Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH KESEIMBANGAN

TERAPI LATIHAN DASAR

Kelompok 1 :

Nisrina Oktaviani Lathifa 201810490311066


Amalya Nur Aesyarahmi 201810490311067
La Almahdi La Boane 201810490311069
Natasya Anjani 201810490311077
Haniyah Katrin Isnaini 201810490311088
Achmad Junaidi 201810490311093

DOSEN PEMBIMBING :
Ali Multazam, S.Ft, Physio., M.Sc

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI S1 FISIOTERAPI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2019/2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan
hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah Keseimbangan ini tepat
pada waktunya. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada Dosen
Pembimbing Mata Kuliah Terapi Latihan Dasar yaitu Pak Azam dan pihak pihak
lain yang telah membantu dan memdukung dalam kelancaran pembuatan makalah
ini.

Adapun maksud dan tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk
memenuhi tugas mata kuliah Terapi Latihan Dasar. Di dalam penulisan makalah
ini, tentunya penulis sadar bahwa masih terdapat kekurangan dan kekeliruan
dalam penulisannya. Maka dari itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun untuk menyusun makalah atau pun tugas lain di masa yang
akan datang.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga makalah ini dapat bermanfaat,


tidak hanya bagi penulis, tetapi juga bagi rekan – rekan. Akhir kata penulis
mengucapkan terima kasih banyak.

Malang, 24 Februari 2020

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keseimbangan diartikan sebgai kemampuan untuk mengontrol pusat
massa tubuh (center of mass) atau pusat gravitasi (center of gravity) terhadap
bidang tumpu (base of support). Tujuan tubuh mempertahankan
keseimbangan adalah menyangga tubuh melawan gravitasi dan faktor
eksternal lain, untuk mempertahankan pusat massa tubuh agar sejajar dan
seimbang dengan bidang tumpu, serta menstabilkan bagian tubuh ketika
bagian tubuh lain bergerak (Irfan, 2012 dalam (Wijianto, Dewangga, &
Batubara, 2019).
Salah satu komponen pengontrol keseimbangan adalah sematosensoris,
yang terdiri dari propioceptive. Mekanisme informasi propioceptive
disalurkan menuju otak melalui medula spinalis, lalu masuk ke cerebellum
dan masuk ke dalam kortek serbri, impuls yang masuk akan memengaruhi
kesadaran dan menjaga posisi tubuh agar tetap tegak Ullman et al, 2010 dalam
(Yuliadarwati, Malang, Vanissa, & Malang, 2013).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, berikut ini
dipaparkan rumusan masalah dalam makalah :
1. Apa definisi dari keseimbangan?
2. Kenapa sistem motorik kompleks sangat berpengaruh terhadap
keseimbangan?
3. Apa saja yang terdiri dari sistem sensorik dan kontrol keseimbangan?
4. Apa saja strategi motorik untuk kontrol keseimbangan?
5. Apa saja yang terdiri dari kontrol keseimbangan dalam berbagai kondisi?
6. Apa saja yang termasuk dalam gangguan keseimbangan?
7. Bagaimana penatalaksanaan dari gangguan keseimbangan?
8. Apa saja yang termasuk dalam latihan keseimbangan?
9. Apa saja faktor yang dapat memengaruhi keseimbangan?
1.3 Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Keseimbangan
Keseimbangan diartikan sebgai kemampuan untuk mengontrol pusat
massa tubuh (center of mass) atau pusat gravitasi (center of gravity) terhadap
bidang tumpu (base of support). Tujuan tubuh mempertahankan
keseimbangan adalah menyangga tubuh melawan gravitasi dan faktor
eksternal lain, untuk mempertahankan pusat massa tubuh agar sejajar dan
seimbang dengan bidang tumpu, serta menstabilkan bagian tubuh ketika
bagian tubuh lain bergerak (Irfam, 2012 dalam (Wijianto et al., 2019)).
Keseimbangan didukung oleh sistem muskuloskeletal dan bidang tumpu.
Keseimbangan ada dua tipe yaitu keseimbangan statis dan keseimbangan
dinamis. Keseimbangan statis akan mempertahankan posisi yang tidak
bergerak atau berubah seperti saat berdiri dan duduk. Sedangkan
keseimbangan dinamis melibatkan kontrol tubuh karena tubuh bergerak dalam
ruangan seperti duduk ke berdiri unutk berdiri atau jalan. Keseimbangan
dinamis dalam kehidupan sehari hari merupakan hal yang tidak dapat
dipisahkan secara mutlak karena manusia jarang sekali dalam keadaan diam
sempurna tanpa bergerak sama sekali (Supriyono, 2015 dalam (Wijianto et al.,
2019).
Tujuan dari tubuh mempertahankan keseimbangan adalah menyangga
tubuh untuk melawan gravitasi dan faktor-faktor ekternal lain,
mempertahankan pusat massa tubuh agar sejajar dan seimbang dengan bidang
tumpu, serta menstabilisasi bagian tubuh ketika bagian tubuh lain bergerak.
Kemampuan untuk menyeimbangkan massa tubuh dengan bidang tumpu akan
membuat manusia mampu untuk beraktivitas secara efektif dan efisien (Irfan,
2012:43 dalam (Pratiwi & Munawar, 2014)).

2.2 Kontrol Keseimbangan

Keseimbangan adalah tugas kontrol motorik kompleks yang melibatkan


deteksi dan integrasi informasi sensorik untuk memeriksa posisi dan gerakan
tubuh di dalam ruang dan melakukan respon muskuloskeletal yang sesuai unutk
mengontrol posisi tubuh di dalam konteks lingkungan dan tugas. Karena itu,
kontrol keseimbangan membutuhkan interaksi sistem saraf dan mukuloskeletal
serta efek konstektual.

 Sistem saraf berperan dalam pengolahan sensorik untuk persepsi


orientasi ruang tubuh yang paling banyak dilakukan oleh sistem
visual, vestibular, dan somatosensorik. Integrasi sensorimotor yang
penting dalam menghubungkan sensasi terhadap respon motorik
serta untuk aspek kontrol postural adaptif dan antisipatori. Strategi
motorik untuk merencanakan, memprogram, dan melakukan
respon keseimbangan.

 Peran muskuloskeletal mencakup kesejajaran postural, fleksibiltas


muskuloskeletal seperti lingkup gerak sendi (LGS), integritas
sendi, performa otot (kekuatan, tenaga, dan daya tahan otot), serta
sensai (sentuhan, tekanan, getaran, propiosepsi, dan kinestesia).

 Efek konstektual yang berhubungan dengan kedua sistem di atas


adalah lingkungan, yang tertutup (dapat diprediksi tanpa distraksi)
ataupun terbuka (tidak dapat diprediksi dan dengan distraksi),
permukaan penyangga (keras versus licin, stabil versus tidak stabil,
jenis sepatu), jumlah pencahayaan, efek gravitasi dan gaya inersia
tubuh, serta karakteristik tugas (sudah sering dilakukan versus
baru, dapat diprediksi versus tidak dapat diprediksi, tugas tunggal
versus banyak).

Seseorang masih dapat terjatuh, bahkan jika semua elemen sistem


neurologis dan muskuloskeletalnya bekerja secara efektif, bila gaya
efek konstektual yang dibuthkan kontrol kesimbangan sangat
tinggi sehingga membuat mekainsme internal orang tersebut
kewalahan.
2.3 Sistem Sensorik dan Kontrol Keseimbangan
Persepsi posisi dan gerak tubuh seseorang di ruangan membutuhkan
kombinasi informasi dari reseptor perifer dalam berbagai sistem sensorik,
termasuk sistem visual, somatosensorik (propiosepsi, sendi, dan reseptor
kutaneus), dan vestibular.
 Sistem visual
Visual berperan penting dalam sistem sensoris. Visual memberikan
informasi mengenai posisi kepala, penyesuaian kepala untuk
mempertahankan penglihatan dan mengatur arah serta kecepatan
pergerakan kepala karena ketika kepala bergerak, objek sekitar berpindah
dengan arah berlawanan. Adanya informasi visual tubuh dapat bereaksi
terhadap perubahan pada lingkungan sehingga memberikan kerja pada otot
yang sinergi untuk mempertahankan keseimbangan (Kisner dan Colby,
2012 dalam (Wijianto et al., 2019)).
 Sistem somatosensorik
Sistem somatosensori meliputi dari taktil dan proprioceptif serta persepsi
kognitf. Proprioseptor otot mencakup gelendog otot dan organ golgi
tendon (sensitif terhadap panjang dan tekanan otot), mekanoreseptor kulit
(sensasi getaran, sentuhan ringan, tekanan dalam peregangan kulit) dan
reseptor sendi (sensitif terhada posisi, gerak dan tekanan sendi). Informasi
yang didapat dari proprioseptif disalurkan ke otak melalui columna
dorsalis medulla spinalis. Sebagian besar input proprioseptif menuju
serebelum, tetapi ada juga yang menuju ke korteks serebri melalui
lemniskus medialis dan thalamus (Sherwood, 2014 dalam (Wijianto et al.,
2019)).
 Sistem vestibular
Sistem vestibular memberikan informasi tentang keseimbangan,
pergerakan kepala dan gerakan bola mata yang berhubungan dengan gaya
gravitasi. Vestibular berada didalam telinga, reseptor ini meliputi kanal
semisirkulasi, urtikulus serta sakulus yang disebut dengan sistem
labyrinthine. Reseptor di kanal semisirkulasi (SCCs) mendeteksi
percepatan sudut kepala sedangkan reseptor otolith (urtikulus dan sakulus)
mendeteksi percepatan linear dan posisi kepala yang berkenaan dengan
gravitasi. Kanal semisirkulasi merespon terhadap gerakan kepala yang
cepat sedangkan otolith merespon gerakan kepala yang lambat (Sherwood,
2014 dalam (Wijianto et al., 2019)).
2.4 Faktor Yang Mempengaruhi Sistem Keseimbangan
2.4.1 Pusat gravitasi (Center of Gravity-COG)
Pusat gravitasi adalah titik utama pada tubuh yang akan mendistribusikan
massa tubuh secara merata. Bila tubuh selalu ditopang oleh titik ini, maka
tubuh dalam keadaan seimbang. Kemampuan seseorang untuk
mempertahankan keseimbangan dalam berbagai bentuk posisi tubuh
sangat dipengaruhi oleh kemampuan tubuh menjaga Centre of Gravity
(COG) untuk tetap dalam area batas stabilitas tubuh (stability limit).
(Irfan, 2011:49 dalam (Pratiwi & Munawar, 2014)).
2.4.2 Garis gravitasi (Line of Gravity-LOG)
Garis gravitasi merupakan garis imajiner yang berada vertikal melalui
pusat gravitasi dengan pusat bumi. Hubungan antara garis gravitasi, pusat
gravitasi dengan bidang tumpu adalah menentukan derajat stabilitas
tubuh.
2.4.3 Bidang tumpu (Base of Support-BOS)
Bidang tumpu merupakan bagian dari tubuh yang berhubungan dengan
permukaan tumpuan atau pendukung.
2.5 Gangguan Pada Sistem Keseimbangan
Gangguan keseimbangan merupakan penyebab utama yang sering
mengakibatkan seorang lansia mudah jatuh. Berdasarkan survey di
masyarakat Amerika Serikat, sekitar 30% lansia umur lebih dari 65 tahun
jatuh setiap tahunnya, separuh dari angka tersebut mengalami jatuh berulang.
(Reuben et al, 1996 dalam (Annafisah & Rosdiana, 2012)) mendapatkan
insiden jatuh di masyarakat Amerika Serikat pada umur lebih dari 65 tahun
berkisar 1/3 populasi lansia setiap tahun dengan rata-rata jatuh 0,6 kali /orang.
Insiden di rumah-rumah perawatan (nursing home) 3 kali lebih banyak
(Speechley, 1990 dalam (Annafisah & Rosdiana, 2012)).
2.5.1 Definisi Tromboangitis Obliterans (Buerger’s disease)

2.5.3 Patofisiologi Tromboangitis Obliterans


2.5.4 Klasifikasi Tromboangitis Obliterans
2.5.5 Tanda dan Gejala Tromboangitis Obliterans

2.5.6 Penanganan Fisioterapi

2.6 Arteritis
2.6.1 Definisi Arteritis

2.6.2 Etiologi Arteritis

2.6.3 Patofisiologi Arteritis

2.6.4 Klasifikasi Arteritis

2.6.5 Tanda dan Gejala Arteritis

2.6.6 Penanganan Fisioterapi

2.7.Trombosis dan Embolis


2.7.1 Definisi Trombosis dan Embolis

2.7.2 Etiologi Tromboli dan Emboli

2.7.3 Patofisiologi Tromboli dan Emboli


2.7.4 Klasifikasi Tromboli dan Emboli
2.7.5 Tanda dan Gejala Tromboli dan Emboli

2.7.6 Penanganan Fisioterapi


BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai