Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN STASE KDP

PADA KASUS KEBUTUHAN RASA AMAN


DAN NYAMAN (NYERI)

Disusun Oleh :
ANNAS MASYKUR
NIM.221133010

PROGRAM STUDI NERS KEPERAWATAN


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLTEKKES KEMENKES PONTIANAK
TAHUN AKADEMIK 2022/2023
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN


PADA PASIEN DENGAN KEBUTUHAN RASA AMAN
DAN NYAMAN (NYERI)

Pontianak, Oktober 2022

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

____________________ ____________________
BAB I
KONSEP DASAR

A. Definisi Gangguan Rasa Aman Nyaman (Nyeri)


Nyeri akut adalah pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan yang
muncul akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial atau yang digambarkan sebagai
kerusakan (International Association fol the Study of Pain); awitan yang tiba-tiba atau
lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau
diprediksi dan dengan durasi kurang dari 3 bulan (Nanda International, 2017).
Nyeri kronis adalah pengalaman sensorik dan emosional tidak menyenangkan
yang muncul akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial atau yang digambarkan
sebagai suatu kerusakan (International Association fol the Study of Pain); awitan yang
tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat, terjadi konstan atau berulang
tanpa akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung lebih dari tiga (>3)
bulan (Nanda International, 2017).
Nyeri akut dapat dideskripsikan sebagai nyeri yang terjadi setelah cedera akut,
penyakit atau intervensi bedah, dan memiliki awitan yang cepat dengan intensitas yang
bervariasi (ringan sampai berat) serta berlangsung singkat (kurang dari enam bulan) dan
menghilang dengan atau tanpa pengobatan setelah keadaan pulih pada area yang rusak.
Nyeri akut biasanya berlangsung singkat. Pasien yang mengalami nyeri akut biasanya
menunjukkan gejala perspirasi meningkat, denyut jantung dan tekanan darah meningkat
(Mubarak et al, 2017).
B. Etiologi
Penyebab nyeri akut salah satunya adalah agen pencedera fisik (prosedur operasi)
(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017). Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari
sekedar sensasi tunggal yang disebabkan oleh stimulus tertentu. Nyeri bersifat subjektif
dan individual (Potter & Perry, 2010). Nyeri juga merupakan pengalaman sensori dan
emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau
potensial (Smeltzer & Bare, 2001).
Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi setelah cedera akut, penyakit atau intervensi
bedah, dan memiliki awitan bedah yang cepat, dengan intensitas yang bervariasi (ringan
sampai berat) serta berlangsung singkat (kurang dari enam bulan) dan menghilang
dengan atau tanpa pengobatan setelah keadaan pulih pada area yang rusak. Nyeri akut
biasanya berlangsung singkat, misalnya nyeri pada fraktur. Klien yang mengalami nyeri
akut biasanya menunjukkan gejala perspirasi meningkat, denyut jantung dan tekanan
darah meningkat.
C. Klasifikasi
Nyeri dapat diklasifikasikan menjadi nyeri akut dan nyeri kronis (SDKI PPNI, 2017).
1. Nyeri Akut
Nyeri akut adalah pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan
berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari kurang 3 bulan.
Penyebab nyeri akut antara lain:
1) Agen pencedera fisiologis (mis: inflamasi, iskemia, meoplasma)
2) Agen pencedera kimiawi (mis: terbakar, bahan kimia iritan)
3) Agen pencedera fisik (mis: abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat
berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)
2. Nyeri Kronik
Nyeri kronis adalah pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan
berintensitas ringan hingga berat dan konstan, yang berlangsung lebih dari 3 bulan.
Penyebab nyeri kronis antara lain:
1) Kondisi muskuloskeletal kronis
2) Kerusakan sistem saraf
3) Penekanan saraf
4) Infiltrasi tumor
5) Ketidakseimbangan neuromedulator, dan reseptor
6) Gangguan imunitas (mis: neuropati terkait HIV, virus vericella-zoster)
7) Gangguan fungsi metabolic
8) Riwayat posisi kerja statis
9) Peningkatan indeks massa tubuh
10) Kondisi pasca trauma
11) Tekanan emosional
12) Riwayat penganiayaan (mis: fisik, psikologis, seksual)
13) Riwayat penyalahgunaan obat/zat.
D. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala nyeri ada bermacam macam perilaku yang tercermin dari
pasien. Secara umum jika seseorang yang mengalami nyeri akan didapatkan respon
psikologis berupa :
1. Suara : Menangis, merintih, menarik/menghembuskan nafas
2. Ekpresi wajah : meringis mulut
3. Mengigit lidah, mengatupkan gigi, dahi berkerut, tertutup rapat/membuka mata
atau mulut, mengigit bibir
4. Pergerakan tubuh: Kegelisahan, mondar-mandir, Gerakan menggosok atau
berirama, bergerak melindungi bagian tubuh, immobilisasi, otot tegang.
5. Interaksi sosial: menghindari percakapan dan kontak sosial, berfokus aktifitas
untuk mengurangi nyeri, disorientasi waktu.
E. Komplikasi
Nyeri merupakan kejadian ketidaknyamanan yang dalam perkembangannya akan
mempengaruhi berbagai komponen dalam tubuh. Efek nyeri dapat berpengaruh
terhadap fisik, perilaku, dan pengaruhnya pada aktivitas sehari-hari (Andarmoyo,
2017).
1. Tanda dan gejala
Tanda fisiologis dapat menunjukkan nyeri pada klien yang berupaya untuk tidak
mengeluh atau mengakui ketidaknyamanan. Sangat penting untuk mengobservasi
keterlibatan saraf otonom. Saat awitan nyeri akut, denyut jantung, tekanan darah,
dan frekuensi pernapasan meningkat (Wahyudi & Abd.Wahid, 2017).
2. Efek fisik
a. Nyeri akut
Pada nyeri akut, nyeri yang tidak diatasi secara adekuat mempunyai efek
yang membahayakan diluar ketidaknyamanan yang disebabkannya. Selain
merasakan ketidaknyamanan dan mengganggu, nyeri akut yang tidak kunjung
mereda dapat memengaruhi sistem pulmonary, kardiovaskuler,
gastrointestinal, endokrin, dan imunologik (Andarmoyo, 2017).
b. Nyeri kronis
Seperti halnya nyeri akut, nyeri kronis juga mempunyai efek negatif dan
merugikan. Supresi atau penekanan yang terlalu lama pada fungsi imun yang
berkaitan dengan nyeri kronis dapat meningkatkan pertumbuhan tumor
(Andarmoyo, 2017).
c. Efek perilaku
Pasien yang mengalami nyeri menunjukkan ekspresi wajah dan gerakan
tubuh yang khas dan berespons secara vokal serta mengalami kerusakan dalam
interaksi sosial. Pasien seringkali meringis, mengernyitkan dahi, menggigit
bibir, gelisah, imobilisasi, mengalami ketegangan otot, melakukan gerakan
melindungi bagian tubuh sampai dengan menghindari percakapan,
menghindari kontak sosial dan hanya fokus pada aktivitas menghilangkan
nyeri (Wahyudi & Abd.Wahid, 2017).
d. Pengaruh pada aktivitas sehari-hari
Pasien mengalami nyeri setiap hari kurang mampu berpartisipasi dalam
aktivitas rutin, seperti mengalami kesulitan dalam melakukan tindakan higiene
normal dan dapat mengganggu aktivitas sosial dan hubungan seksual (Wahyudi
& Abd.Wahid, 2017).
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test C-Protein Reaktif (CRP). Pada
pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-20.000/ml
( leukositosis ) dan neutrofil diatas 75%. Sedangkan pada C-Protein Reaktif
(CRP) ditemukan jumlah serum yang meningkat.
2. Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada pemeriksaan
ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi
pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian
menyilang dengan apendikalit serta perluasan dari apendiks yang mengalami
inflamasi serta pelebaran sekum.
3. Pengukuran Nyeri
a. Skala Pengukuran Numerik
Numerical Rating Scale (NRS) menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-
10. Skala ini sangat efektif untuk digunakan saat mengkaji intensitas nyeri
sebelum dan setelah intervensi terapeutik.
Keterangan :
0 Tidak ada nyeri (merasa normal).
1 Nyeri hampir tidak terasa (nyeri sangat ringan). Sebagian besar tidak
pernah berfikir tentang rasa sakit, seperti gigitan nyamuk.
2 Tidak menyenangkan. Nyeri ringan, seperti cubitan ringan pada kulit.
3 Bisa ditoleransi. Nyeri sangat terasa, seperti suntikan oleh dokter.
4 Menyedihkan. Kuat, nyeri yang dalam, seperti sakit gigi atau rasa sakit
dari sengatan lebah.
5 Sangat menyedihkan. Kuat dalam, nyeri yang menusuk, seperti kaki
terkilir.
6 Intens. Kuat dalam, nyeri yang menusuk begitu kuat sehingga tampak
memengaruhi sebagian indra, menyebabkan tidak fokus, komunikasi
terganggu.
7 Sakit intens. Sama seperti skala 6, rasa sakit benar-benar mendominasi
indra, tidak mampu berkomunikasi dengan baik dan tidak mampu
melakukan perawatan diri.
8 Benar – benar mengerikan. Nyeri sangat kuat dan sangat mengganggu
sampai sering mengalami perubahan perilaku jika nyeri terjadi.
9 Menyiksa tak tertahankan. Nyeri sangat kuat, tidak bisa ditoleransi
dengan terapi.
10 Nyeri tak terbayangkan dan tak dapat diungkapkan. Nyeri sangat berat
sampai tidak sadarkan diri.
b. Pengelompokan Skala Nyeri
Pengelompokan Skala nyeri menurut Wahyudi & Abd.Wahid (2016) adalah
sebagai berikut :
1) Skala Nyeri 1-3 (Nyeri ringan)
Nyeri bisa ditoleransi dengan baik/tidak mengganggu aktivitas
2) Skala Nyeri 4-6 (Nyeri sedang)
Skala ini timbul hinggap bisa membuat terganggunya aktivitas fisik.
3) Skala Nyeri 7-9 (Nyeri berat )
Tidak mampu melakukan aktivitas secara mandiri.
4) Skala Nyeri 10 (Nyeri sangat berat)
Malignan/nyeri sangat hebat dan tidak berkurang dengan terapi/obat-
obatan pereda nyeri dan tidak dapat melakukan aktivitas.
G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Nyeri Secara Farmakologis
a. Analgesik Narkotik
Analgesik narkotik terdiri dari berbagai derivate opium seperti morfin dan
kodein. Narkotik dapat memberikan efek penurunan nyeri dan kegembiraan
karena obat ini mengaktifkan penekan nyeri endogen pada susunan saraf pusat.
Namun penggunaan obat ini menimbulkan efek menekan pusat pernapasan di
medulla batang otak sehingga perlu pengkajian secara teratur terhadap
perubahan dalam status pernapasan jika menggunakan analgesik jenis ini
(Wahyudi & Abd.Wahid, 2017).
b. Analgesik Non-narkotik
Analgesik non narkotik seperti aspirin, asetaminofen, dan ibuprofen selain
memiliki efek anti nyeri juga memiliki efek anti inflamasi dan anti piretik. Obat
golongan ini menyebabkan penurunan nyeri dengan menghambat produksi
prostalglandin dari jaringan yang mengalami atau inflamasi. Efek samping
yang paling umum terjadi adalah gangguan pencernaan seperti adanya ulkus
gaster dan perdarahan gaster (Wahyudi & Abd.Wahid, 2017).
2. Penatalaksanaan Nyeri Secara Non-Farmakologis
a. Distraksi
Distraksi adalah memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selain nyeri,
atau dapat diartikan lain bahwa distraksi adalah suatu tindakan pengalihan
perhatian pasien ke hal-hal di luar nyeri. Dengan demikian, diharapkan pasien
tidak terfokus pada nyeri lagi dan dapat menurunkan kewaspadaan pasien
terhadap nyeri bahkan meningkatkan toleransi terhadap nyeri.
Distraksi diduga dapat menurunkan presepsi nyeri dengan menstimulasi
sistem kontrol desenden, yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri yang
ditransmisikan ke otak. Keefektifan distraksi tergantung pada kemampuan
pasien untuk menerima dan membangkitkan input sensori selain nyeri. Berikut
jenis-jenis teknik distraksi :

1) Distraksi visual/penglihatan
Yaitu pengalihan perhatian selain nyeri yang diarahkan ke dalam
tindakan-tindakan visual atau melalui pengamatan.
2) Distraksi audio/pendengaran
Yaitu pengalihan perhatian selain nyeri yang diarahkan ke dalam tindakan
melalui organ pendengaran.
3) Distraksi intelektual
Yaitu pengalihan perhatian selain nyeri yang dialihkan ke dalam tindakan-
tindakan dengan menggunakan daya intelektual yang pasien miliki
(Andarmoyo, 2017).
b. Relaksasi
Relaksasi adalah suatu tindakan untuk membebaskan mental dan fisik
dari ketegangan dan stres sehingga dapat meningkatkan toleransi terhadap
nyeri. Teknik relaksasi yang sederhana terdiri atas napas abdomen dengan
frekuensi lambat, berirama. Pasien dapat memejamkan matanya dan bernapas
dengan perlahan dan nyaman. Irama yang konstan dapat dipertahankan dengan
menghitung dalam hati dan lambat bersama setiap inhalasi (“hirup, dua, tiga”)
dan ekhalasi (“hembuskan, dua, tiga”). Pada saat perawat mengajarkan ini,
akan sangat membantu bila menghitung dengan keras bersama pasien pada
awalnya. Napas yang lambat, berirama, juga dapat digunakan sebagai teknik
distraksi. Hampir semua orang dengan nyeri mendapatkan manfaat dari
metode-metode relaksasi.
Periode relaksasi yang teratur dapat membantu untuk melawan keletihan
dan ketegangan otot yang terjadi dengan nyeri akut dan yang meningkatkan
nyeri (Andarmoyo, 2017).
c. Imajinasi terbimbing
Imajinasi terbimbing adalah menggunakan imajinasi seseorang dalam
suatu cara yang dirancang secara khusus untuk mencapai efek positif tertentu.
Tindakan ini membutuhkan konsentrasi yang cukup. Upayakan kondisi
lingkungan klien mendukung untuk tindakan ini. Kegaduhan, kebisingan, bau
menyengat, atau cahaya yang sangat terang perlu dipertimbangkan agar tidak
mengganggu klien untuk berkonsentrasi. Beberapa klien lebih rileks dengan
cara menutup matanya (Andarmoyo, 2017).
H. Pathway

Nyeri wajah

Kerusakan Jaringan

Fraktur Nasal

Rentan fraktur Perdarahan

Reposisi

Resiko Infeksi
Bersihan jalan nafas
tidak efektif

Kurangnya nafsu Gangguan pemenuhan


Dephrasi saraf nyeri makan Nutrisi

Gangguan pola tidur Deficit pengetahuan

Nyeri Akut Cemas


(NANDA, 2017)
1. Patofisiologi
Rangsangan nyeri diterima oleh nociceptor pada kulit bisa intesitas tinggi maupun
rendah seperti perennggangan dan suhu serta oleh lesi jaringan. Sel yang mengalami
nekrotik akan merilis K + dan protein intraseluler. Peningkatan kadar K+ ekstraseluler
akan menyebabkan depolarisasi nociceptor, sedangkan protein pada beberapa keadaan
akan menginfiltrasi mikroorganisme sehingga menyebabkan peradangan / inflamasi.
Akibatnya, mediator nyeri dilepaskan seperti leukotrien, prostaglandin E2, dan histamin
yang akan merangasng nosiseptor sehingga rangsangan berbahaya dan tidak berbahaya
dapat menyebabkan nyeri (hiperalgesia atau allodynia). Selain itu lesi juga
mengaktifkan faktor pembekuan darah sehingga bradikinin dan serotonin akan
terstimulasi dan merangsang nosiseptor. Jika terjadi oklusi pembuluh darah maka akan
terjadi iskemia yang akan menyebabkan akumulasi K + ekstraseluler dan H + yang
selanjutnya mengaktifkan nosiseptor. Histamin, bradikinin, dan prostaglandin E2
memiliki efek vasodilator dan meningkatkan permeabilitas pembuluh darah. Hal ini
menyebabkan edema lokal, tekanan jaringan meningkat dan juga terjadi Perangsangan
nosiseptor. Bila nosiseptor terangsang maka mereka melepaskan substansi peptida P
(SP) dan kalsitonin gen terkait peptida (CGRP), yang akan merangsang proses
inflamasi dan juga menghasilkan vasodilatasi dan meningkatkan permeabilitas
pembuluh darah. Vasokonstriksi (oleh serotonin), diikuti oleh vasodilatasi, mungkin
juga bertanggung jawab untuk serangan migrain . Peransangan nosiseptor inilah yang
menyebabkan nyeri.
BAB II
PROSES KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengkajian nyeri yang faktual dan tepat dibutuhkan untuk menetapkan data dasar,
menegakkan diagnosis keperawatan yang tepat, menyeleksi terapi yang cocok, dan
mengevaluasi respons klien terhadap terapi. Keuntungan pengkajian nyeri bagi klien
adalah nyeri dapat diidentifikasi, dikenali sebagai suatu yang nyata, dapat diukur, dan
dapat dijelaskan serta digunakan untuk mengevaluasi perawatan (Andarmoyo, 2017).
a. Identitas klien
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,
agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor register, diagnosis
medis.
b. Alasan masuk rumah sakit
Yaitu keluhan utama pasien saat masuk rumah sakit dan saat dikaji. Pasien
mengeluh nyeri, dilanjutkan dengan riwayat kesehatan sekarang, dan kesehatan
sebelum (Wahyudi & Wahid, 2017).
c. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan
kesehatan tergantung dari seberapa jauh dampak trauma kepala disertai penurunan
tingkat kesadaran, salah satunya nyeri
d. Riwayat kesehatan sekarang
Adanya riwayat trauma yang mengenai kepala akibat dari kecelakaan lalu lintas,
jatuh dari ketinggian, dan trauma langsung ke kepala. Pengkajian yang didapat
meliputi tingkat kesadaran menurun (GCS < 15), konklusi, muntah,
takipnea/dispnea, sakit kepala, wajah simetris/tidak, lemah, luka di kepala,
paralisis, akumulasi sekret pada saluran pernapasan, adanya liquor dari hidung dan
telinga, serta kejang
e. Riwayat kesehatan dahulu
Berisi pengalaman penyakit sebelumnya, apakah memberi pengaruh pada penyakit
yang diderita sekarang, riwayat cedera kepala sebelumnya, diabetes melitus,
penyakit jantung, anemia, penggunaan obat-obatan antikoagulan, aspirin,
vasodilator, obat-obat adiktif, konsumsi alkohol berlebihan
f. Riwayat kesehatan keluarga
Perlu diketahui apakah ada anggota keluarga lainnya yang menderita sakit yang
sama seperti klien, dikaji pula mengenai adanya penyakit keturunan yang menular
dalam keluarga (Muttaqin, 2016).
g. Pengkajian Psiko-sosio-spiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai proses emosi
klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam
keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-
harinya baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat (Muttaqin, 2016).
h. Pengkajian Nyeri
Pengkajian harus dilakukan secara komprehensif. Data yang terkumpul secara
komprehensif dapat dijadikan sebagai acuan dalam menentukan manajemen nyeri
yang tepat.
P (provoking incident) :
1) Faktor pencetus atau penyebab
2) Faktor yang meringankan: teknik atau keadaan yang dapat menurunkan
nyeri
3) Faktor yang memperberat: teknik atau keadaan yang dapat meningkatkan
nyeri
Q (Quality/Quantity)
Deskripsi nyeri yang dirasakan seseorang, karakteristik nyeri.
R (Regio)
Regio yang mengalami nyeri, dapat ditunjukkan dengan gambar.
S (Severy)
Kekuatan dari nyeri dengan menggunakan skala nyeri.
T (Time)
Waktu timbul nyeri, periode (durasi) nyeri dirasakan.
i. Riwayat Nyeri
Saat mengkaji nyeri, perawat harus memberikan pasien kesempatan untuk
mengungkapkan cara pandang mereka terhadap nyeri dan situasi tersebut dengan
cara atau kata-kata mereka sendiri. Langkah ini akan membantu perawat
memahami makna nyeri pada pasien, pengkajian riwayat nyeri meliputi beberapa
aspek, antara lain:
1) Lokasi: untuk menentukan lokasi nyeri yang spesifik, perawat bisa
memberikan bantuan dengan gambar tubuh untuk pasien agar bisa menandai
bagian mana yang dirasakan nyeri.
2) Intensitas nyeri: cara menentukan intensitas nyeri pasien, biasanya paling
banyak menggunakan skala nyeri biasanya dalam rentang 0-5 atau 0-10.
Angka „0‟ menandakan tidak adanya nyeri dan angka tertinggi adalah nyeri
„terhebat‟ yang dirasakan pasien.
3) Kualitas nyeri: terkadang nyeri yang dirasakan bisa seperti, tertusuk-tusuk,
teriris benda tajam, disetrum dan rasa terbakar. Perawat dapat mencatat kata-
kata yang digunakan pasien dalam menggambarkan nyerinya.
4) Pola: pola nyeri meliputi, waktu, durasi, dan kekambuhan interval nyeri.
Maka, perawat perlu mengkaji kapan nyeri dimulai, berapa lama nyeri
berlangsung, apakah nyeri berulang, dan kapan nyeri terakhir kali muncul.
5) Faktor presipitasi: terkadang, aktivitas tertentu dapat memicu munculnya
nyeri. Seperti, aktivitas berlebih yang mengkibatkan timbulnya nyeri dada,
selain itu faktor lingkungan, suhu lingkungan dapat berpengaruh terhadap
nyeri, stresor fisik dan emosional juga dapat memicu munculnya nyeri.
6) Gejala yang menyertai: nyeri juga bisa menimbulkan gejala yang menyertai,
seperti mual, muntah, dan pusing.
7) Pengaruh pada aktivitas sehari-hari: dengan mengetahui sejauh mana nyeri
mempengaruhi aktivitas harian pasien akan membantu perawat dalam
memahami prespektif pasien tentang nyeri. Beberapa aspek kehidupan yang
perlu dikaji terkait nyeri, yaitu pola tidur, nafsu makan, konsentrasi, pekerjaan
dan aktivitas diwaktu senggang.
8) Sumber koping: setiap individu memiliki strategi koping berbeda-beda dalam
menghadapi nyeri. Strategi tersebut dapat dipengaruhi oleh pengalaman nyeri
sebelumnya, atau pengaruh agama dan budaya.
9) Respon afektif: respon afektif pasien terhadap nyeri bervariasi, bergantung
pada situasi, derjat dan durasi nyeri, dan faktor lainnya. Perawat perlu
mengkaji adanya perasaan ansietas, takut, lelah, depresi, atau perasaan gagal
pada diri pasien (Mubarak & Chayatin, 2008).
j. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik harus dilakukan secara lengkap dan menyeluruh.
1) Ukur suhu tubuh, tekanan darah, nadi, serta tinggi dan berat badan pada setiap
pemeriksaan.
2) Amati seluruh tubuh pasien untuk melihat keberadaan lesi kulit,
hiperpigmentasi, ulserasi, tanda bekas tusukan jarum, perubahan warna dan
ada tidaknya oedema.
3) Lakukan pemeriksaan status mental untuk mengetahui orientasi pasien,
memori, komprehensi, kognisi dan emosi pasien terutama sebagai akibat dari
nyeri.
4) Pemeriksaan sendi selalu lakukan pemeriksaan di kedua sisi pasien apabila
kemungkinan untuk mendeteksi adanya asimetri. Lakukan palpasi untuk
mengetahui area spesifik dari nyeri.
5) Pemeriksaan sensorik, menggunakan diagram tubuh sebagai alat bantu dalam
menilai nyeri terutama untuk menentukan letak dan etiologi nyeri.
B. Diagnosa Keperawatan
Menurut SDKI (2017), diagnosa keperawatan yang muncul berhubungan dengan
gangguan rasa nyaman nyeri adalah :
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia,
neoplasma), kimiawi (mis. Terbakar, bahan kimia iritan), fisik (mis. Abses,
amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, Latihan
fisik berlebihan)
b. Nyeri kronis berhubungan dengan kondisi musculoskeletal kronis, kerusakan
sistem syaraf, penekanan syaraf, infiltrasi tumor, ketidakseimbangan
(neurontranmitter, neuromodulator, dan reseptor), gangguan imunitas, gangguan
fungsi metabolic, Riwayat posisi kerja statis, peningkatan IMT, kondisi pasca
trauma, tekanan emosional, riwayat penganiayaan, Riwayat penyalahgunaan obat
c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan, kurang control
tidur (disebabkan nyeri), kurang privasi, restraint fisik, ketiadaan teman tidur,
tidak familiar dengan peralatan tidur
C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
No
Keperawatan (SLKI) (SIKI)
1. Nyeri Akut SLKI SIKI
Kontrol Nyeri Manajemen Nyeri
Kriteria Hasil : 1. Lakukan pengkajian kembali
1. Melaporkan nyeri terkontrol tentang nyeri yang dirasakan
2. Kemampuan mengenali Rasional : mengetahui
onset nyeri karakteristik nyeri yang
3. Kemampuan mengenali dirasakan pasien
penyebab nyeri 2. Berikan info mengenai nyeri
4. Kemampuan menggunakan Rasional : menambah
Teknik non-farmakologis wawasan pasien terkait rasa
5. Keluhan nyeri menurun nyeri yang dirasakan
6. Penggunaan analgesik 3. Berikan informasi yang
menurun akurat untuk meningkatkan
pemahaman dan respon
keluarga terhadap
pengalaman nyeri
Rasional : agar keluarga
mampu melakukan
manajemen nyeri secara
mandiri
4. Kolaborasi dengan pasien,
orang terdekat, tim keseha
tan untuk memilih tindakan
penurun nyeri
nonfarmakologi sesuai
kebutuhan
Rasional : alternatif dalam
mengatasi nyeri yang
dirasakan
5. Kolaborasi dalam
Pemberian Analgesik
Rasional : mengurangi rasa
nyeri
2. Nyeri Kronik SLKI SIKI
Kontrol Nyeri Manajemen Nyeri
Kriteria Hasil : 1. Lakukan pengkajian kembali
1. Melaporkan nyeri terkontrol tentang nyeri yang dirasakan
2. Kemampuan mengenali Rasional : mengetahui
onset nyeri karakteristik nyeri yang
3. Kemampuan mengenali dirasakan pasien
penyebab nyeri 2. Berikan info mengenai nyeri
4. Kemampuan menggunakan Rasional : menambah
Teknik non-farmakologis wawasan pasien terkait rasa
5. Keluhan nyeri menurun nyeri yang dirasakan
6. Penggunaan analgesik 3. Berikan informasi yang
menurun akurat untuk meningkatkan
pemahaman dan respon
keluarga terhadap
pengalaman nyeri
Rasional : agar keluarga
mampu melakukan
manajemen nyeri secara
mandiri
4. Kolaborasi dengan pasien,
orang terdekat, tim keseha
tan untuk memilih tindakan
penurun nyeri
nonfarmakologi sesuai
kebutuhan
Rasional : alternatif dalam
mengatasi nyeri yang
dirasakan
5. Perawatan Kenyamanan dan
terapi relaksasi
Rasional : menjaga pasien
agar tetap nyaman

D. Pelaksanaan/Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan komponen dari proses keperawatan yang
merupakan kategori dari perilaku keperawatan di mana tindakan yang diperlukan untuk
mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan
diselesaikan. Pengertian tersebut menekankan bahwa implementasi adalah melakukan
atau menyelesaikan suatu tindakan yang sudah ditetapkan sebelumnya.
Terdapat berbagai tindakan yang bisa dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri.
Implementasi lebih ditunjukkan pada:
a. Upaya perawatan dalam meningkatkan kenyamanan,
b. Upaya pemberian informasi yang akurat,
c. Upaya mempertahankan kesejahteraan,
d. Upaya tindakan peredaan nyeri nonfarmakologis, dan
e. Pemberian terapi nyeri farmakologis (Andarmoyo, 2017)
E. Evaluasi Nyeri
Evaluasi keperawatan adalah tahapan terakhir dari proses keperawatan untuk
mengukur respons klien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan klien ke arah
pencapaian tujuan. Evaluasi keperawatan terhadap pasien dengan masalah nyeri
dilakukan dengan menilai kemampuan dalam merespons rangsangan nyeri, diantaranya:
a. Klien menyatakan adanya penurunan rasa nyeri,
b. Mendapatkan pemahaman yang akurat mengenai nyeri
c. Mampu mempertahankan kesejahteraan dan meningkatkan kemampuan fungsi fisik
dan psikologis yang dimiliki,
d. Mampu menggunakan tindakan-tindakan peredaan nyeri nonfarmakologis,
e. Mampu menggunakan terapi yang diberikan untuk mengurangi rasa nyeri
(Andarmoyo, 2017).
DAFTAR PUSTAKA

Andarmoyo. 2017. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Jogjakarta: AR-RUZZ MEDIA
Mubarak, W. I. (2017).Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar. Jakarta: Salemba Medika.
Muttaqin, Arif & Sari, Kurmala. 2016. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal bedah. Jakarta : Salemba medika.
Nanda Internasional. (2017). Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2015-2017.
Jakarta: EGC.
PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator
Diagnostok, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
Wahyudi, Andri Setiya & Wahid, Abd. (2017). Ilmu Keperawatan Dasar. Jakarta: Mitra
Wacana Media.

Anda mungkin juga menyukai