Anda di halaman 1dari 6

BAB IV

PEMBAHASAN

Bab ini akan disajikan tentang kesenjangan


antara bab 2 dan bab 3, dengan prinsip pendekatan
proses keperawatan antara lain :
A. Pengkajian
Dalam pengkajian kasus ini pasien bersikap
kooperatif sehingga memudahkan penulis dalam
melakukan pengkajian.
Pada pengkajian kasus ini diperoleh data,
yaitu : nama Ny.F, umur 39 tahun, pekerjaan ibu
rumah tangga , dan tempat tinggal jalan Hidayah No.
14 Banjarbaru. Dengan riwayat penyakit pasien
mengeluh nyeri pada kedua tungkai kaki atas, susah
bergerak dan berjalan, mual, gatal-gatal yang
menjalar di tungkai kaki dan terdapat lesi pada
kulit. Pasien dibawa ke RSUD Banjarbaru pada jam
09.00 WITA tanggal 1 Februari 2015 dan pasien
dirawat di ruang camar. Pasien mengatakan sudah lima
kali dirawat di rumah sakit dengan keluhan yang
sama. Pasien mengatakan sebelum sakit sering minum
jamu kencur beras setiap harinya.
Menurut Wicaksono (2012), Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum dan TTV, TTV sering didapatkan adanya
perubahan, yaitu pada saat nyeri sendi, frekuensi
denyut nadi mengalami peningkatan, tekanan darah
meningkat, Kelelahan, penurunan berat badan, dan
demam adalah gejala lupus yang paling banyak
terjadi, B1 (Breathing) Kelainan paru-paru pada LES
seringkali bersifat subklinik pada pasien LES dengan

72
73

batuk, sesak nafas atau kelainan respirasi lainnya.


B3 (Brain) keterlibatan neuropsikiatri LES sangat
bervariasi, dapat berupa migrain, neuropati perifer,
sampai kejang dan psikosis. B4 (Bladder) penilainan
keterlibatan ginjal pada pasien LES harus dilakukan
dengan menilai ada atau tidaknya hipertensi,
urinalisis untuk melihat proteinuria dan
silinderuria, ureum dan kreatinin, proteinuria
kuantitatif, dan klirens kreatinin. B5 (Bowel)
Berupa keluhan nafsu makan menurun, mual, dan mulut
berbau. Dapat berupa hepatomegali, nyeri perut yang
tidak spesifik, splenomegali, peritonitis aseptik,
vaskulitis mesenterial, pankreatitis. B6 (Bone)
Didapatkan adanya kelemahan fisik, pada penderita
LES bagian muskuloskeletal ditemukan poliartritis,
biasanya simetris dengan episode artralgia. Kelainan
kulit yang sering didapatkan pada LES adalah
fotosensitivitas, butterfly rash, ruam malar, lesi
diskoid kronik, alopesia, panikulitis, lesi
psoriaform dan lain sebagainya. Selain itu, pada
kulit juga dapat ditemukan tanda-tanda vaskulitis
kulit, misalnya fenomena Raynaud, livedo
retikularis, ulkus, gangren.
Dari hasil pengkajian yang didapat dan teori
yang dikemukakan oleh Wicaksono tahun 2012 tentang
lupus erimatosus sistemik terbukti bahwa orang yang
mengalami lupus erimatosus sistemik umumnya
mengalami kelainan pada sendi dan kulit. selain itu
data pendukungnya pasien sering mengalami nyeri
sendi, mual, penurunan berat badan, terdapat lesi
dan ulkus pada kulit.
74

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang diangkat pada Ny.F
dengan lupus erimatosus sistemik adalah nyeri akut
berhubungan dengan agen injury biologis, hambatan
mobilitas fisik berhubungan dengan keterbatasan
melakukan aktivitas ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan pemasukan
intake yang tidak adekuat,kerusakan Integritas Kulit
berhubungan dengan faktor internal : imunologi, dan
resiko penyebaran infeksi dengan faktor resiko
pertahanan tubuh sekunder tidak adekuat. Diagnosa
keperawatan ini diangkat berdasarkan data subjektif
dan objektif.
Adapun diagnosa keperawatan menurut NANDA
(2013), yaitu : perfusi jaringan cerebral tidak
efektif berhubungan dengan gangguan transport O2,
pola napas tidak efektif berhubungan dengan
hipoventilasi akibat efusi pleura, nyeri akut
berhubungan dengan agen injury : biologis, kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan faktor
internal : defisit imunologi, hambatan mobilitas
Fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
akibat arthritis, resiko infeksi dengan faktor
resiko pertahanan tubuh sekunder tidak adekuat,
kecemasan berhubungan dengan perubahan status
kesehatan
Kesenjangan antara diagnosa keperawatan
dengan aplikasi langsung dilahan praktik, adanya
perbedaan diagnose keperawatan utama. Dilahan
praktik penulis mengangkat diagnose keperawatan
utama nyeri akut berhubungan dengan agen injury
75

biologis sedangkan pada teori menurut NANDA (2013)


perfusi jaringan cerebral tidak efektif berhubungan
dengan gangguan transport O2 . Perfusi jaringan
cerebral tidak efektif dapat terjadi jika penyakit
lupus menyerang di bagian otak dan mengakibatkan
suplai oksigen ke otak menurun. Selain itu, Pada
kasus ini hanya mengakibatkan gejala pada sendi,
kulit, dan lambung. Hal ini dapat dijelaskan dengan
teori oleh Wicaksono (2012) bahwa manifestasi klinik
dari LES beragam tergantung organ yang terlibat,
dimana dapat melibatkan banyak organ dalam tubuh
manusia dengan perjalanan klinis yang kompleks.

C. Intervensi Keperawatan
Intervensi Keperawatan yang akan dilakukan
pada Ny.F dengan lupus erimatosus sistemik pada
diagnosa keperawatan utama adalah pantau keluhan
nyeri, pantau tanda tanda vital, ajarkan teknik
relaksasi, ajarkan metode distraksi, ciptakan
lingkungan yang nyaman, kolaborasi dengan tim medis
dalam pemberian obat analgetik sesuai indikasi
Berdasarkan teori pada pasien lupus
erimatosus sistemik, rencana keperawatan diagnosa
keperawatan utama yang akan dilakukan adalah pantau
keluhan, observasi TTV tiap 2-4 jam dan kesadaran
klien, pantau karakteristik nyeri (intensitas,
lokasi, frekuensi dan faktor yang mempengaruhi),
kaji capillary refill, GCS, warna dalam kelembapan
kulit, pantau tanda peningkatan TIK ( kaku kuduk,
muntah proyektil dan penurunan kesadaran, berikan
klien posisi semifowler, kepala ditinggikan 30
76

derajat, anjurkan orang terdekat ( keluarga ) untuk


bicara dengan klien walaupun hanya lewat sentuhan.
Kesenjangan antara rencana keperawatan teori
dan aplikasi langsung dilahan praktik, karena adanya
perbedaan pada diagnosa keperawatan utama sehingga
pada rencana keperawatan juga terdapat kesenjangan.

D. Tindakan Keperawatan / Implementasi


Implementasi keperawatan pada diagnose
keperawatan utama pada Ny. F dengan lupus erimatosus
sistemik adalah memantau status nyeri (P:Nyeri pada
kedua tungkai kaki disertai lesi dan ulkus pada kaki
sebelah kanan, Q:Nyeri seperti ditusuk-tusuk,
R:Nyeri pada tungkai atas kaki kanan dan kaki kiri,
S:Skala Nyeri 4 (Berat), T:Nyeri pada saat
menggerakkan kedua kaki), memantau tanda-tanda vital
(TD: 130/80 mmHg, N : 86 x/m, R : 23 x/m, T : 37
0
C), mengajarkan pasien untuk tarik napas dalam pada
saat nyeri dan rileks, memberikan metode distraksi
dengan cara mengalihkan perhatian pasien dari rasa
nyeri dengan berdzikir, menganjurkan keluarga agar
tidak ribut ketika pasien dirawat.

E. Evaluasi
Evaluasi diagnosa utama setelah dilakukan
implementasi keperawatan pada Ny.T dengan lupus
erimatosus sistemik adalah Data Subjektif pasien
mengatakan masih terasa nyeri pada kedua kaki, Data
objektif pasien terlihat meringis, skala nyeri 3
(sedang), ada perban terpasang di kaki kanan pasien,
pasien dapat menggunakan teknik distraksi dan
77

relaksasi, TTV (TD : 130/90 mmHg, N : 88 x/m, R :


22 x/m, T : 36,2 C,
0
assessment masalah belum
teratasi, Planing Intervensi dilanjutkan
( I,II,III,IV,V,VI).
Evaluasi pada pasien dengan lupus erimatosus
sistemik menurut Gusti Pandi Liputo antara lain
tidak ada penurunan kesadaran dan tidak menunjukan
tanda-tanda apnoe, mempertahankan pola pernapasan
efektif, menunjukkan nyeri hilang atau terkontrol,
terlihat rileks, dapat tidur atau beristirahat dan
berpartisipasi dalam aktivitas sesuai kemampuan,
menunjukkan kemajuan pada penyembuhan lesi,
mempertahankan fungsi posisi dengan tidak hadirnya
kontraktur, pasien bebas dari tanda dan gejala
infeksi dan menunjukkan kemampuan untuk mencegah
timbulnya infeksi, menunjukkan kecemasan hilang dan
koping pasien baik terhadap perubahan status
kesehatan
Evaluasi yang belum tercapai pada saat
dilahan praktik adalah pasien masih merasakan nyeri
sendi, susah bergerak dan berjalan, dan gatal-gatal
pada tangan dan kaki. Hal ini sejalan dengan teori
Hockenberry & Wilson (2009) yang menyatakan bahwa
lupus adalah penyakit seumur hidup, karenanya
pemantauan harus dilakukan selamanya, tujuan
pengobatan SLE adalah mengontrol manifestasi
penyakit, sehingga pasien dapat memiliki kualitas
hidup yang baik tanpa eksaserbasi berat, sekaligus
mencegah kerusakan organ serius yang dapat
menyebabkan kematian.

Anda mungkin juga menyukai