSAAN KETERANGAN

1 Tanda vital Suhu, terutama tingginya demam


Nadi
Respirasi
Tekanan darah
2 Keadaan umum Sadar
Tampak sakit - akut
Tampak sakit kronis
Tampak toksik
3 Pembesaran kelenjar dan lokasi
4 Lesi konjungtiva, mukosa, dan
5 genital
6 Pembesaran hepar dan lien
7 Artritis
8 Nuchal rigidity atau disfungsi
neurologis
Gambaran ruam
Tipe : Makular
Papular
Makulopapular
Petekiae atau purpura

13
Eritroderma difus :
Penekanan pada flexural crease
Deskuamasi dengan stroking (Nikolsky sign)
Eritroderma terlokalisir :
Expansile
Nyeri
Urtikaria
Vesikula, pustula, bulla
Nodul
Ulcer
Diskrit atau uniform
Deskuamasi
Konfigurasi atau lesi individual annular ; iris; arciform; linear; bulat; umbilicated
: zosteriform; linear; tersebar; terisolasi; berkelompok
Susunan lesi : area terpapar ; sentripetal atau sentrifugal
Pola distribusi dan lokasi : umum atau terlokalisir
simetris atau asimetris
9 Lokasi : daerah fleksor, ekstensor, sela jari, telapak tangan
dan kaki, dermatomal, area terekspose, dsb
Mukosa buccal
10 Enantema yang berhubungan Palatum
Faring dan tonsil
Okular
Temuan lain yang berhubungan ( Kardiak
terisolir maupun dalam klaster ) Pulmonary
Gastrointestinal
Pemeriksaan fisik umum lainnya Musculoskeletal
11 Reticuloendothelial
Neurologis

Tabel 7. Pemeriksaan Fisik Penderita dengan Demam dan Ruam13,14

TES APLIKASI

Umum : darah lengkap, urinalisis, kimia Tidak spesifik


klinik
Sangat membantu pada lesi pustular atau petekial.
Aspirat lesi kulit : pengecatan Gram dan Positif hingga 50% pada kasus meningococcemia akut
kultur
Infeksi jamur, penyakit granulomatous, vaskulitis
Imunofluoresen : Rocky Mountain spotted fever
(RMSF), SLE
Biopsi

14
Semua kasus bakteremia dan sebagian fungemia
Infeksi virus
Kultur dari sumber lain : Infeksi gonokokal yang menyebar
Darah
Hapus tenggorok / rektum Infeksi streptokokal dan rickettsial, infeksi spiroketal (
Tenggorok, rektum, uretra, cervix, sendi sifilis, leptospirosis, Lyme ), mikoplasma, infeksi jamur
( kriptokokosis, koksidioidomikosis ), infeksi virus (
Tes serologis hepatitis B, Epstein-Barr, CMV, campak, adenovirus ),
trichinosis, SLE

Infeksi virus herpes ( multinucleated giant cell )

Pengecatan Wright atau Giemsa dari cairan


vesikular

Tabel 8. Beberapa Pemeriksaan Penunjang untuk Demam dan Ruam

4. Algoritma Diagnosis

Beberapa pakar mengemukakan algoritma dalam diagnosis dan penatalaksanaan anak


dengan demam dan ruam. Algoritma tersebut menggunakan beberapa pendekatan yang
berbeda sekalipun dengan dasar teori yang serupa.
Beberapa kemungkinan dalam mendiagnosis harus selalu diperhitungkan. Anamnesis yang
lengkap, pemeriksaan fisik yang cermat, serta pemeriksaan penunjang sesuai kebutuhan pada
umumnya cukup untuk membuat diagnosis. Sekalipun demikian, pada sebagian kasus masih
diperlukan pengamatan penyakit untuk beberapa saat serta evaluasi terhadap hasil pengobatan.

15
Viruses :
Enterovirus
Congenital rubella
CMV
Atypical measles
HIV
CBC with differential Hemorrhagic fever virus
and platelet count Hemorrhagic varicella
Petechial or Consider : Bacteria :
purpuric rash Coagulation studies Sepsis (meningococcal,
Blood culture gonococcal, pneumococcal,
CSF cytology and Haemophilus influenzae)
culture Endocarditis
Pseudomonas aeruginosa
Rickettsia
Rocky Mountain spotted fever
Endemic typhus
Ehrlichiosis
Others :
Henoch-Schonlein purpura
Vasculitis
Thrombocytopenia

Viruses :
Roseola ( HHV-6 )
Epstein-Barr virus
Adenovirus
Macular or Measles
maculopapular Rubella
FEVER AND RASH rash Fifth disease (parvovirus)
Enterovirus
Hepatitis B virus (papular
acrodermatitis)
History and Appearance HIV
physical of the rash Dengue virus
examination Bacteria :
Mycoplasma pneumoniae
Group A Streptococcus (scarlet
fever)
Arcanobacterium hemolyticus
Secondary syphilis
Leptospirosis
Pseudomonas
Meningococcal infection (early)
Salmonella
Lyme disease
Listeria monocytogenes
Rickettsia :
Early Rocky Mountain spotted fever
Typhus
Ehrlichiosis
Others :
Kawasaki disease
Coccidioides immitis

Bacteria :
Scarlet fever (Group A
Diffuse streptococcus)
erythroderma Toxic shock syndrome
(Staphylococcus aureus)
Staphylococcal scarlet fever

Staphylococcal scalded skin


Other rashes Fungi (Candida albicans)

Gambar 1a. Algoritma untuk Demam dan Ruam menurut Pomeranz dkk (1)15
.

16
Viruses :
Epstein-Barr virus
Hepatitis B virus
HIV
Enteroviruses
Bacteria :
Mycoplasma pneumoniae
Group A streptococcus
Shigella
Meningococcus
Yersinia
Others :
Urticarial rash Parasites
Insect bites
Drug reaction

Viruses :
Herpes simplex
Consider : Varicella zoster
Vesicular, Gram stain and Coxsackie virus A and B
bullous, culture of the lesion ECHO (enteric cytopathogenic
pustular rash Tzanck preparation human orphan) virus
PCR testing Bacteria :
Staphylococcal scalded skin syndrome
Staphylococcal bullous impetigo
Group A streptococcus impetigo
Others :
Toxic epidermal necrolysis
Erythema multiforme (Stevens-Johnson
syndrome)
FEVER Rickettsial pox
AND RASH
(continued)

Viruses :
Epstein-Barr virus
Hepatitis B
Consider : Bacteria :
Streptococcal culture Group A streptococci
or antigen detection Tuberculosis
tests Yersinia
Erythema Hepatitis B serology Cat-scratch disease
nodosum PPD (tuberculous skin Fungi :
test) Coccidiomycosis
Chest X-ray Histoplasmosis
Others :
Sarcoidosis
Inflammatory bowel disease
Systemic lupus erythematosus
Behcet disease

Ecthyma gangrenosum Pseudomonas aeruginosa

Erythema chronicum migrans Lyme disease

Distinctive Necrotic eschar Aspergillosis, mucormycosis


rashes
Erysipelas rashes Group A streptococcus

Koplik spots Measles

Erythema marginatum Rheumatic fever

Gambar 1b. Algoritma untuk Demam dan Ruam menurut Pomeranz dkk (2)15
. 17
5. Terapi

Menurut Lembo (2004), pengobatan anak dengan demam dan ruam meliputi petunjuk
antisipatif dan intervensi spesifik.
Petunjuk antisipatif sudah cukup pada pasien yang dapat diidentifikasi dengan jelas,
penyakitnya akut, dapat sembuh sendiri, dan berupa infeksi yang noninvasif. Orang tua perlu diberi
tahu mengenai lamanya sakit, perubahan klinis yang diharapkan, potensi komplikasi, dan cara
pengenalannya, serta kapan waktu untuk kontrol kembali ke tenaga kesehatan. Surveilans aktif
untuk mencari komplikasi dapat dilakukan apabila pengasuh pasien diperkirakan tidak terlalu
mampu merawat dengan baik atau bila pasien menunjukkan derajat toksisitas yang lebih tinggi
dari yang diperkirakan sebelumnya.
Intervensi terapeutik bisa suportif, empirik, maupun definitif. Terapi suportif cukup bagi
semua pasien terutama yang saat datang menunjukkan kekacauan homeostasis fisiologis.
Intervensi ini bertujuan mencegah dan mengganti kehilangan cairan, memelihara oksigenasi,
ventilasi dan perfusi yang adekuat, dan mendukung metabolisme melalui stabilitas kadar gula
dalam darah. Untuk sebagian besar pasien pemeliharaan atau penggantian cairan dapat dicapai
dengan rute enteral.
Penggunaan antipiretik perlu dilakukan hati-hati terutama dalam hal pemilihan jenis obat.
Sindrom Reye pernah dilaporkan pada anak dengan eksantema virus yang mengkonsumsi aspirin.
Untuk penderita dengan demam dan ruam yang disebabkan oleh kelainan inflamasi sistemik (JRA,
SLE), NSAID memegang peran penting untuk mengendalikan demam dan mengatur aktivitas
penyakitnya.
Terapi empiris diberikan apabila diagnosis penyakit yang bisa diobati tersebut sejalan dengan
tingginya angka morbiditas dan mortalitas namun konfirmasi untuk diagnosis sangat terbatas, baik
karena tes yang lebih spesifik untuk penyakit itu masih tertunda maupun memang tidak tersedia
tes khusus untuk kelainan tersebut.
Antibiotika dapat diberikan pada pasien dengan infeksi kulit lokal seperti selulitis atau eritema
kronikum migrans, untuk pasien dengan ruam petekial dan atau purpurik yang diperkirakan
mempunyai infeksi invasif atau terhadap pasien yang nampak toksik atau menunjukkan
ketidakstabilan kardiovaskular. Antibiotika yang tepat, agresif, dan segera diberikan, dibantu
pengobatan suportif, akan menjadi penyelamat pada infeksi bakteri invasif serta staphylococcal

18
exfoliative toxin syndrome pada bayi muda. Antibiotika mungkin juga berguna pada syok toksik
stafilokokal, terutama untuk mengobati infeksi lokalnya dan mencegah kekambuhan.
Pilihan empiris untuk antibiotika ditentukan oleh usia pasien, dan adanya fokus infeksi seperti
meningitis. Bayi muda (kurang dari 2 bulan) sering terinfeksi streptokokus grup B, batang enterik
gram negatif, dan yang lebih jarang- Listeria monocytogenes dan bakteria berkapsul seperti S.
pneumonia, H. influenzae tipe b, N. meningitidis dan N. gonorrhoeae. Herpes simpleks
menyeluruh dan meningoensefalitis herpes perlu dipertimbangkan pada bayi kurang dari 1 bulan
yang mengalami ruam vesikuler serta bukti laboratoris DIC atau dengan pleiositosis carian spinal
steril. Bayi yang lebih tua, anak, dan remaja lebih sering terkena patogen berkapsul dan genus
salmonella.
Bagi neonatus kombinasi ampisilin dan aminoglikosida, atau yang lebih sering dipakai,
sefalosporin generasi ketiga, nampaknya merupakan terapi empiris yang memadai. Pemberian
asiklovir parenteral perlu dipertimbangkan jika herpes simpleks merupakan salah satu
kemungkinan. Bagi pasien yang lebih tua injeksi parenteral dengan sefalosporin generasi ketiga
sudah memadai. Di daerah yang mengalami peningkatan resistensi S. pneumoniae terhadap
penisilin, penambahan vankomisin merupakan alternatif yang baik.
Pasien dengan penegakan diagnosis melalu pengenalan pola, penemuan kasus, agregasi
sindromik, biopsi atau per eksklusionum mungkin bisa menerima intervensi definitif jika tersedia.
Intervensi definitif tidak selalu menyembuhkan. Oleh karena itu diperlukan peresepan antibiotika,
obat antiinflamasi, atau imunosupresan.
Infeksi streptokokus grup A dan kelainan yang berkaitan dengannya sepeti demam reuma akut
sebaiknya diobati dengan penisilin. Terapi standar untuk faringitis yang berhubungan dengan
demam skarlatina atau demam reumatik akut adalah penisilin oral atau benzatin penisilin
intramuskular. Infeksi herpes simpleks atau virus varicella-zoster bisa diterapi dengan asiklovir
oral atau intravena. Keuntungan asiklovir untuk herpes simpleks dan varicella-zoster pada pejamu
yang imunokompeten belum sepenuhnya jelas.
Bagi pasien yang mengalami demam persisten lebih dari 48 jam (10% kasus) atau rekrudesen,
pengulangan IVIG direkomendasikan. Alternatif lain adalah menggunakan metilprednisolon 30
mg/kg/hari selama 1-3 hari. Pasien yang memerlukan pengulangan terapi cenderung mempunyai
keterlibatan jantung yang lebih besar yang mencakup efusi perikardial, disfungsi ventrikel, dan

19
ektasia arteri koroner. Sekalipun demikian hasil pengobatan relatif serupa dengan yang tanpa
pengulangan.11

Berikut pendekatan klinis penyakit demam dan ruam :


1. Campak (measles/rubeola/morbili) 16,17,18
Etiologi : Morbilivirus.
Masa inkubasi : 14 21 hari.
Masa penularan : 2 hari sebelum gejala prodromal sampai 4 hari timbulnya erupsi. Cara
penularan melalui droplet.
Manifestasi klinis :
- Masa prodormal antara 2-4 hari ditandai dengan demam tinggi, koriza, batuk,
konjungtivitis dan bercak koplik
- Bercak koplik timbul 2 hari sebelum dan sesudah erupsi kulit, terletak pada mukosa
bukal posterior berhadapan dengan molar, berupa papul berwarna putih atau abu-abu
di atas dasar bergranulasi dan eritematosa.
- Ruam timbul disaat puncak tertinggi demam.
- Demam menurun dengan cepat setelah 2-3 hari timbulnya eksantema.
- Dapat disertai adanya adenopati generalisata dan splenomegali.
- Eksantema berupa papul eritematosa berbatas jelas dan kemudian berkonfluensi
menjadi bercak yang lebih besar, tidak gatal dan kadang disertai purpura.
- Erupsi dimulai dari belakang telinga dan perbatasan rambut kepala kemudian menyebar
secara sefalocaudal.
- Bercak menghilang disertai hiperpigmentasi kecoklatan dan deskuamasi ringan yang
menghilang setelah 7-10 hari.

20
Gambar 8. Koplik Spot pada
Gambar 7. Eksanthema morbiliform klasik yang Measles
menyebar dari wajah ke badan dan ekstrimitas

Grafik 1. Periode Demam dan Ruam pada Measles


Diagnosis:

- Manifestasi klinis, tanda patognomonik bercak koplik.


- Isolasi virus dari darah, urin, atau sekret nasofaring.
- Pemeriksaan serologis IgM campak.

21
Komplikasi: otitis media, mastoiditis, pnemonia, ensefalomielitis, subacute sclerosing
panenchephalitis(SSPE).

Terapi: Suportif, pemberian vitamin A 2x200.000 dalam interval 24 jam.

Pencegahan: Vaksinasi campak dan MMR

2. Campak Atipik16

Etiologi: imunisasi oleh virus campak yang telah dimatikan.

Patogenesis: delayed hypersensitivity terhadap antigen virus

Manifestasi klinis:

- Demam tinggi, nyeri kepala, nyeri otot, dan nyeri perut yang disertai pneumonitis.
- Erupsi kulit berupa urtikaria makulopapular, ptekie, purpurik dan kadang vesikular
dengan predileksi pada ektremitas.
- Dapat terjadi edema pada lengan dan kaki serta hiperestesi pada kulit. Bentuk dan
distribusi eksantem menyerupai rocky-mountain-spotted fever.

Terapi: simtomatik

Pencegahan: Imunisasi vaksin virus campak hidup yang dilemahkan.

3. Rubela16-19

Etiologi: Rubivirus

Masa inkubasi: 14-21 Hari

Masa penularan: sejak akhir masa inkubasi sampai 5 hari setelah timbulnya ruam.
Pemularan melalui droplet.

22
Manifestasi klinis

- Masa prodromal 1-5 hari ditandai dengan demam subfebris, malaise, anoreksia,
konjungtivitis ringan, koriza, nyeri tenggorokan, batuk dan limf deno- pati. Gejala
cepat menurun setelah hari pertama timbulnya ruam.

- Demam berkisar 380C 38,70C. Biasanya timbul dan menghilang bersamaan dengan
ruam kulit.
- Enantema pada rubela (Forschheimer spots) ditemukan pada periode prodrodromal
sampai satu hari setelah timbulnya ruam, berupa bercak pinpoint atau lebih besar,
warna merah muda, tampak pada palatum mole sampai uvula. Bercak Forsch heimer
bukan tanda patognomonik.
- Terdapat limfadenopati generalisata tapi lebih sering pada nodus limfatikus
suboksipital, retroaurikular atau suboksipital.
- Eksantema berupa makulopapular, eritematosa, diskret. Pertama kali ruam tampak di
muka dan menyebar ke bawah dengan cepat (leher,badan, dan ekstremitas) Ruam pada
akhir hari pertama mulai merata di badan kemudian pada hari ke dua ruam di muka
mulai menghilang, dan pada hari ke tiga ruam tampak lebih jelas di ekstremitas
sedangkan di tempat lain mulai menghilang.

23
Gambar 9 : exantema pada rubella dan limadenopati retroaurikular

Diagnosis:

- Manifestasi klinis yaitu prodormal ringan, ruam menghilang dalam 3 hari,


linfadenopati retroaurikuler dan suboksipital.
- Isolasi virus
- Serologis

Komplikasi: jarang pada anak

Pencegahan: Vaksinasi MMR

4. Scarlet Fever (Scarlatina)16,17,20

Etiologi : Streptococcus beta hemolyticus grup A

Masa inkubasi : 1 7 hari, rata-rata 3 hari

Cara penularan: Melalui droplets dari pasien yang terinfeksi atau karier

Fokus infeksi : Faring dan tonsil, jarang pada luka operasi atau lesi kulit.

Manifestasi klinis :

- Gejala prodromal berupa demam panas, nyeri tenggorokan, muntah, nyeri kepala,
malaise dan mengigil. Dalam 12 24 jam timbul ruam yang khas.
- Tonsil membesar dan eritem, pada palatum dan uvula terdapat eksudat putih keabu-
abuan.
- Pada lidah didapatan eritema dan edema sehingga memberikan gambaran strawberry

24
tounge (tanda patognomonik).
- Ruam berupa erupsi punctiform, berwarna merah yang menjadi pucat bila ditekan.
Timbul pertama kali di leher, dada dan daerah fleksor dan menyebar ke seluruh badan
dalam 24 jam. Erupsi tampak jelas dan menonjol di daerah leher, aksila, inguinal dan
lipatan poplitea.
- Pada dahi dan pipi tampak merah dan halus, tapi didaerah sekitar mulut sangat pucat
(circumoral pallor)
- Beberapa hari kemudian kemerahan di kulit menghilang dan kulit tampak sandpaper
yang kemudian deskwamasi setelah hari ketiga.
- Deskuamasi berbeda dengan campak karena lokasinya di lengan dan kaki.
Deskuamasikemudian akan mengelupas dalam minggu 1-6.

Grafik 2. Grafik Periode Demam dan Ruam pada Scarlet Fever

Gambar 10. Strawberry tongue

25
Diagnosis :

- Manifestasi klinis
- Kultur positif dari sekret nasofaring
- Serologis; peningkatan kadar anti streptolisin O (ASTO).

Komplikasi :
Abses tonsilm otits media, bronko pneumonia, dan jarang menjadi mastoiditis,
osteomielitis atau septikemia. Kompliasi lanjut adalah demam rematik dan
glomerulonefritis akut.

Terapi :

- Penisilin per oral/IV, eritromisin atau sefalosporin yang diberikan sedini mungkin.
- Suportif

5. Stapylococcal Scalded Skin Syndrome (SSSS)16,17,21

Etiologi : Staphyllo-coccus aureus (menghasilkan toksin eksfoliatif).

Fokus infeksi: Faringitis purulen, rinitis, knjung tivitis, luka atau infeksi umbilikal pada
neonatus.

Manifestasi klinis :

Gejala prodromal berupa demam dan iritabel.

- Ruam berupa makula eritem tampak pertama kali di sekitar mulut dan hidung. Kulit
tampak halus yang kemudian menyebar generalisata dan kemudian meyebar
generalisata dan kemudian tampak seperti sandpaper.
- Lesi terutama dpada daerah fleksor, terutama lipar paha, aksila dan leher.
- Setelah 1 2 hari kulit menjadi berkerut dan dapar terjadi bula, mudah mengelupas
(Nikolskys sign), kulit nyeri bila disentuh. Selanjutnya 2 3 hari permukaan kulit
menjadi kering dan berkrusta.
- Penyembuhan terjadi setelah 10 14 hari.

26
Gambar 11. Edema pada wajah, krutas perioral, eritema dari leher ke badan
deskuamasipada dada dan axilla

Diagnosis : Kultur dari kulit dan cairan bula.

Komplikasi : Sepsis dan endokarditis bakterialis.

Terapi :

- Suportif, mencegah sepsis, balans cairan dan elektrolit.


- Antibiotik resisten penisilinase.
- Kortikosteroid merupakan kontraindikasi mutlak karena dapat meningkatkan angka
morbiditas dan mortalitas.
- Krim emolien dapat mengurangi rasa nyeri pada kulit yag terkelupas.

6. Meningococcemia16,21

Etiologi : Neisseria meningtidis (kuman Gram negatif)

Masa Inkubasi : 2 10 hari.

Manifestasi klinis:

- Infeksi nasofaring ringan


- Bakteriemia tanpa sepsis
- Meningokoksemia fulminan tanpa meningitis
- Meningitis dengan/tanpa meningokoksemia
- Meningokosemia kronik
Masa prodromal berupa nyeri tenggorokan, 2-8 jam kemudian diikuti

27
dengan demam tinggi, nausea dan diare.
Ruam berupa petekie pada kulit, jarang di membran mukosa. Berwarna
merah, papula/makula terdapat pada ekstremitas dan badan.

Gambar 12. Lesi Papular di kulit pada penderita Meningococcemia

Diagnosis:

Perwarna Gram dan kultur dari darah, lesi kulit dan cairan serebrospinal.

Diagnosis banding:

Bakterimia akut, endokarditis, demam rematik, purapura Henoch Schonlein, campak atipik
dan rocky mountain spotted fever.

Terapi:

- Inisial terapi dengan antibiotik ampisilin dan kloramfenikol atau sefalosporin generasi
ketiga. Setelah hasil kultur positif maka diberikan penisilin G 250.000 300.000
U/kg/hari dibagi dalam 6 kali pemberian selama 7-10 hari. Jika alergi terhadap
penisilin, diberikan kloram fenikol 100 mg/kg/hari (maksimal 4 gram/hari)
- Suportif, mencegah komplikasi

7. Eritema Infeksiosum16,17,18

Etiologi : Parvovirus humanus B 19

Cara penularan : Melalui alat rumah tangga dan droplet

Masa inkubasi : 5 -16 hari (rata-rata 8 hari).

28
Manifestasi klinis:

- Tidak terdapat gejala prodromal yang khas, seringkali timbulnya ruam merupakan
gejala awal dari penyakit.
- Karakteristik ruam terbagi dalam tiga stadium ;
o Eksantema pada pipi berupa papul eritematosa yang menjadi pucat pada
penekanan, dikelilingi daerah pucat. Lesi kemudian meluas dan memberikan
gambaran slappedcheek. Kulit pada lesi terasa hangat dan bertahan sampai 4-
5 hari.
o Dimulai 1-4 hari timbulnya bercak pada wajah, timbul makula/papula/urtika
eritematosa terutama pada ekstensor ekstremitas dan menyebar dan ke bokong
badan, lesi berkonfluensi dan terjadi penyembuhan yang ireguler sehingga
memberikan gambaran retikuler/anyaman.
o Pada stadium ini eksantema berlangsung selama 1-6 minggu dan ditandai
dengan eksantema yang hilang timbul.

Gambar 13. Ruam yang telah menyebar pada ekstrimitas dan ruam awal pada
infeksiosum (slapped-cheek appereance)

Diagnosis: Berdasarkan manifestasi klinis dan uji serologis.

Diagnosis banding: Scarlet fever, rubela, roseola, infeksi enterovirus, SLE, ARJ, demam
rematik dan erupsi obat.

Komplikasi: Artritis akut pada dewasa, krisis aplastik pada penderita anemia hemolitik
herediter, trombositopeni dan hidrops fetalis/IUFD bila terinfeksi selama hamil.

29
Terapi: Simptomatis

8. Roseola Infantum16,17,18

Etiologi : Human herpes virus tipe 6 (HHV 6)

Masa inkubasi : Sulit ditentukan karena kotak tidak diketahui.

Manifestasi klinis:

- Perjalanan penyakit dimulai dengan demam tinggi mendadak mencapai 40-40,60C,


anak tampak iritabel, anoreksia, biasanya terdapat koriza, konjungtivitis dan batuk.
Demam menetap 3-5 hari dan menurun secara mendadak ke suhu normal disertai
timbulnya ruam.
- Ruam tampak pertama kali di panggung dan menyebar ke leher, ekstrimitas atas muka,
dan ekstremitas bawah.
- Ruam berwarna merah muda, makulopapular, diskret, jarang koalesen sehingga mirip
dengan lesi rubela.
- Lamanya timbul erupsi 1-2 hari, kadang dapat hilang dalam beberapa jam. Ruam hilang
tidak meninggalkan bekas berupa pigmentasu atau deskuamasi.

Grafik 3. Pola demam dan ruam pada exanthema subitum

30
Gambar 14. Ruam makulopapular pada trunkus

Diagnosis:

Manifestasi klinis penurunan hitung leukosit.

Terapi:

Simptomatis.

9. Miliaria16,22

Etiologi : Sumbatan kelenjar keringat

Manifestasi klinis:

- Dapat berupa miliaria kristalina dan miliaria rubra. Miliaria kristalina tanpa disertai
peradangan, sedangkan miliria rubra disertai dengan peradangan dan lesi biasanya
terlokalisir pada tempat oklusi atau daerah fleksor dimana kulit kemudian menjadi
maserasi dan terlepas.
Terapi : Pendinginan dan pengaturan suhu lingkungan.

31
10. Infeksi Varisela-Zoster16,23
Etiologi : Varicella zoster.
Masa inkubasi : 14-27 hari
Masa penularan: 2 hari sebelum dan 5 hari sesudah erupsi.
Manifestasi klinis;
- Masa prodromal 2-3 hari ditandai dengan demam, malaise, batuk, koriza dan nyeri
tenggorokan serta gatal. Eksantema berawal dari lesi makulopapular yang kemudian
menjadi vesikel berbentuk teardrop dan 2 hari kemudian menjadi pustul dan krusta.
Penyembuhan total terjadi selama 16 hari.

Gambar 15. Lesi vesikel pada Varicella

Diagnosis:

- Manifestasi klinis
- Isolasi virus dari cairan vesikel
- Tes serologis

Komplikasi:

Infeksi sekunder oleh bakteri, ensefalitis, sindrom Reye dan pneumonia.

Terapi:

- Bedak kocok kalamin + mentol.


- Antibiotik bila terdapat tanda infeksi.
- Asiklovir (atas indikasi)

32
11. Hand-Foot-Mouth Disease (HFMD)16

Etiologi : Coxsakievirus A 16.

Cara penularan : droplets

Masa inkubasi : 4-6 hari

Manifestasi klinis :

- Masa prodromal ditandai dengan panas subfebris, anoreksia, malaise dan nyeri
tenggorokan yang timbul 1-2 hari sebelum timbul enantem. Eksantem timbul lebih
cepat dari pada enantem. Enantem adalah manifestasi yang paling sering pada HFMD.
Lesi dimulai dengan vesikel yang cepat menjadi ulkus dengan dasar eritem, ukuran 4-
8 mm yang kemudian menjadi krusta, terdapat pada mukosa bukal dan lidah serta dapat
menyebar sampai palatum uvula dan pilar anterior tonsil. Eksantema tampak sebagai
vesiko pustul berwarna putih keabu-abu an, berukuran 3-7 mm terdapat pada lengan
dan kaki termasuk telapak tangan dan telapak kaki, pada permukaan dorsal atau lateral,
pada anak sering juga terdapat di bokong. Lesi dapat berulang beberapa minggu setelah
infeksi, jarang menjadibula dan biasanya asimptomatik, dapat terjadi rasa gatal atau
nyeri pada lesi. Lesi menghilang tanpa bekas.

Gambar 16. Lesi HFMD dan enantema pada palatum durum mukosa bukal

Diagnosis:Manifestasi klinis dan isolasi virus dengan preparat Tzank.

33
Diagnosis banding: Varisela, herpes. Terapi: Simptomatis.

12. Eczema Herpeticum16

Etiologi : Virus herpes simpleks

Manifestasi klinis:

- Lesi berupa vesikel yang klinis bergerombol pada dasar eritematous, vesikel
berkembang menjadi pustul yang kemudian pecah menjadi ulkus yang ditutupi oleh
krusta berwarna kuning. Lesi dapat terasa nyeri atau gatal.
- Kekambuhan dapat terjadi karena trauma, demam atau sinar matahari, lokasi biasanya
di mulut, genitalia atau tempat lain.

Terapi : Tidak ada yang spesifik.

13. Impetigo Bulosa16

Etiologi : Streptococcus grup A, stafilokokus (jarang).

Manifestasi klinis:

- Tidak terdapat gejala prodromal


- Lesi biasanya terbatas pada kulit.
- Dapat terjadi limfadenopati.
- Erupsi berupa vesikel yang pecah dengan cepat membentuk erosi purulen, ditutupi oleh
krusta yang keras berwarna seperti madu. Lesi dapat tunggal atau banyak.
- Pada impetigo bulosa, bula yang flaksid dapat dipenuhi oleh pus.

Gambar 17. Lesi bula pada impetigo bulosa

34
Terapi : Antibiotik.

14. Molluscum Contagiosum16

Etiologi : Virus pox

Manifestasi klinis:

- Tidak terdapat gejala prodromal

- Erupsi berupa papul berbentuk kubah dengan diameter 2-10 mm disertai umbilikasi
dite- ngahnya, warna merah seperti daging dan translusen. Lesi tersebar atau berkelompok.

- Penyembuhan secara spontan tanpa jaringan parut.

Gambar 18. Lesi papul pada Molluscum Contagiosum

Terapi : Krioterapi, kuretase atau obat kera tolitik.

35
BAB III
KESIMPULAN
Dari seluruh gambaran penyakit eksantema yang hampir mirip satu dengan lainnya, kita
dapat membedakan masing-masing penyakit dengan melihat dari gejala prodromal, karakteristik
dan manifestasi klinis yang khas.

Untuk diagnosis banding dengan penyakit eksantema lainnya didasarkan pada riwayat
penyakit dan imunisasi sebelumnya, bentuk gejala prodromal, gambaran erupsi kulit, adanya tanda
patognomonik atau tanda lainnya, uji diagnostik laboratoris.

36
DAFTAR PUSTAKA

1. Weber DJ, Cohen MS, Morrell DS, Rutala WA. The acutely ill patient with fever and rash.
Dalam: Mandell GL, Bennett JE. Principles and practice of infectious diseases. Edisi ke-7.
Philadelphia: Elsevier Churchill livingeston; 2010. h. 791-808
2. American Family Physician. Evaluation of fever in infants and young children; 2013. 87(4).
h.254-260
3. NSWHEALTH. Infants and Children:acute management of Fever. Edisi ke-3; 2010
4. Sari pediatri. Demam pada anak. Diakses :Juli 2017;2(2):103-108.
5. Ikatan Dokter Indonesia. Demam pada Anak. Diakses : Juli 2017;58(9).
6. Gary Williams, M.D. and Murray Katcher, M.D. Ph.D, Department of Pediatrics with funding
and support from the Wisconsin Area Health Education Center (AHEC) System. Primary Care
Dermatology Module Nomenclature of skin lesions. Diunduh dari:
https://web.pediatrics.wisc.edu/education/derm/text.html. Diakses :2017
7. American Family Physician. Common Skin Rashes in Children;2015; 92(3):211-216
8. Lau AS, Uba A, Lehman D. Infectious diseases. Dalam: Rudolph AM, Kamei RK, Overby KJ,
editor. Rudolphs fundamentals of pediatrics. Edisi ke-3. New York :Mc-Graw Hill; 2002. h.
379-86.
9. Cherry JD. Cutaneous manifestations of systemic infections. Dalam: Feigin R, Cherry JD,
editor. Textbook of pediatric infectious diseases. Volume 1. Edisi ke-3. Philadelphia :WB
Saunders Company; 2015. h. 755-82
10. Mancini AJ. Skin infections and exanthems. Dalam: Rudolph CD, Rudolph AM, Hostetter
MK, Lister G, Siegel NJ, editor. Rudolphs pediatrics. Edisi ke-21. New York: Mc-Graw Hill;
2002.h.1217-31.
11. Lembo RM. Fever and rash. Dalam: Kliegman RM, Greenbaum LA, Lye PS, editor. Practical
strategies in pediatric diagnosis and therapy. Edisi ke-2. Philadelphia : Elsevier Saunders;
2004.h.997-1015.
12. Cherry JD. Cutaneous manifestations of systemic infections. Dalam: Feigin R, Cherry JD,
editor. Textbook of pediatric infectious diseases. Volume 1. Edisi ke-3. Philadelphia: WB
Saunders Company: 2004.h. 755-82.
13. Garg A, Levin NA, Bernhard JD. Structure of skin lesions and fundamentals of clinical
diagnosis. Dalam: Wollf K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ,
editor. Fitzpatricks dermatology in general medicine. Edisi ke-7. New York: Mc-Graw Hill
Medical; 2008. h. 23-40.
14. Lembo RM. Fever and rash. Dalam: Kliegman RM, Greenbaum LA, Lye PS, editor. Practical
strategies in pediatric diagnosis and therapy. Edisi ke-2. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2004.
h. 997-1015.
15. Pomeranz AJ, Busey SL, Sabnis S, Behrman RE, Kliegman RM. Pediatric decision-making
strategies to accompany Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-16. Philadelphia: WB
Saunders Company; 2002. h. 224-9.
16. Sari Pediatri. Gambaran Klinis Penyakit Eksantema Akut pada Anak. Diakses Juli
2017;4(3):204-113
17. Washington state departement of health. Measles. 2014.p1-23
18. Pan American Health Organization. Measles elimination: field guide. Washington, D.C:

37
PAHO.2005
19. Widagdo. Morbili. Dalam: Widagdo, editor. Masalah dan Tatalaksana Penyakit Infeksi pada
Anak. Jakarta: Sagung Seto;2011.h.25-29
20. Saffar MJ, Saffar H, Shahmohammadi S. Fever and RAsh Syndrome: A review of clinical
practice guidelines in the defferential diagnosis. Journal of Pediatris Review. 2013;1(2):42-54
21. Professional Nursing Today. Fever and Rash in Children.2010;14(2)
22. Jain S. Pediatric Dermatology. Dermatology: illustrated study guide and comprehensive board
review. 2012.DOI: DOI 10.1007/978-1-4419-0525-3_2
23. Jose J, Garcia G. Differential Diagnosis of viral exanthemas The open Vaccine Journal.
2010;3:p65-68

38

Anda mungkin juga menyukai