Anda di halaman 1dari 8

BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN SLE

1. Pengkajian
a. Identitas
Penyakit SLE ( sistemik lupus eritematosus ) kebanyakan menyerang
wanita, bila dibandingkan dengan pria perbandingannya adalah 8 : 1.
Penyakit ini lebih sering dijumpai pada orang berkulit hitam dari pada
orang yang berkulit putih.

b. Keluhan utama
Pada SLE ( sistemik lupus eritematosus ) kelainan kulit meliputi
eritema malar ( pipi ) ras seperti kupu-kupu, yang dapat mengenai
seluruh tubuh, sebelumnya pasien mengeluh demam dan kelelahan.
Data subyektif :
 Pasien mengeluh terdapat ruam-ruam merah pada wajah yang
menyerupai bentuk kupu-kupu.
 Pasien mengeluh rambut rontok.
 Pasien mengeluh lemas
 Pasien mengeluh bengkak dan nyeri pada sendi.
 Pasien mengeluh sendi merasa kaku pada pagi hari.
 Pasien mengeluh nyeri

c. Riwayat penyakit sekarang


Pada penderita SLE, di duga adanya riwayat penyakit anemia
hemolitik, trombositopeni, abortus spontan yang unik. Kelainan pada
proses pembekuan darah ( kemungkinan sindroma, antibody,
antikardiolipin ).

d. Riwayat penyakit keluarga


Faktor genetik keluarga yang mempunyai kepekaan genetik sehingga
cenderung memproduksi auto antibody tertentu sehingga keluarga
mempunyai resiko tinggi terjadinya lupus eritematosus.
e. Pola – pola fungsi kesehatan
 Pola nutrisi
Penderita SLE banyak yang kehilangan berat badannya sampai
beberapa kg, penyakit ini disertai adanya rasa mual dan muntah
sehingga mengakibatkan penderita nafsu makannya menurun.
 Pola aktivitas
Penderita SLE sering mengeluhkan kelelahan yang luar biasa.
 Pola eliminasi
Tidak semua dari penderita SLE mengalami nefritis proliferatif
mesangial, namun, secara klinis penderita ini juga mengalami
diare.
 Pola sensori dan kognitif
Pada penderita SLE, daya perabaannya akan sedikit terganggu
bila pada jari – jari tangannya terdapat lesi vaskulitik atau lesi
semi vaskulitik.
 Pola persepsi dan konsep diri
Dengan adanya lesi kulit yang bersifat irreversibel yang
menimbulkan bekas seperti luka dan warna yang buruk pada
kulit penderita SLE akan membuat penderita merasa malu
dengan adanya lesi kulit yang ada.

f. Pemeriksaan fisik
 Sistem integument
Pada penderita SLE cenderung mengalami kelainan kulit
eritema molar yang bersifat irreversibel.
 Kepala
Pada penderita SLE mengalami lesi pada kulit kepala dan
kerontokan yang sifatnya reversibel dan rambut yang hilang
akan tumbuh kembali.
 Muka
Pada penderita SLE lesi tidak selalu terdapat pada muka/wajah
 Telinga
Pada penderita SLE tidak selalu ditemukan lesi di telinga.
 Mulut
Pada penderita SLE sekitar 20% terdapat lesi mukosa mulut.
 Ekstremitas
Pada penderita SLE sering dijumpai lesi vaskulitik pada jari-
jari tangan dan jari jari-jari kaki, juga sering merasakan nyeri
sendi.
 Paru – paru
Penderita SLE mengalami pleurisy, pleural effusion,
pneumonitis, interstilsiel fibrosis.
 Leher
Penderita SLE tiroidnya mengalami abnormal,
hyperparathyroidisme, intolerance glukosa.
 Jantung
Penderita SLE dapat mengalami perikarditis, myokarditis,
endokarditis, vaskulitis.
 Gastro intestinal
Penderita SLE mengalami hepatomegaly / pembesaran hepar,
nyeri pada perut.
 Muskuluskletal
Penderita mengalami arthralgias, symmetric polyarthritis, efusi
dan joint swelling.
 Sensori
Penderita mengalami konjungtivitis, photophobia.
 Neurologis
Penderita mengalami depresi, psychosis, neuropathies.

g. Pemeriksaan penunjang
Diagnosis dapat ditemukan dengan melakukan biopsi kulit. Pada
pemeriksaan histologi terlihat adanya infiltrat limfositik periadneksal,
proses degenerasi berupa mencairnya lapisan basal epidermis
penyumbatan folikel, dan hyperkeratosis. Imunofluoresensi langsung
pada kulit yang mempunyai lesi memberikan gambaran pola deposisi
immunoglobulin seperti yang terlihat pada SLE. Pemeriksaan
laboratorium yang penting adalah pemeriksaan serologis terhadap
autoantibodi / antinuklear antibodi / ana yang diproduksi pada
penderita le. Skrining tes ana ini dilakukan dengan teknik
imunofluoresen indirek, dikenal dengan fluorescent antinuclear
antibody test ( fana ).

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan
SLE adalah:
 Nyeri akut
 Fatigue
 Risiko infeksi
 Risiko injuri
3. Intervensi Keperawatan

Diagnose Noc Nic


Nyeri akut Pain control Pain management
Factor yang Indicator Aktivitas
berhubungan:  Mengenali onset  Melakukan
Agen injuri fisik nyeri pengkajian nyeri
 Menjelaskan factor termasuk lokasi,
penyebab karateristik,
 Melaporkan onset/durasi,
perubahan nyeri frekuensi, kualitas
 Melaporkan gejala atau keparahan nyeri,
yang tidak terkontrol dan factor pencetus
Menggunakan sumber nyeri
daya yang tersedia  Observasi tanda
untuk mengurangi nonverbal dari
nyeri ketidaknyamanan,
 Mengenali gejala terutama pada pasien
nyeri yang yang tidak bisa
berhubungan dengan berkomunikasi
penyakit secara efektif
 Melaporkan nyeri  Gunakan strategi
terkontrol Komunikasi
terapeutik untuk
mengetahui
pengalama nyeri
pasien dan respon
pasien terhadap
nyeri
 Kaji pengetahuan
dan kepercayaan
pasien tentang nyeri
 Tentukan dampak
dari nyeri terhadap
kualitas hidup (tidur,
selera makan,
aktivitas, dll)
 Evaluasi keefektifan
manajemen nyeri
yang pernah
diberikan
sebelumnya
 Control factor
lingkungan yang
dapat mempengaruhi
Ketidaknyamanan
pasien
 Kolaborasi dengan
pasien, anggota
keluarga, dan tenaga
kesehatan lain untuk
implementasi
manajemen nyeri
nonfarmakologi
Exercise
Fatigue Fatigue level Energy Management
Karakteristik : Indicator Aktivitas:
Factor yang  Kelelahan  Kaji status fisik
berhubungan :  Kualitas tidur pasien untuk
anemia  Kualitas istirahat kelelahan dengan
 Hematocrit memperhatikan
umur dan
perkembangan
 Dorong pasien untuk
mengungkapkan
perasaan tentang
keterbatasan
 Gunakan instrument
yang valid untuk
mengukur kelelahan
 Tentukan aktivitas
yang boleh
dilakukan dan
seberapa berat
aktivitasnya
 Monitor asupan
nutrisi untuk
mendukung sumber
energy yang adekuat
 Konsultasi dengan
ahli gizi tentang
peningkatan asupan
energy
 Bantu pasien untuk
beristirahat sesuai
jadwal
 Dorong pasien untuk
tidur siang
 Bantu pasien
melakukan aktivitas
fisik regular
“exercise”
Risiko infeksi Infection severity Infection Control
Factor risiko : Indicator : Aktivitas:
Imunosupresi  Demam  Pertahankan teknik
 Nyeri isolasi jika
 Limpadenopati diperlukan
 Penurunan jumlah sel  Batasi jumlah
darah putih pengunjung
 Risk control  Ajarkan pasien dan
pengunjung untuk
cuci tangan
 Cuci tangan
sebelum dan
sesudah melakukan
perawatan kepada
pasien
 Tingkatkan asupan
nutrisi yang adekuat
 Dorong pasien
untuk istirahat
 Ajarkan pada pasien
dan keluarga cara
untuk mencegah
infeksi
Risiko Injuri Risk control Risk identification
Factor Risiko: Indicator: Aktivitas:
Disfungsi autoimun  Mencari informasi  Review riwayat
tentang risiko pada kesehatan pasien
kesehatannya  Review data yang
 Identifikasi factor risiko berasal dari
 Mengakuir factor risiko pengkajian risiko
personal  Identifikasi sumber-
 Monitor factor risiko sumber yang dapat
lingkungan meningkatkan risiko
 Melakukan strategi  Identifikasi factor
untuk control risiko risiko biologis,
lingkungan, dan
perilaku serta
hubungan antara
factor risiko
 Tentukan rencana
untuk mengurangi
risiko
 Diskusikan dan
rencanakanaktivitas
mengurangi risiko
Dengan
berkolaborasi
dengan pasein dan
keluarga
Intervensi dan keterkaitan dengan jurnal penelitian yang mendukung.

Kebanyakan kasus anak dengan SLE memiliki keluhan seperti nyeri pada
lutut, punggung hingga pangkal paha belakang, siku, dan pergelangan tangan
maupun kaki serta terasa tegang pada betis apabila dipaksa untuk melakukan
aktivitas yang berat seperti berjalan jauh. Dan dengan pengkajian yang di dapat
terkait keluhan pasien di dapat diagnosa utama nyeri dan keletihan yang
berhubungan dengan inflamasi dan peningkatan aktivitas penyakit, kerusakan
jaringan, keterbatasan mobolitas atau tingkat toleransi yang rendah.

Salah satu intervensi yang bisa di lakukan untuk menanganinya yaitu


dengan cara bantu pasien melakukan aktivitas fisik “exercise”. Exercise bertujuan
untuk mengulur otot sehingga dapat mengurangi ketegangan yang dirasakan
pasien dan agar nyeri berkurang.

Menurut penelitian yang telah di lakukan Faudea (2017) terkait


penatalaksanaan exercise pada pasien dengan Systemic Lupus Erithemathosus
(SLE) Di dapatkan hasil yaitu Dengan pemberian Exercise yang sesuai dengan
apa yang dikeluhkan pasien yaitu streching baik dengan cara gentle streching
maupun dengan metode hold rileks bermanfaat untuk menjaga fleksibilitas
ototnya. Selain itu dengan mengajarkan exercise low impact yang dapat dilakukan
pasien secara mandiri bermanfaat untuk menjaga kualitas kinetiknya agar tidak
dalam keadaan yang immobile. Dengan memberikan exercise pada pasien SLE
mampu memberi manfaat dalam menjaga kekuatan otot dan massa otot agar tidak
menurun akibat fatique yang berlebihan.
SUMBER RUJUKAN

Herdman, T. Heather. (2012). NANDA International Nursing Diagnoses:


Definitions & Classification 2012-2014. UK: Wiley‐Blacwell, A John Wiley &
Sons Ltd

Moorhead, S., Johnson, M., Maas, ML., Swansosn, E. (2008). Nursing Outcomes
Classification (NOC) Fourth edition. St. Louis: Mosby Elseiver.

Bulechek G.M., Howard B.K, Dochterman J.M. (2008). Nursing Interventions


Classifivation (NIC) fifth edition. St. Louis: Mosby Elseiver.

Faudea.2017. Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Pasien Dengan Systemic Lupus


Erithematosus Di Rsud Dr. Moewardi Surakarta. Surakarta: fisioterapi FIKUMS.

Anda mungkin juga menyukai