Anda di halaman 1dari 22

Hubungan Tingkat Kecemasan Dan Pengetahuan Ibu Hamil

Trimester 3 Dengan Kesiapan Menghadapi Persalinan Di Masa


Pandemi Covid-19

Disusun oleh :
Nama : Hadiyana tiansari
Prodi : S1 Keperawatan
Nim : 1420118005

UNIVERSITAS QAMARUL HUDA BADARUDDIN BAGU


TAHUN AJARAN 2020-2021
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


kecemasan merupakan keadaan yang normal terjadi dalam berbagai keadaan, seperti
pertumbuhan, adanya perubahan dan pengalaman baru, (Mandagi, 2013). Kecemasan
(anxiety) merupakan perasaan takut yang tidak jelas penyebabnya dan tidak didukung oleh
situasi yang ada, (Usman, 2016). Kecemasan dapat dirasakan oleh setiap orang jika
mengalami tekanan dan perasaan mendalam yang menyebabkan masalah psikiatrik dan dapat
berkembang dalam jangka waktu lama, (Shodiqoh, 201).
Di indonesia, terdapat 107.000 ibu hamil yang mengalami kecemasan dalam menghadapi
persalinan. Kecemasan ibu hamil dapat timbul khususnya pada trimester ke 3 kehamilan
hingga saat persalinan, dimana pada periode ini ibu hamil merasa cemas dengan berbagai hal
seperti normal atau tidak normal bayinya lahir, nyeri yang akan dirasakan dan sebagainya
(Usman, 2016).
Kecemasan akan berdampak negatif pada ibu hamil sejak masa kehamilan hingga
persalinan, menghambat pertumbuhannya, melemahkan kontraksi otot rahim dan lain-lain.
Dampak tersebut dapat membahayakan ibu dan janin (Novitasari, 2013). Sebuah penelitian di
indonesia menunjukkan bahwa ibu hamil dengan tingkat kecemasan yang tinggi memiliki
resiko melahirkan bayi prematur bahkan keguguran (Astria, 2019). Selain berdampak pada
proses persalinan, kecemasan pada ibu hamil juga dapat berpengaruh pada tumbuh kembang
anak. Kecemasan yang terjadi terutama pada trimester ketiga dapat mengakibatkan
penurunan berat badan lahir (Shahhosseini, dkk, 2015).
Pengetahuan merupakan hasiltahu seseorang terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan
seseorang dipengaruhi oleh indra pendengaran, indra pengelihatan, indra penciuman, indra
perasa dan peraba, tetapi sebagian besar dipengaruhi oleh mata dan telinga (Notoadmojo,
2007). Pengetahuan sendiri dipengaruhi ileh faktor pendidikan, dimana diharapkan bahwa
seseorang yang berpendidikan tinggi memiliki pengetahuan yang tinggi pula, tetapi bukan
berarti yang berpendidikan rendah juga memiliki pengetahuan yang rendah.
Dimasa pandemi covid-19 (corona virus disease) ibu hamil merasa semakin cemas
terutama untuk ibu hamil trimester 3 yang akan segera melahirkan. Kecemasan ibu didasari
oleh bagaimana penyebaran virus ini, yairu melalui droplet pada saat bersin, batuk atau
berbicara. Droplet dapat menempel pada benda dan permukaan sperti meja, gagang pintu, dll.
Seseorang dapat terinfeksi oleh virus ini apabila menyentuh mata, hidung dan mulut tanpa
mencuci tangan (WHO, 2020).
peneliti tertarik untuk mengambil variabel mengenai tingkat kecemasan dan pengetahuan
ibu hamil trimester 3 dengan kesiapan menghadapi persalinan di masa pandemi covid-19
dikarenakan dimasa pandemi covid-19 ibu hamil akan merasa semakin cemas dalam
mempersiapkan persalinannya. Sehingga dengan adanya penelitian ini diharapkan bagi ibu
dan tenaga kesehatan dapat mengurangi kecemasan ibu yang sedang mempersiapkan
persalinannya.
1.2 Rumusan Masalah
1. apakah terdapat hubungan tingkat kecemasan dan ibu hamil trimester 3 dengan kesiapan
menghadapi persalinan di masa pandemi covid-19
2. apakah terdapat hubungan tingkat pengetahuan ibu hamil trimester 3 dengan kesiapan
menghadapi persalinan di masa pandemi covid-19

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1. Tujuan Umum
untuk menganalisis hubungan tingkat kecemasan dan pengetahuan ibu hamil trimester
3 dengan kesiapan menghadapi persalinan di masa pandemi covid-19

1.3.2. Tujuan Khusus


1. mengidentifikasi tingkat kecemasan ibu hamil trimester 3 dengan kesiapan
menghadapi persalinan di masa pandemi covid-19
2. mengidentifikasi tingkat pengetahuan ibu hamil trimester 3 dengan kesiapan
menghadapi persalinan di masa pandemi covid-19
3. mengidentifikasi tingkat kesiapan ibu hamil trimester 3 dalam menghadapi
persalinan di masa pandemi covid-19
4. menganalisis hubungan tingkat pengetahuan dengan kesiapan menghadapi
persalinan di masa pandemi covid-19

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1. Manfaat Teoritis
1. Mahasiswa
memperoleh pengetahuan dan wawasan tentang faktor psikologis yang
menimbulkan kecemasan yang dapat mempengaruhi kesiapan menghadapi
persalinan di masa pandemi covid-19
2. Instansi Pendidikan
memberikan masukan yang berhubungan dengan manajmen kecemasan pada ibu
hamil trimester 3 yang sedang mempersiapkan persalinannya di masa pandemi
covid-19
3. Peneliti Selanjutnya
memberikan tambahan teori untuk memperkaya ilmu mengenai hubungan
kecemasan yang mempengaruhi kesiapan ibu hamil trimester 3 dalam
menghadapi persalinan di masa pandemi covid-19
1.4.2. Manfaat Praktis
1) Institusi Pelayanan Kesehatan
menambahkan informasi tentang faktor psikologis kecemasan yang
mempengaruhi kesiapan ibu hamil trimester 3 dalam menghadapi persalinan dan
sebagai dasar untuk mengedukasi masyarakat dalam memanajemen tingkat
kecemasan sebelum persalinan dan dapat mecegah kecemasan yang terjadi pada
saat persalinan dimasa pandemi covid-19
2) Tempat Penelitian
untuk meningkatkan upaya preventif dalam menangani ibu hamil trimester 3
yang memiliki kecemasan dalam menghadapi persiapan persalinannya dimasa
pandemi covid-19
3) Masyarakat
untuk menambah wawasan masyarakat tentang faktor psikologis yang
mempengaruhi kecemasan dengan kesiapan ibu hamil trimester 3 dalam
menghadapi persalinan dimasa pandemi covid-19
4) Bagi Responden
untuk menambah wawasan dan meningkatkan upaya preventif bagi responden
dalam menangani kecemasan yang dialami dalam mempersiapkan persalinannya
di masa pandemic covid-19
1.5 Keaslian penelitian

no Peneliti judul hasil perbedaan


(tahun)
1 Nindya Hubungan Terdapat hubungan Penelitian ini berfokus
nadilah pengetahuan pengetahuan ibu hamil pada ibu hamil yang
walangadi, ibu hamil primigravida trimester III mengalami kecemasan
Rina kundre, primigravida dengan tingkat kecemasan mengenai penyebaran
Wico trimester III ibu menghadapi persalinan di covid-19 yang dapat
silolonga dengan tingkat poli KIA puskesmas mengahambat proses
(2014) kecemasan ibu tuminting nilai = 0,05 dan p persalinannya.
menghadapi = 0,000 Penelitian ini dapat
persalinan di menambah wawasan
poli kia mengenai penyebaran
puskesmas covid-19 pada ibu
tuminting hamil.
2 Adrestia rifki Hubungan Terdapat hubungan prilaku Penelitian ini tidak
naharani, prilaku keikutsertaan kelas ibu hamil hanya memberikan
Siswati, keikutsertaan
dengan tingkat kecemasan edukasi secara umum
Natiqotul kelas ibu hamil
dalam menghadapi melainkan juga
fatkhiyah dengan tingkat
persalinan, hal ini memberikan edukasi
(2016) kecemasan menggambarkan ibu hamil mengenai cara
dalam yang mengikuti kelas ibu pencegahan covid-19
menghadapi hamil, tingkat kecemasannya agar ibu hamil dan
persalinan ringan. Berdasarkan bayinya tidak
pada ibu hamil
perhitungan spearman’s rho menderita covid-19.
primigravidadengan a = 0,05 diperoleh
trimester III
nilai p sebesar 0,010 karena
nilai p < a berarti secara
statistik hasil pengujian
signifikan, atau menolak Ho.
3 Nur fita Hubungan  Terdapat hubungan antara Pemberian edukasi
romalasari, antara dukungan suami dengan terhadap ibu hamil
Kumsih astuti dukungan kecemasan menghadapi tidak dilakukan di
(2017) suami dan persalinan di puskesmas puskesmas melainkan
partisipasi nglipar II. Dukungan suami di desa yang
mengikuti berada pada katagori penyebaran covidnya
kelas ibu hamil sedang dengan jumlah cenderung tinggi.
dengan subjek 39 (78%) dan
kecemasan katagori tinggi berjumlah
menghadapi 11 (22 %) dukungan suami
persalinan yang tinggi menurunkan
pada ibu hamil tingkat kecemasan ibu
primigravida hamil
trimester 3 di
puskesmas
nglipar II  Terdapat hubungan antara
partisipasi mengikuti kelas
ibu hamil dengan
kecemasan menghadapi
persalinan, hasil korelasi
yang diperoleh -0,595 (p <
0,05). semakin tinggi
partisipasi mengikuti kelas
ibu hamil, maka semakin
rendah kecemasan
menghadapi persalinan.
4 Irfana tri Hubungan Dari hasil uji chi square yang Penelitian ini tidak
wijayanti, siti keikutsertaan dilakukan didapatkan hasil hanya memberikan
ifatul maula kelas ibu hamil nilai chi square probabilitas > edukasi mengenai cara
(2017) TM III dengan 0.05, adapun nilai X2 tabel menangani kecemasan
tingkat pada df : 3 tingkat signifikan secara umum
kecemasan si (5%) 18,739. Kemudian melainkan juga
menghadapi dilakukan perbandingan X2 memberikan edukasi
persalinan hitung dan X2 tabel. Dimana terkait covid-19.
X2 hitung adalah 18, 739 > r
tabel df : 3 taraf signifikasi
adalah 7,815. Sedangkan
berdasarkan probabilitas,
terlihat bahwa p adalah 0,000
atau probabilitas kurang dari
0,05.
Dapat disimpulkan bahwa
ada hubungan antara
keikutsertaan ibu hamil TM
III dengan tingkat kecemasan
menghadapi persalinan.
5 Rizki Hubungan Hasil analisa bivariat Penelitian ini
nursofyanto, partisipasi menunjukkan hubungan dilakukan pada ibu
ratnasari dwi kelas ibu hamil bermakna antara tingkat hamil dengan resiko
cahyanti terhadap partisipasi kelas ibu hamil tinggi terhadap
(2016) tingkat dengan tingkat kecemmasan penyebaran covid -19.
kecemasan menghadapi persalinan
menghadapi (p < 0,01).
persalinan
pada ibu hamil
resiko tinggi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kecemasan
2.1.1 Pengertian kecemasan
kecemasan merupakan keadaan yang normal terjadi dalam berbagai keadaan,
seperti pertumbuhan, adanya perubahan dan pengalaman baru, (Mandagi, 2013).
Kecemasan (anxiety) merupakan perasaan takut yang tidak jelas penyebabnya dan
tidak didukung oleh situasi yang ada, (Usman, 2016). Kecemasan dapat dirasakan
oleh setiap orang jika mengalami tekanan dan perasaan mendalam yang
menyebabkan masalah psikiatrik dan dapat berkembang dalam jangka waktu lama,
(Shodiqoh, 2014).

2.1.2 Klasifikasi Tingkat Kecemasan


Kecemasan sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya.
Kecemasan ada empat tingkatan yaitu :
1. Kecemasan Ringan
Dihubungkan dengan ketegangan yang dialami sehari-hari. Individu masih
waspada serta lapang persepsinya meluas, menajamkan indera. Dapat
memotivasi individu untuk belajar dan mampu memecahkan masalah secara
efektif dan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas.
2. Kecemasan Sedang
Individu terfokus hanya pada pikiran yang menjadi perhatiannya, terjadi
penyempitan lapangan persepsi, masih dapat melakukan sesuatu dengan arahan
orang lain.
3. Kecemasan Berat
Lapangan persepsi individu sangat sempit. Pusat perhatiannya pada detail yang
kecil dan spesifik dan tidak dapat berfikir hal-hal lain. Seluruh perilaku
dimaksudkan untuk mengurangi kecemasan dan perlu banyak perintah/arahan
untuk terfokus pada area lain.
4. Kecemasan Sangat Berat
Individu kehilangan kendali diri. Karena hilangnya kontrol, maka tidak mampu
melakukan apapun meskipun dengan perintah. Terjadi peningkatan aktivitas
motorik, berkurangnya kemampuan berhubungan dengan orang lain,
penyimpangan persepsi dan hilangnya pikiran rasional, tidak mampu berfungsi
secara efektif. Biasanya disertai dengan disorganisasi kepribadian.

2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan


Faktor yang mempengaruhi kecemasan dibedakan menjadi dua yaitu:
1. Faktor prediposisi yang menyangkut tentang teori kecemasan:
a) Teori Psikoanalitik
Teori Psikoanalitik menjelaskan tentang konflik emosional yang terjadi antara
dua elemen kepribadian diantaranya id dan ego. Id mempunyai dorongan
naluri dan impuls primitif seseorang, sedangkan ego mencerminkan hati
nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma budaya seseorang.
Fungsi kecemasan dalam ego adalah mengingatkan ego bahwa adanya bahaya
yang akan datang.
b) Teori Interpersonal
Kecemasan merupakan perwujudan penolakan dari individu yang
menimbulkan perasaan takut. Kecemasan juga berhubungan dengan
perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan yang menimbulkan
kecemasan. Individu dengan harga diri yang rendah akan mudah mengalami
kecemasan.
c) Teori perilaku
Pada teori ini, kecemasan timbul karena adanya stimulus lingkungan spesifik,
pola berpikir yang salah, atau tidak produktif dapat menyebabkan perilaku
maladaptif. Penilaian yang berlebihan terhadap adanya bahaya dalam situasi
tertentu dan menilai rendah kemampuan dirinya untuk mengatasi ancaman
merupakan penyebab kecemasan pada seseorang.
d) Teori biologis
Teori biologis menunjukan bahwa otak mengandung reseptor khusus yang
dapat meningkatkan neuroregulator inhibisi (GABA) yang berperan penting
dalam mekanisme biologis yang berkaitan dengan kecemasan. Gangguan fisik
dan penurunan kemampuan individu untuk mengatasi stressor merupakan
penyerta dari kecemasan.

2. Faktor presipitasi
a) Faktor Eksternal
1. Ancaman Integritas Fisik
Meliputi ketidakmampuan fisiologis terhadap kebutuhan dasar sehari-hari
yang bisa disebabkan karena sakit, trauma fisik, kecelakaan.
2. Ancaman Sistem Diri
Diantaranya ancaman terhadap identitas diri, harga diri, kehilangan, dan
perubahan status dan peran, tekanan kelompok, sosial budaya.

b) Faktor Internal
1. Usia
Gangguan kecemasan lebih mudah dialami oleh seseorang yang
mempunyai usia lebih muda dibandingkan individu dengan usia yang lebih
tua.
2. Stressor
Stressor merupakan tuntutan adaptasi terhadap individu yang disebabkan
oleh perubahan keadaan dalam kehidupan. Sifat stresor dapat berubah
secara tiba-tiba dan dapat mempengaruhi seseorang dalam menghadapi
kecemasan, tergantung mekanisme koping seseorang.
3. Lingkungan
Individu yang berada di lingkungan asing lebih mudah mengalami
kecemasan dibanding bila dia berada di lingkungan yang biasa dia tempati.
4. Jenis kelamin
Wanita lebih sering mengalami kecemasan daripada pria. Wanita memiliki
tingkat kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan pria. Hal ini
dikarenakan bahwa wanita lebih peka dengan emosinya, yang pada
akhirnya mempengaruhi perasaan cemasnya.
5. Pendidikan
Kemampuan berpikir individu dipengaruhi oleh tingkat pendidikan.
Semakin tinggi tingkat pendidikan maka individu semakin mudah berpikir
rasional dan menangkap informasi baru. Kemampuan analisis akan
mempermudah individu dalam menguraikan masalah baru.
6. Pengalaman masa lalu
Pengalaman di masa lalu dapat mempengaruhi kemampuan seseorang
dalam menghadapi stresor yang sama.
7. Pengetahuan
Ketidaktahuan dapat menyebabkan munculnya kecemasan dan
pengetahuan dapat digunakan untuk mengatasi masalah yang ada.

2.1.4 Indikator Kecemasan


1. Keluhan dan gejala umum dalam kecemasan dibagi menjadi gejala somatik dan
psikologis yaitu:
a. Gejala somatik terdiri dari :
 Keringat berlebih
 Ketegangan pada otot skelet yaitu seperti : sakit kepala, kontraksi pada
bagian belakang leher atau dada, suara bergetar, nyeri punggung.
 Sindrom hiperventilasi yaitu seperti: sesak nafas, pusing, parestesi.
 Gangguan fungsi gastrointestinal yaitu seperti: tidak nafsu makan,
mual, diare, dan konstipasi.
 Iritabilitas kardiovaskuler seperti : hipertensi.

b. Gejala psikologis terdiri dari beberapa macam :


 Gangguan mood seperti : sensitif, cepat marah, dan mudah sedih.
 Kesulitan tidur seperti: insomnia, dam mimpi buruk
 Kelelahan atau mudah capek.
 Kehilangan motivasi dan minat.
 Perasaan-perasaan yang tidak nyata.
 Sangat sensitif terhadap suara seperti: merasa tak tahan terhadap suara-
suara yang sebelumnya biasa saja.
 Berpikiran kosong seperti : Tidak mampu berkonsentrasi, mudah lupa.
 Kikuk, canggung, koordinasi buruk.
 Tidak bisa membuat keputusan seperti: tidak bisa menentukan pilihan
bahkan untuk hal-hal kecil.
 Gelisah, resah, tidak bisa diam.
 Kehilangan kepercayaan diri.
 Kecenderungan untuk melakukan segala sesuatu berulang-ulang.
 Keraguan dan ketakutan yang mengganggu.
 Terus menerus memeriksa segala sesuatu yang telah dilakukan.
Berdasarkan paparan diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat dua
gejala umum kecemasan, yaitu gejala somatik yaitu gejala fisik yang
tampak pada individu yang sedang mengalami kecemasan, dan gejala
psikologis yang dirasakan oleh individu yang mengalami kecemasan.

2.1.5 Alat Ukur Kecemasan


Tingkat kecemasan dapat diukur dengan pengukuran skor kecemasan menurut alat
ukur kecemasan yang disebut HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale). Skala
HARS merupakan pengukuran kecemasan yang didasarkan pada munculnya gejala
pada individu yang mengalami kecemasan.8 Menurut skala HARS terdapat 14
gejala yang nampak pada individu yang mengalami kecemasan. Setiap item yang
diobservasi diberi 5 tingkatan skor antara 0 (nol present) sampai dengan 4 (severe).
Skala HARS pertama kali digunakan pada tahun 1959, yang diperkenalkan oleh
Max Hamilton dan sekarang telah menjadi standar dalam pengukuran kecemasan.8
Skala HARS telah dibuktikan memiliki validitas dan reliabilitas cukup tinggi untuk
melakukan pengukuran kecemasan yaitu 0,93 dan 0,97. Kondisi ini menunjukkan
bahwa pengukuran kecemasan dengan menggunakan skala HARS akan diperoleh
hasil yang valid dan reliabel.
Skala HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale) dalam penilaian kecemasan terdiri
dan 14 item, meliputi:
1. Perasaan ansietas: cemas, firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah
tersinggung.
2. Ketegangan: merasa tegang, lesu, tak bisa istirahat tenang, mudah terkejut,
mudah menangis, gemetar, gelisah.
3. Ketakutan: pada gelap, pada orang asing, ditinggal sendiri, pada binatang
besar, pada keramaian lalu lintas, pada kerumunan orang banyak.
4. Gangguan tidur: sukar masuk tidur, terbangun malam hari, tidak nyenyak,
bangun dengan lesu, banyak mimpi-mimpi, mimpi buruk.
5. Gangguan kecerdasan: sukar konsentrasi, daya ingat buruk.
6. Perasaan depresi: hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada hobi, sedih,
bangun dini hari, perasaan berubah-ubah sepanjang hari.
7. Gejala somatik: sakit dan nyeri di otot-otot, kaku, kedutan otot, gigi gemerutuk,
suara tidak stabil.
8. Gejala sensorik: penglihatan kabur, muka merah atau pucat, merasa lemah,
perasaan ditusuk-tusuk.
9. Gejala kardiovaskuler: takikardi, berdebar, nyeri di dada, denyut nadi
mengeras, perasaan lesu/lemas seperti mau pingsan, detak jantung menghilang
(berhenti).
10. Gejala respiratori: rasa tertekan atau sempit di dada, perasaan tercekik, sering
menarik napas, napas pendek/sesak.
11. Gejala gastrointestinal: sulit menelan, perut melilit, nyeri sebelum dan sesudah
makan, perasaan terbakar di perut, rasa penuh/kembung, mual, muntah, BAB
lembek, kehilangan berat badan konstipasi.
12. Gejala urogenital: sering buang air kecil, tidak dapat menahan air seni,
amenorrhea, menorrhagia.
13. Gejala otonom: mulut kering, muka merah, mudah berkeringat, pusing atau
sakit kepala, bulu-bulu berdiri.
14. Tingkah laku pada wawancara: gelisah, tidak tenang, jari gemetar, kerut
kening, muka tegang, tonus otot meningkat, napas pendek dan cepat.
15. Cara penilaian kecemasan adalah dengan memberikan nilai dengan kategori:
0 = jika tidak ditemukan gejala atau keluhan
2 = Gejala ringan (jika ditemukan minimal 1 dari gejala/keluhan yang ada).
2 = Gejala sedang (jika ditemukan 50% dari gejala/keluhan yang ada sesuai
dengan indikator).
3 = Gejala berat (jika ditemukan lebih dari 50% dari keseluruhan
gejala/keluhan yang ada).
4 = Gejala sangat berat (jika ditemukan seluruh/semua gejala yang ada).
Penentuan derajat kecemasan dengan cara menjumlah nilai skor dan item 1-14
dengan hasil:
a) Skor kurang dari 14 = tidak ada kecemasan.
b) Skor 14 – 20 = kecemasan ringan.
c) Skor 21 – 27 = kecemasan sedang.
d) Skor 28-41 = kecemasan berat.
e) Skor 42-56 = kecemasan sangat berat.

2.2 Pengetahuan
2.2.1 Pengertian
Pengetahuan merupakan hasil tahu seseorang terhadap suatu objek tertentu.
Pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh indra pendengaran, indra pengelihatan,
indra penciuman, indra perasa dan peraba, tetapi sebagian besar dipengaruhi oleh
mata dan telinga (Notoadmojo, 2007). Pengetahuan sendiri dipengaruhi oleh faktor
pendidikan, dimana diharapkan bahwa seseorang yang berpendidikan tinggi
memiliki pengetahuan yang tinggi pula, tetapi bukan berarti yang berpendidikan
rendah juga memiliki pengetahuan yang rendah.

2.2.2 Tingkat Pengetahuan


Tingkatan pengetahuan dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan, yaitu:
1. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall) sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu merupakan tingkatan
pengetahuan yang paling rendah.
2. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui, dan dapat mengintrepretasikan materi
tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atas materi dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan
sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
3. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat
diartikan sebagai aplikasi atau pengguanaan hukum-hukum, metode, prinsip,
dan sebagainya dalam konteks atau yang lain.
4. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek
ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur
organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru.19 Dengan kata lain sintesis adalah suatu bentuk kemampuan menyusun
formulasi baru dari formulasi-formulasi yang baru.
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justfikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini didasarkan
pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria
yang telah ada.

2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan


1. Faktor Internal meliputi:
a) Umur
Semakin cukup umur tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan
lebih matang dalam berpikir dan bekerja dari segi kepercayaan masyarakat
yang lebih dewasa akan lebih percaya dari pada orang yang belum cukup
tinggi kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman jiwa.
b) Pengalaman
Pengalaman merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman itu
merupakan cara untuk memperoleh suatu kebenaran pengetahuan.20 Hal ini
dilakukan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh
dalam memecahkan persoalan yang dihadapi pada masa lalu.20
c) Pendidikan
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin banyak pula
pengetahuan yang dimiliki.20 Sebaliknya semakin pendidikan yang kurang
akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang
baru diperkenalkan.
d) Pekerjaan
Pekerjaan adalah kebutuhan yang harus dilakukan terutama untuk
menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarganya.
e) Jenis Kelamin
Jenis kelamin merupakan suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki
maupun perempuan yang dikontruksikan secara sosial maupun kultural.20
2. Faktor Eksternal meliputi:
a) Informasi
Informasi merupakan fungsi penting untuk membantu mengurangi rasa
cemas.20 Seseorang yang mendapat informasi akan mempertinggi tingkat
pengetahuan terhadap suatu hal.
b) Lingkungan
Lingkungan diawali dengan pengalaman-pengalaman seseorang serta
adanya faktor eksternal (lingkungan fisik dan non fisik).
c) Sosial budaya
Semakin tinggi tingkat pendidikan dan status sosial seseorang maka tingkat
pengetahuannya akan semakin tinggi pula.
d) Mengukur Pengetahuan
Tingkat pengetahuan dapat diukur dengan alat yaitu kuesioner. Kuesioner
adalah sejumlah pertanyaan tertulis untuk memperoleh informasi dari
responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang
diketahuinya.
Pengukuran dengan rumus:
P = x 100
Keterangan:
P = skor nilai
f = skor jawaban benar
n = skor tertinggi

Skala pengukuran dalam penelitian ini menggunakan skala data ordinal


yaitu mengkategorikan hasil pengukuran berupa presentase jawaban yang
benar dari seluruh pertanyaan yaitu kategori baik (76-100%), cukup (56-
75%), dan kurang (≤55%).21 Jenis pengukuran ini peneliti mengumpulkan
data secara formal kepada subjek untuk menjawab pertanyaan secara
tertulis. Pertanyaan yang diajukan dapat juga dibedakan menjadi pertanyaan
terstruktur, peneliti hanya menjawab sesuai dengan pedoman yang sudah
ditetapkan dan tidak terstruktur, yaitu subjek menjawab secara bebas tentang
sejumlah pertanyaan yang diajukan secara terbuka oleh peneliti.

2.3 Ibu Hamil Trimester 3


2.3.1 Pengertian Kehamilan Trimester III
Trimester ketiga berlangsung selama 13 minggu, mulai dari minggu ke – 28
sampai minggu ke- 40. Pada trimester ketiga, organ tubuh janin sudah terbentuk.
Hingga pada minggu ke – 40 pertumbuhan dan perkembangan utuh telah dicapai
(Manuaba, 2010).
Kehamilan trimester III merupakan kehamilan dengan usia 28-40 minggu
dimana merupakan waktu mempersiapkan kelahiran dan kedudukan sebagai
orang tua , seperti terpusatnya perhatian pada kehadiran bayi, sehingga disebut
juga sebagai periode penantian (Vivian, 2011).
2.3.2 Perubahan pada Kehamilan Trimester III
1) Uterus Rahim atau uterus yang semula besarnya sejempol atau beratnya 30
gram akan mengalami hipertrofi dan hiperplasia, sehingga menjadi seberat
1000 gram saat akhir kehamilan karena pertumbuhan janin.
2) Penambahan Berat Badan Pertambahan berat badan selama kehamilan
sebagian besar diakibatkan oleh uterus dan isinya, payudara dan
peningkatan volume darah serta cairan ekstravaskuler. Pertambahan berat
badan pada ibu hamil dapat disesuaikan dengan IMT.
3) Perubahan Psikologis Trimester ketiga sering disebut periode penantian
dengan penuh kewaspadaan. Pada periode ini wanita mulai menyadari
kehadiran bayi sebagai makhluk yang terpisah sehingga ia menjadi tidak
sabar menanti kehadiran sang bayi (Varney, dkk, 2007).
4) Gejala dan Tanda Bahaya Selama Kehamilan Selama masa kehamilan
banyak hal-hal yang harus diwaspadai oleh ibu. Tanda dan gejala bahaya
selama kehamilan yang harus diwaspadai antara lain adalah perdarahan,
preeklampsia dan nyeri hebat di daerah abdominal (Prawirohardjo, 2010).
2.3.3 Ketidaknyamanan pada Ibu Hamil Trimester III
1. Nyeri Punggung dan Ligamen Ketidaknyaman ini dialami ibu hamil tidak
hanya pada trimester tertentu, tetapi dapat dialami sepanjang kehamilan.
Nyeri punggung pada kehamilan dapat terjadi akibat pertumbuhan uterus
yang menyebabkan perubahan postur, dan juga akibat pengaruh hormon
relaksin terhadap ligamen. Hal ini menyebabkan teregangnya ligamen
penopang sehingga dirasakan rasa nyeri. Untuk megurangi hal tersebut ibu
dapat latihan fisik secara teratur seperti berjalan dan berenang, selain itu
bidan mandi dengan air hangat dan memasase pada area yang nyeri (Fraser
dan Cooper, 2009).
2. Peningkatan Frekuensi Berkemih Frekuensi berkemih terjadi karena bagian
presentasi makin menurun masuk ke dalam panggul dan menekan kandung
kemih dan menyebabkan wanita ingin berkemih. (Varney, dkk, 2007).
3. Hiperventilasi dan Sesak Nafas Hiperventilasi akan menurunkan kadar
karbondioksida. Uterus membesar dan menekan diafragma sehingga
menimbulkan rasa sesak. Apabila ibu kekurangan oksigen dapat
menyebabkan pusing (Varney, dkk, 2007).
2.3.4 Pemeriksaan atau Pengawasan Antenatal
1. Pemeriksaan Antenatal Care Pemeriksaan Antenatal Care (ANC) adalah
pemeriksaan kehamilan untuk mengoptimalkan kesehatan mental dan fisik
ibu hamil, hingga mampu menghadapi persalinan, kala nifas, persiapan
pemberiaan ASI dan kembalinya kesehatan reproduksi secara wajar. Untuk
pemeriksaan ulang dilakukan setiap bulan sampai usia kehamilan 6-7 bulan,
setiap 2 minggu sampai usia kehamilan 8 bulan, setiap 1 minggu sejak usia
kehamilan 8 bulan sampai terjadi persalinan, serta pemeriksaan khusus bila
terdapat keluhan tertentu (Manuaba, dkk, 2010).
Tujuan dari perawatan anteatal adalah agar ibu dan janin dalam kondisi
selamat selama kehamilan, persalinan dan nifas tanpa trauma fisik maupun
mental yang merugikan, bayi yang dilahirkan hidup sehat, ibu sanggup
merawat dan memberi ASI kepada bayinya, serta suami dan istri telah ada
kesiapan dan kesanggupan untuk mengikuti keluarga berencana (Rochjati,
2011).
Pelayanan antenatal terpadu dan berkualitas secara keseluruhan meliputi
memberikan pelayanan dan konseling kesehatan termasuk gizi agar
kehamilan berlangsung sehat; melakukan deteksi dini masalah, penyakit dan
penyulit/komplikasi kehamilan; menyiapkan persalinan yang bersih dan
aman; merencanakan antisipasi dan persiapan dini untuk meakukan rujukan
jika terjadi penyulit/kompliksi; melakukan penatalaksanaan kasus serta
rujukan cepat dan tepat waktu bila diperlukan; melibatkan ibu dan
keluarganya terutama suami dalam menjaga kesehatan dan gizi ibu hamil,
menyiapkan persalinan dan kesiagaan bila terjadi penyulit/komplikasi
(Kemenkes RI, 2010).
Pelayanan berkualitas sesuai standar yaitu timbang berat badan, ukur
lingkar lengan atas (LiLA), ukur tekanan darah, ukur tinggi fundus uteri,
hitung denyut jantung janin (DJJ), tentukan presentasi janin, beri imunisasi
Tetanus Toksoid (TT), beri tablet tambah darah (tablet besi), periksa
laboratorium (rutin dan khusus), tatalaksana/penanganan kasus, dan KIE
efektif (Kemenkes RI, 2010).
2. Jenis Pelayanan
 Anamnesa Informasi anamnesa bisa diperoleh dari ibu sendiri, suami,
keluarga, kader ataupun sumber informasi lainnya yang dapat dipercaya
(Kemenkes RI, 2010).
 Pemeriksaan Pemeriksaan dalam pelayanan antenatal terpadu, meliputi
berbagai jenis pemeriksaan termasuk menilai keadaan umum (fisik) dan
psikologis (kejiwaan) ibu hamil.
 Penanganan dan Tindak Lanjut kasus. Berdasarkan hasil anamnesa,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium/penunjang lainnya,
dokter menegakkan diagnosa kerja atau diagnosa banding, sedangkan
bidan/perawat dapat mengenali keadaan normal dan keadaan
bermasalah/tidak normal pada ibu hamil. Apabila ditemukan kelainan
atau keadaan tidak normal, informasikan rencana tindak lanjut termasuk
perlunya rujukan untuk penanganan kasus, pemeriksaan la
boratorium/penunjang, USG, konsultasi atau perawatan, dan juga
jadwal kontrol berikutnya, apabila diharuskan datang lebih cepat
(Kemenkes RI, 2010).
 Pencatatan hasil pemeriksaan antenatal terpadu. Pencatatan hasil
pemeriksaan merupakan bagian dari standar pelayanan antenatal
terpadu yang berkualitas. Setiap kali pemeriksaan, tenaga kesehatan
wajib mencatat hasilnya pada rekam medis, Kartu Ibu dan Buku KIA.
Pada saat ini pencatatan hasil pemeriksaan antenatal masih sangat
lemah, sehingga data-datanya tidak dapat dianalisa untuk peningkatan
kualitas pelayanan antenatal. Dengan menerapkan pencatatan sebagai
bagian dari standar pelayanan, maka kualitas pelayanan antenatal dapat
ditingkatkan (Kemenkes RI, 2010).
 Komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) yang efektif. KIE efektif
diberikan sejak kontak pertama dan dilakukan setiap kunjungan
antenatal untuk membantu ibu hamil dalam mengatasi masalahnya.
Materi yang diberikan meliputi persiapan persalinan, IMD dan ASI
eksklusif, KB paska persalinan, masalah gizi, masalah penyakit kronis
dan menular, kelas ibu, brain booster, informasi HIV/AIDS (PMTCT)
dan IMS, informasi kekerasan terhadap perempuan (KtP) (Kemenkes
RI, 2010).

2.3.5 Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K)


P4K adalah upaya terobosan dalam penurunan angka kematian ibu dan
bayi di Indonesia salah satunya melalui Program Perencanaan Persalinan dan
Pencegahan Komplikasi (P4K) yang menitikberatkanfokus totalitas monitoring
yang menjadi salah satu upaya deteksi dini, menghindari risiko kesehatan pada
ibu hamil serta menyediakan akses dan pelayanan kegawatdaruratan obstetrik
dan neonatal dasar. Dalam stiker P4K harus didapatkan informasi identitas ibu,
taksiran persalinan, rencana penolong persalinan, pendamping dan tempat
persalinan serta calon pendonor, transportasi yang digunakan dan pembiayaan.
Semua harus disiapkan dengan baik. Selain itu perencanaan KB pasca bersalin
juga perlu direncanakan. Pelaksanaan P4K diharapkan mampu membantu
keluarga dalam membuat perencanaan persalinan yang (Kemenkes RI, 2010).

2.4 Pandemi Covid-19


2.4.1 Pengertian covid-19
Berdasarkan Panduan Surveilans Global WHO untuk novel Corona-virus 2019
(COVID-19) per 20 Maret 2020, definisi infeksi COVID-19 ini diklasifikasikan
sebagai berikut:
1. Kasus Terduga (suspect case)
a. Pasien dengan gangguan napas akut (demam dan setidaknya satu
tanda/gejala penyakit pernapasan, seperti batuk, sesak napas), DAN
riwayat perjalanan atau tinggal di daerah yang melaporkan penularan di
komunitas dari penyakit COVID-19 selama 14 hari sebelum onset gejala;
atau
b. Pasien dengan gangguan napas akut DAN mempunyai kontak dengan
kasus terkonfirmasi atau probable COVID-19 dalam 14 hari terakhir
sebelum onset; atau
c. Pasien dengan gejala pernapasan berat (demam dan setidaknya satu
tanda/gejala penyakit pernapasan, seperti batuk, sesak napas DAN
memerlukan rawat inap) DAN tidak adanya alternatif diagnosis lain yang
secara lengkap dapat menjelaskan presentasi klinis tersebut.
2. Kasus probable (probable case)
a. Kasus terduga yang hasil tes dari COVID-19 inkonklusif; atau
b. Kasus terduga yang hasil tesnya tidak dapat dikerjakan karena alasan
apapun.
c. Kasus terkonfirmasi yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan laboratorium
infeksi COVID-19 positif, terlepas dari ada atau tidaknya gejala dan tanda
klinis.
2.4.2 PATOFISIOLOGI
1. Penempelan dan masuk virus ke sel host diperantarai oleh protein S atau
spike protein yang ada di permukaan virus, protein S penentu utama dalam
menginfeksi spesies hostnya serta penentu tropisnya. (wang, 2020). Pada
studi SARS-CoV protein S berikatan dengan reseptor di sel host yaitu enzim
ACE-2 (angiotensin coverting enzyme).
2. Ace-2 dapat ditemukan pada mukosa oral dan nasal, nasofaring, paru,
lambung, usus halus, usus besar, kulit, timus, sumsum tulang, limfa, hati,
dll.setelah berhasil masuk selanjutnya translasi replikasi gen dari RNA genom
virus. Selanjutnya replika dan transkripsi dimana sintesis virus RNA melalui
translasi dan perakitan dari kompleks replikasi virus.
3. Tahap selanjutnya adalah perakitan dan rilis virus (fehr, 2015).
4. Setelah terjadi transmisi virus masuk ke saluran nafas atas kemudian
bereplikasi di sel epitel saluran nafas atas (melakukan siklus hidupnya).
Setelah itu menyebar ke saluran nafas bawah . pada infeksi akut terjadi
peluruhan virus dari saluran nafas dan virus dapat berlanjut meluruh beberapa
waktu di sel gastrointestinal setelah penyembuhan. Masa inkubasi virus
sampai muncul penyakit sekitar 3 – 7 hari (PDPI, 2020).

2.4.3 PEMERIKSAAN PENUNJANG (PDPI, 2020)


1. Pemeriksaan radiologi : foto thoraks, CT-scan toraks, USG thoraks. Pada
pencitraan dapat menunjukkan : opaitas bilateral, konsolidasi
subsegmental,lobar atau kolaps paru atau nodul, tampilan groundglass.
2. Pemeriksaan spesimen saluran nafas atas dan bawah
 Saluran nafas atas dengan swab tenggorokan (nasofaring dan orofaring)
 Saluran nafas bawah (sputum, bilasan bronkus, BAL, bila menggunakan
endotrakeal tube dapat berupa aspirat endotrakeal.
3. Bronkoskopi
4. Biakan mikroorganisme dan uji kepekaan dari bahan saluran nafas (sputum,
bilasan bronkus, cairan pleura) dan darah, kultur darah untuk bakteri
dilakukan, idealnya sebelum terapi antibiotik. Namun, jangan menunda terapi
antibiotik dengan menunggu hasil kultur darah).
5. Pemeriksaan feses

2.4.4 TERAPI NON FARMAKOLOGI


1. Dukungan sosial Dukungan sosial saling mengacu antara dukungan material dan
dukungan spiritual antar individu, serta pertukaran materi dan sumber spiritual di
antara mereka, sehingga individu-individu dapat mencapai kepuasan sosial
(Zhang dkk., 2020). Wanita hamil trimester ketiga yang dievaluasi di sini
memiliki tingkat dukungan sosial yang tinggi, persepsi risiko tingkat menengah
terkena COVID-19 dan merupakan populasi yang rentan dengan risiko tinggi
mengalami kerugian. Kecemasan ibu adalah sangat terkait dengan dukungan
sosial dan persepsi risiko pada penelitian ini. Selain itu, diamati bahwa
dukungan sosial bisa mempengaruhi, secara langsung atau tidak, melalui risiko.
Oleh karena itu, tenaga kesehatan harus berusaha keras memberi dukungan
sosial ibu hamil dalam pengurangan persepsi risiko mereka, sehingga
mengurangi kecemasan ibu hamil.
2. Terapi murottal Al Quran Terapi murottal Al Quran merupakan stimulan
menggunakan ayat suci Al Qur’an. Terapi murrotal Al Quran mempengaruhi
gelombang delta pada otak yang dapat memberikan rangsangan rasa tenang dan
nyaman bagi ibu hamil. Produksi neuropeptide yang dihasilkan sel otak memberi
reaksi kenyamanan dan kenikmatan, hal ini menjadikan ibu hamil yang
mengalami kecemasan berkurang. Ibu hamil risiko tinggi yang mengalami
kecemasan setelah terapi murottal Al Quran dari 19 responden, terdapat 1
responden (5,29%) mengalami kecemasan sedang, 10 responden (42,11%)
mengalami kecemasan ringan dan 8 responden (52,6%) tidak mengalami
kecemasan. Penelitian ini membuktikan bahwa Terapi Murrotal AlQuran
mempunyai pengaruh dalam memngurangi kecemasan pada ibu hamil.
3. Yoga ibu hamil Yoga merupakan aktivitas fisik yang meliputi peregangan,
pernafasan, keseimbangan dan kelenturan tubuh. Yoga ibu hamil merupakan
gerakan yang dapat membantu ibu mempersiapkan proses persalinan dengan
lebih baik. Penelitian ini pada awalnya kecemasan sedang dialami ibu hamil baik
kelompok intervensi maupun kelompok kontrol. Setelah dilakukan dua kali
intervensi pada setiap ibu hamil ternyata terdapat pengaruh yang besar dalam
menurunkan kecemasan. Pada akhir penelitian hasil analisis menunjukkan
bahwa yang signifikan antara kelompok intervensi. Hal ini menunjukkan bahwa
yoga ibu hamil berpengaruh pada turunnya rasa cemas pada ibu hamil.
4. Motivational interviewing Teknik konseling yang berfokus pada klien atau yang
sering disebutMotivational interviewing. Kesamaan variabel dependen dan
variabel independen pada 10 artikel dalam penelitian ini menjadi dasar analisis
penelitian.. Penelitian ini menunjukkan bahwa Motivational Interviewing efektif
mempengaruhi pada tingkat kecemasan pada ibu hamil dengan mengarahkan
pada hal yang positif

2.5 KERANGKATEORI

Faktor yang Ketidaktahuan dan


mempengauhi persepsi yang salah Dampak :
kecemasan : mengenai Rangsangan kontraksi
kecemasan dan rahim. Kondisi tersebut
1. Usia covid-19 dapat mengakibatkan
2. Stressor keguguran dan
3. Lingkungan Kecemasan peningkatan tekanan
4. Jenis kelamin darah sehingga mampu
5. Pendidikan memicu terjadinya
Penatalaksanaan preeklamsi.
6. Pengalaman
masa lalu
7. Pengetahuan Memberikan
edukasi atau
pengetahuan
2.6 KERANGKA KONSEP

IBU HAMIL
Berikan edukasi
TRIMESTER III

Melihat respon ibu hamil

Kecemasan menurun

2.7 HIPOTESIS
Hipotesis pada penelitian ini adalah adanya hubungan pengetahuan terhadap tingkat
kecemasan ibu hamil dalam mempersiapkan kehamilan dimasa pandemi-19

Anda mungkin juga menyukai