Anda di halaman 1dari 5

1

BAB I

PENDAHULUAN

CARA PENYUSUNAN LATAR BELAKANG….


 TOPIK SECARA UMUM
 PERMASALAHAN
 DI PERKUAT DENGAN ADANYA DATA-DATA (DARI
WHO/INDONESIA/NTB/KABUPATEN/LOKASI, SERTA
FAKTA YANG ADA
 PENTINGNYA MENGATASI MASALAH
 SOLUSI
 PEMECAHAN MASALAH APA
 DI DUKUNG DENGAN TEORI
 BARULAH DI RUMUSKAN

1.1 Latar Belakang

Menurut World Health Organization (WHO), stunting adalah


gangguan perkembangan pada anak yang disebabkan oleh gizi buruk,
infeksi yang berulang, dan simulasi psikososial yang tidak memadai.
Apabila seorang anak memiliki tinggi badan kurang dari -2 standar deviasi
median pertumbuhan anak yang telah ditetapkan oleh WHO, maka ia
dikatakan mengalami stunting. Stunting merupakan kondisi kurang gizi
kronis yang ditandai dengan tubuh pendek pada anak balita (di bawah 5
tahun). Anak yang mengalami stunting akan terlihat pada saat
menginjak usia 2 tahun.

Berdasarkan data Pemantauan Status Gizi (PSG) badan kerdil


(pendek) memiliki prevalensi tertinggi dibandingkan dengan masalah gizi
lainnya seperti gizi kurang, kurus, dan gemuk. Di Indonesia pada tahun
2015 balita yang mengalami stunting sekitar 29% dan mengalami penurunan
pada tahun 2016 yaitu sekitar 27,5% dan pada tahun 2017 prevalensi balita
stunting meningkat yaitu 29,6% sekitar 9,8% sangat pendek dan 19,8%
pendek pada usia 0-59 bulan. Tahun 2018 yaitu 30,8% balita yang
2

mengalami sangat pendek ( Riskesdas, 2018). Data Riset Kesehatan Dasar


(Riskesdas) menunjukkan prevalensi balita stunting di tahun 2018 mencapai
30,8 persen dimana artinya satu dari tiga balita mengalami stunting.
Indonesia sendiri merupakan negara dengan beban anak stunting tertinggi ke-2 di
kawasan asia tenggara dan ke-5 di dunia.

Asia merupakan benua dengan angka kejadian stunting cukup tinggi


yaitu dengan perkiraan hampir dari setengah balita di dunia atau 55%,
diikuti oleh benua afrika dengan perkiraan hampir sepertiganya yaitu 39%.
Dari 83,6 juta balita stunting di Asia, angka kejadian stunting terbanyak ada
di Asia Selatan berjumlah 58,7% dan angka kejadian stunting paling sedikit
di Asia Tengah berjumlah 0,9% (Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia, 2018).

Berdasarkan data Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) tahun


2021, prevalensi stunting saat ini masih berada pada angka 24,4 persen atau
5,33 juta balita. Prevalensi stunting ini telah mengalami penurunan dari
tahun-tahun sebelumnya. Menurut WHO, masalah kesehatan masyarakat
dapat dianggap kronis bila prevalensi stunting lebih dari 20 %, artinya
secara nasional masalah stunting di Indonesia masih tergolong kronis.

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menunjukkan angka stunting


(pendek) di Provinsi NTB mengalami penurunan dari 48,3% (2010) menjadi
45,3% (2013) dan menurun lagi menjadi 33,49 % pada tahun 2018,
menurun lagi menjadi 27,6 % (2019). Meskipun demikian, angka stunting
NTB masih diatas angka stunting nasional dan termasuk 10 provinsi dengan
angka stunting tertinggi, bersama provinsi NTT, Sulawesi Barat, Gorontalo,
Aceh, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Sulawesi
Tenggara, dan Sulawesi Tengah.

Masyarakat perlu memahami faktor apa saja yang menyebabkan


stunting untuk menekan angka tersebut. Faktor tersebut dipengaruhi oleh
penyebab langsung dan tidak langsung. Penyebab langsung salah satunya
karena riwayat penyakit infeksi, sedangkan penyebab tidak langsung
meliputi keadaan sosial ekonomi seperti tingkat pendidikan dan
3

pengetahuan ibu, tingkat pendapatan dan pekerjaan orang tua, besar anggota
keluarga, jarak kelahiran, pola pemberian asi dan pola asuh orang tua
terhadap balita (adriani dan wirjatmadi, 2012).

Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah dalam bidang


kesehatan yang dari waktu ke waktu terus berkembang. Infeksi merupakan
penyakit yang dapat ditularkan dari satu orang ke orang lain atau dari hewan
ke manusia (Putri, 2010). Penyakit infeksi dapat menurunkan intake
makanan dan mengganggu absorbsi zat gizi. Apabila kondisi ini terjadi
dalam waktu lama dan tidak segera diatasi maka dapat meningkatkan risiko
terjadinya stunting pada anak balita. Setiap tahun, infeksi menewaskan 3,5
juta orang yang sebagian besar terdiri dari anak-anak miskin dan anak yang
tinggal di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah (WHO,
2014).

Menurut WHO (2015) melaporkan terdapat 6,1% kematian balita


didunia yang disebabkan oleh penyakit infeksi diare dan ISPA. Di
indonesia, sekitar 83 % kematian disebabkan oleh penyakit infeksi, dan
kondisi gizi yang didapatkan oleh anak- anak (Fikawati, 2017).

Diare adalah suatu keadaan yang ditandai dengan bertambahnya


frekuensi defekasi lebih dari tiga kali sehari yang disertai dengan perubahan
konsistensi tinja menjadi cair dengan/tanpa darah dan dengan/tanpa lendir.
Diare menjadi salah satu penyebab kematian terbanyak ke dua pada anak
berusia di bawah lima tahun (WHO, 2012). Diare merupakan salah satu
penyakit infeksi dan merupakan penyebab kematian terbanyak pada anak
dibawah lima tahun (Riskesdas, 2013). Diare sebagai penyebab kematian
anak umur dibawah 1 tahun sebanyak 31% dan kematian anak umur 3-5
tahun sebanyak 25% (Kemenkes RI, 2011).

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan penyakit yang


sering terjadi pada anak. Jumlah kasus ISPA di masyarakat diperkirakan
sebanyak 10% dari populasi (Depkes RI, 2009). ISPA adalah penyakit
menular yang menjadi penyebab utama kematian pada anak usia < 5 tahun
4

di dunia. Hampir 7 juta anak meninggal akibat ISPA setiap tahunnya. Kasus
terbanyak terjadi di Bahamas (33%), Romania (27%), Timor Leste (21%),
Afganistan (20%), Lao (19%), Madagascar (18%), Indonesia (16%), dan
India (13%) (WHO, 2015).

Berdasarkan latar belakang diatas didapati bahwa, prevalensi stunting


di NTB masih terbilang cukup tinggi sehingga peneliti merasa perlu untuk
melakukan penelitian lebih lanjut guna untuk mengetahui hubungan riwayat
penyakit infeksi dengan kejadian stunting sehingga masyarakat dapat
mengantisipasi penyakit infeksi yang dapat menjadi penyebab terjadinya
stunting.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah apakah ada hubungan riwayat penyakit infeksi dengan kejadian
stunting?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui hubungan riwayat penyakit infeksi dengan
kejadian stunting
1.3.2 Tujuan khusus
1. Mengidentifikasi riwayat penyakit infeksi
2. Mengidentifikasi kejadian stunting
3. Menganalisa hubungan riwayat penyakit infeksi dengan kejadian
stunting
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Instansi Kesehatan
Supaya bisa memberikan penjelasan terkait hubungan riwayat
penyakit infeksi dengan kejadian stunting
1.4.2 Bagi Instansi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan,
pengetahuan, informasi dalam rangka mencetak sumber daya
5

manusia indonesia yang lebih baik dan bermanfaat bagi masyarakat,


bangsa dan negara.
1.4.3 Bagi Masyarakat
Masyarakat, terutama bagi orang tua pasien untuk mengindari
terjadinya penyakit infeksi pada balita untuk menurunkan resiko
terjadinya stunting.
1.4.4 Bagi Peneliti dan Peneliti Selanjutnya
Memberi pengalaman nyata dalam mengaplikasikan ilmu
pengetahuan yang tela didapati dalam bangku perkuliahan dan
penelitian ini dapat digunakan sebagai data awal untuk
mengembangkan penelitian selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai