KELOMPOK 2:
ALDI RETIANDI RAMADHAN
ALIF ALFIZA
BELLA ADHITYA MAHATVA
SISILIA NOVIANTI DEWI
YEZCY SYAHREZ ANDINI
VISI
"Menjadi Institusi Pendidikan Ners yang Bermutu dan Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif di Tingkat Regional
Tahun 2020"
MISI
Mahasiswa
KELOMPOK
Mengetahui,
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang ditandai
denganhiperglikemia dan intoleransi glukosa yang terjadi karena kelenjar
pankreas tidak dapat memproduksi insulin secara adekuat yang atau karena
tubuh tidak dapatmenggunakan insulin yang diproduksi secara efektif atau
keduaduanya. DiabetesMelitus diklasifikasikan menjadi DM tipe 1, yang
dikenal sebagai insulindependent, dimana pankreas gagal menghasilkan
insulin ditandai dengankurangnya produksi insulin dan DM tipe 2, yang
dikenal dengan non insulin dependent, disebabkan ketidakmampuan tubuh
menggunakan insulin secaraefektif yang dihasilkan oleh pankreas. Diabetes
tipe 2 jauh lebih umum danmenyumbang sekitar 90% dari semua kasus
diabetes di seluruh dunia. Hal ini paling sering terjadi pada orang dewasa,
namun juga semakin meningkat padaremaja.
Prevalensi menurut World Health Organization (WHO),bahwa sekitar 150
juta orang menderita diabetes melitus di seluruh dunia, dan jumlah ini
mungkindua kali lipat pada tahun 2025. Sebagian besar kenaikan ini akan
terjadi di negara-negara berkembang dan akan disebabkan oleh pertumbuhan
populasi, penuaan,diet tidak sehat, obesitas dan gaya hidup. Pada tahun 2025,
sementara kebanyakan penderita diabetes di negara maju yang berusia 65
tahun atau lebih, di negara-negara berkembang kebanyakan berada di
kelompok usia 45-64 tahun danterpengaruh pada usia produktif mereka.
Pada penyandang DM dapat terjadi komplikasi pada semua tingkat sel
dansemua tingkatan anatomik. Manifestasi komplikasi kronik dapat terjadi
padatingkat mikrovaskular (retinopati diabetik, nefropati diabetik, neuropati
diabetik,dan kardiomiopati) maupun makrovaskular (stroke, penyakit jantung
koroner, peripheral vascular disease).
Komplikasi lain dari DM dapat berupa kerentanan berlebih terhadap infeksi
akibat mudahnya terjadi infeksi saluran kemih,tuberkulosis paru, dan infeksi
kaki, yang kemudian dapat berkembang menjadiulkus/gangren diabetik.
Masalah pada ulkus diabetik misalnya ulserasi, infeksi dan
gangren,merupakan penyebab umum perawatan di rumah sakit bagi para
penderita diabetes. Perawatan rutin ulkus diabetik adalah segala bentuk
kelainan yangterjadi pada bagian tubuh yang disebabkan oleh diabetes
mellitus. Faktor utamayang mempengaruhi terbentuknya ulkus diabetik
merupakan kombinasi neuropatiotonom dan neuropati somatik, insufisiensi
vaskuler, serta infeksi.Penderita ulkus diabetik yang masuk rumah sakit
umumnya disebabkanoleh trauma kecil yang tidak dirasakan oleh penderita.
Nyeri merupakan alasan yang paling umum seseorang mencari bantuan
perawatankesehatan. Nyeri terjadi bersama proses penyakit, pemeriksaan
diagnostik dan prosespengobatan. Nyeri sangat mengganggu dan menyulitkan
banyak orang. Perawat, bidan dantenaga kesehatan lain tidak bisa melihat dan
merasakan nyeri yang dialami oleh klien, karenanyeri bersifat subyektif
(antara satu individu dengan individu lainnya berbeda dalam
menyikapinyeri). Bidan memberi asuhan kebidanan kepada klien di berbagai
situasi dan keadaan, yangmemberikan intervensi untuk meningkatkan
kenyamanan. Menurut beberapa teori kebidanankenyamanan adalah
kebutuhan dasar klien yang merupakan tujuan pemberian asuhankebidanan.
Pernyataan tersebut didukung oleh Kolcaba yang mengatakan
bahwakenyamanan adalah suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar
manusia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Nyeri akut adalah pengalaman sensori dan emosional tidak
menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial
atau yang digambarkan sebagai kerusakan (International Association fol the
Study of Pain); awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga
berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan dengan durasi
kurang dari 3 bulan (Nanda I 2015).
Nyeri kronis adalah pengalaman sensorik dan emosional tidak
menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial
atau yang digambarkan sebagai suatu kerusakan (International Association fol
the Study of Pain); awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan
hingga berat, terjadi konstan atau berulang tanpa akhir yang dapat diantisipasi
atau diprediksi dan berlangsung lebih dari tiga (>3) bulan (Nanda I 2015).
Gangguan rasa nyaman adalah perasaan seseorang merasa kurang
nyaman dan sempurna dalam kondisi fisik, psikospiritual, lingkungan, budaya
dan sosialnya (Keliat dkk., 2015). Menurut (Keliat dkk., 2015) gangguan rasa
nyaman mempunyai batasan karakteristik yaitu: ansietas, berkeluh kesah,
gangguan pola tidur, gatal, gejala distress, gelisah, iritabilitas,
ketidakmampuan untuk relasks, kurang puas dengan keadaan, menangis,
merasa dingin, merasa kurang senang dengan situasi, merasa hangat, merasa
lapar, merasa tidak nyaman, merintih, dam takut. Gangguan rasa nyaman
merupakan suatu gangguan dimana perasaan kurang senang, kurang lega, dan
kurang sempurna dalam dimensi fisik , psikospiritual, lingkungan serta sosial
pada diri yang biasanya mempunyai gejala dan tanda minor mengeluh mual
(PPNI, 2016).
B. Etiologi
Penyebab nyeri akut salah satunya adalah agen pencedera fisik
(prosedur operasi) (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017). Nyeri merupakan
suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi tunggal yang disebabkan oleh
stimulus tertentu. Nyeri bersifat subjektif dan individual (Potter & Perry,
2010). Nyeri juga merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial
(Smeltzer & Bare, 2001).
Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi setelah cedera akut, penyakit atau
intervensi bedah, dan memiliki awitan bedah yang cepat, dengan intensitas
yang bervariasi (ringan sampai berat) serta berlangsung singkat (kurang dari
enam bulan) dan menghilang dengan atau tanpa pengobatan setelah keadaan
pulih pada area yang rusak. Nyeri akut biasanya berlangsung singkat,
misalnya nyeri pada fraktur. Klien yang mengalami nyeri akut biasanya
menunjukkan gejala perspirasi meningkat, denyut jantung dan tekanan darah
meningkat.
C. Klasifikasi
Nyeri dapat diklasifikasikan menjadi nyeri akut dan nyeri kronis (SDKI
PPNI, 2016).
1. Nyeri Akut
Nyeri akut adalah pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset
mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang
berlangsung kurang dari kurang 3 bulan. Penyebab nyeri akut antara lain:
a. Agen pencedera fisiologis (mis: inflamasi, iskemia, meoplasma)
b. Agen pencedera kimiawi (mis: terbakar, bahan kimia iritan)
c. Agen pencedera fisik (mis: abses, amputasi, terbakar, terpotong,
mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)
2. Nyeri Kronik
Nyeri kronis adalah pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset
mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat dan konstan,
yang berlangsung lebih dari 3 bulan. Penyebab nyeri kronis antara lain:
a. Kondisi muskuloskeletal kronis
b. Kerusakan sistem saraf
c. Penekanan saraf
d. Infiltrasi tumor
e. Ketidakseimbangan neuromedulator, dan reseptor
f. Gangguan imunitas (mis: neuropati terkait HIV, virus vericella-
zoster)
g. Gangguan fungsi metabolic
h. Riwayat posisi kerja statis
i. Peningkatan indeks massa tubuh
j. Kondisi pasca trauma
k. Tekanan emosional
l. Riwayat penganiayaan (mis: fisik, psikologis, seksual)
m. Riwayat penyalahgunaan obat/zat.
D. WOC
Nyeri wajah
Kerusakan Jaringan
Fraktur Nasal
Reposisi
Resiko Infeksi
(NANDA, 2015 – 2017), (Smeltzer & Bare, 2002), (Lynda Juall Carpenito –
Moyet Edisi 13)
E. PATOFISIOLOGI
Rangsangan nyeri diterima oleh nociceptor pada kulit bisa intesitas tinggi
maupun rendah seperti perennggangan dan suhu serta oleh lesi jaringan. Sel
yang mengalami nekrotik akan merilis K + dan protein intraseluler.
Peningkatan kadar K + ekstraseluler akan menyebabkan depolarisasi
nociceptor, sedangkan protein pada beberapa keadaan akan menginfiltrasi
mikroorganisme sehingga menyebabkan peradangan/inflamasi. Akibatnya,
mediator nyeri dilepaskan seperti leukotrien, prostaglandin E2, dan histamin
yang akan merangasng nosiseptor sehingga rangsangan berbahaya dan tidak
berbahaya dapat menyebabkan nyeri (hiperalgesia atau allodynia). Selain itu
lesi juga mengaktifkan faktor pembekuan darah sehingga bradikinin dan
serotonin akan terstimulasi dan merangsang nosiseptor. Jika terjadi oklusi
pembuluh darah maka akan terjadi iskemia yang akan menyebabkan
akumulasi K + ekstraseluler dan H + yang selanjutnya mengaktifkan
nosiseptor. Histamin, bradikinin, dan prostaglandin E2 memiliki efek
vasodilator dan meningkatkan permeabilitas pembuluh darah. Hal ini
menyebabkan edema lokal, tekanan jaringan meningkat dan juga terjadi
Perangsangan nosiseptor. Bila nosiseptor terangsang maka mereka
melepaskan substansi peptida P (SP) dan kalsitonin gen terkait peptida
(CGRP), yang akan merangsang proses inflamasi dan juga menghasilkan
vasodilatasi dan meningkatkan permeabilitas pembuluh darah. Vasokonstriksi
(oleh serotonin), diikuti oleh vasodilatasi, mungkin juga bertanggung jawab
untuk serangan migrain. Peransangan nosiseptor inilah yang menyebabkan
nyeri. (Silbernagl & Lang, 2000).
G. Komplikasi
Nyeri merupakan kejadian ketidaknyamanan yang dalam
perkembangannya akan mempengaruhi berbagai komponen dalam tubuh.
Efek nyeri dapat berpengaruh terhadap fisik, perilaku, dan pengaruhnya pada
aktivitas sehari-hari (Andarmoyo, 2017).
1. Tanda dan gejala
Tanda fisiologis dapat menunjukkan nyeri pada klien yang berupaya
untuk tidak mengeluh atau mengakui ketidaknyamanan. Sangat penting
untuk mengobservasi keterlibatan saraf otonom. Saat awitan nyeri akut,
denyut jantung, tekanan darah, dan frekuensi pernapasan meningkat
(Wahyudi & Abd.Wahid, 2016).
2. Efek fisik
a. Nyeri akut
Pada nyeri akut, nyeri yang tidak diatasi secara adekuat
mempunyai efek yang membahayakan diluar ketidaknyamanan yang
disebabkannya. Selain merasakan ketidaknyamanan dan
mengganggu, nyeri akut yang tidak kunjung mereda dapat
memengaruhi sistem pulmonary, kardiovaskuler,gastrointestinal,
endokrin, dan imunologik (Andarmoyo, 2017).
b. Nyeri kronis
Seperti halnya nyeri akut, nyeri kronis juga mempunyai efek
negatif dan merugikan. Supresi atau penekanan yang terlalu lama
pada fungsi imun yang berkaitan dengan nyeri kronis dapat
meningkatkan pertumbuhan tumor (Andarmoyo, 2017).
c. Efek perilaku
Pasien yang mengalami nyeri menunjukkan ekspresi wajah dan
gerakan tubuh yang khas dan berespons secara vokal serta
mengalami kerusakan dalam interaksi sosial. Pasien seringkali
meringis, mengernyitkan dahi, menggigit bibir, gelisah, imobilisasi,
mengalami ketegangan otot, melakukan gerakan melindungi bagian
tubuh sampai dengan menghindari percakapan, menghindari kontak
sosial dan hanya fokus pada aktivitas menghilangkan nyeri
(Wahyudi & Abd.Wahid, 2016).
d. Pengaruh pada aktivitas sehari-hari
Pasien mengalami nyeri setiap hari kurang mampu
berpartisipasi dalam aktivitas rutin, seperti mengalami kesulitan
dalam melakukan tindakan higiene normal dan dapat mengganggu
aktivitas sosial dan hubungan seksual (Wahyudi & Abd.Wahid,
2016).
H. Pemeriksaan Diagnostik
1. Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test C-Protein Reaktif
(CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit
antara 10.000-20.000/ml ( leukositosis ) dan neutrofil diatas 75%.
Sedangkan pada C-Protein Reaktif (CRP) ditemukan jumlah serum
yang meningkat.
2. Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada pemeriksaan
ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi
inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan
ditemukan bagian menyilang dengan apendikalit serta perluasan dari
apendiks yang mengalami inflamasi serta pelebaran sekum.
3. Pengukuran Nyeri
a. Skala Pengukuran Numerik
Numerical Rating Scale (NRS) menilai nyeri dengan
menggunakan skala 0-10. Skala ini sangat efektif untuk
digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah
intervensi terapeutik.
Keterangan :
0 Tidak ada nyeri (merasa normal).
1 Nyeri hampir tidak terasa (nyeri sangat ringan). Sebagian
besar tidak pernah berfikir tentang rasa sakit, seperti gigitan
nyamuk.
2 Tidak menyenangkan. Nyeri ringan, seperti cubitan ringan
pada kulit.
3 Bisa ditoleransi. Nyeri sangat terasa, seperti suntikan oleh
dokter.
4 Menyedihkan. Kuat, nyeri yang dalam, seperti sakit gigi
atau rasa sakit dari sengatan lebah.
5 Sangat menyedihkan. Kuat dalam, nyeri yang menusuk,
seperti kaki terkilir.
6 Intens. Kuat dalam, nyeri yang menusuk begitu kuat
sehingga tampak memengaruhi sebagian indra,
menyebabkan tidak fokus, komunikasi terganggu.
7 Sakit intens. Sama seperti skala 6, rasa sakit benar-benar
mendominasi indra, tidak mampu berkomunikasi dengan
baik dan tidak mampu melakukan perawatan diri.
8 Benar – benar mengerikan. Nyeri sangat kuat dan sangat
mengganggu sampai sering mengalami perubahan perilaku
jika nyeri terjadi.
9 Menyiksa tak tertahankan. Nyeri sangat kuat, tidak bisa
ditoleransi dengan terapi.
10 Nyeri tak terbayangkan dan tak dapat diungkapkan. Nyeri
sangat berat sampai tidak sadarkan diri.
b. Pengelompokan Skala Nyeri
Pengelompokan Skala nyeri menurut Wahyudi & Abd.Wahid
(2016) adalah sebagai berikut:
1) Skala Nyeri 1-3 (Nyeri ringan)
Nyeri bisa ditoleransi dengan baik/tidak mengganggu
aktivitas
2) Skala Nyeri 4-6 (Nyeri sedang)
Skala ini timbul hinggap bisa membuat terganggunya
aktivitas fisik.
3) Skala Nyeri 7-9 (Nyeri berat)
Tidak mampu melakukan aktivitas secara mandiri.
4) Skala Nyeri 10 (Nyeri sangat berat)
Malignan/nyeri sangat hebat dan tidak berkurang dengan
terapi/obat-obatan pereda nyeri dan tidak dapat melakukan
aktivitas.
I. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Nyeri Secara Farmakologis
a. Analgesik Narkotik
Analgesik narkotik terdiri dari berbagai derivate opium seperti
morfin dan kodein. Narkotik dapat memberikan efek penurunan
nyeri dan kegembiraan karena obat ini mengaktifkan penekan nyeri
endogen pada susunan saraf pusat. Namun penggunaan obat ini
menimbulkan efek menekan pusat pernapasan di medulla batang
otak sehingga perlu pengkajian secara teratur terhadap perubahan
dalam status pernapasan jika menggunakan analgesik jenis ini
(Wahyudi & Abd.Wahid, 2016).
b. Analgesik Non-narkotik
Analgesik non narkotik seperti aspirin, asetaminofen, dan ibuprofen
selain memiliki efek anti nyeri juga memiliki efek anti inflamasi dan
anti piretik. Obat golongan ini menyebabkan penurunan nyeri
dengan menghambat produksi prostalglandin dari jaringan yang
mengalami atau inflamasi. Efek samping yang paling umum terjadi
adalah gangguan pencernaan seperti adanya ulkus gaster dan
perdarahan gaster (Wahyudi & Abd.Wahid, 2016).
2. Penatalaksanaan Nyeri Secara Non-Farmakologis
a. Distraksi
Distraksi adalah memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu
selain nyeri, atau dapat diartikan lain bahwa distraksi adalah suatu
tindakan pengalihan perhatian pasien ke hal-hal di luar nyeri.
Dengan demikian, diharapkan pasien tidak terfokus pada nyeri lagi
dan dapat menurunkan kewaspadaan pasien terhadap nyeri bahkan
meningkatkan toleransi terhadap nyeri.
Distraksi diduga dapat menurunkan presepsi nyeri dengan
menstimulasi sistem kontrol desenden, yang mengakibatkan lebih
sedikit stimuli nyeri yang ditransmisikan ke otak. Keefektifan
distraksi tergantung pada kemampuan pasien untuk menerima dan
membangkitkan input sensori selain nyeri. Berikut jenis-jenis teknik
distraksi :
1) Distraksi visual/penglihatan
Yaitu pengalihan perhatian selain nyeri yang diarahkan ke
dalam tindakan-tindakan visual atau melalui pengamatan.
2) Distraksi audio/pendengaran
Yaitu pengalihan perhatian selain nyeri yang diarahkan ke
dalam tindakan melalui organ pendengaran.
3) Distraksi intelektual
Yaitu pengalihan perhatian selain nyeri yang dialihkan ke dalam
tindakan-tindakan dengan menggunakan daya intelektual yang
pasien miliki (Andarmoyo, 2017).
b. Relaksasi
Relaksasi adalah suatu tindakan untuk membebaskan mental
dan fisik dari ketegangan dan stres sehingga dapat meningkatkan
toleransi terhadap nyeri. Teknik relaksasi yang sederhana terdiri atas
napas abdomen dengan frekuensi lambat, berirama. Pasien dapat
memejamkan matanya dan bernapas dengan perlahan dan nyaman.
Irama yang konstan dapat dipertahankan dengan menghitung dalam
hati dan lambat bersama setiap inhalasi (“hirup, dua, tiga”) dan
ekhalasi (“hembuskan, dua, tiga”). Pada saat perawat mengajarkan
ini, akan sangat membantu bila menghitung dengan keras bersama
pasien pada awalnya. Napas yang lambat, berirama, juga dapat
digunakan sebagai teknik distraksi. Hampir semua orang dengan
nyeri mendapatkan manfaat dari metode-metode relaksasi.
Periode relaksasi yang teratur dapat membantu untuk melawan
keletihan dan ketegangan otot yang terjadi dengan nyeri akut dan
yang meningkatkan nyeri (Andarmoyo, 2017).
c. Imajinasi terbimbing
Imajinasi terbimbing adalah menggunakan imajinasi seseorang
dalam suatu cara yang dirancang secara khusus untuk mencapai efek
positif tertentu. Tindakan ini membutuhkan konsentrasi yang cukup.
Upayakan kondisi lingkungan klien mendukung untuk tindakan ini.
Kegaduhan, kebisingan, bau menyengat, atau cahaya yang sangat
terang perlu dipertimbangkan agar tidak mengganggu klien untuk
berkonsentrasi. Beberapa klien lebih rileks dengan cara menutup
matanya (Andarmoyo, 2017).
BAB II
PROSES KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Pengkajian nyeri yang faktual dan tepat dibutuhkan untuk menetapkan
data dasar, menegakkan diagnosis keperawatan yang tepat, menyeleksi terapi
yang cocok, dan mengevaluasi respons klien terhadap terapi. Keuntungan
pengkajian nyeri bagi klien adalah nyeri dapat diidentifikasi, dikenali sebagai
suatu yang nyata, dapat diukur, dan dapat dijelaskan serta digunakan untuk
mengevaluasi perawatan (Andarmoyo, 2017).
1. Identitas klien
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat,
pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit,
nomor register, diagnosis medis.
2. Alasan masuk rumah sakit
Yaitu keluhan utama pasien saat masuk rumah sakit dan saat dikaji. Pasien
mengeluh nyeri, dilanjutkan dengan riwayat kesehatan sekarang, dan
kesehatan sebelum (Wahyudi & Wahid, 2016).
3. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta
pertolongan kesehatan tergantung dari seberapa jauh dampak trauma
kepala disertai penurunan tingkat kesadaran, salah satunya nyeri
(Muttaqin, 2011).
4. Riwayat kesehatan sekarang
Adanya riwayat trauma yang mengenai kepala akibat dari kecelakaan lalu
lintas, jatuh dari ketinggian, dan trauma langsung ke kepala. Pengkajian
yang didapat meliputi tingkat kesadaran menurun (GCS < 15), konklusi,
muntah, takipnea/dispnea, sakit kepala, wajah simetris/tidak, lemah, luka
di kepala, paralisis, akumulasi sekret pada saluran pernapasan, adanya
liquor dari hidung dan telinga, serta kejang (Muttaqin, 2011).
5. Riwayat kesehatan dahulu
Berisi pengalaman penyakit sebelumnya, apakah memberi pengaruh pada
penyakit yang diderita sekarang, riwayat cedera kepala sebelumnya,
diabetes melitus, penyakit jantung, anemia, penggunaan obat-obatan
antikoagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, konsumsi alkohol
berlebihan (Muttaqin, 2011).
6. Riwayat kesehatan keluarga
Perlu diketahui apakah ada anggota keluarga lainnya yang menderita sakit
yang sama seperti klien, dikaji pula mengenai adanya penyakit keturunan
yang menular dalam keluarga (Muttaqin, 2011).
7. Pengkajian Psiko-sosio-spiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai proses
emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat
(Muttaqin, 2011).
8. Pengkajian Nyeri
Pengkajian harus dilakukan secara komprehensif. Data yang terkumpul
secara komprehensif dapat dijadikan sebagai acuan dalam menentukan
manajemen nyeri yang tepat.
P (provoking incident) :
1) Faktor pencetus atau penyebab
2) Faktor yang meringankan: teknik atau keadaan yang dapat
menurunkan nyeri
3) Faktor yang memperberat: teknik atau keadaan yang dapat
meningkatkan nyeri
Q (Quality/Quantity)
Deskripsi nyeri yang dirasakan seseorang, karakteristik nyeri.
R (Regio)
Regio yang mengalami nyeri, dapat ditunjukkan dengan gambar.
S (Severy)
Kekuatan dari nyeri dengan menggunakan skala nyeri.
T (Time)
Waktu timbul nyeri, periode (durasi) nyeri dirasakan.
9. Riwayat Nyeri
Saat mengkaji nyeri, perawat harus memberikan pasien kesempatan untuk
mengungkapkan cara pandang mereka terhadap nyeri dan situasi tersebut
dengan cara atau kata-kata mereka sendiri. Langkah ini akan membantu
perawat memahami makna nyeri pada pasien, pengkajian riwayat nyeri
meliputi beberapa aspek, antara lain:
a) Lokasi: untuk menentukan lokasi nyeri yang spesifik, perawat bisa
memberikan bantuan dengan gambar tubuh untuk pasien agar bisa
menandai bagian mana yang dirasakan nyeri.
b)Intensitas nyeri: cara menentukan intensitas nyeri pasien, biasanya
paling banyak menggunakan skala nyeri biasanya dalam rentang 0-5
atau 0-10. Angka 0 menandakan tidak adanya nyeri dan angka tertinggi
adalah nyeri terhebat yang dirasakan pasien.
c) Kualitas nyeri: terkadang nyeri yang dirasakan bisa seperti, tertusuk-
tusuk, teriris benda tajam, disetrum dan rasa terbakar. Perawat dapat
mencatat kata- kata yang digunakan pasien dalam menggambarkan
nyerinya.
d)Pola: pola nyeri meliputi, waktu, durasi, dan kekambuhan interval
nyeri. Maka, perawat perlu mengkaji kapan nyeri dimulai, berapa lama
nyeri berlangsung, apakah nyeri berulang, dan kapan nyeri terakhir kali
muncul.
e) Faktor presipitasi: terkadang, aktivitas tertentu dapat memicu
munculnya nyeri. Seperti, aktivitas berlebih yang mengkibatkan
timbulnya nyeri dada, selain itu faktor lingkungan, suhu lingkungan
dapat berpengaruh terhadap nyeri, stresor fisik dan emosional juga
dapat memicu munculnya nyeri.
f) Gejala yang menyertai: nyeri juga bisa menimbulkan gejala yang
menyertai, seperti mual, muntah, dan pusing.
g)Pengaruh pada aktivitas sehari-hari: dengan mengetahui sejauh mana
nyeri mempengaruhi aktivitas harian pasien akan membantu perawat
dalam memahami prespektif pasien tentang nyeri. Beberapa aspek
kehidupan yang perlu dikaji terkait nyeri, yaitu pola tidur, nafsu makan,
konsentrasi, pekerjaan dan aktivitas diwaktu senggang.
h)Sumber koping: setiap individu memiliki strategi koping berbeda-beda
dalam menghadapi nyeri. Strategi tersebut dapat dipengaruhi oleh
pengalaman nyeri sebelumnya, atau pengaruh agama dan budaya.
i) Respon afektif: respon afektif pasien terhadap nyeri bervariasi,
bergantung pada situasi, derjat dan durasi nyeri, dan faktor lainnya.
Perawat perlu mengkaji adanya perasaan ansietas, takut, lelah, depresi,
atau perasaan gagal pada diri pasien (Mubarak & Chayatin, 2008).
10. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik harus dilakukan secara lengkap dan menyeluruh.
a) Ukur suhu tubuh, tekanan darah, nadi, serta tinggi dan berat badan pada
setiap pemeriksaan.
b)Amati seluruh tubuh pasien untuk melihat keberadaan lesi kulit,
hiperpigmentasi, ulserasi, tanda bekas tusukan jarum, perubahan warna
dan ada tidaknya oedema.
c) Lakukan pemeriksaan status mental untuk mengetahui orientasi pasien,
memori, komprehensi, kognisi dan emosi pasien terutama sebagai
akibat dari nyeri.
d)Pemeriksaan sendi selalu lakukan pemeriksaan di kedua sisi pasien
apabila kemungkinan untuk mendeteksi adanya asimetri. Lakukan
palpasi untuk mengetahui area spesifik dari nyeri.
e) Pemeriksaan sensorik, menggunakan diagram tubuh sebagai alat bantu
dalam menilai nyeri terutama untuk menentukan letak dan etiologi
nyeri.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut SDKI (2016), diagnosa keperawatan yang muncul berhubungan dengan
gangguan rasa nyaman nyeri adalah:
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisiologis (mis. Inflamasi,
iskemia, neoplasma), kimiawi (mis. Terbakar, bahan kimia iritan), fisik
(mis. Abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat, prosedur
operasi, trauma, Latihan fisik berlebihan)
2. Nyeri kronis berhubungan dengan kondisi musculoskeletal kronis,
kerusakan sistem syaraf, penekanan syaraf, infiltrasi tumor,
ketidakseimbangan (neurontranmitter, neuromodulator, dan reseptor),
gangguan imunitas, gangguan fungsi metabolic, Riwayat posisi kerja
statis, peningkatan IMT, kondisi pasca trauma, tekanan emosional,
riwayat penganiayaan, Riwayat penyalahgunaan obat
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan, kurang
control tidur (disebabkan nyeri), kurang privasi, restraint fisik, ketiadaan
teman tidur, tidak familiar dengan peralatan tidur
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
No Keperawata Hasil (SLKI) Keperawatan
n (SIKI)
1. Nyeri Akut SLKI SIKI
D.0077 Kontrol Nyeri Manajemen Nyeri
Kriteria Hasil : 1. Lakukan pengkajian
1. Melaporkan nyeri terkontrol kembali tentang nyeri
2. Kemampuan mengenali yang dirasakan Rasional :
onset nyeri mengetahui karakteristik
3. Kemampuan nyeri yang dirasakan
mengenali penyebab pasien
nyeri 2. Berikan info mengenai nyeri
4. Kemampuan Rasional : menambah
menggunakan Teknik wawasan pasien terkait rasa
non-farmakologis nyeri yang dirasakan
5. Keluhan nyeri menurun 3. Berikan informasi yang
6. Penggunaan akurat untuk meningkatkan
analgesik menurun pemahaman dan respon
keluarga terhadap
pengalaman nyeri
Rasional : agar keluarga
mampu melakukan
manajemen nyeri secara
mandiri
4. Kolaborasi dengan pasien,
orang terdekat, tim keseha
tan untuk memilih tindakan
penurun nyeri
nonfarmakologi sesuai
kebutuhan
Rasional : alternatif dalam
mengatasi nyeri yang
dirasakan
5. Kolaborasi dalam
Pemberian Analgesik
Rasional : mengurangi
rasa nyeri
2. Nyeri SLKI SIKI
Kronik Kontrol Nyeri Manajemen Nyeri
D.0078 Kriteria Hasil : 1. Lakukan pengkajian
1. Melaporkan nyeri terkontrol kembali tentang nyeri
2. Kemampuan mengenali yang dirasakan Rasional
onset nyeri : mengetahui karakteristik
3. Kemampuan nyeri yang dirasakan
mengenali penyebab pasien
nyeri 2. Berikan info mengenai nyeri
4. Kemampuan Rasional : menambah
menggunakan Teknik wawasan pasien terkait rasa
non-farmakologis nyeri yang dirasakan
5. Keluhan nyeri menurun 3. Berikan informasi yang
Penggunaan analgesik menurun akurat untuk meningkatkan
pemahaman dan respon
keluarga terhadap
pengalaman nyeri
Rasional : agar keluarga
mampu melakukan
manajemen nyeri secara
mandiri
4. Kolaborasi dengan pasien,
orang terdekat, tim keseha
tan untuk memilih tindakan
penurun nyeri
nonfarmakologi
sesuai kebutuhan
Edukasi
1. Jelaskan pentingnya tidur
cukup selama sakit
Rasional : menjaga kondisi
tubuh agar tetap baik
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi keperawatan merupakan komponen dari proses
keperawatan yang merupakan kategori dari perilaku keperawatan dimana
tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan
dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan. Pengertian tersebut
menekankan bahwa implementasi adalah melakukan atau menyelesaikan
suatu tindakan yang sudah ditetapkan sebelumnya.
Terdapat berbagai tindakan yang bisa dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri.
Implementasi lebih ditunjukkan pada:
1. Upaya perawatan dalam meningkatkan kenyamanan,
2. Upaya pemberian informasi yang akurat,
3. Upaya mempertahankan kesejahteraan,
4. Upaya tindakan peredaan nyeri nonfarmakologis, dan
5. Pemberian terapi nyeri farmakologis (Andarmoyo, 2017).
E. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi keperawatan adalah tahapan terakhir dari proses keperawatan
untuk mengukur respons klien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan
klien ke arah pencapaian tujuan. Evaluasi keperawatan terhadap pasien
dengan masalah nyeri dilakukan dengan menilai kemampuan dalam
merespons rangsangan nyeri, diantaranya:
1. Klien menyatakan adanya penurunan rasa nyeri,
2. Mendapatkan pemahaman yang akurat mengenai nyeri
3. Mampu mempertahankan kesejahteraan dan meningkatkan kemampuan
fungsi fisik dan psikologis yang dimiliki,
4. Mampu menggunakan Tindakan Tindakan Pereda nyeri nonfarmakologis
5. Mampu menggunakan terapi yang diberikan untuk mengurangi rasa nyeri
(Andarmoyo, 2017).
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Tanggal/Hari Pengkajian : 4-10-2022 Jam :16.00
I. IDENTITAS KLIEN.
Inisial Klien : Tn.A No. Reg : 070751
Umur : 36 Tgl. MRS : 02-10-2022
Jenis Kelamin :laki laki
Diagnosa medis : ulkus DM
Suku/Bangsa : Melayu
Agama : Islam
Pekerjaan :wirasawasta
Pendidikan : SMA
Alamat : jl. Kom yos sudarso
Asuransi : (BPJS/UMUM)
sebagian ( ) total
5555 5555
Kekuatan Otot: ( ki ) ( ka )
5555 5555
SISTEM TUBUH:
E. Pernapasan ( B1 : Breathing )
Benduk dada :
( √ ) simetris ( ) tidak simetris ( ) lainnya
(sebutkan) ……………..
Persyrafan ( B3 : Brain )
( √ ) composmentis ( ) apatis ( ) somnolent ( ) sopor ( )
koma ( ) gelisah
Glasgow Coma Scale ( GCS ) :
E : 4 V : 5 M :6 Nilai total : 15
Kepala wajah
( √ ) t.a.k ( √ ) t.a.k
( ) mesosepal ( ) asimetris
( ) asimetris ( ) bell palsy
( ) hematoma ( ) kel. Congenital
Mata :
Persepsi sensori :
Pendengaran : pendengaran klien baik
- Kiri : ( √ ) baik, ( ) tidak baik
- Kanan : (√) baik, ( ) tidak baik
( ) dipasang kateter
( ) menetes ( )
panas ( ) sering ( ) inkotinen ( ) retensi ( )
cictotomi
Lainnya ( sebutkan) --
Lokasinya ………………..
- Bawah : ( √) tidak ada kelainan ( ) peradangan
patah tulang
( ) perlukaan
Lokasinya ………………..
skoliosis ( ), nyeri (
Kulit :
- Warna kulit : ( ) ikterik ( )
cyanotik ( ) pucat (
) kemerahan ( )
pigmentasi (√) sawo matang
I. Sistem Endokrin
Terapi hormon : …
Karakteristik sex sekunder :
( ) normal ( )
tidak Riwayat pertumbuhan dan
perkembangan fisik :
( ) Perubahan ukuran kepala, tangan atau kaki pada
waktu dewasa
( ) Kekeringan kulit atau rambut
(
( ) Hipoglikemia
( ) Tidak
toleran
terhadap panas
( ) Tidak
toleran
terhadap dingin
( ) Polidipsi
(
(
)
Po
stu
ral
hip
ote
nsi
(
)
Ke
le
ma
ha
n
( ) lainnya ( sebutkan ) :
S
y
s
t
e
m
R
e
p
r
o
d
u
k
s
i
L
a
k
i
-
l
a
k
i
Kebersihan ( √ ) bersih
( ) kotor (jelaskan)
……………………………. ……
IV. POLA AKTIVITAS.
Makan : Frekuensi
: 3 x/hari, waktu makan ( ) tidak teratur ( √) teratur
Jenis menu : nasi
Yang disukai : nasi padang
Yang tidak disukai : tidak ada
Pantangan : tidak ada pantangan
Alergi : tidak ada alergi
Minum : Frekuensi
: …5… x/hari 1500........cc
Jenis menu : air putih
Yang disukai : minuman manis
Yang tidak disukai :tidak ada
Pantangan :tidak ada pantangan
Alergi :tidak ada alergi
Dukungan keluarga :
(√) aktif ( ) kurang ( ) tidak ada
Dukungan Kelompok/teman/masyarakat :
(√) aktif ( ) kurang ( ) tidak ada
J. Spiritual :
Konsep tentang penguasa kehidupan :
( ) Tuhan (√ ) Allah ( ) Dewa
( ) lainnya (sebutkan) ………………………….
K. Kebutuhan Pembelajaran :
Gejala/tanda kekambuhan :
( ) Ya (√ ) sebagian ( ) Keliru lainnya(sebutkan)
……………….
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium : (02 oktober 2022)
Tanda tangan
( …………………………
…… )
B. ANALISA DATA
No. DATA ETIOLOGI MASALAH
KEPERAWATAN
Do :
- GDS : 246
3. Ds : - Perubahan Gangguan
Srikulasi integritas kulit
Do : (D.0129)
luka post op
Do :
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Muncul Teratasi
Ds :
Do :
- GDS : 246
3. Gangguan integritas kulit/jaringan b.d 4 oktober 2022
perubahan sirkulasi
Ds : -
Do :
Ds :
Do :
1. 4 oktober Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan Manajemen Nyeri 1. Untuk megetahui letak
2022 dengan agen pecendera tindakan keperawatan Observasi lokasi,karakteristik, durasi
fisik selama 3 x 24 jam 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, nyeri
diharapkan tingkat durasi, frekuensi, kualitas, 2. Mengetahui skala nyeri
nyeri menurun, dengan intensitas nyeri pasien
kriteria hasil 2. Identifikasi skala nyeri 3. Untuk mengetahui respon
- Keluhuan nyeri 3. Identifikasi respon nyeri non pasien
menurun verbal 4. Agar segera ditangani
- Meringis menurun 4. Identifikasi faktor yang 5. Untuk mengetahui terkait
- Gelisah menurun memperberat dan memperingan seberapa besar pengetahuan
- Sikap protektif nyeri dan keyakinan tentang nyeri
menurun 5. Identifikasi pengetahuan dan 6. Mengetahui seberapa besar
- Kesulitan tidur keyakinan tentang nyeri pengaruh nyeri pada kualitas
menurun 6. Identifikasi pengaruh budaya hidup
terhadap respon nyeri 7. Agar terapi bisa dilakukan
7. Identifikasi pengaruh nyeri pada ulang
kualitas hidup 8. Untuk mencari analgetik
8. Monitor keberhasilan terapi model lain
komplementer yang sudah 9. Untuk mengurangi rasa nyeri
diberikan pada pasien misalnya
9. Monitor efek samping penggunaan hipnosis, akupresur, terapi
analgetik musik
Terapeutik 10. Untuk memberikan rasa
nyaman pada pasien
10. Berikan teknik nonfarmakologis
11. Agar tidur pasien cukup
untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
12. Lingkungan yang baik dan
TENS, hypnosis, akupresur,
tennag membantu
11. terapi musik, biofeedback, terapi
mengurangi nyeri klien
pijat, aroma terapi, teknik
13. Agar klien rileks
imajinasi terbimbing, kompres
14. Mengatasi nyeri klien
hangat/dingin, terapi bermain)
15. Agar klien dapat mengatasi
12. Control lingkungan yang
nyerinya secara mandiri
memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
16. Membantu mengatasi nyeri
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
klien
13. Fasilitasi istirahat dan tidur
14. Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
2. Menjelaskan tanda dan gejala infeksi - Klien masih mengatakan nyeri pada luka
R/klien mendengarkan dan kooperatif O:
3. Menganjurkan meningkatkan asupan cairan - Tampak luka terbuka
R/klien kooperatif - Luka klien bengkak,nyeri,kemerahan dan
nyeri
A : masalah Risiko infeksi belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan 1,2,3.
2. Menjelaskan tanda dan gejala infeksi - Klien mengatakan nyeri pada luka sedikit
berkurang
R/klien mendengarkan dan kooperatif
3. Menganjurkan meningkatkan asupan cairan O:
2. Menjelaskan tanda dan gejala infeksi - Klien mengatakan nyeri pada luka sedikit
R/klien mendengarkan dan kooperatif berkurang
3. Menganjurkan meningkatkan asupan cairan O:
R/klien kooperatif
- Tampak luka terbuka
- Luka klien bengkak,nyeri,kemerahan dan
nyeri
A : masalah Risiko infeksi teratasi sebagian
P : Intervensi dihentikan
BAB IV
PEMBAHASAN
A. ANALISA KASUS
1. Pengkajian
Hasil pengkajian pada tanggal 4 Oktober 2022 didapatkan hasil bahwa pasien
mengatakan nyeri dibelakang leher P : Nyeri saat bergerak, Q : Nyeri seperti ditusuk
tusuk, R : leher belakang, S : 7, T : Hilang timbul, klien mengatakan nyeri pada luka
post op. px memiliki riwayat penyakit DM, luka terbuka, kemerahan, gds : 246, dolor :
nyeri, tumor : bengkak, rubor : kemerahan
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang diangkat pada kasus ini adalah :
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Asuhan keperawatan pada pasien post oprasi ulkus DM harus dititik beratkan
pada proram manajemen nyeri. Pengkajian fisik difokuskan pada respon tubuh
pasien dalam menjalankan program selama perawatan. Diagnosa keperawatan
utama yang dapat ditegakkan terutama pada pasien dengan post oprasi ulkus DM
adalah nyeri akut. Akibat dari penyakit yang dialami pasien maka dibutuhkan
kesabaran, keterampilan maupun kekratifan untuk mencapai hasil perawatan
yang semaksimal mungkin.
B. SARAN
Dengan adanya laporan ini diharapkan tindakan keperawatan yang akan
dilakukan lebih baik dan dapat menjadi referensi dalam mengatasi masalah nyeri
pada pasien. Bagi perawat diharapkan dapat menjadi pilihan dalam merawat
pasien yang mengalami nyeri ringan. Kelompok menyadari masih ada kekurangan
dalam laporan ini, sehingga masih memerlukan kritik dan saran dari pembaca
agar memperoleh hasil yang lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Potter, Perry. 2010. Fundamental Of Nursing: Consep, Proses and Practice. Edisi 7. Vol.
3. Jakarta : EGC.
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI. PPNI.
2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI.
Muttaqin, Arif & Sari, Kurmala. 2011. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika.
Wahyudi, Andri Setiya & Wahid, Abd. 2016. Ilmu Keperawatan Dasar. Jakarta: Mitra
Wacana Media.