Anda di halaman 1dari 4

Nama : Hadiyana Tiansari

Prodi : S1 Keperawatan

Smster : 6

1. Trend dan isu keperawatan adalah sesuatu yang sedang di bicarakan banyak orang tentang praktek
mengenai keperawatan baik itu berdasarkan fakta atau tidak.

a) RJP

Resusitasi jantung paru-paru atau CPR adalah tindakan pertolongan pertama pada orang yang
mengalami henti napas karenasebab-sebab tertentu. CPR bertujuan untuk membuka kembali jalan
napasyang menyempit atau tertutup sama sekali. CPR sangat dibutuhkan bagiorang tenggelam, terkena
serangan jantung, sesak napas, karena syok akibat kecelakaan, terjatuh, dan Sebagainya.

Namun yang perlu diperhatikan khusus untuk korban pingsankarena kecelakaan, tidak boleh langsung
dipindahkan karenadikhawatirkan ada tulang yang patah. Biarkan di tempatnya sampai petugas medis
datang. Berbeda dengan korban orang tenggelam danserangan jantung yang harus segera dilakukan
CPR.

b) ruptur aorta traumatik

merupakan penyebab kematian cepat tersering dari kecelakaankendaraan motor atau jatuh dari suatu
ketinggian. 90 persen penderita meninggal dengan segera diagnosa dini dan pembedahan dapat
menyelamatkan nyawa. Robekan aorta torakalis biasanya akibat daricedera deselerasi dengan jantung
dan arcus aorta yang tiba-tiba bergerak ke anterior (benturan ke 3), merobek aorta yang sebelumnya
berikatanligamentum arteriosum . Pada 10% kasus tidak langsung tampak perdarahan yang nyata,
robekan aorta ini tertutup jaringan sekitarnya danlapisan adventitia. Tetapi ini hanya sementara dan
tetap akan rupturedalam beberapa jam bila tidak dilakukan pembedahan.Diagnosa ruptur aorta
traumatic sulit ditegakkan dilapangan , bahkandi rumah sakit juga sering terlewatkan.
Riwayat/mekanisme kecelakaanmerupakan hal yang sangat penting,karena pada banyak penderita tidak
dijumpai tanda-tanda trauma thorax yang nyata. Informasi seberapa parahmobil, kerusakan kemudi
dengan cedera deseleerasi atau ketinggian berapa penderita jatuh sangat penting. Pada keadaan yang
sangat jarang , mungkindidapatkan hipertensi anggota gerak atas dan pulsasi yang berkurang pada
tungkai bawah.

2. * Upaya pencegahan primer : Upaya mencegah penyakit dengan mengendalikan faktor resiko

* Upaya pencegahan skunder : Upaya untuk menemukan suatu penyakit secara awal sebelum

gejala muncul sehingga pengobatan menjadi lebih mudah dengan hasil lebih baik

* Upaya penceghaan tersier : Upaya untuk menghindari, mengurangi kerusakan atau

komplikasi lanjut bila penyakit sudah ditemukan. Penanganan penderita yang datang sudah
dengan keluhan, merupakan upaya pencegahan tersier.

3. Kasus : Pasien mengatakan batuk berdahak, pasien mengatakan sesak napas, auskultasi : creakles
pada percabangan bronkus, TTV : TD : 110/70 mmHg, S : 36 C, N : 84 x/menit, RR : 28 x/menit, sekret
kental.

I. Indentitas

# Identitas pasien

Nama : Tn. J

Umur : 60 tahun

Jenis kelamin : laki-laki

Suku bangsa : Jawa

Agama : Islam

Status : menikah

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : swasta

Alamat : Kwaon Rt 7 / Rw IV, Jemawan, Jatinom, Klaten

# Catatan masuk rumah sakit :

Tanggal masuk : 30 April 2012,

Nomor RM : 393188

Ruang : Cempaka III

Diagnosa medis : TB Paru.

II. Analisa data

DS : Pasien mengatakan batuk berdahak, pasien mengatakan sesak napas

DO : napas pendek, auskultasi : creakles pada percabangan bronkus, TTV: TD : 110/70 mmHg, S : 36 C,
N : 84 x/menit, RR : 28 x/menit, sekret kental

III. Diagnosa keperawatan

Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret, sekret kental.

IV. Intervensi
- kaji fungsi pernapasan (bunyi napas, kecepatan, kedalaman, penggunaan otot asseroris).

- Catat kemampuan untuk mengeluarkan mulkosa/batuk efektif.

- Berikan pasien posisi semi/fowler tinggi, ajarkan batuk efektif dan latihan napas dalam.

- Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, penghisapan sesuai keperluan.

- Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali kontraindikasi, anjurkan pasien minum air
putih hangat banyak.

- Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi.

V. Implementasi

- tidak semua intervensi dilakukan, bersihkan sekret dari mulut dan trakea, penghisapan sesuai
keperluan tidak dilakukan karena pasien sudah mampu mengeluarkan sekret dengan nafas dalam dan
batuk efektif

VI. Evaluasi

Sekret kental hanya dapat teratasi sebagian dalam waktu 3 x 24 jam.

* EBP adalah proses penggunaan bukti terbaik yang jelas, tegas dan berkesinambungan guna

pembuatan keputusan klinik dalam merawat individu pasien (Nurhayati, 2015)

* EBP penatalaksanaan gawat darurat pada kasus Sistem pernafasan : pemberian posisi semi fowler
terhadap kestabilan pola nafas

Analisa jurnal :

a. WHAT : PENGARUH PEMBERIAN POSISI SEMI FOWLER TERHADAP KESTABILAN POLA NAPAS PADA
PASIEN TB PARU DI IRINA C5 RSUP PROF Dr. R. D. KANDOU MANADO

b. WHO : 1) Aneci Boki Majampoh

2) Rolly Rondonuwu

3) Franly Onibala

c. WHEN : 5 Desember 2014 – 6 Januari 2015.


d. WHERE : di Irina C5 RSUP Prof Dr. R. D. Kandou Manado
e. WHY : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas PEMBERIAN POSISI SEMI FOWLER
TERHADAP KESTABILAN POLA NAPAS PADA PASIEN TB PARU
f. HOW :
- Metode penelitian : Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan jenis penelitian Pra-eksperimental desain
satu kelompok Pre-Post Test (one group pre-post test design). Penelitian ini dilakukan di Irina C5 RSUP
Prof Dr. R. D. Kandou Manado pada tanggal 5 Desember 2014 – 6 Januari 2015.
Dalam penelitian ini populasi adalah keseluruhan pasien yang mengalami TB paru di Irina C RSUP Prof
Dr. R. D. Kandou Manado. Yang menjadi sampel penelitian ini adalah pasien Irina C5 yangterdiagnosa
medis TB paru BTA(+) yang memenuhi kriteria inklusi. Teknik pengambilan sampel yaitu Non-Rondom
Sampling dengan metode total sampling yang didapat sebesar 40 responden. Kriteria inklusi penelitian
ini yaitu pasien di Irina C5, mengisi lembar persetujuan menjadi responden, kesadaran compos mentis,
pasien TB paru BTA(+) yang mengalami sesak napas. Kriteria ekskusi penelitian ini yaitu pasien TB paru
yang akan rawat jalan, pasien dalam kondisi tidak sadar, pasien TB paru BTA(+) yang telah terpasang
O2.Instrumen dalam penelitian ini berupa SOP (standard operating procedure) pemberian posisi semi
fowler, SOP yang digunakan diambil dari (Azis dan Musrifatul, 2012) dan dimodifikasi oleh peneliti, serta
lembar observasi untuk menilai karaktiristik responden, pola napas dan posisi tidur sebelum dan
sesudah dilakukan intervensi posisi semi fowler. Untuk pemberian posisi semi fowler, jika bernilai (30-
45°) diberi kode 1 (satu) dan jika salah diberi kode 2 (dua), begitu pula dengan frekuensi pernapasannya.

- Hasil : Dari hasil analisis pengaruh pemberian posisi semi fowler terhadap kestabilan pola napas,
bahwa pasien yang setelah diberikan intervensi posisi semi fowler memiliki rata –rata skor dyspnea lebih
rendah yaitu 23,53. Frekuensi pernapasan sebelum diberikan posisi semi fowler termasuk frekuensi
pernapasan normal yaitu sebanyak 32 orang (80,0%) dari 40 responden. Hasil penelitian (Singal dkk,
2013) dengan judul “A study on the effect of position in COPD patient to improve breathing pattern”
ditemukan 64% pasien lebih baik dalam posisi 30-45°, 24% pada posisi 60°, dan 12% pasien lebih baik
dalam posisi 90°. Sama halnya dengan penelitian (Safitry dkk, 2011) dengan judul “Keefektifan
pemberian posisi semi fowler terhadap penurunan sesak napas pada pasien asma di ruang rawat inap
kelas III RSUD Dr. Moewardi Surakarta” menunjukan bahwa ada pengaruh pemberian posisi semi fowler
terhadap penurunan sesak napas pada pasien asma dengan nilai sig. 0,006 (α 0,05).

- Kesimpulan : Teridentifikasi frekuensi pernapasan sebelum diberikan posisi semi fowler sebagian besar
termasuk frekuensi sesak napas sedang sampai berat. Terindentifikasi frekuensi pernapasan setelah
diberikan posisi semi fowler sebagian besar termasuk frekuensi pernapasan normal, serta terdapat
pengaruh pemberian posisi semi fowler terhadap kestabilan pola napas pada pasien TB paru di Irina C5
RSUP Prof Dr. R. D. Kandou Manado.

Anda mungkin juga menyukai