Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pemeriksaan fisik pada ibu hamil dapat dilakukan dengan beberapa
pemeriksaan. Pemeriksaan fisik merupakan salah satu cara untuk mengetahui gejala
atau masalah kesehatan yang dialami oleh klien. Pemeriksaan fisik bertujuan untuk
mengumpulkan data tentang kesehatan pasien, menambah informasi, menyangkal data
yang diperoleh dari riwayat pasien, mengidentifikasi masalah pasien, menilai
perubahan status pasien, dan mengevaluasi pelaksanaan tindakan yang telah diberikan.
Adapun tujuan pemeriksaan pada ibu hamil yaitu untuk menilai keadaan umum ibu,
status gizi, tingkat keasadaran, serta ada tidaknya kelainan bentuk badan.
Dalam melakukan pemeriksaan fisik terdapat teknik dasar yang perlu
dipahami, antara lain inspeksi (melihat), palpasi (meraba), perkusi (ketukan), dan
auskultasi (mendengar).
Observasi (pengamatan secara seksama) Pemeriksaan dilakukan pada seluruh
tubuh, dari ujung rambut sampai ujung kaki, namun tidak harus dengan urutan
tertentu. Pemeriksaan yang menggunakan alat seperti pemeriksaan tengkorak, mulut,
telinga, suhu tubuh, tekanan darah, dan lain-lainnya, sebaiknya dilakukan paling akhir,
karena dengan melihat atau memakai alat-alat.
Dalam pemeriksaan fisik ini tentunya diperlukan konsep dan prinsip dasar,
kemudian kita mengetahui bagaiamana teknik pemeriksaan fisik dengan baik agar
hasil pemeriksaan yang kita peroleh tidak akan keliru. Oleh karena alasan tersebut ,
penulis membuat makalah ini yang bertujuan untuk memberi pemahaman dan
pengetahuan kepada pembaca mengenai pemeriksaan fisik pada ibu.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dasar pemeriksaan fisik pada ibu ?
2. Apa prinsip dasar yang digunakan pada pemeriksaan fisik ibu ?
3. Bagaimana teknik dasar pemeriksaan fisik pada ibu ?
4. Bagaimana pemeriksaan fisik ?
5. Bagaimana pemeriksaan fisik head to toe ?

1
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui dan memahami konsep dasar pemeriksaan fisik pada
ibu.
2. Untuk mengetahui dan memahami prinsip dasar pemeriksaan fisik pada
ibu.
3. Untuk mengetahui dan memahami teknik dasar pemeriksaan fisik pada
ibu.
4. Untuk mengetahui dan memahami pemeriksaan fisik.
5. Untuk mengetahui dan memahami pemeriksaan fisik head to toe.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan yang lengkap dari penderita untuk
mengetahui keadaan atau kelainan dari penderitaan. Tujuannya adalah untuk
mengetahui bagaimana kesehatan umum ibu (bila keadaan umumnya baik agar di
pertahankan jangan sampai daya tahan tubuh menurun) , untuk mengetahui adanya
kelainan, bila ada kelainan, kelainan itu lekas diobati dan disembuhkan agar tidak
menganggu.
Pemeriksaan dilakukan pada klien yang baru pertama kali datang periksaan ,
ini di lakukan dengan lengkap. Pada pemeriksaan ulangan, di lakukan yang perlu saja
jadi tidak semuanya. Waktu persalinan, untuk penderita yang belum pernah diperiksa
di lakukan dengan lengkap bila masih ada waktu dan bagi ibu yang pernah periksa di
lakukan yang perlu saja.
Hal-hal yang harus dipertimbangkan sebelum melakukan pemeriksaan fisik,
diantaranya sikap petugas kesehatan saat melakukan pengkajian. Selain itu, harus
menjaga kesopanan, petugas harus membina hubungan yang baik dengan pasien.
Sebelum melakukan pemeriksaan, pastikan lingkungan tempat peemeriksaan
senyaman mungkin, termasuk mengatur pencahayaan. Asuhan kebidanan pada ibu
hamil dengan adanya pencatatan data yang akurat, diharapkan pengambilan tindakan
yang dilakukan sesuai dengan masalah atau kondisi klien.

2.2 Prinsip Dasar Pemeriksaan Fisik


Tujuan umum pemeriksaan fisik adalah untuk memperoleh informasi mengenai
status kesehatan pasien. Tujuan definitif pemeriksaan fisik adalah, pertama, untuk
mengidentifikasi status “normal” dan kemudian mengetahui adanya variasi dari
keadaan normal tersebut dengan cara memvalidasi keluhan-keluhan dan gejala-gejala
pasien, penapisan/skrining keadaan wellbeing pasien, dan pemantauan masalah
kesehatan/penyakit pasien saat ini. Informasi ini menjadi bagian dari catatan/rekam
medis (medical record) pasien, menjadi dasar data awal dari temuantemuan klinis
yang kemudian selalu diperbarui (updated) dan ditambahkan sepanjang waktu.
Prinsip Pelaksanaan Pemeriksaan Fisik :
3
1. Cuci tangan sebelum melakukan pemeriksaan .
2. Pastikan bahwa kuku jari bersih tidak panjang, sehingga tidak menyakiti
pasien.
3. Terlebih dahulu hangatkan tangan dengan air hangat sebelum menyentuh
pasien atau gosok bersama-sama kedua telapak tangan dengan telapak tangan
satunya.
4. Jelaskan pada pasien secara umum apa yang akan dilakukan .
5. Gunakan sentuhan yang lembut tetapi,tidak menggelitik pasien dan cukup kuat
untuk memeperoleh informasi yamg akurat.
6. Buatlah pendekatan dan sentuhan sehingga menghargai jasmani pasien dengan
baik, serta sesuai dengan hak pasien terhadap kepantasan dan atas hak pribadi.
7. Tutupi badab pasien selama pemeriksaan dan hanya bagian yang di periksa
yang terbuka.
Prinsip umum dari pemeriksaan fisik adalah dilakukan secara komprehensif.
2.3 Teknik Dasar Pemeriksaan Fisik
Terdapat empat teknik pengkajian yang secara universal diterima untuk
digunakan selama pemeriksaan fisik: inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Teknik-
teknik ini digunakan sebagai bingkai kerja yang menfokuskan pada indera penglihatan,
pendengaran, sentuhan dan penciuman. Data dikumpulkan berdasarkan semua indera
tersebut secara simultan untuk membentuk informasi yang koheren. Teknik-teknik
tersebut secara keseluruhan disebut sebagai observasi/pengamatan, dan harus
dilakukan sesuai dengan urutan di atas, dan setiap teknik akan menambah data yang
telah diperoleh sebelumnya.
Pemeriksaan fisik pada kehamilan dapat dilakukan melalui pemeriksaan
sebagai berikut :
a. Inspeksi (Pandang)
Langkah pertama pada pemeriksaan pasien adalah inspeksi, yaitu melihat
dan mengevaluasi pasien secara visual dan merupakan metode tertua yang digunakan
untuk mengkaji/menilai pasien. Inspeksi dilakukan untuk menilai keadaan ada
tidaknya cloasma gravidarum pada muka/wajah, pucat atau tidak pada selaput mata,
dan ada tidaknya edema. Pemeriksaan selanjutnya adalah pemeriksaan pada leher
untuk menilai ada tidaknya pembesaran kelenjar gondok atau kelenjar limfe.
Pemeriksaan dada untuk menilai bentuk buah dada dan pigmentasi putting susu.
4
Pemeriksaan perut untuk menilai apakah perut membesar ke depan atau ke samping,
keadaan pusat, pigmentasi linea alba, serta ada tidaknya striae gravidarum.
Pemeriksaan vulva untuk menilai keadaan perineum, ada tidaknya tanda chadwick,
dan adanya fluor. Kemudian pemeriksaan ekstremitas untuk menilai ada tidaknya
varises.
b. Perkusi (ketukan)
Perkusi adalah suatu tindakan pemeriksaan dengan mendegarkan bunyi
getaran/gelombang suara yang di hantarkan kepermukaan tubuh dari bagian tubuh
yang di periksa. Pemeriksaan di lakukan dengan ketokan jari atau tangan pada
permukaan tubuh. Perjalanan getaran/gelombang suara tergantung oleh kepadatan
media yang dilalui. Derajat bunyi di sebut dengan resonansi. Karakter bunyi yang di
hasilkan dapat menentukan lokasi , ukuran , bentuk , dan kepadatan struktur di bawah
kulit. Sifat gelombang suara yaitu semakin banyak jaringan , semakin lemah
hantarannya dan udara/gas paling resonan.
c. Auskultasi (mendengar)
Auskultasi adalah suatu tindakan pemeriksaan dengan mendengarkan
bunyi yang terbentuk dalam organ tubuh. Hal ini dimaksudkan untuk mendeteksi
adanya kelainan dengan cara membandingkan dengan bunyi normal. Auskultasi,
dilakukan umumnya dengan stetoskop monoaural untuk mendengarkan bunyi jantung
anak,bising talipusat, gerakan anak, bising rahim, bunyi aorta , serta bising usus.
Bunyi jantung anak dapat di dengar pada akhir bulan ke-5, walaupun dengan
ultrasonografi dapat diketahui pada akhir bulan ke-3. Bunyi jantung pada anak dapat
terdengar di kiri dan kanan di bawah tali pusat bila presentasi kepala. Bila terdengar
setinggi tali pusat, maka presentasidi daerah bokong. Bila terdengar pada pihak
berlawanan dengan bagian kecil, maka anak fleksi dan bila sepihak maka defleksi.
Dalam keadaan sehat, bunyi jantung antara 120-140 kali per menit. Bunyi
jantung dihitung dengan menedengarknnya selama 1 menit penuh. Bila kurang dari
120 kli per menit atau lebih dari 140 per menit, kemungkinan janin dalam keadaan
gawat janin. Selain bunyi jantung anak, dapat didengarkan bising tali pusat seperti
denyut nadi ibu, bunyi aorta frekuensinya sama seperti denyut nadi dan bising usus
yang sifatnya tidak teratur.

5
2.4 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada ibu hamil dapat dilakukan dengan beberapa
pemeriksaan. Pemeriksaan fisik merupakan salah satu cara untuk mengetahui gejala
atau masalah kesehatan yang dialami oleh klien. Pemeriksaan fisik bertujuan untuk
mengumpulkan data tentang kesehatan pasien, menambah informasi, menyangkal data
yang diperoleh dari riwayat pasien, mengidentifikasi masalah pasien, menilai
perubahan status pasien, dan mengevaluasi pelaksanaan tindakan yang telah diberikan.
Berikut adalah uraian dari pemeriksaan fisik secara umum, yang terdiri dari :
1. Keadaan Umum
Keadaan umum menunjukkan kondisi pasien secara umum akibat penyakit atau
keadaan yang dirasakan pasien.
Dilihat secara langsung oleh pemeriksa dan dilakukan penilaian. Yang dapat
dilakukan saat kontak pertama, saat wawancara atau selama melakukan
pemeriksaan yang lain.
Hal – hal yang perlu dikaji dan dicatat :
1. Penampilan umum : tegak/baik, lemah, sakit akut/kronis.
2. Tanda distress : merintih, berkeringat, gemetar
3. warna kulit : pucat, sianosis, icterus
4. Tinggi dan bentuk tubuh : tinggi/pendek, berotot
5. Perkembangan seksual : rambut majah, suara, payudara
6. BB/TB pengukuran dan penampilan : kurus, gemuk , tinggi kurus
7. Postur dan gaya berjalan : ataksia, pincang, paralysis
8. Cara berpakaian, berhias dan kebersihan : rapi dan bersih
9. Ekspresi wajah : tegang, rileks, takut, cemas
10. Bicara : lambat, serak, cepat
2. Keasadaran
Tingkat Kesadaran
Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap
rangsangan dari lingkungan, tingkat kesadaran dibedakan menjadi :

1. Compos Mentis adalah ketika seseorang masih tersadar penuh.

6
2. Apatis adalah yaitu kurangnya respon terhadap keadaan sekeliling ditandai
dengan tidak adanya kontak mata atau mata terlihat menerawang dan tidak
fokus.
3. Samnolen (letargie) adalah keadaan dimana seseorang sangat mudah
mengantuk dan tidur terus menerus tapi masih mudah di bangunkan.
4. Sopor adalah kondisi tidak sadar atau tidur berkepanjangan tetapi masih
memberikan reaksi terhadap rangsangan.
5. Koma adalah kondisi tidak sadar dan tidak ada reaksi terhadap rangsangan
tertentu.
6. Delirium adalah penurunan kesadaran disertai kekacauan motorik dan siklus
tidur bangun. pasien tampak gaduh, gelisah, kacau, disorientasi, dan meronta-
meronta.
7. Semi Koma adalah penurunan kesadaran yang tidak memberikan respon
rangsangan verbal dan tidak dapat di bangunkan sama sekali ( kornea, pupil )
masih baik. Respon nyeri tidak adekuat.
8. GCS ( glasgow coma scale ) adalah skala yang dipakai untuk menentukan atau
menilai tingkat kesadaran pasien atau klien, mulai dari sadar sepenuhnya
hingga koma. teknik ini terdiri dari 3 bagian yang di tunjukan oleh pasien
setelah di beri stimulasi tertentu, yakni respon buka mata, respon verbal dan
respon motorik.
1. Respon membuka mata ( nilai 1-4 )
Dekati pasien dan perhatikan respon membuka mata pasien dan beri
stimula si perintah dan nyeri pada pemeriksaan berikutnya :
1. Membuka spontan
2. Dengan perintah
3. Dengan rangsangan nyeri
4. Dengan nangsangan nyeri tidak membuka mata
2. Respon verbal ( nilai 1-5 )
Tanyakan kepada pasien dengan pertanyaan mudah dan sederhana :
1. Orientasi baik ( sesuai pertanyaan dan kalimat baik )
2. Tidak sesuai dengan pertanyaan, struktur kalimat baik
3. Struktur kalimat kacau
4. Hanya bersuara
7
5. Tidak bersuara
3. Respon motorik ( nilai 1 – 6 )
Perintahkan pasien untuk menggerakkan tangan dan beri stimulasi nyeri
pada pemeriksaan berikutnya :
1. Dapat menggerakkan tangan sesuai perintah
2. Melokalisir dengan stimulasi
3. Menghindar/ menolak / meronta dengan stimulasi
4. Fleksi dengan stimulasi
5. Ekstensi dengan stimulasi
6. Tidak ada respon
Keadaan Emosional
Riwayat Psikososial, untuk mengetahui keadaan emosional ibu. Hal-hal yang
dikaji, yaitu :
1. Kehamilan ini direncanakan/tidak,
2. Respon ibu, suami, dan keluarga terhadap kehamilan,
3. Keadaan hubungan ibu dengan suami, keluarga, dan tetangga, dan
4. Ada atau tidaknya kekhawatiran-kekhawatiran khusus.

3. TB, BB dan LILA


a. Tujuan : Untuk memastikan kesan terhadap pasien atau klien terutama
mengenai derajat kesehatan. Pada pasien gemuk atau kurus memberi gambaran
kemungkinan mengidap penyakit.
a) BB ( Berat Badan )
Untuk timbangan berat badan di klinik kehamilan tersedia timbangan yang
praktis. Timbangan ini model jembatan dan ukuran tinggi badan bersama-
sama timbangan itu. Ada pula tersedia timbangan kodok yang tidak disertai
tinggi badan, jadi ukuran tinggi badan tersendiri.
Cara pemeriksaan :
1) Penderita diberitahu, pakaian yang perlu dibuka, atau ganti dengan
pakaian klinik.
2) Balans disetel
3) Penderita dipersilahkan naik diatas timbangan

8
4) Lihat skala menunjukan angka berapa, sampai keseimbangan balans
dan berat badan dicapai
5) Hasil dilihat dan dicatat
6) Pasien dibereskan
b) Tinggi Badan
Mengukur tinggi badan kadang-kadang dilakukan pada ibu yang pertama
kali datang pengukuran ini bermanfaat apabila ibu datang sudah hamil
muda. Tinggi badan ini untuk menetapkan ibu itu kurus atau normal,
disesuaikan dengan berat badannya.
Cara mengukur tinggi badan :
1) Ibu hamil diberitahu, sandal/sepatu dilepaskan.
2) Ibu hamil berdiri membelakangi ukuran tinggi badan yang
mempunyai skala dengan angka yang menunjukan tinggi badan
dalam sentimeter.
3) Ujung ukuran tinggi badan diletakan di atas kepala pada bagian
yang rata.
4) Lihat ujung yang sebelah lagi dan ukuran yang terletak diatas
kepala itu menunjukkan tinggi badan
5) Hasil dilihat dan dicatat
c) LiLA ( Lingkar Lengan Atas )
Pada ibu hamil (bumil) pengukuran LiLA merupakan deteksi dini Kurang
Energi Kronis (KEK). Bumil yang KEK berpotensi melahirkan bayi
dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). BBLR berkaitan dengan
volume otak dan IQ seorang anak.
Alat : pita LiLA sepanjang 33 cm dengan ketelitian 0,1 cm atau
meteran kain.
Persiapan :
1) Pastikan pita LiLA tidak kusut, tidak terlipat-lipat atau tidak sobek
2) Jika lengan responden > 33cm, gunakan meteran kain
3) Responden diminta berdiri dengan tegak tetapi rileks, tidak
memegang apapun serta otot lengan tidak tegang
4) Baju pada lengan kiri disingsingkan keatas sampai pangkal bahu
terlihat atau lengan bagian atas tidak tertutup.
9
Cara mengukur LiLA :
Sebelum pengukuran, dengan sopan minta izin kepada responden
bahwa petugas akan menyingsingkan baju lengan kiri responden sampai
pangkal bahu. Bila responden keberatan, minta izin pengukuran
dilakukan di dalam ruangan yang tertutup.
1. Tentukan posisi pangkal bahu.
2. Tentukan posisi ujung siku dengan cara siku dilipat dengan telapak
tangan ke arah perut.
3. Tentukan titik tengah antara pangkal bahu dan ujung siku dengan
menggunakan pita LiLA atau meteran, dan beri tanda dengan
pulpen/spidol (sebelumnya dengan sopan minta izin kepada
responden). Bila menggunakan pita LiLA perhatikan titik nolnya.
4. Lingkarkan pita LiLA sesuai tanda pulpen di sekeliling lengan
responden sesuai tanda (di pertengahan antara pangkal bahu dan
siku).
5. Masukkan ujung pita di lubang yang ada pada pita LiLA.
6. Pita ditarik dengan perlahan, jangan terlalu ketat atau longgar.
7. Baca angka yang ditunjukkan oleh tanda panah pada pita LiLA
(kearah angka yang lebih besar).
8. Tuliskan angka pembacaan

Keterangan: Jika lengan kiri lumpuh, yang diukur adalah lengan


kanan (beri keterangan pada kolom catatan pengumpul data).

4. Pemeriksaan Tanda-tanda vital


A. Tekanan Darah
Tujuan : untuk menilai system kardiovaskular/keadaan hemodinamik klien
(curah jantung, tahanan vaskuler perifer, volume darah dan viskositas, dan
elastisitas arteri).
Alat dan bahan pengukuran pemeriksaan tekanan darah :
1. Sfigmomanometer (Tensimeter) yang terdiri dari :
- Manometer air raksa + klep penutup dan pembuka
10
- Manset udara
- Slang karet
- Pompa udara dari karet + sekrup pembuka dan penutup
2. Stetoskop
3. Buku catatan tanda vital
4. Pena

Cara pemeriksaan :
1) Jelaskan prosedur pada pasien
2) Cuci tangan
3) Atur posisi pasien
4) Letakkan lengan pasien yang hendak diukur pada posisi terlentang
5) Lengan baju dibuka
6) Pasang manometer pada lengan kanan/kiri atas, sekitar 3 cm diatas
fossa cubiti (Siku lengan bagian dalam). Jangan terlalu ketat atau terlalu
longgar
7) Tentukan denyut nadi arteri radialis (nadi pada siku bagian dalam)
dekstra/sinistra dengan jari tangan kita
8) Pompa balon udara manset samapi denyut nadi arteri radialis tidak
teraba
9) Pompa terus sampai manometer setinggi 20 mmHg lebih tinggi dari
titik radialis tidak teraba
10) Letakkan diafragma stetoskop diatas arteri brakhialis dan dengarkan
11) Kempeskan balon udara manset secara perlahan dan berkesinambungan
dengan memutar sekrup pada pompa udara berlawanan arah jarum jam.
12) Catat mmHg manometer saat pertama kali denyut nadi terdengar nilai
ini menunjukkan tekanan sistolik dan catat mmHg denyut nadi yang
terakhir terdengar, niali ini menunjukkan tekanan dastolik.
Suara Korotkoff I : Menunjukkan besarnya tekanan sistolik secara
auskultasi
Suara Korotkoff IV/V: Menunjukkan besarnya tekanan diastolik
secara auskultasi
13) Catat hasilnya pada catatan pasien

11
14) Cuci tangan setelah prosedur dilakukan
B. Suhu Tubuh
Suhu tubuh normal : 36 – 37oC
Suhu bayi yang normal minimal 36,5˚C
Nilai standar untuk mengetahui batas normal suhu tubuh manusia dibagi
menjadi empat yaitu :
1. Hipotermi, bila suhu tubuh kurang dari 36°C. Untuk mengukur suhu
hipotermi diperlukan termometer ukuran rendah (low reading thermometer)
yang dapat mengukur sampai 25°C
2. Normal, bila suhu tubuh berkisar antara 36,5 - 37,5°C
3. Febris / pireksia / panas, bila suhu tubuh diatas 37,5 - 40°C
4. Hipertermi, bila suhu tubuh lebih dari 40°C
Tujuan : Untuk mengetahui rentang suhu tubuh.
Persiapan Alat dan Bahan :
1. Stetoskop
2. Tensimeter/Sphygmomanometer
3. Alcohol swab
4. Sarung tangan/handscoen
5. Jam tangan
6. Thermometer (raksadigital/elektrik)
7. Thermometer tympani/aural
8. Thermometer rectal
9. Tissue
10. Kassa
11. Jelly/Lubrikan
12. Bullpen
13. Bengkok
14. Lembar dokumentasi
 Pemeriksaan suhu Oral
Suhu dapat diambil melalui mulut baik menggunakan termometer kaca
klasik atau yang lebih modern termometer digital yang menggunakan probe elektronik
untuk mengukur suhu tubuh.
Pemeriksaan suhu rektal.
12
Suhu yang diambil melalui dubur (menggunakan termometer gelas atau
termometer digital) cenderung 0,5-0,7˚ lebih tinggi daripada ketika diambil oleh
mulut.
 Pemeriksaan suhu Aksila.
Temperatur dapat diambil di bawah lengan dengan
menggunakan termometer gelas atau termometer digital. Suhu yang diambil oleh rute
ini cenderung 0,3-0,4˚ lebih rendah daripada suhu yang diambil oleh mulut.
1. Cuci dengan air sabun, desinfektan, bilas dengan air bersih, dan
keringkan.
2. Cuci tangan setelah prosedur di lakukan.
 Prosedur pengukuran suhu aural
Termometer khusus dengan cepat dapat mengukur suhu gendang telinga,
yang mencerminkan suhu inti tubuh (suhu dari organ-organ internal).
Mungkin suhu tubuh abnormal karena demam (suhu tinggi) atau hipotermia (suhu
rendah). Demam ditandai ketika suhu tubuh meningkat di atas 37˚C secara oral atau
37,7˚C melalui dubur, menurut American Medical Association. Hipotermia
didefinisikan sebagai penurunan suhu tubuh di bawah 35˚C.
C. Denyut Nadi
Denyut merupakan pemeriksaan pada pembuluh nadi atau arteri. Ukuran
kecepatannya diukur pada beberapa titik denyut, misalnya denyut arteri radialis pada
pergelangan tangan, arteri bracialis pada lengan atas, arteri karotis pada leher, arteri
poplitea pada belakang lutut, arteri dorsalis pedis atau arteri tibialis posterior pada
kaki. Pemeriksaan denyut dapat dilakukan dengan bantuan stetoskop.
Jumlah denyut nadi yang normal berdasarkan usia seseorang adalah:
a. Bayi baru lahir : 140 kali per menit
b. Umur di bawah umur 1 bulan : 110 kali per menit
c. Umur 1 - 6 bulan : 130 kali per menit
d. Umur 6 - 12 bulan : 115 kali per menit
e. Umur 1 - 2 tahun : 110 kali per menit
f. Umur 2 - 6 tahu : 105 kali per menit
g. Umur 6 - 10 tahun : 95 kali per menit
h. Umur 10 - 14 tahun : 85 kali per menit
i. Umur 14 - 18 tahun : 82 kali per menit
13
j. Umur di atas 18 tahun : 60 - 100 kali per menit
k. Usia Lanjut : 60 -70 kali per menit
Jika jumlah denyut nadi di bawah kondisi normal, maka disebut pradicardi.
Jika jumlah denyut nadi di atas kondisi normal, maka disebut tachicardi.
D. Pernafasan
Proses fisiologis yang berperan pada proses pernafasan adalah : ventilasi
pulmoner, respirasi eksternal dan internal. Laju pernafasan meningkat pada keadaan
stres, kelainan metabolik, penyakit jantung paru, dan pada peningkatan suhu tubuh.
Pernafasan yang normal bila kecepatannya 14-20x/menit pada dewasa, dan sampai
44x/menit pada bayi. Kecepatan dan irama pernafasan serta usaha bernafas perlu
diperiksa untuk menilai adanya kelainan.

2.5 Pemeriksaan Fisik Head to Toe (Pemeriksaan Fisik Kepala hingga Kaki)
Pemeriksaan fisik head to toe merupakan teknik pemeriksaan fisik dengan
bagian tubuh klien sebagai acuan yaitu dari ujung kepala sampai ke ujung kaki.
Maksudnya disini adalah pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis, mulai dari
bagian kepala dan berakhir pada anggota gerak.
1. Prosedur pemeriksaan fisik
Persiapan
a. Alat
Meteran, Timbangan BB, Penlight, Steteskop,
Tensimeter/spighnomanometer, Thermometer, Arloji/stopwatch, Refleks
Hammer, Otoskop, Handschoon bersih ( jika perlu), tissue, buku catatan
perawat. Alat diletakkan di dekat tempat tidur klien yang akan di periksa.
b. Lingkungan
Pastikan ruangan dalam keadaan nyaman, hangat, dan cukup
penerangan. Misalnya menutup pintu/jendala atau skerem untuk menjaga
privacy klien.
c. Klien (fisik dan fisiologis)
Bantu klien mengenakan baju periksa jika ada dan anjurkan klien untuk
rileks

14
Prosedur Pemeriksaan:

a. Cuci tangan
b. Jelaskan prosedur
c. Lakukan pemeriksaan dengan berdiri di sebelah kanan klien dan pasang
handschoen bila di perlukan

Pemeriksaan umum meliputi :

1. penampilan umum, status mental dan nutrisi.


2. Posisi klien : duduk/berbaring

Cara : inspeksi

a. Kesadaran, tingkah laku, ekspresi wajah, mood. (Normal : Kesadaran


penuh, Ekspresi sesuai, tidak ada menahan nyeri/ sulit bernafas)
b. Tanda-tanda stress/ kecemasan (Normal :)Relaks, tidak ada tanda-tanda
cemas/takut)
3. Jenis kelamin
4. Usia dan Gender
5. Tahapan perkembangan
6. TB, BB ( Normal : BMI dalam batas normal)
7. Kebersihan Personal (Normal : Bersih dan tidak bau)
8. Cara berpakaian (Normal : Benar/ tidak terbalik)
9. Postur dan cara berjalan
10. Bentuk dan ukuran tubuh
11. Cara bicara. (Relaks, lancer, tidak gugup)
12. Evaluasi dengan membandingkan dengan keadaan normal.
13. Dokumentasikan hasil pemeriksaan

1. Pengukuran tanda vital


a. Posisi klien : duduk/ berbaring
b. Suhu tubuh (Normal : 36,5-37,50c)
c. Tekanan darah (Normal : 120/80 mmHg)
d. Nadi

15
1) Frekuensi = Normal : 60-100x/menit ; Takikardia: >100 ; Bradikardia
2) Keteraturan= Normal : teratur
3) Kekuatan= 0: Tidak ada denyutan; 1+:denyutan kurang teraba; 2+:
Denyutan
4) mudah teraba, tak mudah lenyap; 3+: denyutan kuat dan mudah teraba
e. Pernafasan
1) Frekuensi: Normal= 15-20x /menit; >20: Takipnea; <15 bradipnea
2) Keteraturan= Normal : teratur
3) Kedalaman: dalam/dangkal
4) Penggunaan otot bantu pernafasan: Normal : tidak ada

setelah diadakan pemeriksaan tanda-tanda vital evaluasi hasil yang di dapat dengan
membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang
didapat.

2. Pemeriksaan kulit dan kuku

Tujuan

a. Mengetahui kondisi kulit dan kuku


b. Mengetahui perubahan oksigenasi, sirkulasi, kerusakan jaringan setempat, dan
hidrasi.

Persiapan

a. Posisi klien: duduk/ berbaring


b. Pencahayaan yang cukup/lampu
c. Sarung tangan (utuk lesi basah dan berair)

Prosedur Pelaksanaan

a. Pemeriksaan kulit
1. Inspeksi : kebersihan, warna, pigmentasi,lesi/perlukaan, pucat, sianosis, dan
ikterik. Normal: kulit tidak ada ikterik/pucat/sianosis.
2. Palpasi : kelembapan, suhu permukaan kulit, tekstur, ketebalan, turgor kulit,
dan edema. Normal: lembab, turgor baik/elastic, tidak ada edema.

16
setelah diadakan pemeriksaan kulit dan kuku evaluasi hasil yang di dapat dengan
membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan
yang didapat tersebut.

b. Pemeriksaan kuku
1) Inspeksi : kebersihan, bentuk, dan warna kuku

Normal: bersih, bentuk normaltidak ada tanda-tanda jari tabuh (clubbing finger),
tidak ikterik/sianosis

2) Palpasi : ketebalan kuku dan capillary refile ( pengisian kapiler ).

Normal: aliran darah kuku akan kembali < 3 detik. setelah diadakan pemeriksaan
kuku evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan
normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.

c. Pemeriksaan kepala, wajah, mata, telinga, hidung, mulut dan leher


Posisi klien : duduk , untuk pemeriksaan wajah sampai dengan leher perawat
berhadapan dengan klien

3. Pemeriksaan kepala, wajah, mata, telinga, hidung, mulut dan leher

a. Pemeriksaan kepala

Tujuan

a. Mengetahui bentuk dan fungsi kepala


b. Mengetahui kelainan yang terdapat di kepala

Persiapan alat

a. Lampu
b. Sarung tangan (jika di duga terdapat lesi atau luka)

Prosedur Pelaksanaan

17
Inspeksi : ukuran lingkar kepala, bentuk, kesimetrisan, adanya lesi atau
tidak, kebersihan rambut dan kulit kepala, warna, rambut, jumlah dan
distribusi rambut.

Normal: simetris, bersih, tidak ada lesi, tidak menunjukkan tanda-tanda


kekurangan gizi(rambut jagung dan kering)

Palpasi : adanya pembengkakan/penonjolan, dan tekstur rambut. Normal:


tidak ada penonjolan /pembengkakan, rambut lebat dan kuat/tidak
rapuh.

setelah diadakan pemeriksaan kepala evaluasi hasil yang di dapat dengan


membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil
pemeriksaan yang didapat.

b. Pemeriksaan wajah

Inspeksi : warna kulit, pigmentasi, bentuk, dan kesimetrisan. Normal:


warna sama dengan bagian tubuh lain, tidak pucat/ikterik, simetris.

Palpasi : nyeri tekan dahi, dan edema, pipi, dan rahang.Normal: tidak ada
nyeri tekan dan edema.

setelah diadakan pemeriksaan wajah evaluasi hasil yang di dapat dengan


membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil
pemeriksaan yang didapat tersebut.

1) Pemeriksaan mata

Tujuan

a. Mengetahui bentuk dan fungsi mata


b. Mengetahui adanya kelainan pada mata.

Persiapan alat

a. Senter Kecil
b. Surat kabar atau majalah
c. Kartu Snellen

18
d. Penutup Mata
e. Sarung tangan

Prosedur Pelaksanaan

Inspeksi: bentuk, kesimestrisan, alis mata, bulu mata, kelopak mata,


kesimestrisan, bola mata, warna konjunctiva dan sclera (anemis/ikterik),
penggunaan kacamata / lensa kontak, dan respon terhadap cahaya. Normal:
simetris mata kika, simetris bola mata kika, warna konjungtiva pink, dan
sclera berwarna putih.

2) Tes Ketajaman Penglihatan

Ketajaman penglihatan seseorang mungkin berbeda dengan


orang lain. Tajam penglihatan tersebut merupakan derajad persepsi
deteil dan kontour beda. Visus tersebut dibagi dua yaitu:

a. Pemeriksaan Pergerakan Bola Mata


Pemeriksaan pergeraka bola mata dilakukan dengan cara Cover-Uncover Test /
Tes Tutup-Buka Mata
Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi adanya Heterophoria.
Heterophoria berhubungan dengan kelainan posisi bola mata, dimana
terdapat penyimpangan posisi bolamata yang disebabkan adanya gangguan
keseimbangan otot-otot bolamata yang sifatnya tersembunyi atau latent. Ini
berarti mata itu cenderung untuk menyimpang atau juling, namun tidak nyata
terlihat.
1. Alat/sarana yang dipakai
2. Titik/lampu untuk fiksasi
3. Jarak pemeriksaan :
4. Jauh 20 feet (6 Meter)
5. Dekat 14 Inch (35 Cm)
6. Penutup/Occluder

Prosedur Pemeriksaan :

19
a. Minta pasien untuk selalu melihat dan memperhatikan titik fiksasi, jika
objek jauh kurang jelas, maka gunakan kacamata koreksinya.
b. Pemeriksa menempatkan dirinya di depan pasien sedemikian rupa,
sehingga apabila terjadi gerakan dari mata yang barusa saja ditutup
dapat di lihat dengan jelas atau di deteksi dengan jelas.
c. Perhatian dan konsentrasi pemeriksa selalu pada mata yang ditutup.
d. Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari luar (temporal)
kearah dalam (nasal) pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat
kelainan EXOPHORIA. Exophoria dinyatakan dengan inisial = X
(gambar D)
e. Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari dalam (nasal)
luar kearah (temporal)pada mata yang baru saja di tutup, berarti
terdapat kelainan ESOPHORIA. Esophoria dinyatakan dengan inisial =
E (gambar C)
f. Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari atas (superior)
kearah bawah (inferior) pada mata yang baru saja di tutup, berarti
terdapat kelainan HYPERPHORIA. Hyperphoria dinyatakan dengan
inisial = X (gambar E)
g. Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari bawah
(inferior) kearah atas (superior) pada mata yang baru saja di tutup,
berarti terdapat kelainan HYPOPHORIA. Hypophoria dinyatakan
dengan inisial = X (gambar F)
h. Untuk mendeteksi Heterophoria yang kecil, seringkali kita tidak dapat
mengenali adanya suatu gerakan, seolah kondisi mata tetap di tempat.
Untuk itu metode ini sering kita ikuti dengan metode tutup mata
bergantian (Alternating Cover Test).
i. Setelah diadakan pemeriksaan mata evaluasi hasil yang di dapat dengan
membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil
pemeriksaan yang didapat tersebut.
4. Pemeriksaan telinga
Tujuan :Mengetahui keadaan telinga luar, saluran telinga, gendang telinga, dan
fungsi pendengaran.

20
Persiapan Alat

a. Arloji berjarum detik


b. Garpu tala
c. Speculum telinga
d. Lampu kepala

Prosedur Pelaksanaan

Inspeksi : bentuk dan ukuran telinga, kesimetrisan, integritas, posisi telinga, warna,
liang telinga (cerumen/tanda-tanda infeksi), alat bantu dengar.. Normal: bentuk dan
posisi simetris kika, integritas kulit bagus, warna sama dengan kulit lain, tidak ada
tanda-tanda infeksi, dan alat bantu dengar.

Palpasi : nyeri tekan aurikuler, mastoid, dan tragus. Normal: tidak ada nyeri tekan.

setelah diadakan pemeriksaan telinga evaluasi hasil yang di dapat dengan


membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang
didapat tersebut.

Pemeriksaaan Telinga Dengan Menggunakan Garpu Tala

a. Pemeriksaan Rinne
a) Pegang agrpu tala pada tangkainya dan pukulkan ke telapak atau buku
jari tangan yang berlawanan.
b) Letakkan tangkai garpu tala pada prosesus mastoideus klien.
c) Anjurkan klien untuk memberi tahu pemeriksa jika ia tidak merasakan
getaran lagi.
d) Angkat garpu tala dan dengan cepat tempatkan di depan lubang telinga
klien 1-2 cm dengan posisi garpu tala parallel terhadap lubang telinga
luar klien.
e) Instruksikan klien untuk member tahu apakah ia masih mendengarkan
suara atau tidak.
f) Catat hasil pemeriksaan pendengaran tersebut.
b. Pemeriksaan Webber

21
a) Pegang garpu tala pada tangkainya dan pukulkan ke telapak atau buku
jari yang berlawanan.
b) Letakkan tangkai garpu tala di tengah puncak kepala klien .
c) Tanyakan pada klien apakah bunyi terdengar sama jelas pada kedua
telinga atau lebih jelas pada salah satu telinga.
d) Catat hasil pemeriksaan dengan pendengaran tersebut
e) Pemeriksan hidung dan sinus

Tujuan

a) Mengetahui bentuk dan fungsi hidung


b) Menentukan kesimetrisan struktur dan adanya inflamasi atau infeksi

Persiapan Alat

a) Spekulum hidung
b) Senter kecil
c) Lampu penerang
d) Sarung tangan (jika perlu)

Prosedur Pelaksanaan

Inspeksi : hidung eksternal (bentuk, ukuran, warna, kesimetrisan), rongga, hidung (


lesi, sekret, sumbatan, pendarahan), hidung internal (kemerahan, lesi, tanda2 infeksi)
Normal: simetris kika, warna sama dengan warna kulit lain, tidak ada lesi, tidak ada
sumbatan, perdarahan dan tanda-tanda infeksi.

Palpasi dan Perkusi frontalis dan, maksilaris (bengkak, nyeri, dan septum deviasi)
Normal: tidak ada bengkak dan nyeri tekan.

setelah diadakan pemeriksaan hidung dan sinus evaluasi hasil yang di dapat dengan
membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang
didapat tersebut.

5. Pemeriksaan mulut dan bibir


Tujuan: Mengetahui bentuk kelainan mulut

Persiapan Alat
22
a. Senter kecil
b. Sudip lidah
c. Sarung tangan bersih
d. Kasa

Prosedur Pelaksanaan

Inspeksi dan palpasi struktur luar : warna mukosa mulut dan bibir, tekstur , lesi, dan
stomatitis. Normal: warna mukosa mulut dan bibir pink, lembab, tidak ada lesi dan
stomatitis

Inspeksi dan palpasi strukur dalam : gigi lengkap/penggunaan gigi palsu, perdarahan/
radang gusi, kesimetrisan, warna, posisi lidah, dan keadaan langit-langit. Normal: gigi
lengkap, tidak ada tanda-tanda gigi berlobang atau kerusakan gigi, tidak ada
perdarahan atau radang gusi, lidah simetris, warna pink, langit2 utuh dan tidak ada
tanda infeksi.

Gigi lengkap pada orang dewasa berjumlah 36 buah, yang terdiri dari 16 buah di
rahang atas dan 16 buah di rahang bawah. Pada anak-anak gigi sudah mulai tumbuh
pada usia enam bulan. Gigi pertama tumbuh dinamakan gigi susu di ikuti tumbuhnya
gigi lain yang disebut gigi sulung. Akhirnya pada usia enam tahun hingga empat belas
tahun, gigi tersebut mulai tanggal dan dig anti gigi tetap.

Pada usia 6 bulan gigi berjumlah 2 buah (dirahang bawah), usia 7-8 bulan
berjumlah 7 buah(2 dirahang atas dan 4 dirahang bawah) , usia 9-11 bulan berjumlah 8
buah(4 dirahang atas dan 4 dirahang bawah), usia 12-15 bulan gigi berjumlah 12 buah
(6 dirahang atas dan 6 dirahang bawah), usia 16-19 bulan berjumlah 16 buah (8
dirahang atas dan 8 dirahang bawah), dan pada usia 20-30 bulan berjumlah 20 buah
(10 dirahang atas dan 10 dirahang bawah)

setelah diadakan pemeriksaan mulut dan bibir evaluasi hasil yang di dapat dengan
membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang
didapat tersebut.

6. Pemeriksaan leher

Tujuan
23
a. Menentukan struktur integritas leher
b. Mengetahui bentuk leher serta organ yang berkaitan
c. Memeriksa system limfatik

Persiapan Alat

a. Stetoskop
b. Prosedur Pelaksanaan
1. Inspeksi leher: warna integritas, bentuk simetris.
Normal: warna sama dengan kulit lain, integritas kulit
baik, bentuk simetris, tidak ada pembesaran kelenjer
gondok.
2. Inspeksi dan auskultasi arteri karotis: lokasi pulsasi
Normal: arteri karotis terdengar.
3. Inspeksi dan palpasi kelenjer tiroid (nodus/difus,
pembesaran,batas, konsistensi, nyeri,
gerakan/perlengketan pada kulit), kelenjer limfe (letak,
konsistensi, nyeri, pembesaran), kelenjer parotis (letak,
terlihat/ teraba) Normal: tidak teraba pembesaran
kel.gondok, tidak ada nyeri, tidak ada pembesaran
kel.limfe, tidak ada nyeri.
4. Auskultasi : bising pembuluh darah.

Setelah diadakan pemeriksaan leher evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan
dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.

7. Pemeriksaan dada( dada dan punggung) Posisi klien: berdiri, duduk dan
berbaring

Cara/prosedur:

1. System pernafasan

Tujuan :

24
a. Mengetahui bentuk, kesimetrisas, ekspansi, keadaan kulit, dan dinding dada
b. Mengetahui frekuensi, sifat, irama pernafasan,
c. Mengetahui adanya nyeri tekan, masa, peradangan, traktil premitus

Persiapan alat

a) Stetoskop
b) Penggaris centimeter
c) Pensil penada

Prosedur pelaksanaan

a. Inspeksi : kesimetrisan, bentuk/postur dada, gerakan nafas (frekuensi, irama,


kedalaman, dan upaya pernafasan/penggunaan otot-otot bantu pernafasan),
warna kulit, lesi, edema, pembengkakan/ penonjolan. Normal: simetris, bentuk
dan postur normal, tidak ada tanda-tanda distress pernapasan, warna kulit sama
dengan warna kulit lain, tidak ikterik/sianosis, tidak ada
pembengkakan/penonjolan/edema
b. Palpasi: Simetris, pergerakan dada, massa dan lesi, nyeri, tractile fremitus.
c. (perawat berdiri dibelakang pasien, instruksikan pasien untuk mengucapkan
angka “tujuh-tujuh” atau “enam-enam” sambil melakukan perabaan dengan
kedua telapak tangan pada punggung pasien.)
d. Normal: integritas kulit baik, tidak ada nyeri tekan/massa/tanda-tanda
peradangan, ekspansi simetris, taktil vremitus cendrung sebelah kanan lebih
teraba jelas.
e. Perkusi: paru, eksrusi diafragma (konsistensi dan bandingkan satu sisi dengan
satu sisi lain pada tinggi yang sama dengan pola berjenjang sisi ke sisi)Normal:
resonan (“dug dug dug”), jika bagian padat lebih daripada bagian udara=pekak
(“bleg bleg bleg”), jika bagian udara lebih besar dari bagian padat=hiperesonan
(“deng deng deng”), batas jantung=bunyi rensonan hilang,redup.
f. Auskultasi: suara nafas, trachea, bronchus, paru. (dengarkan dengan
menggunakan stetoskop di lapang paru kika, di RIC 1 dan 2, di atas
manubrium dan di atas trachea) Normal: bunyi napas vesikuler,
bronchovesikuler, brochial, tracheal.
25
Setelah diadakan pemeriksaan dada evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan
dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.

2. System kardiovaskuler

Tujuan

a. Mengetahui ketifdak normalan denyut jantung


b. Mengetahui ukuran dan bentuk jantug secara kasar
c. Mengetahui bunyi jantung normal dan abnormal
d. Mendeteksi gangguan kardiovaskuler

Persiapan alat

a. Stetoskop
b. Senter kecil

Prosedur pelaksanaan

a. Inspeksi : Muka bibir, konjungtiva, vena jugularis, arteri karotis


b. Palpasi: denyutan
1. Normal untuk inspeksi dan palpasi: denyutan aorta teraba.
2. Perkusi: ukuran, bentuk, dan batas jantung (lakukan dari arah samping ke
tengah dada, dan dari atas ke bawah sampai bunyi redup) Normal: batas
jantung: tidak lebih dari 4,7,10 cm ke arah kiri dari garis mid sterna, pada
RIC 4,5,dan 8.
3. Auskultasi: bunyi jantung, arteri karotis. (gunakan bagian diafragma dan
bell dari stetoskop untuk mendengarkan bunyi jantung. Normal: terdengar
bunyi jantung I/S1 (lub) dan bunyi jantung II/S2 (dub), tidak ada bunyi
jantung tambahan (S3 atau S4).

Setelah diadakan pemeriksaan system kardiovaskuler evaluasi hasil yang di dapat


dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil
pemeriksaan yang didapat tersebut.

Dada dan aksila


26
Tujuan

a. Mengetahui adanya masa atau ketidak teraturan dalam jaringan payudara


b. Mendeteksi awal adanya kanker payudara

Persiapan alat

a. Sarung tangan sekali pakai (jika diperlukan)

Prosedur pelaksanaan

a. Inspeksi payudara: Integritas kulit


b. Palpasi payudara: Bentuk, simetris, ukuran, aerola, putting, dan penyebaran
vena
c. Inspeksi dan palpasi aksila: nyeri, perbesaran nodus limfe, konsistensi.

Setelah diadakan pemeriksaan dadadan aksila evaluasi hasil yang di dapat dengan
membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang
didapat tersebut.

8. Pemeriksaan Abdomen (Perut) Posisi klien: Berbaring

Tujuan

1. Mengetahui betuk dan gerakan-gerakan perut


2. Mendengarkan suara peristaltic usus
3. Meneliti tempat nyeri tekan, organ-organ dalam rongga perut benjolan dalam
perut.

Persiapan

5. Posisi klien: Berbaring


6. Stetoskop
7. Penggaris kecil
8. Pensil gambar
9. Bntal kecil
10. Pita pengukur

Prosedur pelaksanaan

27
Inspeksi : kuadran dan simetris, contour, warna kulit, lesi, scar, ostomy, distensi,
tonjolan, pelebaran vena, kelainan umbilicus, dan gerakan dinding perut.

Normal: simetris kika, warna dengan warna kulit lain, tidak ikterik tidak terdapat
ostomy, distensi, tonjolan, pelebaran vena, kelainan umbilicus.

Auskultasi : suara peristaltik (bising usus) di semua kuadran (bagian diafragma dari
stetoskop) dan suara pembuluh darah dan friction rub :aorta, a.renalis, a. illiaka
(bagian bell).

Normal: suara peristaltic terdengar setiap 5-20x/dtk, terdengar denyutan arteri renalis,
arteri iliaka dan aorta.

Perkusi semua kuadran : mulai dari kuadran kanan atas bergerak searah jarum jam,
perhatikan jika klien merasa nyeri dan bagaiman kualitas bunyinya.

Perkusi hepar: Batas

Perkusi Limfa: ukuran dan batas

Perkusi ginjal: nyeri

Normal: timpani, bila hepar dan limfa membesar=redup dan apabila banyak cairan =
hipertimpani

Palpasi semua kuadran (hepar, limfa, ginjal kiri dan kanan): massa, karakteristik
organ, adanya asistes, nyeri irregular, lokasi, dan nyeri.dengan cara perawat
menghangatkan tangan terlebih dahulu

Normal: tidak teraba penonjolan tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa dan
penumpukan cairan

Setelah diadakan pemeriksaan abdomen evaluasi hasil yang di dapat dengan


membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang
didapat tersebut.

9. Pemeriksaan ekstermitas atas (bahu, siku, tangan)

Tujuan : Memperoleh data dasar tetang otot, tulang dan persendian

28
Mengetahui adanya mobilitas, kekuatan atau adanya gangguan pada bagian-bagian
tertentu.

Alat : Meteran

Posisi klien: Berdiri. duduk

Inspeksi struktur muskuloskletal : simetris dan pergerakan, Integritas ROM, kekuatan


dan tonus otot.

Normal: simetris kika, integritas kulit baik, ROM aktif, kekuatan otot penuh.

Palapasi: denyutan a.brachialis dan a. radialis .

Normal: teraba jelas

Tes reflex :tendon trisep, bisep, dan brachioradialis.

Normal: reflek bisep dan trisep positif

Setelah diadakan pemeriksaan ekstermitas atas evaluasi hasil yang di dapat dengan
membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang
didapat tersebut.

10. Pemeriksaan ekstermitas bawah (panggul, lutut, pergelangan kaki dan telapak

kaki)

Inspeksi struktur muskuloskletal : simetris dan pergerakan, integritas kulit, posisi dan
letak, ROM, kekuatan dan tonus otot

Normal: simetris kika, integritas kulit baik, ROM aktif, kekuatan otot penuh

Palpasi : a. femoralis, a. poplitea, a. dorsalis pedis: denyutan

Normal: teraba jelas

Tes reflex :tendon patella dan archilles.

Normal: reflex patella dan archiles positif

29
Setelah diadakan pemeriksaan ekstermitas bawah evaluasi hasil yang di dapat dengan
membandingkan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang
didapat tersebut.

11. Pemeriksaan genitalia (alat genital, anus, rectum) Posisi Klien : Pria berdiri dan
wanita litotomy

Tujuan:

Melihat dan mengetahui organ-organ yang termasuk dalam genetalia.

Mengetahui adanya abnormalitas pada genetalia, misalnya varises, edema, tumor/


benjolan, infeksi, luka atau iritasi, pengeluaran cairan atau darah.

Melakukan perawatan genetalia

Mengetahui kemajuan proses persalinan pada ibu hamil atau persalinan.

Alat :

Lampu yang dapat diatur pencahayaannya

Sarung tangan

a. Pemeriksaan rectum

Tujuan :

Mengetahui kondisi anus dan rectum

Menentukan adanya masa atau bentuk tidak teratur dari dinding rektal

Mengetahui intregritas spingter anal eksternal

Memeriksa kangker rectal dll

Alat :

Sarung tangan sekali pakai

Zat pelumas

Penetangan untuk pemeriksaan


30
Prosedur Pelaksanaan

1. Wanita:

a. Inspeksi genitalia eksternal: mukosa kulit, integritas kulit, contour


simetris, edema, pengeluaran.

b. Normal: bersih, mukosa lembab, integritas kulit baik, semetris tidak


ada edema dan tanda-tanda infeksi (pengeluaran pus /bau)

c. Inspeksi vagina dan servik : integritas kulit, massa, pengeluaran

d. Palpasi vagina, uterus dan ovarium: letak ukuran, konsistensi dan,


massa

e. Pemeriksaan anus dan rectum: feses, nyeri, massa edema,


haemoroid, fistula ani pengeluaran dan perdarahan.

f. Normal: tidak ada nyeri, tidak terdapat edema / hemoroid/ polip/


tanda-tanda infeksi dan pendarahan.

g. Setelah diadakan pemeriksaan di adakan pemeriksaan genitalia


evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan
normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat
tersebut.

2. Pria:

a. Inspeksi dan palpasi penis: Integritas kulit, massa dan pengeluaran

b. Normal: integritas kulit baik, tidak ada masa atau pembengkakan,


tidak ada pengeluaran pus atau darah

c. Inspeksi dan palpassi skrotum: integritas kulit, ukuran dan bentuk,


turunan testes dan mobilitas, massa, nyeri dan tonjolan

d. Pemeriksaan anus dan rectum : feses, nyeri, massa, edema,


hemoroid, fistula ani, pengeluaran dan perdarahan.

31
e. Normal: tidak ada nyeri , tidak terdapat edema / hemoroid/ polip/
tanda-tanda infeksi dan pendarahan.

f. Setelah diadakan pemeriksaan dadadan genitalia wanita evaluasi


hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal,
dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.

Evaluasi

Perawat bertanggung jawab untuk asuhan keperawatan yang mereka berikan


dengan mengevaluasi hasil intervensi keperawatan. Keterampilan pengkajian fisik
meningkatkan evaluasi tindakan keperawatan melalui pemantauan hasil asuhan
fisiologis dan perilaku. Keterampilan pengkajian fisik yang sama di gunakan untuk
mengkaji kondisi dapat di gunakan sebagai tindakan evaluasi setelah asuhan diberikan.

Perawat membuat pengukuran yang akurat, terperinci, dan objektif melalui


pengkajian fisik. Pengukuran tersebut menentukan tercapainya atau tidak hasil asuhan
yang di harapkan. Perawat tidak bergantung sepenuhnya pada intuisi ketika pengkajian
fisik dapat digunakan untuk mengevaluasi keefektifan asuhan.

Dokumentasi

Perawat dapat memilih untuk mencatat hasil dari pengkajian fisik pada pemeriksaan
atau pada akhir pemeriksaan. Sebagian besar institusi memiliki format khusus yang
mempermudah pencatatan data pemeriksaan. Perawat meninjau semua hasil sebelum
membantu klien berpakaian, untuk berjaga-jaga seandainya perlu memeriksa kembali
informasi atau mendapatkan data tambahan. Temuan dari pengkajian fisik dimasukkan
ke dalam rencana asuhan.

Data di dokumentasikan berdasarkan format SOAPIE, yang hamper sama dengan


langkah-langkah proses keperawatan.

Format SOAPIE, terdiri dari:

Data (riwayat) Subjektif, yaitu apa yang dilaporkan klien

Data (fisik) Objektif, yaitu apa yang di observasi, inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi oleh perawat.
32
Assessment (pengkajian) , yaitu diagnose keperawatan dan pernyataan tentang
kemajuan atau kemunduran klien

Plan (Perencanaan), yaitu rencana perawatan klien

Implementation (pelaksanaan), yaitu intervensi keperawatan dilakukan berdasarkan


rencana

Evaluation (evaluasi), yaitu tinjauan hasil rencana yang sudah di implementasikan.

33
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan yang lengkap dari penderita
untuk mengetahui keadaan atau kelainan dari penderitaan. Tujuannya adalah
untuk mengetahui bagaimana kesehatan umum ibu (bila keadaan umumnya
baik agar di pertahankan jangan sampai daya tahan tubuh menurun), untuk
mengetahui adanya kelainan, bila ada kelainan, kelainan itu lekas diobati dan
disembuhkan agar tidak menganggu. Prinsip umum dari pemeriksaan fisik
adalah dilakukan secara komprehensif.
Dalam melakukan pemeriksaan fisik terdapat teknik dasar yang perlu
dipahami, antara lain inspeksi (melihat), palpasi (meraba), perkusi (ketukan),
dan auskultasi (mendengar).
Pada pemeriksaan fisik, yang diperiksa mulai dari pemeriksaan keadaan umum
hingga pemeriksaan fisik head to toe ( pemeriksaan fisik kepala hingga kaki).

B. Saran
Semoga makalah yang kami susun ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca, dan dapat memberikan pengetahuan sedikit tentang pemeriksaan
fisik pada ibu. Kami mengetahui bahwa dalam penyusunan makalah ini masih
banyak terdapat kekurangan baik dari segi penulisannya, bahasa dan lain
sebagainnya. Untuk itu saran dari pembaca yang bersifat membangun sangat
kami harapkan agar dapat terciptanya makalah yang baik sehingga dapat
memberi pengetahuan yang benar kepada pembaca.

34
DAFTAR PUSTAKA

Saminem. 2008. Kehamilan Normal. Jakarta: EGC.

Uliyah, Musrifatul, Alimul Hidayat Azis. 2006. Ketrampilan Dasar Praktik Klinik
Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.

Salmah, dkk. 2006.Asuhan Kebidanan Antenatal. Jakarta: EGC.

Sulistyawati, Ari. 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Kehamilan. Jakarta: salemba

medika.

Departemen Kesehatan RI.1992.Asuhan Kebidanan Pada Ibu Hamil Dalam Konteks

Keluarga:Jakarta

Departemen Kesehatan RI.1998.AsuhanKeperawatan Ibu Hamil (Antematal).Modul

DiklatJarak Jauh.Jakarta

Departemen Kesehatan RI.1999.Buku Acuan Pelatihan Asuhan Persalinan

Dasar:Jakarta

35

Anda mungkin juga menyukai