Anda di halaman 1dari 138

PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN

RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ULKUS
DIABETIKUM

1. DEFINISI
Kaki diabetes adalah kelainan pada ekstremitas bawah yang merupakan
komplikasi kronik DM. Manifestasi keainan akki diabetes dapat berupa
dermopati, selulitiis, ulkus dan gangrene.
Ulkus diabetik merupakan komplikasi kronik dari diabetes mellitus sebagai sebab
utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita diabetes (Huang, dkk,
2009)

2. ETIOLOGI
1) Faktor kausatif
a. Neurooati perifer
b. Tekanan plantar kaki yang tinggi
c. trauma
2) Faktor kontributif
a. Aterosklerosis
b. Diabetes

3. GRADE ULKUS DIABETIKUM


Kelainan diabetik dibagi dalam enam derajat menurut Wagner:
1) Grade 0 : tidak ada luka
2) Grade I : kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit
3) Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
4) Grade III : terjadi abses
5) Grade IV : gangren pada kaki bagian distal
6) Grade V : gangren pada seluruh kaki dan tungkai bawah distal

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Lewis et al (2011), pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yakni:

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 1


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

1) Pemeriksaan fisik, khususnya pengkajian area kaki dan kondisi ulkus


2) Penilaian neurologi
3) Pedhography
4) Gait analise
5) Penilaian vaskularisasi
6) Pemeriksaan darah
7) Radiografi

5. PENATALAKSANAAN
1) Obat hiperglikemik oral
2) Insulin
3) Antibiotik
4) Analgesik
5) Debridement
6) Nekrotomi
7) Amputasi

6. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada
ekstremitas
2) Nyeri kronis berhubungan dengan iskemik jaringan
3) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangren

7. INTERVENSI KEPERWATAN
Diagnosa NOC NIC
1) Gangguan tercapainya proses NIC: perawatan luka
integritas jaringan penyembuhan luka 1. Observasi luas dan
berhubungan Kriteria hasil: keadaan luka serta proses
dengan adanya 1. Berkurangnya penyembuhan
gangren pada oedema sekitar luka 2. Rawat luka dengan baik
ekstremitas 2. Pus dan jaringan dan benar
berkurang 3. Kolaborasi dengan

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 2


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

3. Adanya jaringan dokter untuk pemberian


granulasi insulin, pemeriksaan kultur
4. Bau busuk luka pus, pemeriksaan gula
berkurang darah, pemberian antibiotik
2) Nyeri NOC: rasa nyeri hilang NIC: penatalaksanaan nyeri
kronis berhubungan atau berkurang 1. Kaji tingkat, frekuensi
dengan iskemik Kriteria hasil: dan reaksi nyeri yang
jaringan - Penderita secara dialami pasien
3) verbal mengatakan 2. Jelaskan pada pasien
nyeri berkurang atau tentang sebab-sebab
hilang timbulnya nyeri
- Penderita dapat 3. Ciptakan lingkungan
melakukan metode atau yang tenang
tindakan untuk 4. Ajarkan teknik distraksi
mengatasi atau dan relaksasi
mengurangi nyeri 5. Atur posisi pasien
senyaman mungkin sesuai
keinginan pasien
6. Kolaborasi dengan
dokter untuk pemberian
analgesik
4) Hambatan NOC: pasien dapat NIC: terapi aktivitas mobilisasi
mobilitas fisik merawat diri dan sendi
berhubungan aktivitas sesuai dengan 1. Monitor dan identifikasi
dengan gangren kemampuan tingkat kekuatan otot pada
Kriteria hasil: kaki pasien
1. Pasien tidak 2. Beri penjelasan tentang
imobilisasi pentingnya melakukan
2. Pasien dapat aktivitas untuk menjaga
melaksanakan kadar gula darah dalam
aktivitas sesuai keadaan normal
dengan kemampuan 3. Anjurkan pasien untuk
(duduk, berdiri, menggerakkan/mengangkat

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 3


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

jalan) ekstremitas bawah sesuai


3. Pasien dapat kemampuan
memenuhi 4. Kolaborasi dengan
kebutuhan sendiri fisioterapi untuk melakukan
secara bertahap latihan secara bertahap dan
sesuai dengan benar
kemampuan

LAPORAN PENDAHULUAN

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 4


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN SINDROM LUPUS


ERITEMATOUS
1. DEFINISI

·         Lupus Eritematosus adalah suatu penyakit autoimun kronik yang


ditandai oleh terbentuknya antibodi-antibodi terhadap beberapa antigen
diri yang berlainan. Antibodi-antibodi tersebut biasanya adalah IgG atau
IgM dan dapat bekerja terhadap asam nukleat pada DNA atau RNA,
protein jenjang koagulasi, kulit, sel darah merah, sel darah putih, dan
trombosit. Komplek antigen antibodi dapat mengendap di jaringan kapiler
sehingga terjadi reaksi hipersensitivitas III, kemudian terjadi peradangan
kronik (Elizabeth, 2009). Lupus Eritematosus merupakan penyakit yang
menyerang sistem konektif dan vaskular (pembuluh darah) (Suria
Djuanda, 2005).

Lupus Eritematosus adalah penyakit autoimun yang melibatkan berbagai


organ dengan manifestasi klinis bervariasi dari yang ringan sampai yang
berat. Pada keadaan awal, sering sekali sukar dikenal sebagai LES, karena
manifestasinya sering tidak terjadi bersamaan (Sylvia dan Lorraine, 1995).

2. ETIOLOGI
1) Sampai saat ini penyebab LES belum diketahui. Diduga faktor
genetik, infeksi dan lingkungan ikut berperan pada patofisiologi LES.
Kecenderungan terjadinya LES dapat berhubungan dengan perubahan gen
MHC spesifik dan bagaimana antigen sendiri ditunjukkan dan dikenali.
Wanita lebih cenderung mengalami LES dibandigkan pria, karena peran
hormon seks. LES dapat dicetuskan oleh stres, sering berkaitan dengan
kehamilan atau menyusuI. Pada beberapa orang, pajanan radiasi ultraviolet
yang berlebihan dapat mencetuskan penyakit. Penyakit ini biasanya
mengenai wanita muda selama masa subur. Penyakit ini dapat bersifat
ringan selama bertahn-tahun, atau dapat berkembang dan menyebabkan
kematian (Elizabeth, 2009).
2) Faktor Risiko
a. Faktor risiko genetik

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 5


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Meliputi jenis kelamin (frekuensi pada wanita dewasa 8 kali lebih sering
daripada pria dewasa), umur (lebih sering pada usia 20-40 tahun), etnik,
dan faktor keturunan (frekuensinya 20 kali lebih sering dalam keluarga di
mana terdapat anggota dengan penyakit tersebut).
b. Faktor risiko hormon
Estrogen menambah risiko LES, sedang androgen mengurangi risiko ini.
c. Sinar ultraviolet
Sinar ultraviolet mengurangi supresi imun sehingga terapi menjadi kurang
efektif, sehingga LES kambuh atau bertambah berat. Ini disebabkan sel
kulit mengeluarkan sitokin dan prostaglandin sehingga terjadi inflamasi di
tempat tersebut maupun secara sistemik melalui peredaran di pemuluh
darah.
d. Imunitas
Pada pasien LES terdapat hiperaktivitas sel B atau intoleransi terhadap sel
T.
e. Obat
Obat tertentu dalam presentasi kecil sekali pada pasien tertentu dan
diminum dalam jangka waktu tertentu dapat mencetuskan lupus obat
(Drug Induced Lupus Erythematosus atau DILE).
Jenis obat yang dapat menyebabkan lupus obat adalah:
a) Obat yang pasti menyebabkan lupus obat: klorpromazin,
metildopa, hidralasin, prokainamid, dan isoniazid.
b) Obat yang mungkin dapat menyebabkan lupus obat: dilantin,
peninsilamin, dan kuinidin.
c) Hubungannya belum jelas: garam emas, beberapa jenis antibiotik,
dan griseofulvin.
f. Infeksi
Pasien LES cenderung mudah mendapat infeksi dan kadang-kadang
penyakit ini kambuh setelah infeksi.
g. Stres
Stres berat dapat mencetuskan LES pada pasien yang sudah memiliki
kecenderungan akan penyakit ini (Arif Mansjoer, 2000).

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 6


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Jenis-jenis Lupus, yaitu:

1) Lupus sistemik
Merupakan penyakit yang biasanya berbahaya, bahkan dapat fatal.
Penyakit bersifat multisistemik dan menyerang jaringan konektif dan
vaskular.
2) Lupus diskoid
Bersifat tidak berbahaya, menyebabkan bercak di kulit. (Suria
Djuanda, 2005)

3. MANIFESTASI KLINIS

Gambaran klinis biasanya dapat membingungkan, gejala yang palin sering


adalah sebagai berikut:

1) Poliartralgia (nyeri sendi) dan artiritis (peradangan sendi).


2) Demam akibat peradangan kronik
3) Ruam wajah dalam pola malar (seperti kupu-kupu) di pipi dan
hidung, kata Lupus berarti serigala dan mengacu kepada penampakan
topeng seperti serigala.
4) Lesi dan kebiruan di ujung kaki akibat buruknya aliran darah dan
hipoksia kronik
5) Sklerosis (pengencangan atau pengerasan) kulit jari tangan
6) Luka di selaput lendir mulut atau faring (sariawan)
7) Lesi berskuama di kepala, leher dan punggung
8) Edema mata dan kaki mungkin mencerminkan keterlibatan ginjal
dan hipertensi
9) Anemia, kelelahan kronik, infeksi berulang, dan perdarahan sering
terjadi karena serangan terhadap sel darah merah dan putih serta
trombosit (Elizabeth, 2009).
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium yang di lakukan meliputi:
1) ANA (anti nucler antibody). Tes ANA memiliki sensitivitas yang
tinggi namun spesifisitas yang rendah.

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 7


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

2) Anti dsDNA (double stranded). Tes ini sangat spesifik untuk LES,
biasanya titernya akan meningkat sebelum LES kambuh.
3) Antibodi anti-S (Smith). Antibodi spesifik terdapat pada 20-30%
pasien.
4) Anti-RNP (ribonukleoprotein), anti-ro/anti SS-A, antikoagulan
lupus)/anti-SSB, dan antibodi antikardiolipin. Titernya tidak terkait
dengan kambuhnya LES.
5) Komplemen C3, C4, dan CH50 (komplemen hemolitik)
6) Tes sel LE. Kurang spesifik dan juga positif pada artritis
reumatoid, sindrom sjogren, skleroderna, obat, dan bahan-bahan kimia
lain.
7) Anti ssDNA (single stranded)
8) Pasien dengan anti ssDNA positif cenderung menderita nefritis
(Arif Mansjoer, 2000).
5. PENATALAKSANAAN MEDIS
1) Penatalaksanaan medis
Terapi dengan obat bagi penderita SLE mencakup pemberian obat-
obat:
a. Antiradang nonstreroid (AINS)
AINS dipakai untuk mengatasi arthritis dan artralgia. Aspirin saat ini
lebih jarang dipakai karena memiliki insiden hepatotoksik tertinggi,
dan sebagian penderita SLE juga mengalami gangguan pada hati.
Penderita LES juga memiliki risiko tinggi terhadap efek samping
obat-obatan AINS pada kulit, hati, dan ginjal sehingga pemberian
harus dipantau secara seksama.
b. Kortikosteroid
c. Antimalaria
Pemberian antimalaria kadang-kadang dapat efektif apabila AINS
tidak dapat mengendalikan gejala-gejala LES. Biasanya antimalaria
mula-mula diberikan dengan dosis tinggi untuk memperoleh keadaan
remisi. Bersihnya lesi kulit merupakan parameter untuk memantau
pemakaian dosis.

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 8


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

d. Imunosupresif
Pemberian imunosupresif (siklofosfamid atau azatioprin) dapat
dilakukan untuk menekan aktivitas autoimun LES. Obat-obatan ini
biasanya dipakai ketika:
a) Diagnosis pasti sudah ditegakkan
b) Adanya gejala-gejala berat yang mengancam jiwa
c) Kegagalan tindakan-tidakan pengobatan lainnya, misalnya
bila pemberian steroid tidak memberikan respon atau bila dosis
steroid harus diturunkan karena adanya efek samping
d) Tidak adanya infeksi, kehamilan dan neoplasma (Sylvia
dan Lorraine, 1995).
2) Penatalaksanaan keperawatan
Perawat menemukan pasien SLE pada berbagai area klinik karena sifat
penyakit yang homogeny. Hal ini meliputi area praktik keperawatan
reumatologi, pengobatan umum, dermatologi, ortopedik, dan
neurologi. Pada setiap area asuhan pasien, terdapat tiga komponen
asuhan keperawatan yang utama.
a. Pemantauan aktivitas penyakit dilakukan dengan
menggunakan instrument yang valid, seperti hitung nyeri tekan dan
bengkak sendi (Thompson & Kirwan, 1995) dan kuesioner
pengkajian kesehatan (Fries et al, 1980). Hal ini member indikasi
yang berguna mengenai pemburukan atau kekambuhan gejala.
b. Edukasi sangat penting pada semua penyakit jangka
panjang. Pasien yang menyadari hubungan antara stres dan
serangan aktivitas penyakit akan mampu mengoptimalkan prospek
kesehatan mereka. Advice tentang keseimbangan antara aktivitas
dan periode istirahat, pentingnya latihan, dan mengetahui tanda
peringatan serangan, seperti peningkatan keletihan, nyeri, ruam,
demam, sakit kepala, atau pusing, penting dalam membantu pasien
mengembangkan strategi koping dan menjamin masalah
diperhatikan dengan baik.

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 9


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

c. Dukungan psikologis merupakan kebutuhan utama bagi


pasien SLE. Perawat dapat memberi dukungan dan dorongan serta,
setelah pelatihan, dapat menggunakan ketrampilan konseling ahli.
Pemberdayaan pasien, keluarga, dan pemberi asuhan
memungkinkan kepatuhan dan kendali personal yang lebih baik
terhadap gaya hidup dan penatalaksanaan regimen bagi mereka
(Anisa Tri U., 2012).
3) Penatalaksanaan diet

Restriksi diet ditentukan oleh terapi yang diberikan. Sebagian besar


pasien memerlukan kortikosteroid, dan saat itu diet yang
diperbolehkan adalah yang mengandung cukup kalsium, rendah
lemak, dan rendah garam. Pasien disarankan berhati-hati dengan
suplemen makanan dan obat tradisional.

Pasien lupus sebaiknya tetap beraktivitas normal. Olah raga


diperlukan untuk mempertahankan densitas tulang dan berat badan
normal. Tetapi tidak boleh berlebihan karena lelah dan stress sering
dihubungkan dengan kekambuhan. Pasien disarankan untuk
menghindari sinar matahari, bila terpaksa harus terpapar matahari
harus menggunakan krim pelindung matahari (waterproof sunblock)
setiap 2 jam. Lampu fluorescence juga dapat meningkatkan timbulnya
lesi kulit pada pasien SLE.

6. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita adalah sebagai berikut:
1) Gagal ginjal adalah penyebab tersering kematian pada penderita
LES. Gagal ginjal dapat terjadi akibat deposit kompleks antibodi-
antigen pada glomerulus disertai pengaktifan komplemen resultan yang
menyebabkan cedera sel, suatu contoh reaksi hipersensitivitas tipe III
2) Dapat terjadi perikarditis (peradangan kantong perikadium yang
mengelilingi jantung)
3) Peradangan membran pleura yang mengelilngi paru dapat
membatasi perapasan. Sering terjadi bronkhitis.

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 10


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

4) Dapat terjadi vaskulitis di semua pembuluh serebrum dan perifer.


5) Komplikasi susunan saraf pusat termasuk stroke dan kejang.
Perubahan kepribadian, termasuk psikosis dan depresi dapat terjadi.
Perubahan kepribadian mungkin berkaitan dengan terapi obat atau
penyakitnya (Elizabeth, 2009).

7. PROGNOSA
Hingga saat ini penyakit lupus tak dapat disembuhkan namun dapat
dikendalikan. Tujuan pengobatan ialah untuk mencegah
timbul/kambuhnya gejala dan mencegah timbulnya komplikasi, berupa :
1) Perubahan pola hidup, yaitu hindari terkena sinar matahari kalau
perlu pakai sunscreen.
2) Hindari kontak dengan zat kimia pemicu seperti silikon, air raksa
dan pestisida
3) Hindari pemakaian suplemen golongan “immune booster” seperti
Echinacea
4) Hindari pemakaian obat pemicu seperti procainamid, isoniazid,
fenitoin, kinin dan hidralazin.
5) Pemberian obat-obatan antara lain: golongan non-steroid anti-
inflamasi (NSAID), kortikosteroid, imunosupresan, dan obat anti-
malaria
Walaupun tidak dapat disembuhkan, prognosis penderta penyakit lupus
saat ini sudah semakin baik sebagai dampak dari :
1) Adanya perhatian masyarakat akan penyakit lupus.
2) Keakuratan tes laboratorium yang mendukung diagnosis dini dan
pemantauan berkala.
3) Kemajuan penelitian yang menghasilkan obat yang lebih efektif
dan aman juga sangat berperan menaikkan harapan dan kualitas
hidup penderita
8. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan integritas kulit b.d proses penyakit
2. Nyeri b.d inflamasi/ kerusakan jaringan

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 11


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

3. Gangguan mobilitas fisik b.d keterbatasan melakukan aktivitas


4. Gangguan citra tubuh b.d perubahan fisik

No. NANDA NOC NIC

1. Gangguan INTEGRITAS PERAWATAN KULIT


integritas kulit b.d JARINGAN : Kulit dan
proses penyakit Membran Mukosa  Observasi warna,
tekstur, panas,
 Suhu Jaringan pembengkakan dan
 Sensasi edema
 Elastisitas  Inspeksi kulit dan
 Hidrasi membran mukosa

 Pigmentasi apakah panas dan

 Respirasi kemerahan
 Monitor kulit dan
 Warna
membran mukosa
 Tekstur
terhadap perubahan
 Ketebalan
warna dan memar
 Jaringan yang tak
 Monitor suhu
luka         
kulit
 Jaringan Perfusi
 Monitor warna
 Pertumbuhan rambut
kulit
di kulit
PERAWATAN LUKA
 Kelengkapan kulit
PENYEMBUHAN LUKA :
 Bersihkan balutan
PENYEMBUHAN
yang melekat dan
PRIMER
debris
 Cukur rambut
 Skin approximation
sekitar area yang
 Pengeringan Purulensi
rusak
 Pengeringan serosa
 Catat karakteristik

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 12


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

dari luka luka


 Pengurangan drainase  Catat karakteristik
dari luka drainase
 Pengeringan  Bersihkan dengan
seroanginosa dari luka sabun antibakterial
 Pengurangan area  Bersihkan area
yang kemerahan yang rusak pada air
 Penguranagn edema mengalir
luka  Rendam pada
 Tingginya temperatur larutan saline
kulit  Berikan
 Bau luka perawatan pada
PENYEMBUHAN LUKA : tempat IV
TUJUAN SEKUNDER  Berikan
perawatan Hickman
 Granulasi  Berikan
 Epitelisasi perawatan pada venus
 Pengeringan purulensi sentral
 Pengeringan serosa  Berikan
 Pengurangan drainase perawatan pada

 Pengeringan tempat insisi

Seroanginosa  Berikan

 Pengurangan area kuit perawatan ulkus pada

kemerahan kulit

 Edema  Masase area

 Pengurangan area sekitar luka untuk

kulit yang abnormal menstimulasi sirkulasi

 Pelepuhan kulit  Gunakan TENS


(Transcutaneous
 Maserasi kulit
Electrical Nerve
 Nekrosis
Stimulation) untuk
 Pengelupasan

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 13


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

 Bau Luka perbaikan perawatan


 Ukuran Luka luka
   Pertahankan
kepatenan pipa
drainase
 Gunakan salep
kulit dengan tepat
 Posisikan untuk
menghindari tegangan
pada luka, dengan
tepat.
 Ajarkan pasien
dan anggota keluarga
prosedur perawatan
luka
PERAWATAN KULIT

 Pantau area kulit


yang kemerahan dan
rusak.
 Pantau adanya
sumber penekanan
dan friksi/pergeseran.
 Pantau kulit dari
adanya infeksi,
khususnya didaerah
yang edema.
 Pantau kulit dan
membran mukosa dari
adanya  perubahan
warna dan memar.

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 14


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

 Pantau kulit dari


adanya ruam dan
lecet.
 Pantau kulit dari
adanya kelembapan
dan kekeringan yang
berlebihan.
 Inspeksi clothing
for tightness
 Pantau warna
kulit.
 Pantau suhu kulit.
 Catat perubahan
pada kulit dan
membran mukosa.
 Berikan tindakan
untuk mencegah
akibat lanjut yang
lebih buruk, jika
dibutuhkan.

2. Nyeri b.d TINGKATAN NYERI MANAJEMEN NYERI


inflamasi/
kerusakan  Persen respon tubuh  Lakukan penilaian
jaringan  Melaporkan Nyeri nyeri secara
 Frekuensi nyeri komprehensif dimulai

 Panjangnya episode dari lokasi,

nyeri karakteristik, durasi,

 Ekspresi  nyeri lisan frekuensi, kualitas,


intensitas dan
 Ekspresi wajah  saat
penyebab.
nyeri
 Kaji
 Melindungi bagian

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 15


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

tubuh yang nyeri ketidaknyamanan


 Kegelisahan secara nonverbal,
 Ketegangan Otot terutama untuk pasien

 Perubahan frekuensi yang tidak bisa

pernapasan mengkomunikasikann

 Perubahan frekuensi ya secara efektif

nadi  Pastikan pasien

 Perubahan Tekanan mendapatkan

darah perawatan  dengan

 Perubahan ukuran analgesic

pupil  Gunakan

 Berkeringat komunikasi yang


terapeutik agar pasien
 Hilangnya Nafsu
dapat menyatakan
makan
pengalamannya
KONTROL NYERI
terhadap nyeri serta

 Recognize lamanya dukungan dalam

Nyeri merespon nyeri

 Menilai factor  Pertimbangkan

penyebab pengaruh budaya

 Gunakan ukuran terhadap respon nyeri

pencegahan  Tentukan dampak

 Penggunaan nyeri terhadap

mengurangi nyeri dengan kehidupan sehari-hari

non analgesic (tidur, nafsu makan,


aktivitas, kesadaran,
 Penggunaan analgesic
mood, hubungan
yang tepat
sosial, performance
 Gunakan tanda –tanda
kerja dan melakukan
vital memantau perawatan
tanggung jawab
 Laporkan tanda /
sehari-hari)
gejala nyeri pada tenaga

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 16


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

kesehatan professional  Evaluasi


 Gunkan sumber yang pengalaman pasien
tersedia atau keluarga
 Menilai gejala dari terhadap nyeri kronik
nyeri atau yang
 Laporkan bila nyeri mengakibatkan cacat
terkontrol  Evaluasi bersama
 Gunakan catatan nyeri pasien dan tenaga
TINGKAT kesehatan lainnya
KENYAMANAN dalam menilai
efektifitas
 Melaporkan pengontrolan nyeri
Perkembangan Fisik yang pernah
 Melaporkan dilakukan
perkembangan kepuasan  Bantu pasien dan
 Melaporkan keluarga mencari dan
perkembangan psikologi menyediakan
 Mengekspresikan dukungan.
perasaan dengan PEMBERIAN OBAT
lingkungan fisik sekitar PENENANG
 Mengekspresikan
perasaan dengan hubungan  Kaji riwayat

social kesehatan pasien dan

 Mengekspresikan riwayat pemakaian

perasaan secara spiritual obat penenang

 Melaporkan kepuasan  Tanyakan kepada

dengan tingkatan mandiri pasien atau keluarga


tentang pengalaman
 Menekspresikan
pemberian obat
kepuasan dengan Kontrol
penenang sebelumnya
nyeri
 Lihat

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 17


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  kemungkinan alergi
obat
 Tinjau apakah
pasien telah mentaati
pembatasan
berkenaan dg aturan
makan, seperti yang
ditentukan
 Tinjau ulang
tentang contraindikasi
pemberian obat
penenang
 Beritahu keluarga
dan/atau pasien
tentang efek
pemberian obat
penenang
 Evaluasi tingkatan
kesadaran pasien dan
refleks normal
sebelum pemberian
obat penenang
 Peroleh TTV
dalam batas normal
 Peroleh kadar
oksigen dan irama
EKG dalam batas
normal
 Ketahui
perjalanan obat
melalui IV

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 18


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

 Berikan
pengobatan sesuai
order dokter,
sesuaikan dengan
respon pasien
 Monitor tingkatan
kesadaran pasien
 Monitor kadar
oxigen darah
 Monitor EKG
pasien
PEMBERIAN
ANALGESIK

 Tentukan lokasi ,
karakteristik, mutu,
dan intensitas nyeri
sebelum mengobati
pasien
 Periksa
order/pesanan medis
untuk obat, dosis, dan
frekuensi yang
ditentukan analgesik
 Cek riwayat alergi
obat
 Tentukan jenis
analgesik yang
digunakan (narkotik,
non narkotik atau
NSAID) berdasarkan

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 19


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

tipe dan tingkat nyeri.


 Tentukan
analgesik yang cocok,
rute pemberian dan
dosis optimal.
 Utamakan
pemberian secara IV
dibanding IM sebagai
lokasi penyuntikan,
jika mungkin
 Hindari
pemberian narkotik
dan obat terlarang
lainnya, menurut agen
protokol
 Monitor TTV
sebelum dan sesudah
pemberian obat
narkotik dengan dosis
pertama atau jika ada
catatan luar biasa.
 

3. Gangguan PERGERAKAN SENDI : TERAPI AKTIVITAS


mobilitas fisik b.d Aktif
keterbatasan  Tentukan
melakukan  Rahang komitmen pasien
aktivitas  Leher untuk peningkatan
 Jari kanan frekuensi kegiatan

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 20


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

 Jari kiri  Bantu klien untuk


 Ibu jari kanan mengekplorasi makna
 Ibu jari kiri pribadi aktivitas biasa

 Pergelangan kanan seperti bekerja

 Pergelangan kiri  Bantu klien untuk

 Siku kanan fokus pada kegiatan


yang dapat dilakuakan
 Siku kiri
 Bantu klien untuk
 Bahu kanan
memilih aktivitas
 Bahu kiri
sesuai dengan fisik
 Mata kaki kanan
dan kemampuan
 Mata kaki kiri
psikologis
 Lutut kanan
 Bantu dengan
 Lutut kiri
kegiatan fisik secara
 Pinggang kanan teratur serta
 Pinggang kiri perawatan diri
  TERAPI LATIHAN :
MOBILITAS
SENDI

 Tentukan batasan
dari perpindahan
sendi dan dampak
dari fungsinya
 Kolaborasi
dengan dokter terapi
dalam perkembangan
dan memutuskan
sebuah program
latihan
 Tetukan tingkat

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 21


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

motifasi pasien untuk


perawatan dan
pemulihan
perpindahan sendi
 Jelaskan kepada
pasien/keluarga
tujuan dan rencana
dari latihan sendi
 Kontrol lokasi
dan ketidaknyamanan
dan nyeri selama
beraktifitas/berpindah
 Mulai
pengontrolan ukuran
nyeri sebelum
memulai latihan sendi
 Kenakan pakaian
pasien dengan
pakaian nonresriktif
 Lindungi pasien
dari trauma selama
latihan
 Bantu pasien
untuk posisi tubuh
yang optimal baik itu
berpindah pasif/aktif
 Tingkatkan
rentang peningkatan
latihan, secara bekala
sesuai jadwal
 Aktifitas pasif

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 22


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

(PROM) atau
membantu latihan
(AROM), sebagai
indikasi
TERAPI LATIHAN :
AMBULASI

 Kenakan pakaian
pasien dengan
pakaian nonrestriktif
 Bantu pasien
menggunakan
footwear sebagai
fasilitas berjalan dan
pencegahan
kecelakaan
 Atur tinggi rendah
tempat tidur, jika
diperlukan
 Ganti posisi tidur
dengan mudah
dilakukan
 Tingkatkan
kemampuan untuk
bangun dari tidur atau
dari kursi roda
 Bantu pasien
untuk duduk dan
menyamping dari
tempat tidur
 Konsultasi dengan

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 23


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

terapi fisik tentang


rencana ambulansi,
jika diperlukan
 Intruksikan
penggunaan alat
bantu, jika diperlukan
 Intruksikan pasien
bagaiman posisi yang
benar dalam proses
berpindah
 Gunakan gaitbelt
untuk membentu
berpindah dan
ambulansi, jika
diperlukan
 Tolang pasien
untuk berpindah, jika
dibutuhkan

4. Gangguan citra HARGA DIRI PENINGKATAN


tubuh b.d CITRA TUBUH
perubahan fisik  Verbalisasi dan
penerimaan diri  Monitor frekuensi
 Penerimaan dari pernyataan kritik
keterbatasan diri untuk diri
 Pemeliharaan dari  Pantau apakah
postur tubuh yang tegak klien dapat melihat
 Mendiskripsikan diri perubahan bagian
 Perhatian terhadap tubuhnya
orang lain  Tentukan persepsi
 Dapan membuka klien dan keluarga
komunikasi dengan orang tentang perubahan

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 24


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

lain gambaran tubuh 


 Pemenuhan peran dengan kenyataan
yang signifikan secara yang ada
pribadi  Bantu klien untuk
 Keseimbangan mengidentifikasi
partisipasi dan tindakan yang akan
mendengarkan dalam meningkatkan
kelompok penampilan
 Level keyakinan  Identifikasi
 Kemauan untuk kelompok dukungan
menghadapi orang lain yang tersedia kepada
 Penerimaan pujian klien
dari orang lain  Fasilitasi klien
 Gambaran kesuksesan terhadap perubahan
dalam pekerjaan citra tubuh

 Perasaan tentang nilai  Gunakan


diri gambaran diri sebagai

 Deskripsi dari mekanisme evaluasi

kebanggaan diri persepsi citra tubuh


 Bantu klien
mendiskusikan efek
stressor dari gangguan
citra tubuh
 Bantu klien
mendiskusikan
perubahan citra tubuh
akibat penyakit
SELF ESTEEM
ENHANCEMENT

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 25


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

 Kaji  sumber
stressor klien.
 Monitor
pernyataan kegusaran
klien.
 Tentukan
keyakinan klien
tentang pendapat
pribadinya.
 Besarkan hati
klien dengan
mengidentifikasi
sumber kekuatannya.
 Tingkatkan
kekuatan personal.
 Berikan reward
atas keberhasilan
klien mencapai
tujuan.
PERBAIKAN CITRA
TUBUH

 Monitor
gambaran diri secara
berkala
 Bantu pasien
memelihara
perubahan tubuh
 Bantu pasien

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 26


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

menilai perubahan
dengan perasaan diri
yang berharga
 Monitoring
apakah pasien melihat
perubahan tubuhnya
 Tentukan apakah
perubahan tubuh
berdampak pada
isolasi sosia

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HIPERTENSI

1. DEFINISI
Hipertensi merupakan peningkatan tekanan sistolik lebih besar atau sama
dengan 160 mmHg dan atau tekanan diastolic sama atau lebih besar 95
mmHg (Kodim Nasrin, 2003 ).
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana
tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg.
Pada populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160
mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg. (Smeltzer, 2001).
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik >140 mmHg dan tekanan darah
diastolik >90 mmHg, atau bila pasien memakai obat antihipertensi.
Hipertensi didefinisikan oleh Joint National Committee on
Detection(JIVC) sebagai tekanan yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg dan

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 27


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

diklasifikasikan sesuai derajat keparahannya, mempunyai rentang dari


tekanan darah (TD) normal tinggi sampai hipertensi maligna.
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg
dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg (Luckman
Sorensen,1996).
Hipertensi dikategorikan ringan apabila tekanan diastoliknya antara 95 –
104 mmHg, hipertensi sedang jika tekanan diastoliknya antara 105 dan
114 mmHg, dan hipertensi berat bila tekanan diastoliknya 115 mmHg atau
lebih. Pembagian ini berdasarkan peningkatan tekanan diastolik karena
dianggap lebih serius dari peningkatan sistolik (Smith Tom, 1995).

2. KLASIFIKASI
Klasifikasi hipertensi menurut WHO
1) Tekanan darah normal yaitu bila sistolik kurang atau sama dengan 140
mmHg dan diastolik kurang atau sama dengan 90 mmHg
2) Tekanan darah perbatasan (broder line) yaitu bila sistolik 141-149 mmHg
dan diastolik 91-94 mmHg
3) Tekanan darah tinggi (hipertensi) yaitu bila sistolik lebih besar atau sama
dengan 160 mmHg dan diastolik lebih besar atau sama dengan 95mmHg.
Klasifikasi menurut The Joint National Committee on the Detection and
Treatment of Hipertension
1.      Diastolik
a.       < 85 mmHg                 : Tekanan darah normal
b.      85 – 99                        : Tekanan darah normal tinggi
c.       90 -104                        : Hipertensi ringan
d.      105 – 114                    : Hipertensi sedang
e.       >115                            : Hipertensi berat
2. Sistolik (dengan tekanan diastolik 90 mmHg)
a.       < 140 mmHg               : Tekanan darah normal
b.      140 – 159                    : Hipertensi sistolik perbatasan terisolasi
c.       > 160                           : Hipertensi sistolik teriisolasi

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 28


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Krisis hipertensi adalah Suatu keadaan peningkatan tekanan darah yang


mendadak (sistole ≥180 mmHg dan/atau diastole ≥120 mmHg), pada
penderita hipertensi, yg membutuhkan penanggulangan segera yang ditandai
oleh tekanan darah yang sangat tinggi dengan kemungkinan timbulnya atau
telah terjadi kelainan organ target (otak, mata (retina), ginjal, jantung, dan
pembuluh darah).
Tingginya tekanan darah bervariasi, yang terpenting adalah cepat naiknya
tekanan darah. Dibagi menjadi dua:
a. Hipertensi Emergensi
Situasi dimana diperlukan penurunan tekanan darah yang segera dengan
obat antihipertensi parenteral karena adanya kerusakan organ target akut
atau progresif target akut atau progresif. Kenaikan TD mendadak yg
disertai kerusakan organ target yang progresif dan di perlukan tindakan
penurunan TD yg segera dalam kurun waktu menit/jam.
b. Hipertensi urgensi
Situasi dimana terdapat peningkatan tekanan darah yang bermakna tanpa
adanya gejala yang berat atau kerusakan organ target progresif bermakna
tanpa adanya gejala yang berat atau kerusakan organ target progresif dan
tekanan darah perlu diturunkan dalam beberapa jam. Penurunan TD
harus dilaksanakan dalam kurun waktu 24-48 jam (penurunan tekanan
darah dapat dilaksanakan lebih lambat (dalam hitungan jam sampai hari).

3. ETIOLOGI
Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik
(idiopatik). Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output
atau peningkatan tekanan perifer.  Namun ada beberapa faktor yang
mempengaruhi terjadinya hipertensi

1) Genetik: Respon neurologi terhadap stress atau kelainan eksresi


atau transport  Na.
2) Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang
mengakibatkan tekanan darah meningkat.
3) Stress Lingkungan.

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 29


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

4) Hilangnya Elastisitas jaringan dan arterosklerosis pada orang tua


serta pelebaran pembuluh darah.

Berdasarkan etiologinya Hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu:


a. Hipertensi Esensial (Primer)
Penyebab tidak diketahui namun banyak factor yang mempengaruhi
seperti genetika, lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf simpatik,
system rennin angiotensin, efek dari eksresi Na, obesitas, merokok dan
stress.
b. Hipertensi Sekunder
Dapat diakibatkan karena penyakit parenkim renal/vaskuler renal.
Penggunaan kontrasepsi oral yaitu pil. Gangguan endokrin dll.
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya
perubahan – perubahan pada :
a) Elastisitas dinding aorta menurun
b) Katub jantung menebal dan menjadi kaku
c) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun
sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah
menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
d) Kehilangan elastisitas pembuluh darah
Hal ini terjadi karena kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer
untuk oksigenasi Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.

Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya,


data-data penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering
menyebabkan terjadinya hipertensi. Faktor tersebut adalah sebagai berikut:
a. Faktor keturunan
Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan
lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah
penderita hipertensi
Ciri perseorangan
o Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah:
o Umur ( jika umur bertambah maka TD meningkat )

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 30


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

o Jenis kelamin ( laki-laki lebih tinggi dari perempuan )


o Ras ( ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih )
o Kebiasaan hidup
o Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi
adalah :
o Konsumsi garam yang tinggi ( melebihi dari 30 gr )
o Kegemukan atau makan berlebihan
o Stress
o Merokok
o Minum alcohol
o Minum obat-obatan ( ephedrine, prednison, epineprin )

b.      Sedangkan penyebab hipertensi sekunder adalah :


o Ginjal
o Glomerulonefritis
o Pielonefritis
o Nekrosis tubular akut
o Tumor
o Vascular
o Aterosklerosis
o Hiperplasia
o Trombosis
o Aneurisma
o Emboli kolestrol
o Vaskulitis
o Kelainan endokrin
o DM
o Hipertiroidisme
o Hipotiroidisme
o Saraf

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 31


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

o Stroke
o Ensepalitis
o SGB
o Obat – obatan
o Kontrasepsi oral
o Kortikosteroid

4. FAKTOR RESIKO
1) Riwayat keluarga dengan penyakit jantung dan hipertensi
2) Pria usia 35 – 55 tahun dan wanita > 50 tahun atau sesudah menopause
3) Kebanyakan mengkonsumsi garam/natrium
4) Sumbatan pada pembuluh darah (aterosklerosis) disebabkan oleh beberapa
hal seperti merokok, kadar lipid dan kolesterol serum meningkat, caffeine,
DM, dsb.
5) Factor emosional dan tingkat stress
6) Gaya hidup yang monoton
7) Sensitive terhadap angiotensin
8) Kegemukan
9) Pemakaian kontrasepsi oral, seperti esterogen.

5. PATOFISIOLOGI
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis
dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan
abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls
yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis.
Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan
merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana
dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh
darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi.

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 32


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Individu dengan hipertensi sangat sensitiv terhadap norepinefrin,


meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh
darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal
mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal
mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons
vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan
penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Renin
merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi
angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung
mencetuskan keadaan hipertensi.
Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan structural
dan fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada
perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut
meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan
dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya
menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.
Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam
mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume
sekuncup) mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan
tahanan perifer (Smeltzer, 2001).
Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya “hipertensi
palsu” disebabkan kekakuan arteri brachialis sehingga tidak dikompresi
oleh cuff sphygmomanometer (Darmojo, 1999).
Menurunnya tonus vaskuler merangsang saraf simpatis yang diteruskan ke
sel jugularis. Dari sel jugularis ini bisa meningkatkan tekanan darah. Dan
apabila diteruskan pada ginjal, maka akan mempengaruhi eksresi pada
rennin yang berkaitan dengan Angiotensinogen. Dengan adanya perubahan

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 33


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

pada angiotensinogen II berakibat pada terjadinya vasokontriksi pada


pembuluh darah, sehingga terjadi kenaikan tekanan darah.Selain itu juga
dapat meningkatkan hormone aldosteron yang menyebabkan retensi
natrium. Hal tersebut akan berakibat pada peningkatan tekanan darah.
Dengan peningkatan tekanan darah maka akan menimbulkan kerusakan
pada organ-organ seperti jantung. ( Suyono, Slamet. 1996 ).

6. TANDA DAN GEJALA


Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi :
a. Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan
peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter
yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah
terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.
b. Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi
nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala
terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan
medis.
Menurut Rokhaeni ( 2001 ), manifestasi klinis beberapa pasien yang
menderita hipertensi yaitu : Mengeluh sakit kepala, pusing Lemas,
kelelahan, Sesak nafas, Gelisah, Mual Muntah, Epistaksis, Kesadaran
menurun
Manifestasi klinis pada klien dengan hipertensi adalah :
a) Peningkatan tekanan darah > 140/90 mmHg 2.
b) Sakit kepala
c) Pusing / migraine
d) Rasa berat ditengkuk
e) Penyempitan pembuluh darah
f) Sukar tidur
g) Lemah dan lelah
h) Nokturia

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 34


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

i) Azotemia
j) Sulit bernafas saat beraktivitas

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu :
a. Pemeriksaan yang segera seperti :
a) Darah rutin (Hematokrit/Hemoglobin): untuk mengkaji hubungan
dari sel-sel terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat
mengindikasikan factor resiko seperti: hipokoagulabilitas, anemia.
b) Blood Unit Nitrogen/kreatinin: memberikan informasi tentang
perfusi / fungsi ginjal.
c) Glukosa: Hiperglikemi (Diabetes Melitus adalah pencetus
hipertensi) dapat diakibatkan oleh pengeluaran Kadar ketokolamin
(meningkatkan hipertensi).
d) Kalium serum: Hipokalemia dapat megindikasikan adanya
aldosteron utama (penyebab) atau menjadi efek samping terapi
diuretik.
e) Kalsium serum : Peningkatan kadar kalsium serum dapat
menyebabkan hipertensi
f) Kolesterol dan trigliserid serum : Peningkatan kadar dapat
mengindikasikan pencetus untuk/ adanya pembentukan plak
ateromatosa ( efek kardiovaskuler )
g) Pemeriksaan tiroid : Hipertiroidisme dapat menimbulkan
vasokonstriksi dan hipertensi
h) Kadar aldosteron urin/serum : untuk mengkaji aldosteronisme
primer (penyebab)
i) Urinalisa: Darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal
dan ada DM.
j) Asam urat : Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko
hipertensi
k) Steroid urin : Kenaiakn dapat mengindikasikan hiperadrenalisme

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 35


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

l) EKG: 12 Lead, melihat tanda iskemi, untuk melihat adanya


hipertrofi ventrikel kiri ataupun gangguan koroner dengan
menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang P
adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
m) Foto dada: apakah ada oedema paru (dapat ditunggu setelah
pengobatan terlaksana) untuk menunjukan destruksi kalsifikasi
pada area katup, pembesaran jantung.
b. Pemeriksaan lanjutan ( tergantung dari keadaan klinis dan hasil
pemeriksaan yang pertama ) :
a) IVP :Dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti penyakit
parenkim ginjal, batu ginjal / ureter.
b) CT Scan: Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.
c) IUP: mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti: Batu ginjal,
perbaikan ginjal
d) Menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi: Spinal tab,
CAT scan.
e) (USG) untuk melihat struktur gunjal dilaksanakan sesuai kondisi
klinis pasien
8. KOMPLIKASI
Efek pada organ :
a. Otak:  pemekaran pembuluh darah, perdarahan, kematian sel otak
stroke
b. Ginjal : nocturi, kerusakan sel ginjal, gagal ginjal, jantung,edema, sesak
nafas (dyspnoe), cepat lelah, gagal jantung

9. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung b/d peningkatan afterload,
vasokonstriksi, hipertrofi/rigiditas ventrikuler, iskemia miokard
2. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan, ketidakseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen.
3. Nyeri akut : sakit kepala b/d peningkatan tekanan vaskuler serebral

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 36


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

4. Ketidakseimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh b/d masukan


berlebihan

No Diagnosa Keperawatan NOC NIC


1 Resiko tinggi terhadap NOC : NIC :
penurunan curah jantung         Cardiac Pump Cardiac Care
b/d peningkatan effectiveness a. Evaluasi adanya nyeri
afterload, vasokonstriksi,
         Circulation Status dada ( intensitas,lokasi,
hipertrofi/rigiditas
         Vital Sign Status durasi)
ventrikuler, iskemia
b. Catat adanya disritmia
miokard
jantung
c. Catat adanya tanda dan
gejala penurunan cardiac
putput
d. Monitor status
kardiovaskuler
e. Monitor status pernafasan
yang menandakan gagal
jantung
f. Monitor abdomen sebagai
indicator penurunan
perfusi
g. Monitor balance cairan
h. Monitor adanya
perubahan tekanan darah
i. Monitor respon pasien
terhadap efek pengobatan
antiaritmia
j. Atur periode latihan dan
istirahat untuk
menghindari kelelahan
k. Monitor toleransi
aktivitas pasien
l. Monitor adanya dyspneu,
fatigue, tekipneu dan
ortopneu
m. Anjurkan untuk
menurunkan stress
Fluid Management
1. Timbang
popok/pembalut jika
diperlukan
2. Pertahankan catatan
intake dan output yang

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 37


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

akurat
3. Pasang urin kateter jika
diperlukan
4. Monitor status hidrasi
( kelembaban membran
mukosa, nadi adekuat,
tekanan darah
ortostatik ), jika
diperlukan
5. Monitor hasil lAb yang
sesuai dengan retensi
cairan (BUN , Hmt ,
osmolalitas urin  )
6. Monitor status
hemodinamik termasuk
CVP, MAP, PAP, dan
PCWP
7. Monitor vital sign
sesuai indikasi penyakit
8. Monitor indikasi
retensi / kelebihan
cairan (cracles, CVP ,
edema, distensi vena
leher, asites)
9. Monitor berat pasien
sebelum dan setelah
dialisis
10. Kaji lokasi dan luas
edema
11. Monitor masukan
makanan / cairan dan
hitung intake kalori
harian
12. Kolaborasi dengan
dokter untuk pemberian
terapi cairan
sesuai program
13. Monitor status nutrisi
14. Berikan cairan
15. Kolaborasi pemberian
diuretik sesuai program
16. Dorong masukan oral
17. Kolaborasi dokter jika
tanda cairan berlebih
muncul meburuk

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 38


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Fluid Monitoring
1. Tentukan riwayat jumlah
dan tipe intake cairan
dan eliminaSi
2. Tentukan kemungkinan
faktor resiko dari ketidak
seimbangan cairan
(Hipertermia, terapi
diuretik, kelainan renal,
gagal jantung, diaporesis,
disfungsi hati, dll )
3. Monitor berat badan
4. Monitor serum dan
elektrolit urine
5. Monitor serum dan
osmilalitas urine
6. Monitor BP
7. Monitor membran
mukosa dan turgor kulit,
serta rasa haus
8. Catat monitor warna,
jumlah dan
9. Monitor adanya distensi
leher, rinchi, eodem
perifer dan penambahan
BB
10. Monitor tanda dan gejala
dari odema
11. Beri cairan sesuai
keperluan
12. Kolaborasi pemberian
obat yang dapat
meningkatkan output urin
Vital Sign Monitoring
1. Monitor TD, nadi, suhu,
dan RR
2. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
3. Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
4. Monitor kualitas dari nadi
5. Monitor bunyi jantung
6. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 39


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

7. Monitor suara paru


8. Monitor pola pernapasan
abnormal
9. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
10. Monitor sianosis perifer
11. Monitor adanya cushing
triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
12. Identifikasi penyebab
dari perubahan vital
sign
2 Intoleransi aktivitas b/d NOC : NIC :
kelemahan, v  Energy conservation Activity Therapy
ketidakseimbangan
v  Activity tolerance 1. Kolaborasikan dengan
suplai dan kebutuhan Tenaga Rehabilitasi
oksigen. v  Self Care : ADLs
Medik
Definisi : Kriteria Hasil : dalammerencanakan
Ketidakcukupan energu v  Berpartisipasi dalam progran terapi yang
secara fisiologis maupun aktivitas fisik tanpa tepat.
psikologis untuk disertai peningkatan 2. Bantu klien untuk
meneruskan atau tekanan darah, nadi mengidentifikasi
menyelesaikan aktifitas dan RR aktivitas yang mampu
yang diminta atau dilakukan
v  Mampu melakukan
aktifitas sehari hari. 3. Bantu untuk memilih
aktivitas sehari hari
aktivitas konsisten
Batasan karakteristik : (ADLs) secara mandiri
yangsesuai dengan
a.       melaporkan secara kemampuan fisik,
verbal adanya kelelahan psikologi dan social
atau kelemahan. 4. Bantu untuk
b.       Respon abnormal dari mengidentifikasi dan
tekanan darah atau nadi mendapatkan sumber
terhadap aktifitas yang diperlukan untuk
aktivitas yang
c.        Perubahan EKG yang
diinginkan
menunjukkan aritmia
5. Bantu untuk
atau iskemia mendpatkan alat
d.       Adanya dyspneu atau bantuan aktivitas seperti
ketidaknyamanan saat kursi roda, krek
beraktivitas. 6. Bantu untu
Faktor factor yang mengidentifikasi
aktivitas yang disukai
berhubungan :
7. Bantu klien untuk
         Tirah Baring atau membuat jadwal latihan
imobilisasi diwaktu luang

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 40


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

         Kelemahan 8. Bantu pasien/keluarga


menyeluruh untuk mengidentifikasi
         Ketidakseimbangan kekurangan dalam
antara suplei oksigen beraktivitas
9. Sediakan penguatan
dengan kebutuhan
positif bagi yang aktif
         Gaya hidup yang beraktivitas
dipertahankan. 10. Bantu pasien untuk
mengembangkan
motivasi diri dan
penguatan
11. Monitor respon fisik,
emoi, social dan
spiritual
3 Nyeri NOC : NIC :
Definisi : v  Pain Level, Pain Management
Sensori yang tidak v  Pain control,
1. Lakukan pengkajian
menyenangkan dan v  Comfort level nyeri secara
pengalaman emosional
Kriteria Hasil : komprehensif termasuk
yang muncul secara
lokasi, karakteristik,
aktual atau potensial v  Mampu mengontrol
nyeri (tahu penyebab durasi, frekuensi,
kerusakan jaringan atau
kualitas dan faktor
menggambarkan adanya nyeri, mampu
menggunakan tehnik presipitasi
kerusakan (Asosiasi
nonfarmakologi untuk 2. Observasi reaksi
Studi Nyeri
nonverbal dari
Internasional): serangan mengurangi nyeri,
mencari bantuan) ketidaknyamanan
mendadak atau pelan
3. Gunakan teknik
intensitasnya dari ringanv  Melaporkan bahwa
komunikasi terapeutik
sampai berat yang dapat nyeri berkurang
untuk mengetahui
diantisipasi dengan akhir dengan menggunakan
pengalaman nyeri
yang dapat diprediksi manajemen nyeri
pasien
dan dengan durasi v  Mampu mengenali nyeri 4. Kaji kultur yang
kurang dari 6 bulan. (skala, intensitas, mempengaruhi respon
Batasan karakteristik : frekuensi dan tanda nyeri
          Laporan secara verbal nyeri) 5. Evaluasi pengalaman
atau non verbal v  Menyatakan rasa nyeri masa lampau
          Fakta dari observasi nyaman setelah nyeri 6. Evaluasi bersama pasien
berkurang dan tim kesehatan lain
          Posisi antalgic untuk
v  Tanda vital dalam tentang ketidakefektifan
menghindari nyeri
rentang normal kontrol nyeri masa
          Gerakan melindungi lampau
          Tingkah laku berhati- 7. Bantu pasien dan
hati keluarga untuk mencari
          Muka topeng dan menemukan
dukungan

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 41


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

          Gangguan tidur (mata 8. Kontrol lingkungan


sayu, tampak capek, sulit yang dapat
atau gerakan kacau, mempengaruhi nyeri
menyeringai) seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan
          Terfokus pada diri
kebisingan
sendiri
9. Kurangi faktor
          Fokus menyempit presipitasi nyeri
(penurunan persepsi 10. Pilih dan lakukan
waktu, kerusakan proses penanganan nyeri
berpikir, penurunan (farmakologi, non
interaksi dengan orang farmakologi dan inter
dan lingkungan) personal)
          Tingkah laku 11. Kaji tipe dan sumber
distraksi, contoh : jalan- nyeri untuk menentukan
jalan, menemui orang intervensi
lain dan/atau aktivitas, 12. Ajarkan tentang teknik
aktivitas berulang-ulang) non farmakologi
          Respon autonom 13. Berikan analgetik untuk
(seperti diaphoresis, mengurangi nyeri
perubahan tekanan 14. Evaluasi keefektifan
darah, perubahan nafas, kontrol nyeri
nadi dan dilatasi pupil) 15. Tingkatkan istirahat
16. Kolaborasikan dengan
          Perubahan autonomic dokter jika ada keluhan
dalam tonus otot dan tindakan nyeri tidak
(mungkin dalam rentang berhasil
dari lemah ke kaku) 17. Monitor penerimaan
          Tingkah laku pasien tentang
ekspresif (contoh : manajemen nyeri
gelisah, merintih, Analgesic Administration
menangis, waspada, 1. Tentukan lokasi,
iritabel, nafas karakteristik, kualitas,
panjang/berkeluh kesah) dan derajat nyeri sebelum
          Perubahan dalam pemberian obat
nafsu makan dan minum 2. Cek instruksi dokter
Faktor yang tentang jenis obat, dosis,
berhubungan : dan frekuensi
3. Cek riwayat alergi
Agen injuri (biologi, 4. Pilih analgesik yang
kimia, fisik, psikologis) diperlukan atau
kombinasi dari analgesik
ketika pemberian lebih
dari satu
5. Tentukan pilihan
analgesik tergantung tipe

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 42


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

dan beratnya nyeri


6. Tentukan analgesik
pilihan, rute pemberian,
dan dosis optimal
7. Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara
teratur
8. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
9. Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat
10. Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan
gejala (efek samping)
4 Ketidakseimbangan NOC : NIC :
nutrisi lebih dari 1. Nutritional Status : Weight Management
kebutuhan tubuh b/d food and Fluid 1. Diskusikan bersama
masukan berlebihan Intake pasien mengenai
Definisi : Intake nutrisi 2. Nutritional Status : hubungan antara intake
melebihi kebutuhan nutrient Intake makanan, latihan,
metabolik tubuh 3. Weight control peningkatan BB dan
Batasan karakteristik : Kriteria Hasil : penurunan BB
     Lipatan kulit tricep > 25 1. Mengerti factor 2. Diskusikan bersama
mm untuk wanita dan > yang meningkatkan pasien mengani kondisi
15 mm untuk pria berat badan medis yang dapat
     BB 20 % di atas ideal 2. Mengidentfifikasi mempengaruhi BB
untuk tinggi dan tingkah laku 3. Diskusikan bersama
dibawah kontrol pasien mengenai
kerangka tubuh ideal
kebiasaan, gaya hidup
     Makan dengan respon klien
dan factor herediter
eksternal (misalnya : 3. Memodifikasi diet
yang dapat
situasi sosial, sepanjang dalam waktu yang
mempengaruhi BB
hari) lama untuk
4. Diskusikan bersama
     Dilaporkan atau mengontrol berat pasien mengenai risiko
diobservasi adanya badan yang berhubungan
disfungsi pola makan 4. Penurunan berat dengan BB berlebih dan
(misal : memasangkan badan 1-2 penurunan BB
makanan dengan pounds/mgg 5. Dorong pasien untuk
aktivitas yang lain) 5. Menggunakan merubah kebiasaan
     Tingkat aktivitas yang energy untuk makan
menetap aktivitas sehari hari 6. Perkirakan BB badan
     Konsentrasi intake ideal pasien
makanan pada menjelang Nutrition Management

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 43


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

malam 1. Kaji adanya alergi


Faktor yang makanan
berhubungan : 2. Kolaborasi dengan ahli
Intake yang berlebihan gizi untuk menentukan
dalam hubungannya jumlah kalori dan nutrisi
terhadap kebutuhan yang dibutuhkan pasien.
metabolisme tubuh 3. Anjurkan pasien untuk
meningkatkan intake Fe
4. Anjurkan pasien untuk
meningkatkan protein
dan vitamin C
5. Berikan substansi gula
6. Yakinkan diet yang
dimakan mengandung
tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
7. Berikan makanan yang
terpilih ( sudah
dikonsultasikan dengan
ahli gizi)
8. Ajarkan pasien
bagaimana membuat
catatan makanan harian.
9. Monitor jumlah nutrisi
dan kandungan kalori
10. Berikan informasi
tentang kebutuhan
nutrisi
11. Kaji kemampuan pasien
untuk mendapatkan
nutrisi yang dibutuhkan
Weight reduction
Assistance
1. Fasilitasi keinginan
pasien untuk
menurunkan BB
2. Perkirakan bersama
pasien mengenai
penurunan BB
3. Tentukan tujuan
penurunan BB
4. Beri pujian/reward saat
pasien berhasil
mencapai tujuan
5. Ajarkan pemilihan
makanan

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 44


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

LINFOMA NON HODGKIN (LNH)

1. DEFINISI
Berdasar American Cancer Society (2013) NHL merupakan kanker yang
prosesnya dimulai pada sel yang disebut limfosit, yang merupakan bagian
dari imun sistem. Limfosit terletak di limfa nodul dan limfoid tissue
lainnya seperti limfa ataupun sumsum tulang. Tetapi beberapa tipe kanker
seperti kanker paru ataupun kanker kolon yang dapat menyebar ke
jaringan limfa nodul, bukanlah merupakan Non Hodgkin limfoma tetapi
hanya merupakan metastase.
Non hodgkin limfoma merupakan suatu keganasan yang dimulai ketika
limfosit berdiferensiasi menjadi sel yang abnormal. Sel yang abnormal
akan terus bereplikasi menggandakan dirinya terus menerus dan
bertambah banyak. Abnormal sel tidak dapat melakukan apoptosis.
Mereka juga tidak bisa memproteksi tubuh dari infeksi dan penyakit imun
lainnya. Sel yang abnormal akan membentuk ekstra sel yang akan menjadi
suatu massa di jaringan yang disebut tumor (U.S. Department of Health
and Human Service, 2007).
Menurut Reksodiputro (2008) NHL adalah kelompok keganasan primer
limfosit yang dapat bersal dari limfosit B, limfosit T dan kadang (amat
jarang) berasal dari sel NK (natural killer) yang berada dalam sistem
limfe. Keganasan ini bersifat sangat heterogen, baik tipe histologis, gejala,

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 45


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

perjalanan klinis, respon terhadap pengobatan,maupun prognosis. Sel


limfosit akan berproliferasi secara tak terkendali yang mengakibatkan
terbentuknya tumor. Seluruh sel NHL berasal dari satusel limfosit,
sehingga semua sel dalam tumor pasien NHL sel B memiliki
imunoglobulin yang sama pada permukaan selnya.

2. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO


Infeksi virus merupakan salah satu yang dicurigai menjadi etiologi NHL
contohnya ialah infeksi virus Epstein Barr dan HTLV (Human T
Lymphoytopic Virus type 1) yang berhubungan dengan limfoma Burkitt,
yang merupakan limfoma sel B. Selain itu abnormalitas sitogenik seperti
translokasi kromosom juga ikut berperan menyebabkan proliferasi dari
limfosit. Pada limfoma sel B ditemukan abnormalitas kromosom, yaitu
translokasi lengan panjang kromosom nomor 8 (8q) ke lengan panjang
kromosom nomor 14 (14q). (Krisifu, et al., 2004).
Faktor resiko berhubungan juga dengan paparan lingkungan, pekerjaan,
diet, dan paparan lainnya. Beberapa pekerjaan yang sering dihubungkan
dengan resiko tinggi adalah peternak serta pekerja hutan dan pertanian.
Hal ini disebabkan karena adanya paparan herbisisda dan pelarut organik.
Resiko NHL juga meningkat pada orang yang mengkonsumsi makanan
tinggi lemak hewani, merokok, dan terkena paparan ultraviolet berlebihan.
(Reksodiputro,2009).

3. KLASIFIKASI
Klasifikasi histopatologik merupakan topik yang paling membingungkan
dalam studi limfoma maligna karena perkembangan klasifikasi ini
demikian cepat dan dijumpai berbagai jenis klasifikasi dan antara
klasifikasi satu sama lain tidak kompatibel. Klasifikasi histopatologik
harus disesuaikan dengan kemampuan patologis serta fasilitas yang
tersedia. (Bakta,2012).
4. STADIUM LNH

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 46


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Tabel Jenis-jenis Limfoma Hodgkin dan non-Hodgkin berdasarkan


klasifikasi WHO

Klasifikasi WHO

B-CELLS NEOPLASM Precursor B-cell Precursor B lymphoblastic


neoplasm leukaemia/ lymphoma

Matur B-cell Neoplasm Chronic lymphocytic


leukemia/small
lymphocytic lymphoma:
- B cell lymphocytic
leukemia
- Lymphoplasmacytic
lymphoma
- Splenic marginal zone
lymphoma
- Hairy cell leukaemia
Plasma cell myeloma
- Solitary plasmacytoma of
bone Extraosseous
plasmacytoma
- Extranodal marginal zone
B cell lymphoma of
mucosa-asociated
lymphoid tissue (MALT
–lymphoma)
- Nodal marginal zone B
cell lymphoma
Follicular lymph

Mantle cell lymphoma

Diffuse large B cell

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 47


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

lymphoma:
Subtipe : Mediastinal
(thymic) large B cell
lymphoma, Intravascular
large B cell lymphoma,
Primary effusion lymphoma

Burkitt lymphoma:
Plasmacytoma

T-CELL dan NK CELL Precursor T cell T-cell lymphoblastic


NEOPLASM neoplasm leukaemia/ lymphoma

Matur T cell dan NK cell - T cell prolymphocytic


Neoplasm leukaemia
- T cell large granular
lymphocytic leukaemia
- NK-cell leukaemia
Ekstranodal NK/T-cell
lymphoma, nasal type
(angiocentric lymphoma)
Mycosis fungoides:
Sezary syndrome

Angioimunoblastic T cell
lymphoma

Peripheral T cell
lymphoma

Adult T cell leukaemia

Systemic anaplastic large


cell lymphoma:
- Primery cutaneous
anaplastic large cell
lymphoma
- Subcutaneos panniculitis-

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 48


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

like T cell lymphoma


Enteropathy-type
intestinal T cell
lymphoma
- Hepatosplenic T-cell
lymphoma
Nodular lymphocyte
predominant Hodgkin
Lymphoma

Classical Hodgkin - Nodular sclerosis classical


Lymphoma Hodkin Lymphoma
HODGKIN
- Mixed cellularity classical
LYMPHOMA
Hodkin Lymphoma
- Lymphocyte-rich classical
Hodkin Lymphoma
- Lymphocyte-depleted
classical Hodkin
Lymphoma

5. PATOGENESIS
Sel limfosit dari kelenjar limfe berasal dari sel sel induk multipotensial di
dalam sumsum tulang. Sel induk akan bertransformasi menjadi sel
progenitor limfosit yang kemuadian akan berdiferensiasi melalui dua jalur.
Sebagian akan mengalami pematangan di dalam kelenjar timus menjadi
limfosit T. Sebagian lagi akan menuju kelenjar limfe ataupun tetap berada
di sumsum tulang dan berdiferensiasi menjadi limfosit B.
Apabila ada rangsangan antigen yang sesuai maka limfosit T akan aktif
berpoliferasi sebagai respon sistem imun seluler. Sedangkan limfosit B
akan aktif menjadi imunoblas yang kemuadian menjadi sel plasma dan
akan membentuk imunoglobulin. Terjadi perubahan pada sitoplasma sel
plasma menjadi lebih banyak dari pada sitoplasma sel B. Sedangkan

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 49


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

limfosit T yang aktif akan berukuran lebih besar dari pada sel T yang
belum aktif.
Perubahan sel limfosit normal menjadi sel limfoma (abnormal) merupakan
akibat terjadinya mutasi gen pada salah satu sel dari kelompok sel limfosit
yang belum aktif yang tengah berada dalam proses transformasi menjadi
imunoblas akibat respon dari adanya antigen. Beberapa perubahan pada sel
limfosit inaktif ialah ukurannya semakin lebih besar, kromatin inti menjadi
lebih halus, nukleolinya terlihat dan protein permukaan sel mengalami
perubahan. (Reksodiputro,2009)

7.

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 50


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

7. STADIUM LNH
Penetapan stadium penyakit harus selalu dilakukan sebelum pengobatan
dan setiap lokasi jangkitan harus di data dengan cermat. Strategi Terapi
non hodgkin limfoma akan berbeda pada setiap stadium penyakit
tergantung penyebaran dari tumor. Stadium yang sering di aplikasikan
ialah kesepakatan Ann Arbor.

Stadium Keterangan

I Pembesaran kelenjar getah bening (KGB) hanya 1 regio.


I E : jika hanya terkena 1 organ ekstra limfatik tidak
difus/batas tegas

II Pembesaran dua regio KGB atau lebih, tetapi masih satu


sisi diafragma.
II 2 : pembesaran 2 regio KGB dalam satu sisi diafragma
II 3 : pembesaran 3 regio KGB dalam 1 sisi diafragma
II E : pembesaran 1 regio atau lebih KGB dalam 1 sisis
diafragmadan 1 organ ekstra limfatik tidak difus/ batas
tegas.

III Pembesaran KGB di 2 sisi diafragma

IV Jika mengenai 1 organ ekstra limfatik atau lebih tetapi


secara difus

8. KONDISI PADA LNH


a. Kelainan hematologi pada LNH
Kelainan hematologi tidak jarang ditemukan pada pasien pasien
dengan non hodgkin limfoma. Kelainan yang paling sering yaitu pada
jumlah atau kadar dari hemoglobin, jumlah trombosit, dan jumlah
leukosit.
b. Jumlah hemoglobin pada LNH
Kriteria anemia klinik (di rumah sakit atau praktik klinik) untuk
Indonesia pada umumnya adalah hemoglobin dibawah 10 g/dl,

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 51


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

hematokrit dibawah 30% dan eritrosit dibawah 2,8 juta/mm3.


Klasifikasi derajat anemia ialah ringan sekali jika Hb 10 g/dl, ringan
jika Hb 8 g/dl, sedang jika Hb 6 g/dl – Hb 7,9 g/dl, dan berat jika Hb
dibawah 6 g/dl. (Bakta, 2012).
Prevalensi anemia pada penyakit kanker ialah sekitar 40%, hasil
observasi pada European Survey on Cancer Anemia (ECAS) didapati
lebih dari 15.000 pasien kanker dengan stadium dan pengobatan yang
berbeda mengalami anemia. Penyebab anemia pada pasien kanker
ialah penurunan produksi sel darah merah yang merupakan hasil dari
defisiensi nutrisi. Selain itu bisa juga disebabkan oleh infiltrasi sel
tumor ke sumsum tulang dan juga efek dari pengobatan kanker seperti
kemotererapi atau radioterapi yang meningkatkan hemolisis sel darah
merah. ( Schrijvers, 2011).
Anemia pada NHL sering digolongkan sebagai anemia akibat penyakit
kronik yang merupakan anemia normokromik normositik, tetapi jika
penyakit yang mendasari telah berkembang selama beberapa minggu
atau bulan maka dapat ditemukan gambaran hipokromik mikrositik.
Gambaran itu yang membedakan anemia akibat penyakit kronik dan
anemia akibat defisiensi zat besi. Selain itu dapat ditemukan LED yang
meningkat disebabkan oleh hipergammaglobulinemia atau
fibrinogemia. ( Isbister, 1999).
Selain itu, menurut Alshayeb (2009) pada non hodgkin limfoma kronik
sering menyebabkan komplikasi berupa glomerulonefrifis yang
nantinya akan menyebabkan kerusakan pada ginjal sedangkan ginjal
merupakan organ yang memproduksi hormon eritropoetin tepatnya di
peritubular capilaris tubular nefron. Jika ginjal rusak, maka ginjal tidak
dapat menghasilkan eritropoitin sehingga akan menyebabkan
berkurangnya produksi sel darah merah.
c. Penurunan jumlah trombosit pada LNH
Penyakit non hematologi autoimun merupakan komplikasi yang sering
terjadi pada non hodgkin limfoma salah satunya ialah autoimun
trombositopenia. Proses trombositopenia terjadi sejak seseorang di

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 52


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

diagnosis limfoma dan respon terhadap pemberian prednison secara


terus menerus untuk perbaikan dari nonhodgkin limfoma. Selain itu,
kejadian trombositopenia berkaitan juga dengan pengobatan NHL
contohnya seperti kemoterapi (Hauswirth, 2008).
Trombositopenia merupakan kasus yang sering terjadi pada NHL yang
disebabkan karena infiltrasi sel limfoma ke sumsum tulang . Pada
umumnya infiltrasi sel limfoma ke sumsum tulang akan menyebabkan
autoimun trombositopenia. Pada kasus seperti ini akan terjadi
penghancuran sel sel platelet akibat proses autoimun. Kurangnya
trombosit merupakan faktor resiko terjadinya perdarahan yang
akhirnya bisa menyebabkan anemia. ( Kagoya dkk, 2010)
d. Peningkatan jumlah leukosit pada LNH
Berdasarkan Pedoman Interpretasi Data Klinik yang dikeluarkan oleh
kementrian Kesehatan RI (2011), nilai leukosit normal ialah 4500 –
11.000/mm3. Fungsi utama leukosit adalah melawan infeksi
melindungi tubuh dengan memfagosit atau mengangkut dan
mendistribusikan antibodi. Ada dua tipe utama sel darah putih yaitu
granulosit dan agranulosit. Granulosit terdiri dari neutrofil,eosinofil,
dan basofil, sedangkan agranulosit terdiri dari limfosit dan monosit.
Leukosit dibentuk di sumsum tulang (myelogenous), disimpan dalam
jaringan limfatikus (limfa, timus, dan tonsil) dan diangkut oleh darah
ke organ dan ke jaringan.
Umur leukosit ialah 13-20 hari. Vitamin, asam folat dan asam amino
dibutuhkan dalam pembentukan leukosit. Sistem endokrin mengatur
produksi, penyimpanan, serta pelepasan dari leukosit sesuai dengan
kebutuhan sistemik.perkembangan granulosit dimulai dengan
myeloblast kemudian berkembang menjadi promyelosi, myelosit,
metamyelosit dan bands dan akhirnya akan menjasi neurtrofil,
eosinofil dan basofil. Perkembangan limfosit dimulai dengan
limfoblast kemudian berkembang menjadi prolimfoblast dan pada
akhirnya menjadi sel limfosit.

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 53


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Pada non Hodgkin limfoma dapat ditemukan kelainan hematologi


berupa leukositosis hal ini disebabkan karena proliferasi abnormal dari
sel limfosit.Nilai krisis leukositosis : diatas 30.000/mm3.
e. Efek kemoterapi terhadap hematologi pada LNH
Pilihan terapi yang biasanya dipilih untuk penyakit non hodgkin
limfoma ialah dengan menggunakan kemoterapi. Pengobatan
dilakukan dengan prinsip multidisiplin sesuai dengan derajat
keganasan atau stadium dari non hodgkin limfoma. Pada derajat
keganasan rendah atau indolen digunakan kemoterapi menggunakan
obat tunggal atau ganda jika perlu digunakan COP
(Cyclophosphamide,Oncovin, dan Prednisone).
Pada keganasan menengah atau agresif limfoma, pada stadium I
diberikan kemoterapi CHOP (Cyclophosphamide,
Hydroxydouhomycin,Oncovin, Prednisone) ditambah radioterapi.Pada
stadium II-IV diberikan kemotrapi parenteral kombinasi dan diberikan
juga radioterapi yang berperan untuk tujuan paliasi. Sedang pada
derajaat kegnsan tinggi selalu di berikan pengobatan seperti leukimia
limfoblastik akut. (Krisifu dkk, 2004)
Efek kemoterapi terhadap hematologi yang paling sering terjadi ialah
kejadian anemia, trombositopenia, dan leukopenia. Yang mugkin
diakibatkan karena efek kimiawi dari obat obatan yang menekan
produksi dari sel darah merah, trombosit maupun leukosit.

9. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pendekatan diagnostik untuk menegakkan NHL ialah dengan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada
anamnesis dapat diketahui gejala sistemik umum berupa berat badan
menurun 10 % dalam waktu 6 bulan, demam tinggi 38o C 1 minggu tanpa
sebab , keringat malam, keluhan anemia, kelainan darah, malaise, dan
keluhan organ (misalnya lambung, nasofaring). Pada pemeriksaan fisik
akan didapati pembesaran kelenjar getah bening dan kelainan atau
pembesaran organ.

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 54


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan ialah pemeriksaan laboratorium,


biopsi, aspirasi sumsum tulang, dan radiologi. Pemeriksaan laboratorium
ialah memeriksa status hematologi berupa darah perifer lengkap dan
gambaran darah tepi. Dilakukan juga pemeriksaan urinanalisis dan kilmia
klinik seperti SGOT, SGPT, LDH, protein total, albumin, asam urat,
elektrolit (Na,K,Cl,Ca,P), dan gula darah puasa. Biopsi kelenjar getah
bening hanya dilakukan pada satu kelenjar yang paling representatif,
superfisial, dan perifer. Jika terdapat kelenjar perifer atau supefisial yang
representatif, maka tidak perlu dilakukan biopsi intra abdominal atau
intratorakal.
Aspirasi sumsum tulang dan biopsi sumsum tulang dari dua sisi spina
iliaca dengan hasil spesimen sepanjang 2 cm. Pada pemeriksaan radiologi
rutin dapat dilihat dari foto toraks PA dan lateral dan CT scan seluruh
abdomen (atas dan bawah). Pada pemeriksaan radiologi khusus dapat
diperiksa CT scan toraks, USG abdomen, dan limfografi. Diagnosis
ditegakkan berdasarkan histopatologi dan sitologi. (Reksodiputro,2009)

10. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada non hodgkin dilakukan sesuai dengan klasifikasi
dan stadiumnya. Untuk NHL indolen stadium I dan stadium II standar
pilihan terapinya ialah iradiasi, kemoterapi dengan terapi radiasi,
kemoterapi saja, dan sub total atau total iridasi limfoid (jarang).
Radioterapi luas tidak meningkatkan angka kesembuhan dan dapat
menurunkan toleransi terhadap kemoterapi lanjutan nantinya.
(Bakta,2012).
Untuk Indolen stadium II/III/IV standar pilihan terapinya ialah: tanpa
terapi, pasien pada stadim lanjut dapat diobservasi dan dilaporkan tidak
mempengaruhi harapan hidup dan remisi sontan tidak terjadi. Terapi hanya
diberikan bila ada gejala sistemik. Dapat juga diberikan rituximab (anti
CD 20 monoclonal antibodi. Obat ini bekerja dengan cara aktivasi
komplemendan memperantarai sinyal intraseluler. Pilihan terapi
berikutnya ialah pemberian analog purin nukleosida ( fludarabin atau 2

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 55


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

klorodoksiaadenosin kladribin) dan juga pemberian alkylating agent oral


(dengan atau tanpa steroid) yaitu siklofosfamid dan klorambusil. (Krisifu,
et al, 2004).
Terapi pilihan yang banyak di pakai ialah terapi kombinasi. Terutama
untuk memberikan hasil yang cepat biasanya digunakan kombinasi
klorambusil atau siklofosfamid plus kortikosteroid, dan fludarabilplus
mitoksantron. Kemoterapi tunggal atau kombinasi menghasilkan respon
yang cukup baik(60- 80%). Terapi diteruskan sampai hasil maksimum.
Terapi maintenence tidak dapat meningkatkan harapan hidup. Beberapa
protokol kombinasi antara lain : 1) CVP yaitu siklofosfamid , vinkristin
dan prednison. 2) C(M)OPP yaitu siklofosfamid, vinkristin, prokarbazin,
dan prednison. 3) CHOP yaitu siklofosfamid, doksorubisin, vinsikrin dan
prednison. 4) FND yaitu fludarabin, mitoksantron, dan dengan atau tidak
deksametason. (Reksodiputro,2009).
NHL agresif merupakan NHL indolen yang bertransformasi menjadi lebih
ganas akan memiliki prognosis yang jelek dan dapat melibatkan sistem
saraf pusat. Biasanya memberikan respon terapi yang baik dengan
protokol pengobatan NHL keganasan derajat menengah atau tinggi yaitu
dengan terapi radiasi paliatif, kemoterapi, rituximab, dan transplantasi
sumsum tulang. Kemoterapi dosis tinggi dan transplantasi sel induk untuk
kasus ini harus dipertimbangkan (Schrijvers, 2011).

11. DIAGNOSA KEPERAWATAN


Rencana Keperawatan
Diagnosa
Keperawatan Tujuan dan Intervensi
Kriteria Hasil

Kurang NOC: NIC :


Pengetahuan
Berhubungan  Knowledge :  Kaji tingkat
dengan : disease process pengetahuan pasien dan
keterbatasan  Knowledge : keluarga
kognitif, interpretasi health Behavior  Jelaskan patofisiologi

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 56


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

terhadap informasi Setelah dilakukan dari penyakit dan


yang salah, tindakan bagaimana hal ini
kurangnya keperawatan berhubungan dengan
keinginan untuk selama …. pasien anatomi dan fisiologi,
mencari informasi, menunjukkan dengan cara yang tepat.
tidak mengetahui pengetahuan  Gambarkan tanda dan
sumber-sumber tentang proses gejala yang biasa muncul
informasi. penyakit dengan pada penyakit, dengan cara
kriteria hasil: yang tepat
 Gambarkan proses
DS: Menyatakan  Pasien dan penyakit, dengan cara yang
secara verbal keluarga tepat
adanya masalah menyatakan  Identifikasi
DO: pemahaman kemungkinan penyebab,
ketidakakuratan tentang dengan cara yang tepat
mengikuti instruksi, penyakit,
 Sediakan informasi
perilaku tidak sesuai kondisi,
pada pasien tentang
prognosis dan
kondisi, dengan cara yang
program
tepat
pengobatan
 Sediakan bagi
 Pasien dan
keluarga informasi tentang
keluarga mampu
kemajuan pasien dengan
melaksanakan
cara yang tepat
prosedur yang
 Diskusikan pilihan
dijelaskan
terapi atau penanganan
secara benar
 Dukung pasien untuk
 Pasien dan
mengeksplorasi atau
keluarga mampu
mendapatkan second
menjelaskan
opinion dengan cara yang
kembali apa
tepat atau diindikasikan
yang dijelaskan
perawat/tim  Eksplorasi
kesehatan kemungkinan sumber atau
lainnya dukungan, dengan cara
yang tepat

Hipertermia NOC: NIC :


Berhubungan Thermoregulasi  Monitor suhu sesering
dengan : mungkin
 Monitor warna dan
 penyakit/ suhu kulit
trauma Setelah dilakukan
tindakan  Monitor tekanan
 peningkatan darah, nadi dan RR
metabolisme keperawatan
selama………..pas  Monitor penurunan
 aktivitas tingkat kesadaran
ien menunjukkan :
yang berlebih  Monitor WBC, Hb,
 dehidrasi Suhu tubuh dalam dan Hct

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 57


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

batas normal  Monitor intake dan


dengan kreiteria output
DO/DS: hasil:  Berikan anti piretik:
 kenaikan  Kelola Antibiotik:
 Suhu  36 – ………………………..
suhu tubuh diatas 37C
rentang normal  Selimuti pasien
 Nadi dan
 serangan  Berikan cairan
RR dalam
atau konvulsi intravena
rentang
(kejang)  Kompres pasien pada
normal
 kulit lipat paha dan aksila
 Tidak ada
kemerahan  Tingkatkan sirkulasi
perubahan
 pertambahan udara
warna kulit
RR dan tidak ada  Tingkatkan intake
 takikardi pusing, cairan dan nutrisi
 Kulit teraba merasa  Monitor TD, nadi,
panas/ hangat nyaman suhu, dan RR
 Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
 Monitor hidrasi seperti
turgor kulit, kelembaban
membran mukosa)
Ketidakseimbanga NOC: NIC
n nutrisi kurang  Kaji adanya alergi
dari kebutuhan a. Nutritional makanan
tubuh status:  Kolaborasi dengan
Berhubungan Adequacy of ahli gizi untuk
dengan : nutrient menentukan jumlah kalori
Ketidakmampuan b. Nutritional dan nutrisi yang
untuk memasukkan Status : food dibutuhkan pasien
atau mencerna and Fluid Intake  Yakinkan diet yang
nutrisi oleh karena c. Weight Control dimakan mengandung
faktor biologis, Setelah dilakukan tinggi serat untuk
psikologis atau tindakan mencegah konstipasi
ekonomi. keperawatan  Ajarkan pasien
DS: selama….nutrisi bagaimana membuat
 Nyeri kurang teratasi catatan makanan harian.
abdomen dengan indikator:  Monitor adanya
 Muntah penurunan BB dan gula
 Albumin
 Kejang perut darah
serum
 Rasa penuh  Monitor lingkungan
tiba-tiba setelah  Pre selama makan
makan albumin serum  Jadwalkan pengobatan
DO:  Hematokrit dan tindakan tidak selama
 Diare  Hemoglobi jam makan
 Rontok n  Monitor turgor kulit
rambut yang  Total iron  Monitor kekeringan,
berlebih binding rambut kusam, total

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 58


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

 Kurang capacity protein, Hb dan kadar Ht


nafsu makan  Jumlah  Monitor mual dan
 Bising usus limfosit muntah
berlebih  Monitor pucat,
 Konjungtiva kemerahan, dan
pucat kekeringan jaringan
 Denyut nadi konjungtiva
lemah  Monitor intake
nuntrisi
 Informasikan pada
klien dan keluarga tentang
manfaat nutrisi
 Kolaborasi dengan
dokter tentang kebutuhan
suplemen makanan seperti
NGT/ TPN sehingga
intake cairan yang adekuat
dapat dipertahankan.
 tur posisi semi fowler
atau fowler tinggi selama
makan
 Kelola pemberan anti
emetik:.....
 Anjurkan banyak
minum
 Pertahankan terapi IV
line
 Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik
papila lidah dan cavitas
oval

Risiko infeksi NOC : NIC :

 Immune  Pertahankan teknik


Status aseptif
Faktor-faktor  Knowledge  Batasi pengunjung
risiko : : Infection bila perlu
 Prosedur control  Cuci tangan setiap
Infasif  Risk sebelum dan sesudah
 Kerusakan control tindakan keperawatan
jaringan dan Setelah dilakukan  Gunakan baju, sarung
peningkatan tindakan tangan sebagai alat
paparan keperawatan pelindung
lingkungan selama……  Ganti letak IV perifer
pasien tidak dan dressing sesuai
 Malnutrisi
mengalami dengan petunjuk umum
 Peningkatan

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 59


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

paparan infeksi dengan  Gunakan kateter


lingkungan kriteria hasil: intermiten untuk
patogen menurunkan infeksi
 Imonusupres  Klien bebas kandung kencing
i dari tanda dan  Tingkatkan intake
 Tidak gejala infeksi nutrisi
adekuat  Menunjukk  Berikan terap
pertahanan an kemampuan iantibiotik:.........................
sekunder untuk mencegah ........
(penurunan Hb, timbulnya  Monitor tanda dan
Leukopenia, infeksi gejala infeksi sistemik dan
penekanan respon  Jumlah lokal
inflamasi) leukosit dalam  Pertahankan teknik
 Penyakit batas normal isolasi k/p
kronik  Menunjukk  Inspeksi kulit dan
 Imunosupres an perilaku membran mukosa
i hidup sehat terhadap kemerahan,
 Malnutrisi  Status panas, drainase
 Pertahan imun,  Monitor adanya luka
primer tidak gastrointestinal,
 Dorong masukan
adekuat genitourinaria
cairan
(kerusakan kulit, dalam batas
 Dorong istirahat
trauma jaringan, normal
 Ajarkan pasien dan
gangguan keluarga tanda dan gejala
peristaltik) infeksi
 Kaji suhu badan pada
pasien neutropenia setiap
4 jam

Intoleransi NOC : NIC :


aktivitas  Self Care :  Observasi adanya
ADLs pembatasan klien dalam
Berhubungan  Toleransi melakukan aktivitas
dengan : aktivitas  Kaji adanya faktor
yang menyebabkan
o Tirah  Konservasi
eneergi kelelahan
Baring atau
Setelah dilakukan  Monitor nutrisi  dan
imobilisasi
sumber energi yang adekuat
o Kele tindakan
keperawatan  Monitor pasien akan
mahan adanya kelelahan fisik dan
menyeluruh selama …. Pasien
emosi secara berlebihan
o Ketid bertoleransi  Monitor respon
terhadap aktivitas
akseimbangan kardivaskuler  terhadap
dengan Kriteria
antara suplei aktivitas (takikardi,
Hasil :
oksigen dengan disritmia, sesak nafas,
kebutuhan  Berpartisip diaporesis, pucat,
o Gaya asi dalam perubahan hemodinamik)

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 60


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

hidup yang aktivitas fisik  Monitor pola tidur dan


dipertahankan. tanpa disertai lamanya tidur/istirahat
DS: peningkatan pasien
tekanan darah,  Kolaborasikan dengan
 Melaporkan nadi dan RR Tenaga Rehabilitasi Medik
secara verbal  Mampu dalam merencanakan
adanya kelelahan melakukan progran terapi yang tepat.
atau kelemahan. aktivitas sehari  Bantu klien untuk
 Adanya hari (ADLs) mengidentifikasi aktivitas
dyspneu atau secara mandiri yang mampu dilakukan
ketidaknyamanan  Keseimban  Bantu untuk memilih
saat beraktivitas. gan aktivitas aktivitas konsisten yang
DO : dan istirahat sesuai dengan kemampuan
fisik, psikologi dan sosial
 Respon  Bantu untuk
abnormal dari mengidentifikasi dan
tekanan darah mendapatkan sumber yang
atau nadi diperlukan untuk aktivitas
terhadap aktifitas yang diinginkan
 Perubahan  Bantu untuk
ECG : aritmia, mendpatkan alat bantuan
iskemia aktivitas seperti kursi roda,
krek
 Bantu untuk
mengidentifikasi aktivitas
yang disukai
 Bantu klien untuk
membuat jadwal latihan
diwaktu luang
 Bantu pasien/keluarga
untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 61


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DMND
(DIABETES MELITUS NEFROLITIASIS DIABETIKUM )

1. DEFINISI

Nefropati diabetikum merupakan komplikasi diabetes melitus pada ginjal


yang dapat berakhir sebagai gagal ginjal. Keadaan ini akan dijumpai pada 35-
45% penderita diabetes melitus terutama pada DM Tipe I dan DM Tipe II.

2. ETIOLOGI

Hipertensi atau tekanan darah yang tinggi merupakan komplikasi dari


penyakit DM dipercaya paling banyak menyebabkan secara langsung
terjadinya nefropati diabetikum. Hipertensi yang tak terkontrol dapat
meningkatkan progresifitas untuk mencapai fase nefropati diabetikum yang
lebih tinggi. Tidak semua DM Tipe I dan DM Tipe II berakhir dengan
nefropati diabetikum. Dari studi perjalanan penyakit alamiah ditemukan
beberapa faktor resiko antara lain:

a. Hipertensi dan predisposisi genetika


b. Kepekaan (susceptibility) nefropati diabetikum
1) Antigen HLA (Human Leukosit Antigen)
Beberapa penelitian menemukan hubungan faktor genetika tipe antigen
HLA dengan kejadian nefropati diabetikum. Kelompok penderita
diabetes dengan nefropati lebih sering mempunyai Ag tipe HLA-B9

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 62


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

2) Glucose transporter (GLUT)


Setiap penderita DM yang mempunyai GLUT 1-5 mempunyai potensi
untuk mendapat nefropati diabetikum
c. Hiperglikemia
d. Konsumsi protein hewani

3. KLASIFIKASI
a. Stadium I (Hyperfiltration-Hypertropy Stage)
Secara klinik pada tahap ini akan dijumpai:
1) Hiperfiltrasi: meningkatnya laju filtrasi glomerulus mencapai 20-50%
di atas nilai normal menurut usia
2) Hipertrofi ginjal, yang dapat dilihat melalui foto sinar X
3) Glukosuria disertai poliuria
4) Mikroalbuminuria > 20 dan < 200 ug/min
b. Stadium II (Silent Stage)
Ditandai dengan:
1) Mikroalbuminuria normal atau mendekati normal (<20 ug/min)
2) Sebagian penderita menunjukkan penurunan laju filtrasi glomerulus ke
normla. Awal kerusakan struktur ginjal
c. Stadium III (Incipient Nephropathy Stage)
Stadium ini ditandai dengan:
a) Awalnya dijumpai hiperfiltrasi yang menetap yang selanjutnya mulai
menurun
b) Mikroalbuminuria 20 sampai 200 ug/min yang sesuai dengan eksresi
protein 30-300 mg/24 jam
c) Awal hipertensi
d. Stadium IV (Overt Nephropathy Stage)
Stadium ini ditandai dengan:
a) Proteinuria menetap (>0,5 gr/24 jam)
b) Hipertensi

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 63


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

c) Penurunan laju filtrasi glomerulus


e. Stadium V (End Stage Renal Failure)
Pada stadium ini laju filtrasi glomerulus sudah mendekati nol dan dijumpai
fibrosis ginjal. Rata-rata dibutuhkan waktu 15-17 tahun untuk sampai pada
stadium IV dan 5-7 tahun kemudian akan sampai stadium V.
Ada perbedaan gambaran klinik dan patofisiologi nefropati diabetikum
antara diabetes melitus tipe I (IDDM) dan tipe II
(NIDDM).mikroalbuminuria seringkali dijumpai pada NIDDM saat
diagnosis ditegakkan dan keadaan seringkali reversibel dengan perbaikan
status metaboliknya. Adanya mikroalbuminuria pada DM tipe II
merupakan prognosis yang buruk.

4. MANIFESTASI KLINIS

Pasien dengan nefropati diabetikum dapat menunjukkan gambaran gagal


ginjal menahun seperti lemas, mual, pucat sampai keluhan sesak napas akibat
penimbunan cairan (edema). Adanya gagal ginjal yang dibuktikan dengan
kenaikan kadar kreatinin/ureum serum ditemukan berkisar antara 2% sampai
7,1% pasien diabetes melitus. Adanya proteinuria yang persisten tanpa
adanya kelainan ginjal yang lain merupakan salah satu tanda awal nefropati
diabetikum. Proteinuria ditemukan pada 13,1% sampai 58% pasien diabetes
melitus. Gambaran klinis awalnya asimtomatik, kemudian timbul hipertensi,
edema dan uremia.

5. PATOFISIOLOGI

Patofisiologis dalam nefropati diabetes adalah kerusakan membran basal.


Dengan kerusakan ginjalada penebalan progresif di membran basal,
perubahan patologis dalam sel mesangial dan vascular sel, pembentukan
AGEs, akumulasi poliol melalui jalur reduktase aldosa dan aktivasi
protein Ckinase. Sebagianmakromolekul melalui membran basal
juga mengaktifkan jalur inflamasi yang berkontribusi terhadap kerusakan
sekunder

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 64


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Kelainan ginjal hemodinamik mirip DM tipe 1 dan tipe 2. Sebuah kelainan


fisiologis dini glomerulus hyperfiltrationterkait dengan intraglomerular
hypertensin. Ini disertai dengan timbulnya mikroalbuminuria, yaitu saat yang
kritis dalam evolusi penyakit ginjal diabetes, karena dampak terbesar dari
pengobatan adalah untuk mencegah timbulnya mikroalbuminuria.
Hipertensi merupakan suatu tanda telah adanya komplikasi makrovaskuler
dan mikrovaskuler pada Diabetes, Hipertensi dan diabetes biasanya ada
keterkaitan patofisiologi yang mendasari yaitu adanya resistensi
insulin. Pasien-pasien diabetes tipe II sering mempunyai tekanan darah lebih
tinggi atau sama dengan 150/90mmHg. Beberapa penelitian klinik
menunjukkan hubungan erat tekanan darah dengan kejadian serta mortalitas
kardiovaskuler, progresifitas nefropati, retinopati (kebutaan). Kontrol tekanan
darah dengan obat anti hipertensi baik sistol dan diastole dan kontrol gula
darah penderita pasien hipertensi dengan diabetes telah terbukti dari beberapa
penelitian.

6. PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Pengendalian hipertensi

Semua obat antihipertensi dapat menurunkan tekanan darah sistemik,


tetapi tidak semua obat antihipertensi mempunyai potensi untuk
mengurangi eksresi proteinuria.

1) Penghambat EAC
Banyak laporan uji klinis memperlihatkan penghambat EAC paling
efektif untuk mengurangi albuminuria dibandingkan dengan obat
antihipertensi lainnya.
2) Antagonis kalsium
Laporan studi meta-analysis memperlihatkan antagonis kalsium
golongan nifedipine kurang efektif sebagai antiproteinuric agent pada
nefropati diabetikum dan nefropati non-diabetikum.
3) Kombinasi penghambat EAC dan antagonis kalsium non
dyhidropyridine.

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 65


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

b. Optimalisasi terapi hiperglikemia


Optimalisasi terapi insulin eksogen sangat penting
1) Normalisasi metabolisme seluler dapat mencegah penimbunan toksin
seluler (polyol) dan metabolitnya (myoinocitol)
2) Insulin dapat mencegah kerusakan glomerulus
3) Mencegah dan mengurangi glikolisis protein glomerulus yang dapat
menyebabkan penebalan membran basal dan hilangnya kemampuan
untuk seleksi protein dan kerusakan glomerulus
4) Memperbaiki fatal tubulus proksimal dan mencegah reabsorpsi
glukosa sebagai pencetus nefomegali. Kenaikan konsentrasi urinary N-
acetyl-Dglucosaminidase (NAG) sebagai petanda hipertensi esensial
dan nefropati
5) Mengurangi dan menghambt stimulasi growth hormone (GH) atau
insulin-like growth factors (IGF-I) sebagai pencetus nefromegali
6) Mengurangi capillary glomerular pressure (Poc)

Keadaan hiperglikemia harus segera dikendalikan menjadi normoglikemia


parameter HbA 1c dengan insulin atau obat antidiabetik oral (OADO)

c. Pencegahan atau terapi yang intensif terhadap infeksi traktus urinarius


d. Tindakan menghindari zat-zat nefro toksik
e. Penyesuaian obat-obat yang digunakan setelah terjadi perubahan fungsi
renal
Contoh: pemberian antihipertensi pada diabetes melitus merupakan
permasalahan tersendiri. Bila sudah terdapat nefropati diabetik disertai
penurunan faal ginjal, permasalahan lebih rumit lagi. Beberapa
permasalahn yang harus dikaji sebelum pemberian obat anti hipertensi
antara lain:
1) Efek samping misal efek metabolik
2) Status sistem kardiovaskular seperti miokard iskemi/infark dan
bencana serebrovaskuler
3) Penyesuaian takaran bila sudah terdapat insufisiensi ginjal
f. Diet rendah natrium

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 66


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

g. Diet rendah protein

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Kadar glukosa darah
Sebagaimana penyakit diabetes mellitus, kadar glukosa darah akan
meningkat. Tetapi perlu diperhatikan bahwa pada tahap lanjut yaitu bila
terjadi gagal ginjal, kadar gula darah bisa normal atau bahkan rendah. Hal
ini disebabkan menurunnya bersihan ginjal terhadap insulin endogen
maupun eksogen.
1) HbA1c
2) Ureum
3) Creatinin
4) BUN
5) Urine
6) Urine rutin: tampak gambaran proteinuria
7) Aseton
8) Dipstik untuk albumin/mikroalbumin
9) Penentuan protein dalam urine secara kuantitatif
b. USG Ginjal
Untuk mengamati ukuran ginal, biasanya ukuran meningkat pada tahap
awal kemudian menurun atau menyusut pada gagal ginjal kronik. Dapat
juga untuk menggambarkan adanya obstruksi, sebagai study Echogenisitas
pada gagal ginjal kronik. Serum dan electrophoresis urine ditujukan untuk
menyingkirkan multiple myeloma dan untuk mengklarifikasikan
proteinuria (dimana predominan pada glomerulus pada nefropati diabetik)
8. KOMPLIKASI
a. Hypoglikemia (penurunan sekresi insulin)
b. Stadium akhir penyakit ginjal
c. hyperkalemia

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 67


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

9. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan edema sekunder
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan mengabsorpsi nutrien
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka ganggren
4. Resiko cidera

Diagnosa Keperawatan NOC NIC


Kelebihan volume cairan a. Electrolit and acid a. Pertahankan catatan intake
berhubungan dengan base balance dan output yang akurat
edema sekunder b. Fluid balance b. Pasang urine kateter jika
c. Hydration diperlukan
Setelah dilakukan c. Monitor hasil lab yang
tindakan keperawatan, sesuai dengan retensi
kelebihan volume cairan cairan (BUN, Hmt,
teratasi dengan kriteria osmolalitas urine)
hasil: d. Monitor vital sign
a. Terbebas dari edema, e. Monitor indikasi
efusi retensi/kelebihan cairan
b. Bunyi napas bersih, (cracles, CVP, edema,
tidak ada distensi vena leher, asites)
dyspneu/ortopne f. Kaji lokasi dan luas
c. Terbebas dari distensi edema
vena jugularis g. Monitor masukan
d. Memelihara tekanan makanan/cairan
vena sentral , tekanan h. Monitor status nutrisi
kapiler paru, output i. Berikan diuretik sesuai
jantung, dan vital sign instruksi
dalam batas normal j. Kolaborasi pemberian
e. Terbebas dari terapi
kelelahahan, k. Monitor berat badan
kecemasan, dan l. Monitor elektrolit monitor
bingung tanda dan gejala dari

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 68


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

edema

Ketidakseimbangan NOC: NIC:


nutrisi kurang dari a. Nutritional status: a. Kaji adanya alergi
kebutuhan tubuh Adequecy of nutrient makanan
berhubungan dengan b. Nutritional status: b. Kolaborasi dengan ahli
ketidakmampuan food and fluid intake gizi untuk menentukan
mengabsorpsi nutrien c. Weight control jumlah kalori dan nutrisi
Setelah dilakukan yang dibutuhkan pasien
tindakan keperawatan, c. Yakinkan diet yang
nutrisi kurang teratasi dimakan mengandung
dengan indikator: tinggi serat untuk
a. Albumin serum mencegah konstipasi
b. Pre albumin serum d. Ajarkan pasien
c. Hematokrit bagaimana membuat
d. Hemoglobin catatan makanan harian
e. Total iron binding e. Monitor adanya
capacity penurunan BB dan gula
f. Jumlah limfosit darah
f. Monitor lingkungan
selama makan
g. Jadwalkan pengobatan
dan tindakan tidak selama
jam makan
h. Monitor turgor kulit
i. Moitor kekeringan,
rambut kusam, total
protein, Hb dan kadar Ht
j. Monitor mual dan muntah
k. Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan jaringan

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 69


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

konjungtiva
l. Monitor intake nutrisi
m. Informasikan pada pasien
dan keluarga tentang
manfaat nutrisi
n. Kolaborasi dengan dokter
tentang kebutuhan
suplemen makanan
seperti NGT/TPN
sehingga intake cairan
yang adekuat dapat
dipertahankan
o. Atur posisi semi fowler
atau fowler tinggi selama
makan
p. Kelola pemberian anti
emetik
q. Pertahankan terapi IV line
r. Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik
papila lidah dan cavitas
oral

Kerusakan integritas kulit NOC: NIC: Pressure Management


berhubungan dengan a. Tissue integrity: a. Anjurkan pasien untuk
adanya luka ganggren Skin and mucous menggunakan pakaian
membranes yang longgar
b. Wound healing: b. Hindari kerutan pada
primer dan sekunder tempat tidur
Setelah dilakukan c. Jaga kebersihan kulit agar
tindakan keperawatan, tetap bersih dan kering
kerusakan integritas kulit d. Mobilisasi pasien (ubah

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 70


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

pasien teratasi dengan posisi pasien) setiap dua


kriteria hasil: jam sekali
a. Integritas kulit yang e. Monitor kulit akan adanya
baik bisa kemerahan
dipertahankan f. Oleskan lotion atau
(sensasi, elastisitas, minyak/baby oil pada
temperatur, hidrasi, daerah yang tertekan
pigmentasi) g. Monitor aktivitas dan
b. Tidak ada luka/lesi mobilisasi pasien
pada kulit h. Monitor status nutrisi
c. Perfusi jaringan baik pasien
d. Menunjukkan i. Memandikan pasien
pemahaman dalam dengan sabun dan air
proses perbaikan kulit hangat
dan mencegah j. Kaji lingkungan dan
terjadinya cedera peralatan yang
berulang menyebabkan tekanan
e. Mampu melindungi k. Observasi luka: lokasi,
kulit dan dimensi, kedalaman luka,
mempertahankan karakteristik, warna
kelembapan kulit dan cairan, granulasi, jaringan
pertawatan alami nekrotik, tanda – tanda
f. Menunjukkan infeksi lokal, formasi
terjadinya proses traktus
penyembuhan luka l. Ajarkan pada keluarga
tentang luka dan
perawatan luka
m. Kolaborasi ahli gizi
pemberian diet TKTP,
vitamin
n. Cegah kontaminasi feses
dan urine

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 71


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

o. Lakukan teknik perawatan


luka dengan steril
p. Berikan posisi yang
mengurangi tekanan pada
luka

Resiko cidera NOC: NIC: Environment


a. Risk control Management (Manajemen
b. Immune status lingkungan)
c. Safety behavior a. Sediakan lingkungan yang
Setelah dilakukan aman untuk pasien
tindakan keperawatan, b. Identifikasi kebutuhan
pasien tidak mengalami keamanan pasien, sesuai
cedera dengan kriteria dengan kondisi fisik dan
hasil: fungsi kognitif pasien dan
a. Pasien terbebas dari riwayat penyakit terdahulu
cedera pasien
b. Pasien mampu c. Menghindarkan
menjelaskan lingkungan yang
cara/metode untuk berbahaya (misalnya
mencegah memindahkan perabotan)
injury/cedera d. Memasang side rail tempat
c. Pasien mampu tidur
menjelaskan faktor e. Menyediakan tempat tidur
resiko dari yang nyaman dan bersih
lingkungan/prilaku f. Menempatkan saklar
personal lampu ditempat yang
d. Mampu memodifikasi mudah dijangkau pasien
gaya hidup untuk g. Membatasi pengunjung
mencegah injury h. Memberikan penerangan
e. Menggunakan yang cukup
fasilitas kesehatan i. Menganjurkan keluarga

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 72


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

yang ada untuk menemani pasien


f. Mampu mengenali j. Mengontrol lingkungan
perubahan status dari kebisingan
kesehatan k. Memindahkan barang-
barang yang dapat
membahayakan
l. Berikan penjelasan pada
pasien dan keluarga
adanya perubahan status
kesehatan dan penyebab
penyakit

LAPORAN PENDAHULUAN

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 73


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN SIROSIS HEPATIS

1. DEFINISI
Sirosis hati adalah penyakit hati kronik yang dicirikan oleh distorsi arsitektur
hati yang normal oleh lembar – lembar jaringan ikat dan nodula – nodula
regenerasi sel hati, yang tidak berkaitan dengan vaskulatur normal. Nodula –
nodula regenerasi ini dapat kecil  (mikronodular) atau besar (makronodular).
Sirosis dapat mengganggu sirkulasi darah intrahepatic, dan pada kasus yang
sangat lanjut, menyebabkan kegagalan fungsi hati secara bertingkat.

2. ETIOLOGI
1. Hepatitis virus tipe B dan C
2. Alkohol
3. Metabolik ( hemokromatosis idiopatik, penyakit Wilson, defisiensi alpha
1 anti tripsin, galaktosemia, tirosinemia congenital, DM, penyakit
penimbunan kolagen)
4. Kolestasisi kronik/sirosis bilier sekunder intra dan ekstra hepatic
5. Obstruksi aliran vena hepatic (Peny.vena oklusif, Sindrom Budd Chiari,
Perikarditis konstriktiva, Payah jantung kanan)
6. Gangguan imunologis
7. Toksik dan obat ( MTX, INH, Metildopa)
8. Operasi pintasusus halus pada obesitas
9. Malnutrisi
10. Idiopatik

3. KLASIFIKASI SIROSIS HEPATIS


Ada 3 tipe sirosis :

1. Sirosis portal Laennec (alkoholik, nutrisional), dimana jaringan parut


secara khas mengelilingi daerah portal. Sirosis ini paling sering diakibatkan
oleh alkoholisme kronis.

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 74


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

2. Sirosis pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar


sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.
3. Sirosis bilier, dimana jaringan parut terjadi di dalam hati di sekitar
empedu. Tipe ini biasanya terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan
infeksi (kolangitis).

4. PATOFISIOLOGI
1. Sirosis Laennec
Perubahan pertama yang ditimbulkan alcohol adalah akumulasi lemak
secara gradual di dalam sel – sel hati (infiltrasi lemak). Akumulasi lemak
mencerminkan adanya sejumlah gangguan metabolic, termasuk
pembentukan trigliserida secara berlebihan, pemakaiannya yang berkurang
dalam pembentukan lipoprotein dan penurunan oksidasi asam lemak.
Mungkin pula individu yang mengkonsumsialkohol dalam jumlah
berlebihan . tidak makan secara layak dan gagal mengkonsumsi protein
dalam jumlah yang cukup (kolin dan metionin), diketahui diet rendah
protein akan menekan aktivitas dari dehidrogenase alcohol, yaitu enzim
utama dalam metabolisme alcohol. Namun demikian , sebab utama
kerusakan pada hati diduga merupakan efek langsung alcohol terhadap sel
– sel hati, yang akan diperberat oleh keadaan malnutrisi. Pada kasus sirosis
Laennec yang lanjut , lembaran – lembaran jaringan ikat yang tebal
terbentuk pada pinggir – pinggir lobulus, membagi parenkim menjadi
nodula – nodula halus. Nodula – nodula inidapat membesar akibat aktifitas
regenerasi sebagai usaha hati untuk mengganti sel – sel hati yang rusak.
Hati tampak terdiri dari sarang – sarang sel – sel degenerasi  dan
regenerasi yang dikemas padat dalam kapsula fibrosayang tebal. Pada
keadaan ini, sirosis sering disebut sebagai sirosis nodular halus,. Hati akan
menciut, keras dan hampir tidak memeiliki parenkim normal pada akhir
stadium sirosis , dengan akibat hipertensi portal dan gagal hati.

2. Sirosis postnekrotik
Sirosis postnekrotik terjadi menyusul nekrosis berbercak pada jaringan
hati, menimbulkan nodula – nodula degeneratif besar dan kecil yang

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 75


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

dikelilingi dan dipisah – pisahkan oleh jaringan parut, berselang – seling


dengan jaringan parenkim normal. Banyaknya pasien denga hasil tes
HBsAg positif menunjukan bahwa hepatitis kronik aktif agaknya
merupakan peristiwa yang besar peranannya.

3. Sirosis biliaris
Penyebab sirosis biliaris yang paling umum adalah obstruksi biliaris
posthepatik. Stasis empedu menyebabkan penumpukan empedu di dalam
massa hati dengan akibat kerusakan sel – sel hati. Terbentuk lembar –
lembar fibrosa di tepi lobulus, namun jarang memotong lobulus seperti
pada sirosis Laennec. Hati membesar, keras, bergranula halus dan
berwarna kehijauan. Ikterus selalu menjadi bagian awal dan primer dari
sindrom, demkian pula pruritus, malabsorbsi dan steatorea.

4. TANDA DAN GEJALA


1. Kompensata (belum mempengaruhi fungsi hepar)
a. Demam intermitten
b. Spider nevi
c. Palmar eritema
d. Epistaksis
e. Edema kaki
f. Dispepsia
g. Nyeri abdomen
h. Hepatosplenomegali
2. Dekompensata
a. Ascites
b. Jaundice
c. Kelemahan fisik
d. Kehilangan BB
e. Epistaksis
f. Hipotensi
g. Atropi gonadal

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 76


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

5. KOMPLIKASI
1. Perdarahan pada saluran cerna
Penyebab perdarahan saluran cerna yang paling sering dan berbahaya pada
sirosis adalah perdarahan perdarahan pada varises esofagus. Penyebab lain
dari perdarahan adalah tukak lambung dan duodenum, erosi lambung akut
dan kecenderungan untuk berdarah (sebagai akibat masa protrombin yang
memanjang dan trombositopenia). Penderita dating dengan melena atau
hematemesis. Kadang – kadang tanda pertama perdarahan adalah ensefalopati
hepatic. Tergantung dari jumlah dan kecepatan kehilangan darah, dapat
terjadi hipovolemia dan hipotensi.

2. Asites
Faktor utama patognesis asites adalah peningkatan tekanan hidrostatik pada
kapiler usus (hipertensi porta) dan penurunan tekanan osmotic koloid akibat
hipoalbuminemia. Faktor lain yang berperanan adalah retensi natrium dan air
dan peningkatan sintesis san aliran limfe hati.

3. Ensefalopati hepatic
Ensefalopati terjadi jika amonia dan zat – zat toksik lainmasuk dalam
sirkulasi sistemik. Sumber amonia adalah pemecahan protein oleh bakteri
saluran cerna. Ensefalopati hepatic akan terjadi jika darah tidak dikeluarkan
melalui aspirasi lambung, pemberian pencahar dan enma, dan bila pemecahan
protein darah oleh bakteri tidak dicegahdengan pemberian neomisin atau
antibiotik sejenis.

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
a. Urine
Dalam urine terdapat urobilnogen juga terdapat bilirubin bila
penderita ada ikterus. Pada penderita dengan asites , maka ekskresi Na
dalam urine berkurang ( urine kurang dari 4 meq/l) menunjukkan
kemungkinan telah terjadi syndrome hepatorenal.
b. Tinja/feses

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 77


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Terdapat kenaikan kadar sterkobilinogen. Pada penderita dengan


ikterus, ekskresi pigmen empedu rendah. Sterkobilinogen yang tidak
terserap oleh darah, di dalam usus akan diubah menjadi sterkobilin
yaitu suatu pigmen yang menyebabkan tinja berwarna cokelat atau
kehitaman.
c. Darah
Biasanya dijumpai normostik normokronik anemia yang ringan,
kadang –kadang dalam bentuk makrositer yang disebabkan
kekurangan asam folik dan vitamin B12 atau karena splenomegali.
Bilamana penderita pernah mengalami perdarahan gastrointestinal
maka baru akan terjadi hipokromik anemi. Juga dijumpai likopeni
bersamaan dengan adanya trombositopeni.
d. Tes Fungsi Hati
Penderita sirosis banyak mengalami gangguan tes faal hati, lebih lagi
penderita yang sudah disertai tanda-tanda hipertensi portal. Pada
sirosis globulin menaik, sedangkan albumin menurun. Pada orang
normal tiap hari akan diproduksi 10-16 gr albumin, pada orang
dengan sirosis hanya dapat disintesa antara 3,5-5,9 gr per hari.9 Kadar
normal albumin dalam darah 3,5-5,0 g/dL38. Jumlah albumin dan
globulin yang masing-masing diukur melalui proses yang disebut
elektroforesis protein serum. Perbandingan normal albumin : globulin
adalah 2:1 atau lebih. 39 Selain itu, kadar asam empedu juga termasuk
salah satu tes faal hati yang peka untuk mendeteksi kelainan hati
secara dini.
2. Sarana Penunjang Diagnostik
a. Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang sering dimanfaatkan ialah,: pemeriksaan
fototoraks, splenoportografi, Percutaneus Transhepatic Porthography
(PTP)
b. Ultrasonografi
Ultrasonografi (USG) banyak dimanfaatkan untuk mendeteksi
kelaianan di hati, termasuk sirosi hati. Gambaran USG tergantung

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 78


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

pada tingkat berat ringannya penyakit. Pada tingkat permulaan sirosis


akan tampak hati membesar, permulaan irregular, tepi hati tumpul, .
Pada fase lanjut terlihat perubahan gambar USG, yaitu tampak
penebalan permukaan hati yang irregular. Sebagian hati tampak
membesar dan sebagian lagi dalam batas nomal.
c. Peritoneoskopi (laparoskopi)
Secara laparoskopi akan tampak jelas kelainan hati. Pada sirosis hati
akan jelas kelihatan permukaan yang berbenjol-benjol berbentuk
nodul yang besar atau kecil dan terdapatnya gambaran fibrosis hati,
tepi biasanya tumpul. Seringkali didapatkan pembesaran limpa.

7. PENATALAKSANAAN
1. Berdasarkan gejala yang ada.
a. Kompensata baik : kontrol, istirahat, diet rendah protein (diet hati III
protein 1gr/kg BB, 55 gr protein, 2.000 kalori). Bila ada asites diberikan
diet rendah garam II (600-800 mg) atau III (1.000-2000 mg). Bila proses
tidak aktif diperlukan diet tinggi kalori (2.000-3000 kalori) dan tinggi
protein (80-125 gr/hari). Bila ada tanda-tanda prekoma atau koma
hepatikum, jumlah protein dalam makanan dihentikan (diet hati II) untuk
kemudian diberikan kembali sedikit demi sedikit sesuai toleransi dan
kebutuhan tubuh. Pemberian protein yang melebihi kemampuan pasien
atau meningginya hasil metabolisme protein, dalam darah viseral dapat
mengakibatkan timbulnya koma hepatikum. Diet yang baik dengan
protein yang cukup perlu diperhatikan.
b. Penyebab diketahui : atasi atau hentikan penyebab
c. Atasi komplikasi ; ascites diberikan diet rendah garam 0,5 g/hari, total
cairan 1,5 l/hr, diuretic
d. Dengan perdarahan : resusitasi, lavase air es, hemostatik,
antasid/antagonisB2, sterilisasai usus, klisma tinggi, skleroterapi, ligasi
endokospik varises
e. Pencegahan pecahnya varises esofagus : farmakoterapi, ligasi varises.

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 79


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

2. Garis besar penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan hematemesis


melena
a. Hentikan/cegah perdarahan berulang
b. Mengeliminasi produk darah
c. Stabilkan hemodinamik
d. Menurunkan kecemasan
e. Fasilitasi bedrest selama fase pemulihan
f. Tingkatkan asupan nutrisi
g. Perawatan kulit
h. Cegah infeksi

8. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa Rencana Keperawatan


Keperawatan
Nursing Outcomes Nursing Interventions
Classification (NOC) Classification (NIC)

Pola napas Tujuan: Perbaikan 1. Tinggalkan bagian kepala


yang tidak status pernapasan tempat tidur.
efektif 2. Hemat tenaga pasien.
KriteriaHasil: 3. Ubah posisi dengan interval.
berhubungan
4. Bantu pasien dalam menjalani
dengan asites - Mengalami parasentesis atau torakosentesis.
dan restriksi perbaikan status 5. Berikan dukungan dan
pengembanga pernapasan. pertahankan posisi selama
n toraks akibat - Melaporkan menjalani prosedur.
aistes, distensi pengurangan 6. Mencatat jumlah dan sifat
gejala sesak cairan yang diaspirasi.
abdomen serta
napas. 7. Melakukan observasi terhadap
adanya cairan - Melaporkan
bukti terjadinya batuk,
dalam rongga peningkatan peningkatan dispnu atau
toraks tenaga dan rasa frekuensi denyut nadi.
sehat.
- Memperlihatkan
frekuensi
respirasi yang
normal (12-
18/menit) tanpa
terdengarnya
suara pernapasan
tambahan.

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 80


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

- Memperlihatkan
pengembangan
toraks yang
penuh tanpa
gejala pernapasan
dangkal.
- Memperlihatkan
gas darah yang
normal.
- Tidak mengalami
gejala konfusi
atau sianosis.

Resiko cedera Tujuan: Pengurangan 1. Amati setiap feses yang


berhubungan resiko cedera dieksresikan untuk memeriksa
dengan warna, konsistensi dan
Kriteria Hasil: jumlahnya.
hipertensi
2. Waspadai gejala ansietas, rasa
portal, - Tidak penuh pada epigastrium,
perubahan memperlihatkan kelemahan dan kegelisahan.
mekanisme adanya 3. Periksa setiap feses dan
pembekuan perdarahan yang muntahan untuk mendeteksi
dan gangguan nyata dari traktus darah yang tersembunyi.
gastrointestinal. 4. Amati manifestasi hemoragi:
dalam proses
- Tidak ekimosis, epitaksis, petekie dan
detoksifikasi memperlihatkan perdarahan gusi.
obat. adanya 5. Catat tanda-tanda vital dengan
kegelisahan, rasa interval waktu tertentu.
penuh pada 6. Jaga agar pasien tenang dan
epigastrium dan membatasi aktivitasnya.
indikator lain 7. Bantu dokter dalam memasang
yang kateter untuk tamponade balon
menunjukkan esofagus.
hemoragi serta 8. Lakukan observasi selama
syok. transfusi darah dilaksanakan.
- Memperlihatkan 9. Ukur dan catat sifat, waktu serta
hasil pemeriksaan jumlah muntahan.
yang negatif 10. Pertahankan pasien dalam
untuk perdarahan keadaan puasa jika diperlukan.
tersembunyi 11. Berikan vitamin K seperti yang
gastrointestinal. diresepkan.
- Bebas dari 12. Dampingi pasien secara terus
daerah-daerah menerus selama episode
yang mengalami perdarahan.
ekimosis atau 13. Tawarkan minuman dingin lewat
pembentukan mulut ketika perdarahan teratasi
hematom. (bila diinstruksikan).

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 81


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

- Memperlihatkan 14. Lakukan tindakan untuk


tanda-tanda vital mencegah trauma :
yang normal. a. Mempertahankan
- Mempertahankan lingkungan yang aman.
istirahat dalam b. Mendorong pasien untuk
keadaan tenang membuang ingus secara
ketika terjadi perlahan-lahan.
perdarahan aktif. c. Menyediakan sikat gigi
- Mengenali yang lunak dan
rasional untuk menghindari penggunaan
melakukan tusuk gigi.
transfusi darah d. Mendorong konsumsi
dan tindakan makanan dengan
guna mengatasi kandungan vitamin C yang
perdarahan. tinggi.
- Melakukan e. Melakukan kompres dingin
tindakan untuk jika diperlukan.
mencegah trauma f. Mencatat lokasi tempat
(misalnya, perdarahan.
menggunakan g. Menggunakan jarum kecil
sikat gigi yang ketika melakukan
lunak, membuang penyuntikan.
ingus secara 15. Berikan obat dengan hati-hati;
perlahan-lahan, pantau efek samping pemberian
menghindari obat.
terbentur serta
terjatuh,
menghindari
mengejan pada
saat defekasi).
- Tidak mengalami
efek samping
pemberian obat.
- Menggunakan
semua obat
seperti yang
diresepkan.
- Mengenali
rasional untuk
melakukan
tindakan
penjagaan dengan
menggunakan
semua obat.

Nyeri kronis Tujuan: Peningkatan 1. Pertahankan tirah baring ketika


berhubungan pasien mengalami gangguan

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 82


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

dengan agen rasa kenyamanan rasa nyaman pada abdomen.


injuri biologi 2. Berikan antipasmodik dan
(hati yang Kriteria Hasil: sedatif seperti yang diresepkan.
3. Kurangi asupan natrium dan
membesar - Mempertahankan cairan jika diinstruksikan.
serta nyeri tirah baring dan
tekan dan mengurangi
asites) aktivitas ketika
nyeri terasa.
- Menggunakan
antipasmodik dan
sedatif sesuai
indikasi dan resep
yang diberikan.
- Melaporkan
pengurangan rasa
nyeri dan
gangguan rasa
nyaman pada
abdomen.
- Melaporkan rasa
nyeri dan
gangguan rasa
nyaman jika
terasa.
- Mengurangi
asupan natrium
dan cairan sesuai
kebutuhan hingga
tingkat yang
diinstruksikan
untuk mengatasi
asites.
- Merasakan
pengurangan rasa
nyeri.
- Memperlihatkan
pengurangan rasa
nyeri.
- Memperlihatkan
pengurangan
lingkar perut dan
perubahan berat
badan yang
sesuai.
Perubahan Tujuan: Perbaikan 1. Motivasi pasien untuk makan
status nutrisi, status nutrisi makanan dan suplemen makanan.
kurang dari 2. Tawarkan makan makanan dengan

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 83


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

kebutuhan Kriteria Hasil: porsi sedikit tapi sering.


tubuh 3. Hidangkan makanan yang
berhubungan - Memperlihatkan menimbulkan selera dan menarik
asupan makanan dalam penyajiannya.
dengan yang tinggi 4. Pantang alkohol.
anoreksia dan kalori, tinggi 5. Pelihara higiene oral sebelum
gangguan protein dengan makan.
gastrointestina jumlah memadai. 6. Pasang ice collar untuk mengatasi
l. - Mengenali mual.
makanan dan 7. Berikan obat yang diresepkan
minuman yang untuk mengatasi mual, muntah,
bergizi dan diare atau konstipasi.
diperbolehkan 8. Motivasi peningkatan asupan
dalam diet. cairan dan latihan jika pasien
- Bertambah berat melaporkan konstipasi.
tanpa 9. Amati gejala yang membuktikan
memperlihatkan adanya perdarahan gastrointestinal.
penambahan
edema dan
pembentukan
asites.
- Mengenali dasar
pemikiran
mengapa pasien
harus makan
sedikit-sedikit
tapi sering.
- Melaporkan
peningkatan
selera makan dan
rasa sehat.
- Menyisihkan
alkohol dari
dalam diet.
- Turut serta dalam
upaya
memelihara
higiene oral
sebelum makan
dan menghadapi
mual.
- Menggunakna
obat kelainan
gastrointestinal
seperti yang
diresepkan.
- Melaporkan
fungsi

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 84


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

gastrointestinal
yang normal
dengan defekasi
yang teratur.
- Mengenali gejala
yang dapat
dilaporkan:
melena,
pendarahan yang
nyata.
Kelebihan Tujuan: Pemulihan 1. Batasi asupan natrium dan
volume cairan kepada volume cairan cairan jika diinstruksikan.
berhubungan yang normal 2. Berikan diuretik, suplemen
kalium dan protein seperti yang
dengan asites
Kriteria Hasil: dipreskripsikan.
dan 3. Catat asupan dan haluaran
pembentukan - Mengikuti diet cairan.
edema. rendah natrium 4. Ukur dan catat lingkar perut
dan pembatasan setiap hari.
cairan seperti 5. Jelaskan rasional pembatasan
yang natrium dan cairan.
diinstruksikan.
- Menggunakan
diuretik,
suplemen kalium
dan protein sesuai
indikasi tanpa
mengalami efek
samping.
- Memperlihatkan
peningkatan
haluaran urine.
- Memperlihatkan
pengecilan
lingkar perut.
- Mengidentifikasi
rasional
pembatasan
natrium dan
cairan.
Perubahan Tujuan: Pemeliharaan 1. Catat suhu tubuh secara teratur.
suhu tubuh: suhu tubuh yang 2. Motivasi asupan cairan
hipertermia normal 3. Lakukan kompres dingin atau
kantong es untuk menurunkan
berhubungan
kenaikan suhu tubuh.
dengan proses Kriteria Hasil: 4. Berikan antibiotik seperti yang
inflamasi pada - Melaporkan suhu diresepkan.
sirosis

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 85


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

tubuh yang 5. Hindari kontak dengan infeksi.


normal dan tidak 6. Jaga agar pasien dapat beristirahat
terdapatnya gejala sementara suhu tubuhnya tinggi.
menggigil atau
perspirasi.
- Memperlihatkan
asupan cairan
yang adekuat.

Intoleransi Tujuan: Peningkatan 1. Berikan diet tinggi kalori, tinggi


aktivitas energi dan partisipasi protein (TKTP).
berhubungan dalam aktivitas 2. Berikan suplemen vitamin (A, B
kompleks, C dan K)
dengan
Kriteria Hasil: 3. Motivasi pasien untuk melakukan
kelelahan dan latihan yang diselingi istirahat
penurunan - Melaporkan 4. Motivasi dan bantu pasien untuk
berat badan peningkatan melakukan latihan dengan periode
kekuatan dan waktu yang ditingkatkan secara
kesehatan pasien. bertahap
- Merencanakan
aktivitas untuk
memberikan
kesempatan
istirahat yang
cukup.
- Meningkatkan
aktivitas dan
latihan bersamaan
dengan
bertambahnya
kekuatan.
- Memperlihatkan
asupan nutrien
yang adekuat dan
menghilangkan
alkohol dari diet.
Gangguan Tujuan: Memperbaiki 1. Batasi natrium seperti yang
integritas kulit integritas kulit dan diresepkan.
yang proteksi jaringan yang 2. Berikan perhatian dan perawatan
yang cermat pada kulit.
berhubungan mengalami edema.
3. Balik dan ubah posisi pasien
dengan dengan sering.
pembentukan Kriteria Hasil:
4. Timbang berat badan dan catat
edema. - Memperlihatkan asupan serta haluaran cairan setiap
turgor kulit yang hari.
normal pada 5. Lakukan latihan gerak secara
ekstremitas dan pasif, tinggikan ekstremitas

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 86


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

batang tubun. edematus.


- Tidak 6. Letakkan bantalan busa yang kecil
memperlihatkan dibawah tumit, maleolus dan
luka pada kulit. tonjolan tulang lainnya.
- Memperlihatkan
jaringan yang
normal tanpa
gejala eritema,
perubahan warna
atau peningkatan
suhu di daerah
tonjolan tulang.
- Mengubah posisi
dengan sering.
Gangguan Tujuan: Memperbaiki 1. Observasi dan catat derajat ikterus
integritas kulit integritas kulit dan pada kulit dan sklera.
berhubungan meminimalkan iritasi 2. Lakukan perawatan yang sering
pada kulit, mandi tanpa
dengan ikterus kulit
menggunakan sabun dan
dan status melakukan masase dengan losion
imunologi Kriteria Hasil:
pelembut (emolien).
yang - Memperlihatkan 3. Jaga agar kuku pasien selalu
terganggu kulit yang utuh pendek.
tanpa terlihat luka
atau infeksi.
- Melaporkan tidak
adanya pruritus.
- Memperlihatkan
pengurangan
gejala ikterus
pada kulit dan
sklera.
- Menggunakan
emolien dan
menghindari
pemakaian sabun
dalam menjaga
higiene sehari-
hari.
Perubahan Tujuan: Perbaikan 1. Batasi protein makanan seperti
proses berpikir status mental yang diresepkan.
berhubungan 2. Berikan makanan sumber
Kriteria Hasil: karbohidrat dalam porsi kecil
dengan
tapi sering.
kemunduran - Memperlihatkan 3. Berikan perlindungan terhadap
fungsi hati dan perbaikan status infeksi.
peningkatan mental. 4. Pertahankan lingkungan agar

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 87


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

kadar amonia. - Memperlihatkan tetap hangat dan bebas dari


kadar amonia angin.
serum dalam 5. Pasang bantalan pada
batas-batas yang penghalang di samping tempat
normal. tidur.
- Memiliki 6. Batasi pengunjung.
orientasi terhadap 7. Lakukan pengawasan
waktu, tempat keperawatan yang cermat untuk
dan orang. memastikan keamanan pasien.
- Melaporkan pola 8. Hindari pemakaian preparat
tidur yang opiat dan barbiturat.
normal. 9. Bangunkan dengan interval.
- Menunjukkan
perhatian
terhadap kejadian
dan aktivitas di
lingkungannya.
- Memperlihatkan
rentang perhatian
yang normal.
- Mengikuti dan
turut serta dalam
percakapan secara
tepat.
- Melaporkan
kontinensia fekal
dan urin.
- Tidak mengalami
kejang.

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 88


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN LEUKIMIA

5. DEFINISI
Leukemia adalah kanker dari salah satu jenis sel darah putih di sumsum
tulang belakang, yang menyebabkan proliferasi salah satu jenis darah putih
dengan menyingkirkan jenis sel lain (Corwin, 2008)
Leukemia tampak merupakan penyakit klonal, yang berarti satu sel kanker
abnormal berproliferasi tanpa terkendali, mwngghasilkan sekelompok sel
anak yang abnormal. Sel-sel ini menghambat sel darah lain di sumsum tulang
utnuk berkembang secara normal, sehingga mereka tertimbun di sumsum
tulang. Karena faktor-faktor ini, leukemia disebut gangguan akumulasi
sekaligus gangguan klonal. Pada akhirnya, sel-sel leukemia mengambil alih
sumsum tualng, sehingga menurunkan kadar sel-sel nonleukemik di dalam
darah yang merupakan penyebab berbagai gejala umum leukemia (Corwin,
2008)

6. KLASIFIKASI LEUKEMIA
Menurut Perpustakaan Nasional (2008), Tambayong (2000), dan Handayani
(2008), klasifikasi leukemia dapat berdasarkan jenis sel (limfositik atau
mielositik) dan perjalan penyakit (akut atau kronik).
1. Leukemia Akut
Leukemia Akut dapat dibagi menjadi dua kategori umum, leukemia
mieloid akut (AML) dan leukemia limfoblastik akut (AAL). Pasien
biasanya mengalami riwayat penurunan berat badan yang cepat, memar,
perdarahan, pucat, lelah, dan infeksi berulang di mulut dan tenggorokan.
Hitung darah lengkap sering kali menunjukkan anemia dan
trombositopenia. Hitung sel darah putih dapat meningkat atau sangat
rendah. Perdarahan di area vital, akumulasi leukosit dalam organ vital.
2. Leukemia Mieloid Akut
AML jarang terjadi pada anak dan insidennya meningkat seiring
pertambahan usia. AML sekunder kadang terlihat pada orang yang
diobati dengan kemoterapi sitotoksik atau radioterapi.

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 89


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

3. Leukemia Limfoblastik Akut


ALL adalah bentuk keganasan hematologisyang umum terjadi pada anak.
Akan tetapi, ALL terjadi pada orang dewasa, dengan peningkatan
insidens seiring pertambahan usia.
Banyak tanda dan gejala ALL yang mirip dengan AML serta sebagian
besar menyebabkan kegagalan sumsum tulang. Pasien juga mengalami
manifestasi spesifik ynag meliputi pembesaran nodus limfe
(limfadenopati), hati, dan limpa ( hepatosplenomegali),serta infiltrasi
pada sistem saraf pusat.
4. Leukemia Mieloid Kronik
CML adalah gangguan sel benih yang disebabkan produksi tidak
beraturan dari sel darah putih mieloid. CML dapat mengenai semua
kelompok usia, namun terutama berusia antara 40 dan 60 tahun.
5. Leukemia Limfosit Kronik
CLL adalah gangguan proliferatif limfosit. Sel ini terakumulasi di darah,
sumsum tulang, nodus limfe dan limfa.CLL adalah kasus di jumpai pada
individu berusia di atas 50 tahun.
7. ETIOLOGI
Menurut Handayani (2008) ada beberapa faktor yang terbukti dapat
menyebabkan leukemia, faktor genentik, sinar radioaktof, dan virus.
1. Faktor genetik
Insidensi leukemia akut pada anak-anak penderita sindrom Down adalah
20 kali lebih banyak daripada normal. Pada anak kembar identik yang
akan berisiko tinggi bila kembaran yang lain mengalami leukemia.
2. Radioaktif
Sinar radioaktif merupakan faktor eksternal yang paling jelas dapat
menyebabkan leukemia pada manusia. Akhir-akhir ini dibuktikan bahwa
penderita yang diobati dengan dinar radioaktif akan menderita leukemia
pada 6 % klien,dan baru terjadi sesudah 5 tahun.
3. Virus
Sampai saat ini belum dapat dibuktikan bahwa penyebab leukemia pada
manusia adalah virus.namun, ada beberapa hasil penelitian yang

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 90


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

mendukung teori virus sebagai penyebab leukemia, yaitu enzyme reverse


transcriptase ditemukan dalam darah manusia.
8. PATOFISIOLOGI
Menurut Hidayat (2006) dan Handayani (2008), leukimia terjadi akibat dari
beberapa faktor antara lain faktor genetik, sinar radioaktif, dan virus. Menurut
Corwin (2009) dan Hidayat (2006), leukimia tampak merupakan penyakit
klonal, yang berarti satu sel kanker abnormal berpoliferasi tanpa terkendali,
menghasilkan sekelompok sel anak yang abnormal sehingga dapat
menyebabkan terjadinya anemia trombositopenia. Kemudian leukimia atau
limfositik akut merupakan kanker jaringan yang menghasilkan leukosit yang
imatur dan berlebih sehingga jumlahnya yang menyusup ke berbagai organ
seperti sum-sum tulang dan mengganti unsur sel yang normal sehingga
mengakibatkan jumlah eritrosit kurang untuk mencukupi kebutuhan sel
(Hidayat, 2006). Karena faktor-faktor ini leukimia disebut gangguan
akumulasi sekaligus gangguan klonal. Pada akhirnya, sel-sel leukemik
mengambil alih sum-sum tulang. Sehingga menurunkan kadar sel-sel
nonleukemik di dalam darah yang merupakan penyebab berbagai gejala
umum leukimia. Trombosit pun berkurang sehingga timbul pendarahan.
Proses masuknya leukosit yang berlebihan dapat menimbulkan hepatomegali
apabila terjadi pada hati, splenomegali, dll. (Hidayat, 2006)

9. MANIFESTASI KLINIS
Leukemia akut memperlihatkan gejala klinis yang mencolok. Leukemia
kronis berkembang secara lambat dan mungkin hanya memperlihatkan
sedikit gejala sampai stadium lanjut.
1. Kepucatan dan rasa lelah akibat anemia
2. Infeksi berulang akibat penurunan sel darah putih
3. Perdarahan dan memar akibat trombositopenia dan gangguan koagulasi
4. Nyeri tulang akibat penumpukan sel di sumsum tulang, yang
menyebabkan peningkatan tekanan dan kematian sel. Tidak seperti nyeri

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 91


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

yang semakin mingkat, nyeri tulang berhubungan dengan leukemia


biasanya bersifat progresif.
5. Penurunan berat karena berkurangnya nafsu makan dan peningkatan
konsumsi kalori oleh sel-sel neoplastik.
6. Limfadenopati, spinomegali, dan hepatomegali akibat infiltrasi sel
leukemik ke organ-organ limfoid dapat terjadi.
7. Gejala system saraf pusat dapat terjadi. (Davey, 2005)

Gejala leukemia akut biasanya terjadi setelah beberapa minggu dan dapat
dibedakan menjadi tiga tipe:
1. Gejala kegagalan sumsum tulang merupakan manifestasi keluhan yang
paling umum. Leukemia menekan fungsi sumsum tulang, menyebabkan
kombinasi dari anemia, leucopenia (jumlah sel darah putih rendah), dan
trombositopenia (jumlah trombosit rendah). Gejala yang tipikal adalah
lelah dan sesak napas (akibat anemia), infeksi bakteri (akibat leucopenia),
dan perdarahan (akibat trombositopenia dan terkadang akibat koagulasi
intravascular diseminata (DIC). Pada pemeriksaan fisis ditemukan kulit
yang pucat, beberapa memar, dan perdarahan. Demam menunjukkan
adanya infeksi, walaupun pada beberapa kasus, demam dapat disebabkan
oleh leukemia itu sendiri. Namun, cukup berbahaya apabila kita
menganggap bahwa demam yang terjadi merupakan akibat leukemia itu
sendiri.
2. Gejala sistemik berupa malaise, penurunan berat badan, berkeringat, dan
anoreksia cukup sering terjadi.
3. Gejala local, terkadang pasien datang dengan gejala atau tanda infiltrasi
leukemia di kulit, gusi, atau system saraf pusat. (Corwin, 2009)

10. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Hitung darah lengkap (FBC) biasanya menunjukkan gambaran anemia
dan trombositopenia. Jumlah sel darah putih yang normal biasanya
berkurang dan jumlah sel darah putih total dapat rendah, normal, atau

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 92


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

meningkat. Apabila normal atau meningkat, sebagian besar selnya adalah


sel darah putih primitif (blas). (Patrick, 2005)
a. Leukemia limfoblastik akut
Pada kira-kira 50% pasien ditemukan jumlah leukosit melebihi
10.000/mm3 pada saat didiagnosis, dan pada 20% pasien melebihi
50.000/mm3. Neutropenia (jumlah neutrofil absolut kurang dari
500/mm3 [normalnya 1500/mm3] sering dijumpai. Limfoblas dapat
ditemukan di darah perifer, tetapi pemeriksa yang tidak berpengalaman
dapat melaporkan limfoblas tersebut sebagai limfosit atipik. (William,
2004)
b. Leukemia nonlimfositik akut
Evaluasi laboratorium secara tipikal menunjukkan adanya
neutropenia, anemia, da trombositopenia. Jumlah leukosit bervariasi,
walaupun pada saat didiagnosis kira-kira 25% anak memiliki jumlah
leukosit melebihi 100.000/mm3. Pada darah perifer dapat ditemukan
sel blas. Diagnosis pasti ditegakkan dengan dilakukan pemeriksaan
aspirat sumsum tulang, yang menunjukkan adanya sel blas lebih dari
25%. Seperti pada leukemia limfoblastik akut, cairan spinal juga harus
diperiksa untuk menemukan bukti adanya leukemia. Mencapai 15%
pasien memiliki bukti sel blas pada cairan spinal pada saat
didiagnosis. (William, 2004)
c. Leukemia mielositik kronis
Evaluasi laboratorium secara tipikal memperlihatkan leukositosis
nyata, trombositosis, dan anemia ringan. Sumsum tulang hiperselular
tetapi disertai maturasi mieloid yang normal. Sel blas tidak banyak
dijumpai. Pada kira-kira 90% kasus, tanda sitogenik yang khas pada
leukemia mielositik kronis yang terlihat adalah: kromosom
Philadelphia. (William, 2004)
2. Pemeriksaan biokimia dapat menunjukkan adanya disfungsi ginjal,
hipokalemia, dan peningkatan kadar bilirubin. (Patrick, 2005)

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 93


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

3. Profil koagulasi dapat menunjukkan waktu protombin dan waktu


tromboplastin parsial teraktivasi (APPT) yang memanjang karena sering
terjadi DIC (disseminated intravaskular coagulation). (Patrick, 2005)
4. Kultur darah karena adanya risiko terjadi infeksi. (Patrick, 2005)
5. Foto toraks: pasien dengan ALL (acute tymphoblastic leukaemia) jalur sel
T sering memiliki massa mediastinum yang dapat dilihat pada foto toraks.
(Patrick, 2005)
6. Golongan darah karena cepat atau lambat akan dibutuhkan transfusi darah
dan trombosit. (Patrick, 2005)
7. Pemeriksaan penunjang diagnosis spesifik termasuk aspirasi sumsum
tulang yang memperlihatkan limfoblas lebih dari 25%, biopsi trephine,
penanda sel, serta pemeriksaan sitogenetik untuk membedakan ALL (akut
limfoblastik leukemia) dengan AML (akut mieloblastik leukemia) secara
akurat. Auer rod di sitoplasma sel blas merupakan tanda patognomonik
pada AML, namun hanya ditemukan pada 30% kasus. Pemeriksaan
penanda sel dapat membantu membedakan ALL jalur sel B atau sel T dan
juga membedakan subtipe AML yang berbeda-beda. Ini berguna bagi
hematolog untuk merancang terapi dan memperkirakan prognosis.
Analisis kromosom sel leukemia berguna untuk membedakan ALL dan
AML, dan yang penting adalah dapat memberikan informasi prognosis.
(Patrick, 2005)
8. Cairan spinal juga perlu diperiksa karena sistem saraf pusat merupakan
tempat persembunyian penyakit ekstramedular. (Patrick, 2005)

11. PENATALAKSANAAN MEDIS


1. Kemoterapi
Terapi definitive leukemia akut adalah dengan kemoterapi sitotoksik
menggunakan kombinasi obat multiple. Obat sitotoksik bekerja dengan
berbagai mekanisme namun semuanya dapat menghancurkan sel leukemia.

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 94


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Tetapi dengan metode ini beberapa sel normal juga ikut rusak dan ini
menyebabkan efek samping seperti kerontokan rambut, mual, muntah,
nyeri pada mulut (akibat kerusakan pada mukosa mulut), dan kegagalan
sumsum tulang akibat matinya sel sumsum tulan. Salah satu konsekuensi
mayor dari neutropenia akibat kemoterapi adalah infeksi berat. Pasien
harus diterapi selama berbulan-bulan (AML) atau selama 2-3 tahun (ALL).
Menurut Suriadi (2006) dan Yuliani (2006), fase penatalakasanaan
kemoterapi meliputi tiga fase yaitu fase induksi, fase proflaksis, fase
konsolidasi.

a. Fase Induksi
Dimulai 4-6 minggu setelah diagnose ditegakkan. Pada fase ini
diberikan terapi kortikosteroid (prednison), vincristin, dan L
asparaginase. Fase induksi dinyatakan berhasil jika tanda-tanda
penyakit berkurang atau tidak ada dan dalam sumsum tulang
ditemukan jumlah sel muda kurang dari 5%.
b. Fase Profilaksis
Sistem saraf pusat, pada terapi ini diberikan metotreksat, cytarabine
dan hydrocortisone melalui intrathecal untuk mencegah invasi sel
leukemia ke otak. Terapi irradiasi cranial dilakukan hanya pada pasien
leukemia yang mengalami gangguan system saraf pusat.
c. Konsolidasi
Pada fase ini kombinasi pengobatan dilakukan untuk mempertahankan
remisi dan mengurangi jumlah sel-sel leukemia yang beredar dalam
tubuh. Secara berkala, mingguan atau bulanan dilakukan pemeriksaan
darah lengkap untuk menilai respon sumsum tulang terhadap
pengobatan. Jika terjadi surpresi sumsum tulang, maka pengobatan
dihentikan sementra atau dosis obat dikurangi.
Penatalaksanaan medis dalam pemberian kemoterapi dan radioterapi:
1. Prednison untuk efek antiinflamasi
2. Vinkristin (oncovin) untuk antineoplastik yang menghambat
pembelahan sel selama metaphase

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 95


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

3. Asparaginase untuk menurunkan kadar asparagin (asam amino untuk


pertumbuhan tumor)
4. Metotreksat sebagai antimetabolik untuk menghalangi metabolism
asam folat sebagai zat untuk sintesis nucleoprotein yang diperlukan
yang diperlukan sel-sel yang cepat membelah
5. Sitarabin untuk menginduksi remisi pada pasien dengan leukemia
granulositik yang menekan sumsum tulang yang kuat.
6. Alopurinol sebagai penghambat produksi asam urat dengan
menghambat reaksi biokimia.
7. Siklofosfamid sebagai antitumor kuat.
8. Daurnorubisin sebagai penghambat pembelahan sel selama pengobatan
leukemia akut
(Hidayat, Aziz. 2008)
2. Transplantasi sumsum tulang
Ini merupakan pilihan terapi lain setelah kemoterapi dosis tinggi
dan radioterapi pada beberapa pasien leukemia akut. Transplantasi dapat
bersifat autolog, yaitu el sumsum tulang diambil sebelum pasien
meneraima terapi dosis tinggi, disimpan, dan kemudian diinfusikan
kembali. Selain itu, dapat jug bersifat alogenik, yaitu sumsum tulang
berasal dari donor yang cocok HLA-nya. Kemoterapi dengan dosis sangat
tinggi akan membunuh sumsum tulang penderita dan hal tersebut tidak
dapat pulih kembali. Sumsum tulang pasien yang diinfusikan kembali akan
mengembalikan fungsi sumsum tulang pasien tersebut. Pasien yang
menerima transplantasi alogenik memiliki risiko rekurensi yag lebih
rendah dibandingkan dengan pasien yang menerima transplantasi autolog,
karena sel tumor yang terinfusi kembali dapat menimbulkan relaps. Pada
transplantasi alogenik memiliki risiko rekurensi yang lebih rendah
dibandingkan dengan pasien yang menerima transplantsi autolog, karena
sel tumor yang terinfusi kembali dapat menimbulkan relaps. Pada
transplantasi alogenik, terdapat bukti kuat yang menunjukan bahwa
sumsum yang ditransplantasikan akan berefek antitumor yang kuat karena
limfosit T yang tertransplantasi. Penelitian-penelitian baru menunjukan

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 96


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

bahwa transplantasi alogenik menggunakan terapi dosis rendah dapat


dilakukan dan memiliki kemungkinan sembuh akibat mechanism
imunologis.
3. Resusitasi
Pasien yang baru didiagnosis leukemia akut biasanya berada dalam
keadaan sakit berat dan renta terhadap infeksi berat dan atau perdarahan.
Prioritas utamanya adalah resusitasi mengguakan antibiotic dosis tinggi
intravena untuk melawan infeksi, transfusi trombosit atau plasma beku
segar (fresh frozen plasma) utuk mengatasi anmia. Penggunaan antibiotic
dalam situasi ini adalah tindakan yang tepat walaupun demam yang terjadi
ternyata merupakan akibat dari penyakit itu sendiri dan bukan akibat
infeksi. Lebih mudah menghentikan pemberian antibiotic daripada
menyelamatkan pasien dengan syok dan septicemia yang telah diberikan
tanpa terapi antibiotik. (Patrick. 2005)

12. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa NOC NIC


keperawatan
Kelemahan/keletihan NOC: NIC:
a. Endurance Energy management
b. Concentrasion a. Observasi adanya
c. Energy conservation pembatasan klien dalam
d. Nutritional status: energy melakukan aktivitas
Kriteria hasil : b. Dorong anak untuk
a. Memverbalisasikan mengungkapkan perasaan
peningkatan energy untuk terhadap keterbatasan
merasa lebih baik c. Kaji adanya factor yang
b. Menjelaskan penggunaan menyebabkan kelelahan
energy untuk mengatasi d. Monitor nutrisi dan
kelelahan sumber energy yang
c. Kecemasan menurun adekuat

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 97


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

d. Glukosa darah adekuat e. Monitor klien akan adanya


e. Kualitas hidup meningkat kelelahan fisik dan emosi
f. Istirahat cukup secara berlebihan
g. Mempertahankan f. Monitor respon
kemampuan untuk kardiovaskuler terhadap
berkonsentrasi aktivitas
g. Monitor pola tidur dan
lamanya tidur/istirahat
klien
h. Dukung klien dan
keluarga untuk
mengungkapkan perasaan
berhubungan dengan
perubahan hidup yang
disebabkan keletihan
i. Bantu aktivitas sehari-hari
sesuai dengan kebutuhan
j. Tingkatkan tirah baring
dan pembatasan aktivitas
(tingkatkan periode
istirahat)
k. Konsultasi dengan ahli
gizi untuk meningkatkan
asupan makanan yang
berenergi tinggi
Behavior Management
Activity Terapy
Energy Management
Nutrition Management
Risiko cidera NOC: NIC:
Risk Control Environment management
Kriteria hasil (manajemen lingkungan)

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 98


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

a. Klien terbebas dari cidera a. Sediakan lingkungan yang


b. Klien mampu menjelaskan aman untuk klien
cara/metode untuk mencegah b. Identifikasi kebutuhan
injury/cedera keamanan klien, sesuai
c. Klien mampu menjelaskan kondisi fisik dan fungsi
factor resiko dari kognitifn klien dan
lingkungan/perilaku personal riwayat penyakit terdahulu
d. Mempunyai gaya hidup klien
untuk mencegah injury c. Menghindarkan
e. Menggunakan fasilitas lingkungan yang
kesehatan yang ada berbahaya (misalnya
f. Mampu mengamati memindahkan perabotan)
perubahan status kesehatan d. Memasang side rail
tempat tidur
e. Menyediakan tempat tidur
nyaman dan bersih
f. Menempatkan saklar
lampu ditempat yang
mudah dijangkau klien
g. Membatasi pengunjung
h. Menganjurkan keluarga
untuk menemani klien
i. Mengontrol lingkungan
dari kebisingan
j. Memindahkan barang-
barang yang dapat
membahayakan
k. Berikan penjelasan pada
klien dan keluarga atau
pengunjung adanya
perubahan status
kesehatan dan penyebab

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 99


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

penyakit.
Resiko infeksi NOC: NIC:
- Immune status Infection control (control
- Knowledge : infection infeksi)
control a. Bersihkan lingkungan
- Risk control setelah dipakai klien lain

Keiteria hasil: b. Pertahankan teknik isolasi

- Klien bebas daru tanda c. Batasi pengunjung bila

dan gejala infeksi perlu

- Mendeskripsikan proses d. Instruksikan kepada

penularan penyakit, pengunjung untuk

factor yang mencuci tangan sebelum

mempengaruhi berkunjung dan setelah

penularan serta meninggalkan klien.

penatalaksanaannya e. Gunakan sabun

- Menunjukkan antimikroba untuk cuci

kemampuan untuk tangan

mencegah timbulnya f. Cuci tangan setiap

infeksi sebelum dan sesudah


melakukan tindakan
- Jumlah leukosit dalam
keperawatan
batas normal
g. Gunakan baju, sarung
- Menunjukkan perilaku
tangan sebagai alat
hidup sehat.
pelindung
h. Pertahankan lingkungan
aseptic selama
pemasangan alat
i. Ganti letak IV perifer dan
line control dan dressing
sesuai dengan petunjuk
umum
j. Tingkatkan intake nutrisi

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 100


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

k. Berikan terapi antibiotic


bila perlu
Nyeri akut NOC: NIC:
a. Pain level Pain management
b. Pain control a. Lakukan pengkajian nyeri
c. Comfort level secara komprehensif
Kriteria hasil : termasuk lokasi,
a. Mampu mengontrol nyeri karakteristik, durasi,
(tahu penyebab nyeri, frekuensi, kualitas dan
mampu menggunakan factor presipitasi
teknik untuk mengurangi b. Observasi reaksi
nyeri, mencari bantuan) nonverbal dari
b. Melaporkan bahwa nyeri ketidaknyamanan
berkurang dengan c. Gunakan teknik
menggunakan management komunikasi teraupetik
nyeri untuk mengetahui
c. Mampu mengenali nyeri pengalaman nyeri klien
(skala, intensitas, frekuensi d. Kaji kultur yang
dan tanda nyeri) mempengaruhi respon
d. Menyatakan rasa nyaman nyeri
setelah nyeri berkurang. e. Evaluasi pengalaman
nyeri masa lampau
f. Evaluasi bersama klien
dan tim kesehatan lain
tentang ketidakefektifan
control nyeri masa lampau
g. Bantu klien dan keluarga
untuk mencari dan
menemukan dukungan
h. Control lingkungan yang
dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 101


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

pencahayaan dan
kebingungan
i. Kurangi factor presipitasi
nyeri
j. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi dan
interpersonal)
k. Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan
intervensi
l. Ajarkan tentang teknik
non farmakologis
m. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
n. Evaluasi keefektifan
control nyeri

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN MELENA

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 102


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

1. DEFINISI
Melena adalah tinjau hitam atau muntah hitam karena darah dalam saluran
cerna yang menjadi hitam dibawah pengaruh asam klorida lambung, lalu
dikeluarkan pada hajat besar atau dimuntahkan (Diktat Askep Pasien dengan
Masalah Pencernaan Makanan, 2000).

Melena adalah pengeluaran feses atau tinja yang berwarna hitam seperti ter
yang disebabkan oleh adanya perdarahan saluran makan bagian atas. BAB
darah atau biasa disebut hematochezia ditandai dengan keluarnya darah
berwarna merah terang dari anus, dapat berbentuk gumpalan atau telah
bercampur dengan tinja. Sebagian besar BAB darah berasal dari luka di usus
besar, rektum, atau anus. Warna darah pada tinja tergantung dari lokasi
perdarahan. Umumnya, semakin dekat sumber perdarahan dengan anus,
semakin terang darah yang keluar. Oleh karena itu, perdarahan di anus, rektum
dan kolon sigmoid cenderung berwarna merah terang dibandingkan dengan
perdarahan di kolon transversa dan kolon kanan (lebih jauh dari anus) yang
berwarna merah gelap atau merah tua.

2. ETIOLOGI
Etiologi melena yaitu alkoholisme, malnutrisi  (Nutrisie tidak adekuat, adanya
luka atau pendarahan di lambung atau usus, tukak lambung, wasir, disentri.

3. MANIFESTASI KLINIS
a. Syok (denyut Jantung, Suhu Tubuh),
b. Penyakit hati kronis (sirosis hepatis),
c. Demam ringan 38-39°C,
d. Nyeri di perut,
e. Hiperperistaltik,
f. Penurunan Hb dan Hmt yang terlihat setelah beberapa jam,
g. Peningkatan kadar urea darah setelah 24-48 jam karena pemecahan protein
darah oleh bakteri usus.

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Laboratorium

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 103


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

a. Darah : Hb menurun / rendah


b. SGOT, SGPT yang meningkat merupakan petunjuk
kebocoran dari sel yang mengalami kerusakan.
c. Albumin, kadar albumin yang merendah merupakan
cerminan kemampuan sel hati yang kurang.
d. Pemeriksaan CHE (kolineterase) penting dalam menilai
kemampuan sel hati. Bila terjadi kerusakan kadar CHE akan
turun.
e. Pemeriksaan kadar elektrolit penting dalam penggunaan
diuretik dan pembatasan garam dalam diet.
f. Peninggian kadar gula darah.
g. Pemeriksaan marker serologi pertanda ureus seperti
HBSAg/HBSAB, HbeAg
2) Radiologi
a. USG untuk melihat gambaran pembesaran hati, permukaan
splenomegali, acites
b. Esofogus untuk melihat perdarahan esofogus
c. Angiografi untuk pengukuran vena portal
d. Barrium Foloow through.
e. Barrium enema.

5. PENATALAKSANAAN
a. Istirahat cukup ditempat tidur
b. Diet rendah protein, rendah garam, diit tinggi kalori
c. Antibiotik
d. Memperbaiki keadaan gizi, bila perlu dengan pemberian asam amino
esensial berantai cabang dan glukosa.
e. Robansia vitamin B kompleks

6. KOMPLIKASI
a. Encelofati
b. Asites

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 104


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

c. Sirosis Hepatis
7. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Defisit volume cairan
b. ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
c. Nyeri akut
d. Ansietas

No Diagnosa NOC NIC


Keperawatan
1 Defisit Volume NOC: NIC :
Cairan a. Fluid balance a. Pertahankan catatan intake dan
b. Hydration output yang akurat
c. Nutritional Status : Food and b. Monitor status hidrasi
Fluid Intake ( kelembaban membran
Setelah dilakukan tindakan mukosa, nadi adekuat, tekanan
keperawatan selama 3x24 jam darah ortostatik ), jika
defisit volume cairan teratasi diperlukan
dengan kriteria hasil: c. Monitor hasil lab yang sesuai
a. Mempertahankan urine output dengan retensi cairan (BUN ,
sesuai dengan usia dan BB, BJ Hmt , osmolalitas urin,
urine normal, albumin, total protein )
b. Tekanan darah, nadi, suhu d. Monitor vital sign setiap
tubuh dalam batas normal 15menit – 1 jam
c. Tidak ada tanda tanda e. Kolaborasi pemberian cairan
dehidrasi, Elastisitas turgor IV
kulit baik, membran mukosa f. Monitor status nutrisi
lembab, tidak ada rasa haus g. Berikan cairan oral
yang berlebihan h. Berikan penggantian
d. Orientasi terhadap waktu dan nasogatrik sesuai output (50 –
tempat baik 100cc/jam)
e. Jumlah dan irama pernapasan i. Dorong keluarga untuk
dalam batas normal membantu pasien makan
f. Elektrolit, Hb, Hmt dalam j. Kolaborasi dokter jika tanda
batas normal cairan berlebih muncul
g. pH urin dalam batas normal meburuk
h. Intake oral dan intravena k. Atur kemungkinan tranfusi
adekuat l. Persiapan untuk tranfusi
m. Pasang kateter jika perlu
n. Monitor intake dan urin output
setiap 8 jam

2 Ketidakseimba NOC: a. Kaji adanya alergi makanan


ngan nutrisi a. Nutritional status: Adequacy of b. Kolaborasi dengan ahli gizi

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 105


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

kurang dari nutrient untuk menentukan jumlah


kebutuhan b. Nutritional Status : food and kalori dan nutrisi yang
tubuh Fluid Intake dibutuhkan pasien
c. Weight Control c. Yakinkan diet yang dimakan
Setelah dilakukan tindakan mengandung tinggi serat untuk
keperawatan selam 3x24 jam mencegah konstipasi
nutrisi kurang teratasi dengan d. Ajarkan pasien bagaimana
indikator: membuat catatan makanan
a. Albumin serum harian.
b. Pre albumin serum e. Monitor adanya penurunan BB
c. Hematokrit dan gula darah
d. Hemoglobin f. Monitor lingkungan selama
e. Total iron binding capacity makan
f. Jumlah limfosit g. Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam
makan
h. Monitor turgor kulit
i. Monitor kekeringan, rambut
kusam, total protein, Hb dan
kadar Ht
j. Monitor mual dan muntah
k. Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
l. Monitor intake nuntrisi
m. Informasikan pada klien dan
keluarga tentang manfaat
nutrisi
n. Kolaborasi dengan dokter
tentang kebutuhan suplemen
makanan seperti NGT/ TPN
sehingga intake cairan yang
adekuat dapat dipertahankan.
o. Atur posisi semi fowler atau
fowler tinggi selama makan
p. Kelola pemberan anti emetic
q. Anjurkan banyak minum
r. Pertahankan terapi IV line
s. Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik papila
lidah dan cavitas oval
3 Nyeri Akut NOC : NIC :
a. Pain Level, a. Lakukan pengkajian nyeri
b. pain control, secara komprehensif termasuk
c. comfort level lokasi, karakteristik, durasi,
Setelah dilakukan tinfakan frekuensi, kualitas dan faktor
keperawatan selama 3x24 jam presipitasi
Pasien tidak mengalami nyeri, b. Observasi reaksi nonverbal

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 106


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

dengan kriteria hasil: dari ketidaknyamanan


a. Mampu mengontrol nyeri c. Bantu pasien dan keluarga
(tahu penyebab nyeri, mampu untuk mencari dan
menggunakan tehnik menemukan dukungan
nonfarmakologi untuk d. Kontrol lingkungan yang dapat
mengurangi nyeri, mencari mempengaruhi nyeri seperti
bantuan) suhu ruangan, pencahayaan
b. Melaporkan bahwa nyeri dan kebisingan
berkurang dengan e. Kurangi faktor presipitasi
menggunakan manajemen nyeri
nyeri f. Kaji tipe dan sumber nyeri
c. Mampu mengenali nyeri untuk menentukan intervensi
(skala, intensitas, frekuensi g. Ajarkan tentang teknik non
dan tanda nyeri) farmakologi: napas dala,
d. Menyatakan rasa nyaman relaksasi, distraksi, kompres
setelah nyeri berkurang hangat/ dingiN
e. Tanda vital dalam rentang h. Berikan analgetik untuk
normal mengurangi nyeri
f. Tidak mengalami gangguan i. Tingkatkan istirahat
tidur j. Berikan informasi tentang
nyeri seperti penyebab nyeri,
berapa lama nyeri akan
berkurang dan antisipasi
ketidaknyamanan dari
prosedur
k. Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
pertama kali
4 Ansietas NOC : NIC :
a. Kontrol kecemasan Anxiety Reduction (penurunan
b. Koping kecemasan)
Setelah dilakukan asuhan selama a. Gunakan pendekatan yang
3x24 jam klien kecemasan teratasi menenangkan
dgn kriteria hasil: b. Nyatakan dengan jelas harapan
a. Klien mampu terhadap pelaku pasien
mengidentifikasi dan c. Jelaskan semua prosedur dan
mengungkapkan gejala cemas apa yang dirasakan selama
b. Mengidentifikasi, prosedur
mengungkapkan dan d. Temani pasien untuk
menunjukkan tehnik untuk memberikan keamanan dan
mengontol cemas mengurangi takut
c. Vital sign dalam batas normal e. Berikan informasi faktual
d. Postur tubuh, ekspresi wajah, mengenai diagnosis, tindakan
bahasa tubuh dan tingkat prognosis
aktivitas menunjukkan f. Libatkan keluarga untuk
berkurangnya kecemasan mendampingi klien
g. Instruksikan pada pasien untuk
menggunakan tehnik relaksasi

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 107


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

h. Dengarkan dengan penuh


perhatian
i. Identifikasi tingkat kecemasan
j. Bantu pasien mengenal situasi
yang menimbulkan kecemasan
k. Dorong pasien untuk
mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
l. Kelola pemberian obat anti
cemas

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 108


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

GAGAL GINJAL KRONIK


1. DEFINISI

Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan
tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan
dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain
dalam darah) (Brunner & Suddarth, 2001).

Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat
persisten dan irreversible. Sedangkan gangguan  fungsi ginjal  yaitu
penurunan laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan dalam kategori
ringan, sedang dan berat (Mansjoer, 2007).CRF (Chronic Renal
Failure) merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan irreversible,
yang menyebabkan kemampuan tubuh gagal untuk mempetahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan maupun elektrolit, sehingga timbul
gejala uremia yaitu retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah
(Smeltzer, 2001).

2. KLASIFIKASI

Pada dasarnya pengelolaan tidak jauh beda dengan cronoic renal failure
(CRF), namun pada terminologi akhir CKD lebih baik dalam rangka untuk
membatasi kelainan klien pada kasus secara dini, kerena dengan CKD dibagi
5 grade, dengan harapan klien datang/ merasa masih dalam stage – stage awal
yaitu 1 dan 2. secara konsep CKD, untuk menentukan derajat (stage)
menggunakan terminology CCT (clearance creatinin test) dengan rumus stage
1 sampai stage 5. sedangkan CRF (cronic renal failure) hanya 3 stage. Secara
umum ditentukan klien datang dengan derajat 2 dan 3 atau datang dengan
terminal stage bila menggunakan istilah CRF.

1. Gagal ginjal kronik / Cronoic Renal Failure (CRF) dibagi 3 stadium :


a. Stadium I : Penurunan cadangan ginjal
 Kreatinin serum dan kadar BUN normal

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 109


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

 Asimptomatik
 Tes beban kerja pada ginjal : pemekatan kemih, tes GFR

b. Stadium II : Insufisiensi ginjal

 Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam diet)


 Kadar kreatinin serum meningkat
 Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan)

Ada 3 derajat insufisiensi ginjal:

a. Ringan : 40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal


b. Sedang : 15% - 40% fungsi ginjal normal
c. Kondisi berat : 2% - 20% fungsi ginjal normal

c. Stadium III : gagal ginjal stadium akhir atau uremia

 kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat


 ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis cairan dan elektrolit
 air kemih/ urin isoosmotis dengan plasma, dengan BJ 1,010

2. KDOQI (Kidney Disease Outcome Quality Initiative)  merekomendasikan


pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG (Laju
Filtrasi Glomerolus) :

a. Stadium 1 : Kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten


dan LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2)
b. Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara
60 -89 mL/menit/1,73 m2)
c. Stadium 3 : Kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2)
d. Stadium 4 : Kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2)
e. Stadium 5 : Kelainan ginjal dengan LFG < 15 mL/menit/1,73m2 atau gagal
ginjal terminal.
3. ETIOLOGI

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 110


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak
nefron ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan
bilateral.
1. Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.
2. Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, stenosis arteri renalis.
4. Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus
sistemik (SLE), poli arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik,
asidosis tubuler ginjal.
6. Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.
7. Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale.
8. Nefropati obstruktif      
a. Saluran Kemih bagian atas : Kalkuli neoplasma, fibrosis,
netroperitoneal.
b. Saluran Kemih bagian bawah : Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali
congenital pada leher kandung kemih dan uretra.

4. TANDA GEJALA

1. Kelainan hemopoesis, dimanifestasikan dengan anemia

a. Retensi toksik uremia → hemolisis sel eritrosit, ulserasi mukosa sal.cerna,


gangguan pembekuan, masa hidup eritrosit memendek, bilirubuin serum
meningkat/normal, uji comb’s negative dan jumlah retikulosit normal.

b. Defisiensi hormone eritropoetin

Ginjal sumber ESF (Eritropoetic Stimulating Factor) → def. H


eritropoetin → Depresi sumsum tulang → sumsum tulang tidak mampu
bereaksi terhadap proses hemolisis/perdarahan → anemia normokrom
normositer.

2. Kelainan Saluran cerna

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 111


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

a. Mual, muntah, hicthcup

Dikompensasi oleh flora normal usus → ammonia (NH3) →


iritasi/rangsang mukosa lambung dan usus.

b. Stomatitis uremia

Mukosa kering, lesi ulserasi luas, karena sekresi cairan saliva banyak
mengandung urea dan kurang menjaga kebersihan mulut.

c. Pankreatitis

Berhubungan dengan gangguan ekskresi enzim amylase.

3. Kelainan mata

4. Kardiovaskuler :

a. Hipertensi

b. Pitting edema

c. Edema periorbital

d. Pembesaran vena leher

e. Friction Rub Pericardial

5. Kelainan kulit

a. Gatal

Terutama pada klien dengan dialisis rutin karena:

a) Toksik uremia yang kurang terdialisis

b) Peningkatan kadar kalium phosphor

c) Alergi bahan-bahan dalam proses HD

b. Kering bersisik

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 112


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Karena ureum meningkat menimbulkan penimbunan kristal urea di


bawah kulit.

c. Kulit mudah memar

d. Kulit kering dan bersisik

e. Rambut tipis dan kasar

6. Neuropsikiatri

7. Kelainan selaput serosa

8. Neurologi :

a. Kelemahan dan keletihan

b. Konfusi

c. Disorientasi

d. Kejang

e. Kelemahan pada tungkai

f. Rasa panas pada telapak kaki

g. Perubahan Perilaku

9. Kardiomegali

Tanpa memandang penyebabnya terdapat rangkaian perubahan fungsi ginjal


yang serupa yang disebabkan oleh desstruksi nefron progresif. Rangkaian
perubahan tersebut biasanya menimbulkan efek berikut pada pasien : bila
GFR menurun 5-10% dari keadaan normal dan terus mendekati nol, maka
pasien menderita apa yang disebut Sindrom Uremik

Terdapat dua kelompok gejala klinis :

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 113


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

a. Gangguan fungsi pengaturan dan ekskresi; kelainan volume cairan dan


elektrolit, ketidakseimbangan asam basa, retensi metabolit nitrogen dan
metabolit lainnya, serta anemia akibat defisiensi sekresi ginjal.
b. Gangguan kelainan CV, neuromuscular, saluran cerna dan kelainan
lainnya
c. MANIFESTASI SINDROM UREMIK

Sistem Tubuh Manifestasi

Biokimia 1. Asidosis Metabolik (HCO3 serum 18-20 mEq/L)


2. Azotemia (penurunan GFR, peningkatan BUN,
kreatinin)
3. Hiperkalemia
4. Retensi atau pembuangan Natrium
5. Hipermagnesia
6. Hiperurisemia

Perkemihan& Kelamin 1. Poliuria, menuju oliguri lalu anuria


2. Nokturia, pembalikan irama diurnal
3. Berat jenis kemih tetap sebesar 1,010
4. Protein silinder
5. Hilangnya libido, amenore, impotensi dan
sterilitas

Kardiovaskular 1. Hipertensi
2. Retinopati dan enselopati hipertensif
3. Beban sirkulasi berlebihan
4. Edema
5. Gagal jantung kongestif
6. Perikarditis (friction rub)
7. Disritmia

Pernafasan 1. Pernafasan Kusmaul, dispnea


2. Edema paru
3. Pneumonitis

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 114


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Hematologik 1. Anemia menyebabkan kelelahan


2. Hemolisis
3. Kecenderungan perdarahan
4. Menurunnya resistensi terhadap infeksi (ISK,
pneumonia,septikemia)

Kulit 1. Pucat, pigmentasi


2. Perubahan rambut dan kuku (kuku mudah patah,
tipis, bergerigi, ada garis merah biru yang
berkaitan dengan kehilangan protein)
3. Pruritus
4.  “kristal” uremik
5.  kulit kering
6. memar

Saluran cerna 1. Anoreksia, mual muntah menyebabkan penurunan


BB
2. Nafas berbau amoniak
3. Rasa kecap logam, mulut kering
4. Stomatitis, parotitid
5. Gastritis, enteritis
6. Perdarahan saluran cerna
7. Diare

Metabolisme 1. Protein-intoleransi, sintesisi abnormal


intermedier 2. Karbohidrat-hiperglikemia, kebutuhan insulin
menurun
3. Lemak-peninggian kadar trigliserida

Neuromuskular 1. Mudah lelah


2. Otot mengecil dan lemah
3. Susunan saraf pusat :
4. Penurunan ketajaman mental
5. Konsentrasi buruk
6. Apati

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 115


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

7. Letargi/gelisah, insomnia
8. Kekacauan mental
9. Koma
10. Otot berkedut, asteriksis, kejang
11. Neuropati perifer :
12. Konduksi saraf lambat, sindrom restless leg
13. Perubahan sensorik pada ekstremitas – parestesi
14. Perubahan motorik – foot drop yang berlanjut
menjadi paraplegi

Gangguan kalsium dan 1. Hiperfosfatemia, hipokalsemia


rangka 2. Hiperparatiroidisme sekunder
3. Osteodistropi ginjal
4. Fraktur patologik (demineralisasi tulang)
5. Deposit garam kalsium pada jaringan lunak
(sekitar sendi, pembuluh darah, jantung, paru-
paru)
6. Konjungtivitis (uremik mata merah)

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
a. Pemeriksaan penurunan fungsi ginjal
 Ureum kreatinin.
 Asam urat serum.
b.  Identifikasi etiologi gagal ginjal
 Analisis urin rutin
 Mikrobiologi urin
 Kimia darah
 Elektrolit
 Imunodiagnosis
c.  Identifikasi perjalanan penyakit
 Progresifitas penurunan fungsi ginjal

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 116


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

 Ureum kreatinin, Clearens Creatinin Test (CCT)

Hemopoesis   : Hb, trobosit, fibrinogen, factor pembekuan

 Elektrolit        : Na+, K+, HCO3-, Ca2+, PO42-, Mg+


 Endokrin        :  PTH dan T3,T4
 Pemeriksaan lain: berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk   ginjal,
misalnya: infark miokard.

2. Diagnostik

a. Etiologi CKD dan terminal

 Foto polos abdomen


 USG.
 Nefrotogram.
 Pielografi retrograde.
 Pielografi antegrade.
 Mictuating Cysto Urography (MCU).

b. Diagnosis pemburuk fungsi ginjal

 RetRogram
 USG.
6. KOMPLIKASI
a. Hiperkalemia akibat penurunana ekskresi, asidosis metabolic, katabolisme
dan masukan diet berlebih.
b. Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi
produk sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system
rennin-angiotensin-aldosteron
d. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah
merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi toksin dna kehilangan
drah selama hemodialisa

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 117


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

e. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar


kalsium serum yang rendah dan metabolisme vitamin D abnormal.
f. Asidosis metabolic
g. Osteodistropi ginjal
h. Sepsis
i. Neuropati perifer
j. hiperuremia

7. PENATALAKSANAAN

1.  Terapi Konservatif

Perubahan fungsi ginjal bersifat individu untuk setiap klien Cronic


renal Desease (CKD) dan lama terapi konservatif bervariasi dari bulan
sampai tahun.

Tujuan terapi konservatif :

a. Mencegah memburuknya fungsi ginjal secara profresi.

b. Meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksi asotemia.

c. Mempertahankan dan memperbaiki metabolisme secara optimal.

d. Memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.

Prinsip terapi konservatif :

a. Mencegah memburuknya  fungsi ginjal.

1) Hati-hati dalam pemberian obat yang bersifat nefrotoksik.

2) Hindari keadaan yang menyebabkan diplesi volume cairan


ekstraseluler dan hipotensi.

3) Hindari gangguan keseimbangan elektrolit.

4) Hindari pembatasan ketat konsumsi protein hewani.

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 118


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

5) Hindari proses kehamilan dan pemberian obat kontrasepsi.

6) Hindari instrumentasi dan sistoskopi tanpa indikasi medis yang kuat.

7) Hindari pemeriksaan radiologis dengan kontras yang kuat tanpa


indikasi medis yang kuat.

b. Pendekatan terhadap penurunan fungsi ginjal progresif lambat

1) Kendalikan hipertensi sistemik dan intraglomerular.

2) Kendalikan terapi ISK.

3) Diet protein yang proporsional.

4) Kendalikan hiperfosfatemia.

5) Terapi hiperurekemia bila asam urat serum > 10mg%.

6) Terapi hIperfosfatemia.

7) Terapi keadaan asidosis metabolik.

8) Kendalikan keadaan hiperglikemia.

c. Terapi alleviative gejala asotemia

1) Pembatasan konsumsi protein hewani.

2) Terapi keluhan gatal-gatal.

3) Terapi keluhan gastrointestinal.

4) Terapi keluhan neuromuskuler.

5) Terapi keluhan tulang dan sendi.

6) Terapi anemia.

7) Terapi setiap infeksi.

2. Terapi simtomatik

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 119


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

a. Asidosis metabolik

Jika terjadi harus segera dikoreksi, sebab dapat meningkatkan serum


K+ (hiperkalemia)

1) Suplemen alkali dengan pemberian kalsium karbonat 5 mg/hari.

2) Terapi alkali dengan sodium bikarbonat IV, bila PH < atau sama
dengan 7,35 atau serum bikarbonat < atau sama dengan 20 mEq/L.

b. Anemia

1) Anemia Normokrom normositer

Berhubungan dengan retensi toksin polyamine dan defisiensi


hormon eritropoetin (ESF: Eritroportic Stimulating Faktor). Anemia
ini diterapi dengan pemberian Recombinant Human Erythropoetin
( r-HuEPO ) dengan pemberian 30-530 U per kg BB.

2) Anemia hemolisis

Berhubungan dengan toksin asotemia. Terapi yang dibutuhkan


adalah membuang toksin asotemia dengan hemodialisis atau
peritoneal dialisis.

3) Anemia Defisiensi Besi

Defisiensi Fe pada CKD berhubungan dengan perdarahan saluran


cerna dan kehilangan besi pada dialiser ( terapi pengganti
hemodialisis ). Klien yang mengalami anemia, tranfusi darah
merupakan salah satu pilihan terapi alternatif ,murah dan efektif,
namun harus diberikan secara hati-hati.

Indikasi tranfusi PRC pada klien gagal ginjal :

a) HCT < atau sama dengan 20 %

b) Hb  < atau sama dengan 7 mg5

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 120


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

c) Klien dengan keluhan : angina pektoris, gejala umum anemia    dan


high output heart failure.

Komplikasi tranfusi darah :

a) Hemosiderosis

b) Supresi sumsum tulang

c) Bahaya overhidrasi, asidosis dan hiperkalemia

d) Bahaya infeksi hepatitis virus dan CMV

e) Pada Human Leukosite antigen (HLA) berubah, penting untuk


rencana transplantasi ginjal.

c. Kelainan Kulit

1) Pruritus (uremic itching)

Keluhan gatal ditemukan pada 25% kasus CKD dan terminal,


insiden meningkat pada klien yang mengalami HD.

Keluhan :

a) Bersifat subyektif

b) Bersifat obyektif : kulit kering, prurigo nodularis, keratotic


papula dan lichen symply

Beberapa pilihan terapi :

a) Mengendalikan hiperfosfatemia dan hiperparatiroidisme

b) Terapi lokal : topikal emmolient ( tripel lanolin )

c) Fototerapi dengan sinar UV-B 2x perminggu selama 2-6 mg,


terapi ini bisa diulang apabila diperlukan

d) Pemberian obat

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 121


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

 Diphenhidramine 25-50 P.O


 Hidroxyzine 10 mg P.O   

2) Easy Bruishing

Kecenderungan perdarahan pada kulit dan selaput serosa


berhubungan denga retensi toksin asotemia dan gangguan fungsi
trombosit. Terapi yang diperlukan adalah tindakan dialisis.

d. Kelainan Neuromuskular

Terapi pilihannya : 

1) HD reguler.

2) Obat-obatan : Diasepam, sedatif.

3) Operasi sub total paratiroidektomi.

e. Hipertensi

Bentuk hipertensi pada klien dengan GG berupa : volum dependen


hipertensi, tipe vasokonstriksi atau kombinasi keduanya. Program
terapinya meliputi :

1) Restriksi garam dapur.

2) Diuresis dan Ultrafiltrasi.

3) Obat-obat antihipertensi.

3. Terapi pengganti

Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik


stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat
berupa hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra,
2006).

a. Dialisis yang meliputi :

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 122


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

1) Hemodialisa

Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah


gejala toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak
boleh terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan
memperburuk faal ginjal (LFG). Secara khusus, indikasi HD adalah

a)  Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan


GGA untuk sementara sampai fungsi ginjalnya pulih.

b) Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa


apabila terdapat indikasi:

(a)  Hiperkalemia > 17 mg/lt

(b)  Asidosis metabolik dengan pH darah < 7.2

(c)  Kegagalan terapi konservatif

(d)  Kadar ureum > 200 mg % dan keadaan gawat pasien


uremia, asidosis metabolik berat, hiperkalemia,
perikarditis, efusi, edema paru ringan / berat atau kreatinin
tinggi dalam darah dengan nilai kreatinin > 100 mg%

(e) Kelebihan cairan

(f) Mual dan muntah hebat

(g) BUN > 100 mg/ dl (BUN = 2,14 x nilai ureum )

(h) Preparat (gagal ginjal dengan kasus bedah )

(i) Sindrom kelebihan air

(j) Intoksidasi obat jenis barbiturat

Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi


elektif. Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu
perikarditis, ensefalopati/ neuropati azotemik, bendungan paru dan

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 123


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi berat,


muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% atau
> 40 mmol per liter dan kreatinin > 10 mg% atau > 90 mmol perliter.
Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual,
anoreksia, muntah, dan astenia berat (Sukandar, 2006).

Menurut konsensus Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI)


(2003) secara ideal semua pasien dengan Laju Filtrasi Goal (LFG)
kurang dari 15 mL/menit, LFG kurang dari 10 mL/menit dengan gejala
uremia/malnutrisi dan LFG kurang dari 5 mL/menit walaupun tanpa
gejala dapat menjalani dialisis. Selain indikasi tersebut juga disebutkan
adanya indikasi khusus yaitu apabila terdapat komplikasi akut seperti
oedem paru, hiperkalemia, asidosis metabolik berulang, dan nefropatik
diabetik. Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan
sampai sekarang telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan.
Umumnya dipergunakan ginjal buatan yang kompartemen darahnya
adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel (hollow fibre kidney).
Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang
tertinggi sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya
yang mahal (Rahardjo, 2006).

2) Dialisis Peritoneal (DP)

Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal


Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia.
Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur
lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit
sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung akan
mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan
pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal
ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien
nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi
non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 124


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari


pusat ginjal (Sukandar, 2006).

b. Transplantasi ginjal atau cangkok ginjal.

Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan


faal). Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:

1)  Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh


(100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih
70-80% faal ginjal alamiah

2)  Kualitas hidup normal kembali

3)  Masa hidup (survival rate) lebih lama

4)  Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan


dengan obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan

5)  Biaya lebih murah dan dapat dibatasi

8. DIAGNOSA KEPERAWATAN

DIAGNOSA
NO NOC NIC
KEPERAWATAN

1 Gangguan pertukaran gas b/d NOC : NIC :


kongesti paru, hipertensi
  Respiratory Status : Gas Airway Management
pulmonal, penurunan perifer
exchange
yang mengakibatkan asidosis a. Buka jalan nafas, guanakan
laktat dan penurunan curah   Respiratory Status : teknik chin lift atau jaw
jantung. ventilation thrust bila perlu
b. Posisikan pasien untuk
  Vital Sign Status
memaksimalkan ventilasi
Definisi : Kelebihan atau Kriteria Hasil : c. Identifikasi pasien
kekurangan dalam oksigenasi perlunya pemasangan alat
a. Mendemonstrasikan
dan atau pengeluaran

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 125


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

karbondioksida di dalam peningkatan ventilasi jalan nafas buatan


membran kapiler alveoli dan oksigenasi yang d. Pasang mayo bila perlu
adekuat e. Lakukan fisioterapi dada
b. Memelihara kebersihan jika perlu
Batasan karakteristik : paru paru dan bebas dari f. Keluarkan sekret dengan
tanda tanda distress batuk atau suction
-           Gangguan penglihatan
pernafasan g. Auskultasi suara nafas,
-           Penurunan CO2 c. Mendemonstrasikan catat adanya suara
batuk efektif dan suara tambahan
-           Takikardi
nafas yang bersih, tidak h. Lakukan suction pada
-           Hiperkapnia ada sianosis dan mayo
dyspneu (mampu i. Berika bronkodilator bial
-           Keletihan
mengeluarkan sputum, perlu
-           somnolen mampu bernafas dengan j. Barikan pelembab udara
mudah, tidak ada pursed k. Atur intake untuk cairan
-           Iritabilitas
lips) mengoptimalkan
-           Hypoxia d. Tanda tanda vital dalam keseimbangan.
rentang normal l. Monitor respirasi dan
-           kebingungan
status O2
-           Dyspnoe
Respiratory Monitoring
-           nasal faring
a. Monitor rata – rata,
-           AGD Normal kedalaman, irama dan

-           sianosis usaha respirasi


b. Catat pergerakan
-           warna kulit abnormal dada,amati kesimetrisan,
(pucat, kehitaman) penggunaan otot tambahan,

-           Hipoksemia retraksi otot


supraclavicular dan
-           hiperkarbia intercostal

-           sakit kepala ketika c. Monitor suara nafas,

bangun

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 126


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

-           frekuensi dan kedalaman seperti dengkur


nafas abnormal d. Monitor pola nafas :
bradipena, takipenia,
Faktor faktor yang
kussmaul, hiperventilasi,
berhubungan :
cheyne stokes, biot
-       ketidakseimbangan perfusi e. Catat lokasi trakea
ventilasi f. Monitor kelelahan otot
diagfragma ( gerakan
perubahan membran kapiler-
paradoksis )
alveolar
g. Auskultasi suara nafas,
catat area penurunan / tidak
adanya ventilasi dan suara
tambahan
h. Tentukan kebutuhan
suction dengan
mengauskultasi crakles dan
ronkhi pada jalan napas
utama
i. Uskultasi suara paru
setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya

AcidBase Managemen

a. Monitro IV line
b. Pertahankanjalan nafas
paten
c. Monitor AGD, tingkat
elektrolit
d. Monitor status
hemodinamik(CVP, MAP,
PAP)
e. Monitor adanya tanda

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 127


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

tanda gagal nafas


f. Monitor pola respirasi
g. Lakukan terapi oksigen
h. Monitor status neurologi
i. Tingkatkan oral hygiene

2 Penurunan curah jantung b/d NOC : NIC :


respon fisiologis otot jantung,
a. Cardiac Pump Cardiac Care
peningkatan frekuensi, dilatasi,
effectiveness
hipertrofi atau peningkatan isi a. Evaluasi adanya nyeri dada
b. Circulation Status
sekuncup ( intensitas,lokasi, durasi)
c. Vital Sign Status
b. Catat adanya disritmia
Kriteria Hasil: jantung
c. Catat adanya tanda dan
a. Tanda Vital dalam
gejala penurunan cardiac
rentang normal
putput
(Tekanan darah, Nadi,
d. Monitor status
respirasi)
kardiovaskuler
b. Dapat mentoleransi
e. Monitor status pernafasan
aktivitas, tidak ada
yang menandakan gagal
kelelahan
jantung
c. Tidak ada edema paru,
f. Monitor abdomen sebagai
perifer, dan tidak ada
indicator penurunan perfusi
asites
g. Monitor balance cairan
d. Tidak ada penurunan
h. Monitor adanya perubahan
kesadaran
tekanan darah
i. Monitor respon pasien
terhadap efek pengobatan
antiaritmia
j. Atur periode latihan dan
istirahat untuk menghindari
kelelahan
k. Monitor toleransi aktivitas

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 128


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

pasien
l. Monitor adanya dyspneu,
fatigue, tekipneu dan
ortopneu
m. Anjurkan untuk
menurunkan stress

Vital Sign Monitoring

a. Monitor TD, nadi, suhu,


dan RR
b. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
c. Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau
berdiri
d. Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
e. Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
f. Monitor kualitas dari nadi
g.  Monitor adanya pulsus
paradoksus
h. Monitor adanya pulsus
alterans
i. Monitor jumlah dan irama
jantung
j. Monitor bunyi jantung
k. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
l. Monitor suara paru
m. Monitor pola pernapasan

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 129


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

abnormal
n. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
o. Monitor sianosis perifer
p. Monitor adanya cushing
triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
q. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign

3 Pola Nafas tidak efektif NOC : Fluid management

a. Respiratory status : a. Pertahankan catatan intake


Ventilation dan output yang akurat
Definisi : Pertukaran udara
b. Respiratory status : b. Pasang urin kateter jika
inspirasi dan/atau ekspirasi tidak
Airway patency diperlukan
adekuat
c. Vital sign Status c. Monitor hasil lAb yang
sesuai dengan retensi cairan
Kriteria Hasil :
(BUN , Hmt , osmolalitas
Batasan karakteristik :
a. Mendemonstrasikan urin  )
-    Penurunan tekanan batuk efektif dan suara d. Monitor status
inspirasi/ekspirasi nafas yang bersih, tidak hemodinamik termasuk
ada sianosis dan CVP, MAP, PAP, dan
-    Penurunan pertukaran udara
dyspneu (mampu PCWP
per menit
mengeluarkan sputum, e. Monitor vital sign
-    Menggunakan otot mampu bernafas f. Monitor indikasi retensi /
pernafasan tambahan dengan mudah, tidak kelebihan cairan (cracles,
ada pursed lips) CVP , edema, distensi vena
-    Nasal flaring
b.  Menunjukkan jalan leher, asites)
-    Dyspnea nafas yang paten (klien g. Kaji lokasi dan luas edema
tidak merasa tercekik, h. Monitor masukan
-    Orthopnea
irama nafas, frekuensi makanan / cairan dan

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 130


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

-    Perubahan penyimpangan pernafasan dalam hitung intake kalori harian


dada rentang normal, tidak i. Monitor status nutrisi
ada suara nafas j. Berikan diuretik sesuai
-    Nafas pendek
abnormal) interuksi
-    Assumption of 3-point k. Batasi masukan cairan pada
 Tanda Tanda vital dalam
position keadaan hiponatrermi dilusi
rentang normal (tekanan
dengan serum Na < 130
-    Pernafasan pursed-lip darah, nadi, pernafasan)
mEq/l
-    Tahap ekspirasi berlangsung l. Kolaborasi dokter jika
sangat lama tanda cairan berlebih
muncul memburuk
-    Peningkatan diameter
m. Fluid Monitoring
anterior-posterior
n. Tentukan riwayat jumlah
-    Pernafasan rata-rata/minimal dan tipe intake cairan dan
eliminaSi
  Bayi : < 25 atau > 60
o. Tentukan kemungkinan
  Usia 1-4 : < 20 atau > 30 faktor resiko dari ketidak
seimbangan cairan
  Usia 5-14 : < 14 atau > 25
(Hipertermia, terapi
  Usia > 14 : < 11 atau > 24 diuretik, kelainan renal,
gagal jantung, diaporesis,
-    Kedalaman pernafasan
disfungsi hati, dll )
  Dewasa volume tidalnya 500 p. Monitor serum dan
ml saat istirahat elektrolit urine

  Bayi volume tidalnya 6-8 q. Monitor serum dan

ml/Kg osmilalitas urine


r. Monitor BP, HR, dan RR
-    Timing rasio s. Monitor tekanan darah

-    Penurunan kapasitas vital orthostatik dan perubahan


irama jantung
Faktor yang berhubungan : t. Monitor parameter

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 131


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

a. Hiperventilasi hemodinamik infasif


b. Deformitas tulang u. Monitor adanya distensi
c. Kelainan bentuk dinding leher, rinchi, eodem perifer
dada dan penambahan BB
d. Penurunan v. Monitor tanda dan gejala
energi/kelelahan dari odema
e. Perusakan/pelemahan
muskulo-skeletal
f. Obesitas
g. Posisi tubuh
h. Kelelahan otot
pernafasan
i. Hipoventilasi sindrom
j. Nyeri
k. Kecemasan
l. Disfungsi
Neuromuskuler
m. Kerusakan
persepsi/kognitif
n. Perlukaan pada jaringan
syaraf tulang belakang
o. Imaturitas Neurologis

4 Kelebihan volume cairan b/d NOC : NIC :


berkurangnya curah jantung,
a. Electrolit and acid base a. Fluid management
retensi cairan dan natrium oleh
balance b. Timbang popok/pembalut
ginjal, hipoperfusi ke jaringan
b. Fluid balance jika diperlukan
perifer dan hipertensi pulmonal
c. Pertahankan catatan intake
Kriteria Hasil:
dan output yang akurat
  Terbebas dari edema, d. Pasang urin kateter jika
Definisi : Retensi cairan
efusi, anaskara diperlukan
isotomik meningkat
e. Monitor hasil lAb yang
  Bunyi nafas bersih,

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 132


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Batasan karakteristik : tidak ada dyspneu/ortopneu sesuai dengan retensi


cairan (BUN , Hmt ,
-          Berat badan meningkat   Terbebas dari distensi
osmolalitas urin  )
pada waktu yang singkat vena jugularis, reflek
f. Monitor status
hepatojugular (+)
-          Asupan berlebihan hemodinamik termasuk
dibanding output   Memelihara tekanan CVP, MAP, PAP, dan
vena sentral, tekanan kapiler PCWP
-          Tekanan darah berubah,
paru, output jantung dan g. Monitor vital sign
tekanan arteri pulmonalis
vital sign dalam batas h. Monitor indikasi retensi /
berubah, peningkatan CVP
normal kelebihan cairan (cracles,
-          Distensi vena jugularis CVP , edema, distensi
  Terbebas dari kelelahan,
vena leher, asites)
-          Perubahan pada pola kecemasan atau
i. Kaji lokasi dan luas edema
nafas, dyspnoe/sesak nafas, kebingungan
j. Monitor masukan
orthopnoe, suara nafas abnormal
  Menjelaskanindikator makanan / cairan dan
(Rales atau crakles),
kelebihan cairan hitung intake kalori harian
kongestikemacetan paru, pleural
k. Monitor status nutrisi
effusion
l. Berikan diuretik sesuai
-          Hb dan hematokrit interuksi
menurun, perubahan elektrolit, m. Batasi masukan cairan
khususnya perubahan berat jenis pada keadaan hiponatrermi
dilusi dengan serum Na <
-          Suara jantung SIII
130 mEq/l
-          Reflek hepatojugular n. Kolaborasi dokter jika
positif tanda cairan berlebih
muncul memburuk
-          Oliguria, azotemia
Fluid Monitoring
-          Perubahan status mental,
kegelisahan, kecemasan a. Tentukan riwayat jumlah
dan tipe intake cairan dan
eliminaSi
Faktor-faktor yang berhubungan b. Tentukan kemungkinan

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 133


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

: faktor resiko dari ketidak


seimbangan cairan
-          Mekanisme pengaturan
(Hipertermia, terapi
melemah
diuretik, kelainan renal,
-          Asupan cairan berlebihan gagal jantung, diaporesis,
disfungsi hati, dll )
-          Asupan natrium
c. Monitor berat badan
berlebihan
d. Monitor serum dan
elektrolit urine
e. Monitor serum dan
osmilalitas urine
f. Monitor BP, HR, dan RR
g. Monitor tekanan darah
orthostatik dan perubahan
irama jantung
h. Monitor parameter
hemodinamik infasif
i. Catat secara akutar intake
dan output
j. Monitor adanya distensi
leher, rinchi, eodem perifer
dan penambahan BB
k. Monitor tanda dan gejala
dari odema

5 Ketidakseimbangan nutrisi NOC : NIC :


kurang dari kebutuhan tubuh
Nutritional Status : food and Nutrition Management
Fluid Intake
a. Kaji adanya alergi makanan
Definisi : Intake nutrisi tidak Kriteria Hasil : b. Kolaborasi dengan ahli gizi
cukup untuk keperluan untuk menentukan jumlah
a. Adanya peningkatan
metabolisme tubuh. kalori dan nutrisi yang
berat badan sesuai

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 134


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

dengan tujuan dibutuhkan pasien.


b. Berat badan ideal sesuai c. Anjurkan pasien untuk
Batasan karakteristik :
dengan tinggi badan meningkatkan intake Fe
-    Berat badan 20 % atau lebih c. Mampu mengidentifikasi d. Anjurkan pasien untuk
di bawah ideal kebutuhan nutrisi meningkatkan protein dan
d. Tidak ada tanda tanda vitamin C
-    Dilaporkan adanya intake
malnutrisi e. Berikan substansi gula
makanan yang kurang dari RDA
e. Tidak terjadi penurunan f. Yakinkan diet yang
(Recomended Daily Allowance)
berat badan yang berarti dimakan mengandung tinggi
-    Membran mukosa dan serat untuk mencegah
konjungtiva pucat konstipasi
g. Berikan makanan yang
-    Kelemahan otot yang
terpilih (sudah
digunakan untuk
dikonsultasikan dengan ahli
menelan/mengunyah
gizi)
-    Luka, inflamasi pada rongga h. Ajarkan pasien bagaimana
mulut membuat catatan makanan
harian.
-    Mudah merasa kenyang,
i. Monitor jumlah nutrisi dan
sesaat setelah mengunyah
kandungan kalori
makanan
j. Berikan informasi tentang
-    Dilaporkan atau fakta adanya kebutuhan nutrisi
kekurangan makanan k. Kaji kemampuan pasien
untuk mendapatkan nutrisi
-    Dilaporkan adanya
yang dibutuhkan
perubahan sensasi rasa
Nutrition Monitoring
-    Perasaan ketidakmampuan
untuk   mengunyah makanan a. BB pasien dalam batas
normal
-    Miskonsepsi
b. Monitor adanya penurunan
-    Kehilangan BB dengan berat badan
makanan   cukup c. Monitor tipe dan jumlah

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 135


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

-    Keengganan untuk makan aktivitas yang biasa


dilakukan
-    Kram pada abdomen
d. Monitor interaksi anak atau
-    Tonus otot jelek orangtua selama makan
e. Monitor lingkungan selama
-    Nyeri abdominal dengan atau
makan
tanpa patologi
f. Jadwalkan pengobatan  dan
-    Kurang berminat terhadap tindakan tidak selama jam
makanan makan
g. Monitor kulit kering dan
-    Pembuluh darah kapiler
perubahan pigmentasi
mulai rapuh
h. Monitor turgor kulit
-    Diare dan atau steatorrhea i. Monitor kekeringan, rambut
kusam, dan mudah patah
-    Kehilangan rambut yang
j. Monitor mual dan muntah
cukup banyak (rontok)
k. Monitor kadar albumin,
-    Suara usus hiperaktif total protein, Hb, dan kadar
Ht
-    Kurangnya informasi,
l. Monitor makanan kesukaan
misinformasi
m. Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
n. Monitor pucat, kemerahan,
Faktor-faktor yang berhubungan
dan kekeringan jaringan
:
konjungtiva
Ketidakmampuan pemasukan o.  Monitor kalori dan intake
atau mencerna makanan atau nuntrisi
mengabsorpsi zat-zat gizi p. Catat adanya edema,
berhubungan dengan faktor hiperemik, hipertonik papila
biologis, psikologis atau lidah dan cavitas oral.
ekonomi. q. Catat jika lidah berwarna
magenta, scarlet

6 Intoleransi aktivitas b/d curah NOC : NIC :

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 136


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

jantung yang rendah, a. Energy conservation


ketidakmampuan memenuhi b. Self Care : ADLs
Energy Management
metabolisme otot rangka,
Kriteria Hasil :
kongesti pulmonal yang a. Observasi adanya
menimbulkan hipoksinia, a. Berpartisipasi dalam pembatasan klien dalam
dyspneu dan status nutrisi yang aktivitas fisik tanpa melakukan aktivitas
buruk selama sakit disertai peningkatan b. Dorong anal untuk
tekanan darah, nadi dan mengungkapkan perasaan
Intoleransi aktivitas b/d fatigue
RR terhadap keterbatasan
Definisi : Ketidakcukupan b. Mampu melakukan c. Kaji adanya factor yang
energu secara fisiologis maupun aktivitas sehari hari menyebabkan kelelahan
psikologis untuk meneruskan (ADLs) secara mandiri d. Monitor nutrisi  dan
atau menyelesaikan aktifitas sumber energi tangadekuat
yang diminta atau aktifitas e. Monitor pasien akan
sehari hari. adanya kelelahan fisik dan
emosi secara berlebihan
Batasan karakteristik :
f. Monitor respon
a.       melaporkan secara verbal kardivaskuler  terhadap
adanya kelelahan atau aktivitas
kelemahan. g. Monitor pola tidur dan
lamanya tidur/istirahat
b.      Respon abnormal dari
pasien
tekanan darah atau nadi terhadap
aktifitas Activity Therapy

c.       Perubahan EKG yang a. Kolaborasikan dengan


menunjukkan aritmia atau Tenaga Rehabilitasi Medik
iskemia dalammerencanakan
progran terapi yang tepat.
d.      Adanya dyspneu atau
b. Bantu klien untuk
ketidaknyamanan saat
mengidentifikasi aktivitas
beraktivitas.
yang mampu dilakukan
Faktor factor yang berhubungan c. Bantu untuk memilih

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 137


PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
RUANG PANDAN WANGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

a. Tirah Baring atau aktivitas konsisten


imobilisasi yangsesuai dengan
b. Kelemahan menyeluruh kemampuan fisik, psikologi
c. Ketidakseimbangan dan social
antara suplei oksigen d. Bantu untuk
dengan kebutuhan mengidentifikasi dan
d. Gaya hidup yang mendapatkan sumber yang
dipertahankan. diperlukan untuk aktivitas
yang diinginkan
e. Bantu untuk mendpatkan
alat bantuan aktivitas
seperti kursi roda, krek
f. Bantu untu
mengidentifikasi aktivitas
yang disukai
g. Bantu klien untuk membuat
jadwal latihan diwaktu
luang
h. Bantu pasien/keluarga
untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
i. Sediakan penguatan positif
bagi yang aktif beraktivitas
j. Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi
diri dan penguatan
k. Monitor respon fisik, emoi,
social dan spiritual

GROUP MANAGEMEN PANDANWANGI SESSION 2/B17/ 2016 138

Anda mungkin juga menyukai