Anda di halaman 1dari 28

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Diabetes Melitus

1. Definisi Diabetes Melitus

Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang

ditandai dengan kenaikan kadar gula dalam darah atau hiperglikemia

Glukosa secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah

Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang dikomsumsi insulin, yaitu suatu

hormon yang diproduksi pankreas, mengendalikan kadar Glukosa dalam

darah dengan mengatur produksi dan penyimpanan

(Brunner dan Suddarth, 2013).

Diabetes Melitus adalah hiperglikemia kronik disertai berbagai

metabolik akibat gangguan hormonal, menimbulkan berbagai komplikasi

kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada

membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron

(Mansjoer, 2009).

Diabetes merupakan penyakit endokrin akibat dalam sekresi dan

kerja insulin dimana tubuh mengeluarkan terlalu sedikit insulin atau insulin

yang dikeluarkan resisten sehingga mengakibatkan kelainan metabolisme

akibat gangguan hormonal yang akibatnya menimbulkan komplikasi kronik

pada sistem tubuh (Brunner dan Suddarth, 2013 ).

Diabetes melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada

seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula

6
7

glukosa darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif

(Arjatmo, 2005). Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang

ditandai oleh ketiadaan absolut insulin atau insensifitas sel terhadap insulin

(Corwin, 2010).

Diabetes melitus adalah keadaan hiperglikemi kronik yang disertai

berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan

berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah.

Diabetes melitus klinis adalah suatu sindroma gangguan metabolisme

dengan hiperglikemia yang tidak semestinya sebagai akibat suatu defisiensi

sekresi insulin atau berkurangnya efektifitas biologis dari insulin atau

keduanya (Rendi M Clevo dan Margareth,2012).

Dekubitus atau luka tekan adalah kerusakan jaringan yang

terlokalisir yang disebabkan karena adanya kompresi jaringan yang lunak

diatas tulang yang menonjol body prominence dan adanya tekanan dari luar

dalam jangka waktu lama. Kompressi jaringan akan menyebabkan

gangguan pada suplai darah pada daerah yang tertekan. Apabila ini

berlangsung lama, hal ini dapat menyebabakan insufisiensi aliran darah

(Rendi M Clevo dan Margareth,2012).

2. Anatomi Fisiologi Pankreas

Gambar 2.1
Anatomi Pankreas
8

Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira-kira

15 cm, lebar 5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya

rata-rata 60-90 gram. Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di

belakang lambung.Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang

terdapat di dalam tubuh baik hewan maupun manusia. Bagian depan

(kepala) kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang dibentuk oleh

duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang

merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa

dengan bagian ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini.

Dari segi perkembangan embriologis, kelenjar pankreas terbentuk

dari epitel yang berasal dari lapisan epitel yang membentuk usus. Pankreas

terdiri dari dua jaringan utama, yaitu Asini sekresi getah pencernaan ke

dalam duodenum, pulau Langerhans yang tidak tidak mengeluarkan

sekretnya keluar, tetapi menyekresi insulin dan glukagon langsung ke

darah. Pulau-pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari

pankreas tersebar di seluruh pankreas dengan berat hanya 1-3 % dari berat

total pankreas. Pulau langerhans berbentuk ovoid dengan besar masing-

masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang terkecil adalah 50

m, sedangkan yang terbesar 300 m, terbanyak adalah yang besarnya

100-225 m. Jumlah semua pulau langerhans di pankreas diperkirakan

antara 1-2 juta (Syaifuddin,2006).

3. Etiologi

Etiologi atau faktor penyebab penyakit Diabetes Melitus bersifat

heterogen, akan tetapi dominan genetik atau keturunan biasanya


9

menjadi peran utama dalam mayoritas Diabetes Melitus

(Trihastuti, 2011).

Adapun faktor – faktor lain sebagai kemungkinan etiologi

penyakit Diabetus Melitus antara lain :

a. Kelainan pada sel B pankreas, berkisar dari hilangnya sel B sampai

dengan terjadinya kegagalan pada sel B melepas insulin.

b. Faktor lingkungan sekitar yang mampu mengubah fungsi sel b, antara

lain agen yang mampu menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan

karbohidrat serta gula yang diproses secara berlebih, obesitas dan

kehamilan.

c. Adanya gangguan sistem imunitas pada penderita / gangguan sistem

imunologi

d. Adanya kelainan insulin

e. Pola hidup yang tidak sehat

Etiologi atau faktor penyebab penyakit diabetes melitus sesuai

dengan tipenya antara lain (Brunner dan Suddarth,2013) :

1. Diabetes tipe I

Diabetes melitus tipe I ditandai oleh penghancuran sel-sel beta

pankreas. Kombinasi faktor genetik, imunologi dan mungkin pula

lingkunganmisalnya infeksi virus.

2. Diabetes tipe II

Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan

gangguan sekresi insulin pada diabetes melitus tipe II masih belum

diketahui. Faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses


10

terjadinya resistensi insulin. Selain itu terdapat pula faktor-faktor resiko

tertentu yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe II.

Faktor-faktor ini adalah Usia resistensi insulin cenderung meningkat

pada usia diatas 65 tahun, Obesitas, Riwayat keluarga.

4. Patofisiologi

Pada diabetes tipe ini terdapat dua masalah utama yang

berhubungan dengan insulin itu sendiri, antara lain: resisten insulin dan

gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin terikat pada reseptor

khusus di permukaan sel. Akibat dari terikatnya insulin tersebut maka, akan

terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa dalam sel

tersebut. Resistensi glukosa pada diabetes mellitus tipe II ini dapat disertai

adanya penurunan reaksi intra sel atau dalam sel.

Dengan hal-hal tersebut insulin menjadi tidak efektif untuk

pengambilan glukosa oleh jaringan tersebut. Dalam mengatasai resistensi

insulin atau untuk pencegahan terbentuknya glukosa dalam darah, maka

harus terdapat peningkatan jumlah insulin dalam sel untuk disekresikan.

Pada pasien atau penderita yang toleransi glukosa yang terganggu,

keadaan ini diakibatkan karena sekresi insulin yang berlebihan tersebut,

serta kadar glukosa dalam darah akan dipertahankan dalam angka normal

atau sedikit meningkat. Akan tetapi hal-hal berikut jika sel-sel tidak mampu

mengimbangi peningkatan kebutuhan terhadap insulin maka, kadar glukosa

dalam darah akan otomatis meningkat dan terjadilah Diabetes Melitus

Tipe II ini.
11

Walaupun sudah terjadi adanya gangguan sekresi insulin yang

merupakan ciri khas dari diabetes mellitus tipe II ini, namun masih terdapat

insulin dalam sel yang adekuat untuk mencegah terjadinya pemecahan

lemak dan produksi pada badan keton yang menyertainya. Dan kejadian

tersebut disebut ketoadosis diabetikum, akan tetapi hal ini tidak terjadi pada

penderita diabetes melitus tipe II (Chang Esther,2009).

5. Tanda dan Gejala Klinis

Menurut Baradero (2009) gejala awal diabetes melitus gejala awal

biasa disebut dengan 3P, yakni :

a. Poliuria banyak kencing

Hal ini terjadi ketika kadar gula melebihi ambal ginjal yang

mengakibatkan glukosa dalam urin menarik air sehingga urin menjadi

banyak. Maka setiap kali para penderita diabetes melitus mengalami

buang air kecil dengan durai melebihi volome normal poliuria.

b. Polidipsi banyak minum

Karena sering buang air kecil, setiap kali para pasien diabetes

melitus diabetesin akan banyak minum polidipsi. Karena demikianlah

kita sering mendapati para diabetesin mengalami keluhan lemas banyak

minum polidipsi.

c. Polifagi banyak kencing

Seseorang diabetes yang baru makan akan mengalami ketidaka

cukupan hormon insulin untuk memasukan glukosa kedalam sel. Hal ini

menyebabkan tubuh akan selalu merasa kelaparan sehingga tubuh sering


12

terasa lemah. Kompensasinya seseorang diabetes akan melebihi banyak

makan lagi.

Gejala lanjutan :

a. Berat badan berkurang

b. Penglihatan kabur

c. Cepat lelah

d. Gatal didaerah kemauan

e. Luka sulit disembuhkan

Gejala kronis :

a. Impoten

b. Kerusakan ginjal

c. Ganggren

d. Kebutaan

e. Serangan stroke

f. Serangan jantung koroner

g. Kematian mendadak.

Sedangkan menurut (Misnadiarly, 2009) gejala diabetes

melitus dibagi menjadi dua yaitu :

a. Gejala akut

Gejala umum yang timbul dengan tidak mengurangi

kemungkinan adanya variasi gejala antara lain :

1. Banyak minum

2. Banyak makan

3. Banyak kencing.
13

4. Berat badan turun cepat biasa 5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu.

5. Mudah lelah.

b. Gejala kronik

Gejala yang timbul setelah beberapa bulan atau beberapa

tahun mengidap penyakit diabetes melitus antara lain :

1. Kesemutan

2. Kulit terasa panas rasa tebal kulit

3. Kram

4. Mudah ngantuk

5. Mata kabur

6. Gatal disekitar kemaluan

7. Gigi mudah goyah dan mudah lepas

8. Kemampuan seksual menurun

Menurut Brunner dan suddarth, 2013 yaitu :

a. IDDM insulin dependent diabetes melitus

1. Faktor genetik

2. Faktor imunologi

3. Faktor lingkungan

b. NIDDM non insulin dependent diabetes melitus

1. Usia

2. Obesitas

3. Riwayat keluarga dan kelompok etnik


14

6. Klasifikasi Diabetes Melitus

Menurut Arisman 2002, diabetes melitus dibagi dalam tiga kelompok

sebagai berikut :

a. Diabetes melitus tipe I insulin dependent diabetes melitus IDDM ini

terjadi akibat kerusakan sel beta pankreas dengan sekresi insulin

mengalami defisiensi.

b. Diabetes melitus tipe II Non insulin dependent diabetes melitus

NIDDM.

c. Diabetes melitus tipe III diabetes melitus tipe ini disebut juga diabetes

sekunder atau diabetes melitus tipe lain. Etiologinya penyakit pada

pankreas yang merusak sel beta, sindrom hormonal yang menggangu

sekresi menghambat kerja insulin, obat-obatan yang menggangu

sekresi insulin atau menghambat kerja insulin dan sindrom genetik.

Menerut Brunner dan Suddarth 2013, ada beberapa tipe daibetes

melitus yang berbeda penyakit ini dibedakan berdasarkan penyebab,

perjalanan klinik dan terapinya. Klafikasi diabetes melitus yang utama

adalah :

a. Tipe I diabetes melitus tergantung insulin insulin dependent

diabetes melitus IDDM

b. Tipe II diabetes melitus tidak tergantung insulin Non insulin

dependent diabetes melitus NIDDM.

c. Diabetes melitus gestasional gestasional diabetes melitus GDM


15

7. Komplikasi Diabetes Melitus

a. Komplikasi akut

Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan

jangka pendek dalam glukosa darah antara lain.

1. Hipoglikemi

2. Ketoasidosis diabetikum

3. Sindrom hiperglikemik hiperosmolar non ketotic.

b. Komplikasi kronis

1) Umumnya terjadi 10-15 tahun setelah awitan

2) Mikrovaskular penyakit pembuluh darah kecil, mengenai mata

retinopati dan ginjal neuropati. Kontrol glukosa darah untuk

memperlambat atau menunda awitan atau komplikasi

makrovaskuler.

3) Penyakit neuropati mengenai saraf sensorik motorik dan autonomy

serta menunjang masalah seperti impotensi dan luka dekubitus.

4) Rentan infeksi seperti tuberculosis paru, gingivitis dan infeksi

saluran kemih (Mansjoer,2009).

8. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok dengan

resiko tinggi untuk diabetes melitus yaitu kelompok usia dewasa tua > 40

tahun, obesitas, hipertensi, riwayat keluarga diabetes melitus. Pemeriksaan

penyaring dapat dilakukan dengan pemeriksaan glukosa sewaktu, kadar

glukosa darah puasa, kemudian dapat diukur dengan tes toleransi Glukosa

oral TTGO standart untuk kelompok resiko tinggi yang hasil pemeriksaan
16

penyaringnya negatif, perlu pemeriksaan penyaring ulang tiaptahun bagi

pasien berusia > 40 tahun tanpa ada faktor resiko, pemeriksaan penyaring

dapat dilakukan tiap 3 tahuncara pemeroksaan TTGO :

a. Tiga hari sebelum pemeriksaan pasien makan seperti biasa.

b. Kegiataan jasmani sementara cukup tidak terlalu banyak.

c. Pasien puasa semalam 10-12 jam.

d. Periksa glukosa darah puasa.

e. Berikan glukosa 75 g yang dilarutkan dalam air 250 ml, lalu minum

dalam waktu 5 menit.

f. Periksa glukosa darah dalam 1 jam dan 2 jam sesudah beban glukosa.

g. Selama pemeriksaan pasien yag diperiksa tetap istirahata dan tidak

merokok.

9. Kriteria Diagnostik Diabetes Melitus dan Gangguan Toleransi

Glukosa

Menurut Adib 2011, Glukosa Plasma Puasa

Normal : < 110 mg/dl

Glukosa plasma puasa terganggu : 110 mg/dl dan < 126 mg/dl

Diabetes melitus : >126 mg/dl

Hasil Tes Toleransi Glukosa Oral, Glukosa Plasma 2 jam

Normal : < 140 mg/dl

Toleransi glukosa terganggu : > 140 mg/dl dan < 200 mg/dl

Diabetes melitus : > 200 mg/dl


17

Sedangkan menurut The American Diabetes Association ADA

merekomendasikan beberapa parameter yang dapat digunakan untuk menilai

gangguan kadar glukosa dalam darah.

a. Kadar glukosa dalam darah : 80-120 mg/dl

b. Kadar glukosa plasma puasa : 90-130 mg/dl

c. Kadar glukosa saat tidur : 100-140 mg/dl

d. Kadar glukosa plasma saat tidur :110-150 mg/dl

10. Penatalaksanaan

Menurut Smeltzer 2010, untuk penatalaksanaan pada penderita

ulkus DM khususnya penderita setelah menjalani tindakan operasi

debridement yaitu termasuk tindakan perawatan dalam jangka panjang.

a. Medis

Penatalaksaan secara medis sebagai berikut :

1. Obat hiperglikemik Oral

2. Insulin

a) Ada penurunan BB dengan drastis

b) Hiperglikemi berat

c) Munculnya ketoadosis diabetikum

d) Gangguan pada organ ginjal atau hati.

b. Keperawatan

dalam penatalaksaan medis secara keperawatan yaitu:

1) Diit harus diperhatikan guna mengontrol peningkatan glukosa.

2) Latihan pada penderita dapat dilakukan seperti olahraga kecil,

jalan-jalan sore.
18

3) Pemantauan Penderita diabetes melitus mampu mengontrol kadar

gula darahnya secara mandiri dan optimal.

4) Terapi insulin dapat diberikan setiap hari sebanyak 2 kali sesudah

makan dan pada malam hari

5) Penyuluhan kesehatan dilakukan bertujuan sebagai edukasi bagi

penderita ulkus DM supaya penderita mampu mengetahui tanda

gejala komplikasi pada dirinya dan mampu menghindarinya.

6) Nutrisi disini berperan penting untuk penyembuhan luka dekubitus,

karena asupan nutrisi yang cukup mampu mengontrol energi yang

dikeluarkan.

7) Stress Mekanik untuk meminimalkan BB pada diabetes melitus.

Modifikasinya adalah seperti bedrest, dimana semua pasien

beraktifitas di tempat tidur jika diperlukan. Dan setiap hari luka

harus selalu dilakukan pemeriksaan dan perawatan medikasi untuk

mengetahui perkembangan luka dan mencegah infeksi luka.

11. Pencegahan Diabetes Melitus

a. Mengotrol diet atau makanan yang seimbang

b. Latihan fisik atau olahraga teratur

c. Menggunakan obat-obatan yang mengotrol gula darah

d. Dukungan keluarga

e. Mengkomsumsi banyak buah dan sayuran

f. Menghindari penggunaan sandal dan sepatu yang sempit


19

B. Hipertensi

1. Pengertian Hipertensi

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu kondisi dimana

tekanan darah meningkat. Tingkat normal untuk tekanan darah adalah

dibawah 120/80 mmHg. Dimana 120 adalah hasil pengukuran sistolik

tekanan puncak arteri dan 80 merupakan hasil pengukuran diastolik tekanan

minimumdalam pembuluh darah (Puspitorini,2012).

Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan sebuah kondisi

medis saat seseorang mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal.

Akibatnya volome darah meningkat dan saluran darah menyempit sehingga

jantung harus memompa lebih keras untuk menyuplai oksigen dan nutrisi

kesetiap sel didalam tubuh (Siti Setiati,2014).

2. Klasifikasi Hipertensi

Menurut Siti Setiati 2014, para ahli memberikan klasifikasi

tekanan darah yang berrbeda-beda, namun pada dasarnya seseorang

dikatakan menderita tekanan darah tinggi jika tekanan darahnya diatas

140/90 mmHg. Menurut WHO tekanan darah dianggap normal bila kurang

dari 135-85 mmHg. Dikatakan hipertensi bila lebih dari 140/90 mmHg, dan

diantara nilai tersebut digolongkan normal tinggi. Tekanan darah diantara

normal tensi dan hipertensi disebut Borderline Hypertension.


20

Tabel 2.2
Klasifikasi menurut Sevent Report Of The Joint National Committe VII JNC VII
on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure.

Tekanan Darah
Kategori Tekanan Darah Diastolik
Sistolik
Normal < 120 mmHg < 80 mmHg
Pre-
120-139 mmHg 80-89 mmHg
hipertensi
Stadium 1 140-159 mmHg 90-99 mmHg
Stadium 2 >= 160 mmHg >= 100 m

3. Etiologi

Menurut Siti Setiati 2014, berdasarkan penyebabnya hipertensi dapat

dikelompokkan kedalam dua kelompok besar yaitu :

a. Hipertensi prmer

Ahli medis mengklasifikasikan jenis yang berbeda dari

hipertensi berdasarkan penyebab dan karekteristiknya.lebih dari 95 %

penderita hipertensi adalah hipertensi primer atau hipertensi esensial. Hal

ini berarti bahwa kondisi hipertensi tidak mempunyai sumber

terindentifikasi. Banyak ahli percaya bahwa hipertensi primer disebabkan

berbagai faktor dari gaya hidup, seperti diet, olahraga dan rokok

diperkirakan bahwa sekitar 50% dari populasi sensitif garam artinya

asupan tinggi sodium akan meningkatnya tekanan darah.

b. Hipertensi skunder
21

Seperti namanya hipertensi sekunder muncul akibat kelainan

fisik lainnya, seperti ginjal dan gangguan adrenal. Beberapa penyebab

terjadinya hipertensi sekunder adalah

1. Penyakit ginjal

2. Kelainan hormonal

3. Obat-obatan

4. Penyebab lain seperti keracunan timbal akut.

Menurut Adib 2011, selain primer dan sekunder tersebut

penyebab lain juga dapat memicu terjadi hipertensi yaitu :

a. Faktor yang tidak dapat diubah Genetik, Usia, Jenis kelamin Dan ras.

b. Faktor yang dapat diubah, merokok, obesitas, stress, aktivitas fisik,

alkohol dan asupan garam.

4. Manifestasi klinis

Pada sebagian besar penderita hipertensi tidak menimbulkan gejala

masa laten ini menyelubungi perkembangan hipertensi sampai terjadi

kerusakan organ spesifik. Kalaupun menunjukkan gejala, gejala tersebut

biasanya ringan dan tidak spesifik, misalnya pusing-pusing meskipun jika

kebetulan beberapa gejala muncul bersamaan dan diyakini berhubungan

dengan hipertensi, gejala-gejala tersebut sereing kali tidak terkait dengan

hipertensi. Akan tetapi jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak

diobati bisa timbul gejala antara lain sebagai berikut :

a. Sakit kepala dan kelelahan.

b. Mual, muntah dan gelisah.

c. Sesak nafas dan nafas pendek


22

d. Pandangan menjadi kabur

e. Mata berkunang-kunang

f. Muda marah

g. Telinga berdengung

h. Sulit tidur

i. Rasa berat ditengkuk

j. Nyeri didaerah kepala bagian belakang dan nyeri di dada

k. Otot lemah

l. Pembengkakan pada kaki dan pergelangan kaki

m. Keringat berlebihan dan kulit tampak pucat atau kemerahan

n. Denyut jantung yang kuat, cepat atau tidak teratur.

o. Biasanya penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan

bahkan koma karena pembengkakan pada otak. Keadaan ini yang disebut

enselopati hipertensif. Kasus seperti ini memerlukan penanganan medis

(Siti Setiati,2014).

5. Komplikasi

Menurut Smeltzer 2010, hipertensi dapat berakibat fatal jika

tidak dikendalikan, apalagi kondisi ini sering kali tidak menimbulkan gejala

pada penderitanya sehingga tidak disadari sampai terjadi kerusakan fatal

pada organ tubuh. Hipertensi dapat menimbulkan gangguan pada :

a. Otak tekanan darah yang terlalu tinggi dapat menyebabkan terjadinya

stroke dengan pecahnya pembuluh darah diotak dan kelumpuhan.

b. Mata Tekanan darah yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan

pembuluh darah dan saraf pada mata.


23

c. Jantung tekanan darah yang terlalu tinggi memaksa otot jantung berkerja

lebih berat untuk memompa darah dan menyebabkan pembesaran otot

jantung kiri sehingga jantung mengalami gagal fungsi.

d. Ginjal penyakit ginjal kronik dapat terjadi karena kerusakan progresif

akibat tekanan darah tinggi pada kapiler-kapiler ginjal dan glomerolus.

C. Konsep Orif

1. Pengertian Orif Open Reduction Internal Fixation

Adalah sebuah prosedur bedah medis, yang tindakannya mengacu

operasi terbuka untuk mengatur tulang seperti yang diperlukan untuk

beberapa patah tulang, fiksasi internal mengacu pada fiksasi sekrup dan

piring untuk mengaktifkan atau memfasilitasi penyembuhan

(Brunner dan suddarth,2013).

2. Tindakan Pembedahan Orif

Tindakan pembedahan pada ORIF dibagi menjadi 2 jenis metode yaitu

meiputi :

a. Reduksi terbuka

Insisi dilakukan pada tempat yang mengalami cedera dan

diteruskan sepanjang bidang anatomi menuju tempat yang mengalami

fraktur. Fraktur diperiksa dan diteliti. Fragmen yang telah mati dilakukan

irigasi dari luka. Fraktur direposisi agar mendapatkan posisi yang normal

kembali. Sesudah reduksi fragmen-fragmen tulang dipertahankan dengan

alat ortopedik berupa: pin, skrup, plate, dan paku

b. Fiksasi Internal
24

Metode alternatif manajemen fraktur dengan fiksasi eksternal,

biasanya pada ekstrimitas dan tidak untuk fraktur lama Post eksternal

fiksasi, dianjurkan penggunaan gips. Setelah reduksi, dilakukan insisi

perkutan untuk implantasi pen ke tulang. Lubang kecil dibuat dari pen

metal melewati tulang dan dikuatkan pennya. Perawatan 1-2 kali sehari

secara khusus, antara lain: Observasi letak pen dan area, observasi

kemerahan, basah dan rembes, observasi status neurovaskuler. Fiksasi

internal dilaksanakan dalam teknik aseptis yang sangat ketat dan pasien

untuk beberapa saat mandapat antibiotik untuk pencegahan setelah

pembedahan (Brunner dan suddarth,2013).

D. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

fase pengkajian merupakan sebuah komponen utama untuk

mengumpulkan informasi, data, menvalidasi data, mengorganisasikan data,

dan mendokumentasikan data. Pengumpulan data antara lain meliputi :

a. Biodata

1) Identitas Pasien nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,

pekerjaan, agama, suku, alamat, status, tanggal masuk, tanggal

pengkajian, diagnosa medis.

2) Identitas penanggung jawab nama, umur, pekerjaan, alamat, hubungan

dengan pasien.

b. Riwayat kesehatan
25

1) Keluhan utama, biasanya keluhan utama yang dirasakan pasien saat

dilakukan pengkajian. Pada pasienperawata luka dekubitus yaitu nyeri

5-6 skala 0-10.

2) Riwayat kesehatan sekarang, Data diambil saat pengkajian berisi

tentang perjalanan penyakit pasien dari sebelum dibawa ke IGD

sampai dengan mendapatkan perawatan di bangsal.

3) Riwayat kesehatan dahulu, Adakah riwayat penyakit terdahulu yang

pernah diderita oleh pasien tersebut, seperti pernah menjalani dirawat

di RS berapa kali.

4) Riwayat kesehatan keluarga riwayat penyakit keluarga, adakah

anggota keluarga dari pasien yang menderita penyakit Diabetes

Mellitus karena DM ini termasuk penyakit yang menurun

5) Pola persepsi kesehatan: adakah riwayat infeksi sebelumnya, persepsi

pasien dan keluarga mengenai pentingnya kesehatan bagi anggota

keluarganya.

6) Pola nutrisi dan cairan: pola makan dan minum sehari-hari jumlah

makanan dan minuman yang dikonsumsi, jenis makanan dan

minuman, waktu berapa kali sehari, nafsu makan menurun/ tidak,

jenis makanan yang disukai, penurunan berat badan.

7) Pola eliminasi mengkaji pola BAB dan BAK sebelum dan selama

sakit, mencatat konsistensi, warna, bau, dan berapa kali sehari

konstipasi.
26

8) Pola aktivitas dan latihan: reaksi setelah beraktivitas muncul keringat

dingin, kelelahan/ keletihan, perubahan pola nafas setelah aktifitas,

kemampuan pasien dalam aktivitas secara mandiri.

9) Pola tidur dan istirahat: berapa jam sehari, terbiasa tidur siang,

gangguan selama tidur sering terbangun, nyenyak, nyaman.

10) Pola persepsi kognitif konsentrasi, daya ingat, dan kemampuan

mengetahui tentang penyakitnya.

11) Pola persepsi dan konsep diri adakah perasaan terisolasi diri atau

perasaan tidak percaya diri karena sakitnya.

12) Pola reproduksi dan seksual.

13) Pola mekanisme dan koping emosi, ketakutan terhadap penyakitnya,

kecemasan yang muncul tanpa alasan yang jelas.

14) Pola hubungan: hubungan antar keluarga harmonis, interaksi,

komunikasi, cara berkomunikasi.

15) Pola keyakinan dan spiritual: agama pasien, gangguan beribadah

selama sakit, ketaatan dalam berdo’a dan beribadah.

c. Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan umum

Penderita DM biasanya timbul nyeri akibat perawatan luka

dekubitus skala nyeri (0-10), luka kemungkinan merembes pada balutan.

Tanda-tanda vital pasien peningkatan suhu, takikardi, kelemahan akibat

sisa reaksi obat anestesi.

2) Sistem pernapasan tidak ada gangguan dalam pola napas pasien, biasanya

pada pasien perawatan luka dekubitus pola pernafasnya tidak terganggu.


27

3) Sistem kardiovaskuler Denyut jantung, pemeriksaan meliputi inspeksi,

palpasi, perkusi dan auskultasi pada permukaan jantung, tekanan darah

dan nadi meningkat.

4) Sistem pencernaan Pada diabetes melitus biasanya buang kecil banyak.

5) Sistem musculoskeletal Pada penderita luka dekubitus biasanya tidak

ada masalah pada sistem ini karena pada bagian luka biasanya hanya

tidak boleh luka itu tertekan.

6) Sistem integumen Turgor kulit biasanya normal atau menurun akibat

input dan output yang tidak seimbang.

2. Diagnosa Keperawatan Teoritis

Diagnosa keperawatan yang muncul antara lain:

a. Nyeri akut b/d agen cidera fisiologis

b. Resiko tinggi infeksi b/d luka

c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d penurunan

nafsu makan

d. Hambatan mobilitas fisik b/d nyeri, keengganan memulai pergerakan.

e. Kerusakan integritas kulit b/d kelembaban, imobilisasi fisik, kondisi

ketidakseimbangan nutrisi (Nanda,2015).

.
28
29

3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil / NOC Interensi / NIC
Keperawatan
1. Nyeri akut b.d agen NOC : NIC :
cidera fisiologis Pain level Pain management
Pain control 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
Comfort level 2.Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
Kriteria hasil 3.Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
1. Mampu mengontrol nyeri tahu penyebab nyeri, mengetahui pengalaman nyeri pasien
mampu menggunakan teknik nonformokologi 4. Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
untuk mengurangi nyeri 5. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
2. Laporkan bahwa nyeri berkurang dengan 6. Ajarkan tentang teknik nonfarmokologi
menggunakan manajemen nyeri Analgetic administration
3. Mampu mengenali nyeri skala, intensitas, 7.Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat
frekuensi dan tanda nyeri nyeri sebelum pemberian obat
4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang 8.Tentukan pilihan analgetik tergantung tipe dan
beratnya nyeri
9.Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri
hebat.
2. Resiko tinggi infeksi NOC NIC
b.d luka Immune Status Kontrol infeksi
Infection control 1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
Risk control 2. Pertahankan teknik isolasi
Kriteria Hasil 3. Batasi pengunjung jika perlu
1. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi 4. Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci
2. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah tangan saat berkunjung meninggalkan pasien
timbulnya infeksi 5. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
3. Jumlah leukosit dalam batas normal keperawatan
4. Menunjukkan perilaku hidup sehat 6. Gunakan baju dan sarung tangan sebagai alat
pelindung
7. Monitor kerentanan terhadap infeksi
8. Berikan perawat kulit
30

9. Inspeksi kondisi luka


10. Dorong istirahat
11. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala
infeksi
12. Ajarkan cara menghindari infeksi
13. Laporkan kecurigaan infeksi
14. Laporkan kultur positif
3. Ketidakseimbangan NOC NIC
nutrisi kurang dari Nutritional status : food and fluid intake Monitoring Nutrisi
keb. tubuh b.d Nutritional status : nutrient intake 1. Monitor adanya penurunan beat badan
penurunan nafsu Weight control 2. Monitor lingkungan selama makan
makan Kriteria Hasil 3. Monitor turgor kulit
1. Adanya peningkatan berat badan sesuai 4. Monitor total protein, Hb dan kadar Ht
dengan tujuan 5. Monitor makanan kesukaan
2. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan 6. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan
3. Mempu mengidentifikasi keb. nutrisi jaringan konjungtiva
4. Tidak terjadi penurunan berat badan yang 7. Amjurkan makan sedikit tapi sering
berarti 8. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
9. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
10. Kaji adanya alergi makanan
4. Hambatan mobilitas NOC NIC
fisik b/d nyeri, Joint Movement Active Exercice therapy ambulation
keengganan memulai Mobility Level 1.Monitor vital sign sebelum/sesudah latihan
pergerakan. Self Care ADLs 2.Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana
Kriteria Hasil ambulasi sesuai dengan kebutuhaN
1. Klien meningkat dalam aktivitas fisik 3.Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan tentang teknik
2. Mengerti tujuan dan peningkatan mobilitas ambulasi
3. Memverbalisasikan perasaan dalam 4.Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
meningkatkan kekuataan dan kemampuan 5.Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs
berpindah secara mandiri sesuai kemampuan
4. Memperagakan penggunaan alat 6.Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu
penuhi kebutuhan ADLs pasien
7.Berikan alat bantu jika klien memerlukan
31

8.Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan


berikan bantuan jika diperlukan
5. Kerusakan integritas NOC NIC
kulit b.d Tissue integrity : Skin and Mucous Pressure Management
kelembaban, Kriteria Hasil 1. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang
imobilisasi fisik, 1. Temperatur jaringan dalam rentang yang longga
kondisi diharapkan 2. Hindari kerutan pada tempat tidur
ketidakseimbangan 2. Elastisitas dalam rentang yang diharapkan 3.Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
nutrisi 3. Hidrasi dalam rentang yang diharapkan 4.Monitor kulit adanya kemerah
4. Pigmentasi dalam rentang yang diharapkan 5.Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada daerah
5. Warna dalam rentang yang diharapkan yang tertekan
6. Tektur dalam rentang yang diharapkan 6.Monitor status nutrisi pasien
7.Monitor vital sign
8.Kolaborasi dalam pemberian obat
32

4. Implementasi

Pelaksanaan tindakan keperawatan disesuaikan dengan tindakan

keperawatan pada klien sebelum melaksanakan tindakan yang sudah

direncanakan. Perawat memvalidasi dengan singkat apakah rencana

tindakan masalah sesuai dan dibutuhkan klien dengan kondisinya saat ini,

pada saat akan melakukan tindakan keperawatan maka kontrak dengan

klien di laksanakan dengan menjelaskan apa yang akan dekerjakan, dan

peran serta klien yang diharapkan.

5. Evaluasi

Evaluasi adalah suatu proses yang berkelanjutan untuk menilai

tindakan keperawatan yang telah dilakukan secara terus menerus pada

respon klien terhadap tindakan yang telah dilakukan. Evaluasi dibagi

menjadi 2, yaitu :

1. Evaluasi proses / formatif, dilakukan setiap kali melakukan tindakan

2. Evaluasi hasil / somatif, dilakukan dengan menggunakan pendekatan

SOAP sebagai penilaian.


33

Anda mungkin juga menyukai