Anda di halaman 1dari 21

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Obat merupakan unsur yang sangat penting dalam upaya penyelenggaraan
kesehatan. Sebagian besar intervensi medik menggunakan obat, maka obat yang
dibutukan dengan berbagai jenis dan jumlah yang banyak. Obat memiliki khasiat
dan kualitas tersendiri sehingga obat yang diberikan kepada klien harus sesuai
dengan penyakit yang diderita klien (Sambara, 2007). Obat merupakan alat terapi
utama bagi klien yang memiliki masalah kesehatan, obat berkerja menghasilkan
efek tearupetik yang bermanfaat. Obat memiliki efek samping yang terkadang
serius atau memiliki efek samping yang akan timbul jika memberikan obat tidak
sesuai dengan anjuran dan dosis yang telah ditentukan.

Pemberian obat secara aman merupakan perhatian utama ketikan melaksanakan


pemberian obat kepada klien. Petugas medis yang terlibat langsung dalam
pemberian obat, petugas harus mengetahui yang berhubungan dengan peraturan
dan prosedur pemberian obat karena hampir semua kejadian error dalam
pemberian obat akan menimbulkan permasalahan baru bagi klien. Petugas harus
mengetahui informasi tentang setiap obat sebelum diberikan kepada pasien untuk
mencegah terjadinya kesalahan. Melaksanakan pemberian obat secara benar dan
sesuai instruksi dokter, mendokumentasikan dengan benar dan memonitor efek
dari obat merupakan tanggung jawab dari semua petugas yang terlibat dalam
pemberian obat. Jika obat tidak diberikan seperti yang seharusnya maka kejadian
medication errors dapat terjadi. Kejadian medication errors yang memberi efek
serius ataupun tidak harus dilaporkan (WHO, 2012). Pemberian obat memiliki 3
rute yang pertama ada secara oral, parenteral dan topikal dimana semua pasien
memiliki rute pemberian obat yang berbeda-beda dengan jenis masalah kesehatan
yang berbeda. Penyakit yang diberikan obat salah satunya adalah klien dengan
permasalahan fraktur.
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya disertai luka
sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon, kerusakan pembuluh darah,
dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadinya
fraktur jika tulang dikenai stres yang lebih besar yang besar dari yang dapat
diabsorbsinya. Fraktur dapat disebabkan pukulan langsung, gaya meremuk,
gerakan punter mendadak dan bahkan kontraksi otot ekstrem. Pemberian obat bagi
klien fraktur biasanya melengkapi apa yang di order dokter biasanya terdapat obat
yang harus dikonsumsi secara oral, secara oles (salep) dan secara parenteral
(suntikan).

1.2 Tujuan Penulisan


i. Tujuan umum
Mahasiswa/i dapat mengetahui dan memahami tentang konsep medikasi obat,
konsep fraktur serta dapat menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan
fraktur dengan dicurigai cedera kepala.
ii. Tujuan khusus
1. Diketahui definisi medikasi obat.
2. Diketahui rute pemberian obat.
3. Diketahui prinsip pemberian obat.
4. Diketahui definsi fraktur.
5. Diketahui etiologi fraktur .
6. Diketahui stadium fraktur.
7. Diketahui patofisiologi serta WOC fraktur.
8. Diketahui manifestasi fraktur.
9. Diketahui komplikasi fraktur.
10. Diketahui penatalaksanaan medis fraktur.
11. Diketahui asuhan keperawatan fraktur.
1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi mahasiswa/i
Mahasiswa/i dapat menjadikan makalah ini sebagai bahan bacaan tentang konsep
serta asuhan keperawatan pada klien dengan kanker payudara, khususnya pada
mahasiswa/i keperawatan.

1.3.2 Bagi institusi


Sebagai sarana pengembangan dan pemahaman ilmu pengetahuan untuk
menunjang proses pembelajaran.
BAB II
Tinjauan Teori
2.1 Medikasi Obat
2.1.2 Definisi Medikasi Obat
Medikasi obat merupakan tindakan terapi dalam mengupayakan penyembuhan
bagi klien. Obat yaitu zat kimia yang dapat mempengaruhi jaringan biologi pada
organ tubuh manusia (Batubara, 2008). Obat merupakan sejenis substansi yang
gunakan dalam proses diagnosis, pengobatan, penyembuhan, dan perbaikan
maupun pencegahan terhadap gangguan kesehatan tubuh, obat juga sejenis terapi
primer yang memiliki hubungan erat dengan proses penyembuhan penyakit pada
klien (Potter & Perry, 2009).
2.1.3 Rute Pemberian Obat
Ada 3 jenis rute pemberian obat yaitu :
1. Rute Oral, pemberian obat rute ini merupakan rute paling aman. Mudah dan
lebih murah, namun efek yang lebih lambat. Obat oral terdapat dalam bentuk
tablet, syrup, dan kapsul. Rute ini terbagi menjadi dua juga yaitu :
A. Sublingual, diletakannya obat dibawah lidah.
B. Bukal, diletakkan diantara gusi dan pipi bagian dalam.
2. Rute Parenteral, injeksi obat langsung dijaringan tubuh. Rute ini memiliki 4
bagian :
a. Subcutan (SC), injeksi yang dilakukan ke dalam jaringan tubuh tepat
dibawah lapisan kulit dermis dengan 45 derajat.
b. Intraderma (ID), injeksi yang dilakukan kedalam jaringan tubuh tepat
dibawah epidermis dengan sudut 10-15 derajat.
c. Intramuscular (IM) injeksi yang dilakukan langsung ke bagian otot dengan
sudut 90 derajat.
d. Intravena (IV),injeksi yang dilakukan lansung ke vena dengan sudut 25
derajat.
3. Rute Topikal, obat yang memiliki efek lokal atau efek yang diberikan obat
saja. Contoh obat topikal ialah salep, tetes mata, hidung dan telinga, inhaler
dan obat suppostria.
2.2 Fraktur
2.2.1 Definisi Fraktur
Fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesaui jenis
dan luasnya, terjadi pada tulang fibia dan fibula. Fraktur terjadi jika tulang dikenai
stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya. (Muttaqin, 2008).
2.2.2 Etiologi Fraktur
Menurut Reksoprodjo, 2010 :
1. Trauma
Trauma langsung : benturan pada tulang secara langsung dan mengakibatkan
terjadi fraktur di tempat itu. Trauma tidak langsung : titik tumpu benturan
dengan terjadinya fraktur berjauhan.
2. Fraktur patalogis disebabkan karena proses penyakit seperti osteoporosis,
kanker tulang dll.
3. Degenerasi
Terjadi kemunduran patologis dari jaringan itu sendiri/usia lanjut.
2.2.3 Manifestasi Fraktur
Menurut Lewis, 2005 :
a. Nyeri sebagai akibat dari peningkatan tekanan saraf sensorik karena
pergerakan fragmen tulang.
b. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi akibat trauma
daari perdarahan ke jaringan sekitarnya.
c. Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah pada
eksremitas.
d. Krepitasi, krepitasi teraba akibat gesekan antar fragmen satu dengan yang
lainnya.
2.2.4 Patofisiologi
Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma. Baik itu
karena trauma langsung misalnya: tulang kaki terbentur bemper mobil, atau tidak
langsung misalnya: seseorang yang jatuh dengan telapak tangan menyangga. Juga
bisa karena trauma akibat tarikan otot misalnya: patah tulang patela dan
olekranon, karena otot trisep dan bisep mendadak berkontraksi. Sewaktu tulang
patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke dalam jaringan
lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan.
Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan
sel mast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darahketempat tersebut.
Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk
fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel
baru. Aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang
disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami
remodeling untuk membentuk tulang sejati.
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan
pembengkakan yg tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstremitas
dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan
dapat mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dapat
berakibat anoksia jaringanyg mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun
jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan sindrom kompartemen. Tulang bersifat
rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas untuk menahan
tekanan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat
diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya
atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan
pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang
membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan
terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera
berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini
menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi,
eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang
merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya.
2.2.5 Jenis Fraktur
1. Berdasarkan garis patahan
a. Fraktur komplet: patah seluruh garis tengah tulang dan mengalami
pergeseran.
b. Fraktur tidak komplet: terjadi disebagian garis tengah.
2. Berdasarkan robekan
a. Fraktur tertutup: tidak menyebabkan robekan kulit
b. Fraktur terbuka: fraktur dengan robekan kulit
3. Berdasarkan pergeseran anatomis
a. Bergesar
b. Tidak bergeser
4. Berdasarkan jenis khusus
a. Greenstick: bagian satu fraktur dan sisi lainnya membengkok
b. Transversal: sepanjang garis tengah tulang
c. Oblik: membentuk sudut dengan garis tengah tulang
d. Spiral: memutir seputar batang tulang
e. Kominutif: tulang pecah menjadi beberapa fragmen
f. Depresi: fragmen patahan terdorong ke dalam
g. Kompresi: tulang mengalami kompresi
h. Patologik: terjadi pada daerah tulang yang sakit
i. Avulsi: fragmen tulang tertarik oleh ligamen atau tendon di perlekatannya.

2.2.6 Woc
2.2.7 Komplikasi
a. Syok hipovolemik
b. Mal union
c. Non union
d. Delayed union
e. Tromboemboli, infeksi, koagulopati intravaskular diseminata (KID)
f. Emboli lemak
g. Sindro kompartemen
h. Cedera vaskular dan kerusakan saraf yang menimbulkan iskemia dan
gangguan saraf.

2.2.8 Penatalaksanaan medis


a. Terapi obat untuk manajemen nyeri dapat digunakan untuk menurunkan
gejala.
b. Terapi obat anti inflamasi, narkose, relaksan, besrest dan fisioterapi.
c. Suplemen seperti kalsium akan diberikan untuk membantu pemulihan
tulang.
d. Penyangga punggung digunakan untuk membatasi mobilisasi tulang
belakang pada area fraktur.
e. Terapi fisik dapat digunakan sebagai rehabilitasi area fraktur jika tulang
telah pulih.
f. Pembedahan tulang belakang kadang diperlukan untuk memperbaiki
fraktur berat atau fraktur multiple. Prosedur ini akan mempertahankan
stabilisasi tulang belakang dan mencegah kerusakan lebih lanjut akibat
ketidakstabilan tulang belakang.
BAB III
GAMBARAN KASUS

1.1 Pengkajian
1.1.1 Identitas klien
Tanggal Pengkajian : 02 September 2017 Agama : Islam

Nama Lengkap : TN. IF Tanggal Masuk : 29 September 2019

Umur : 40 tahun Hari rawat ke : 11

Tanggal lahir : 30 Juni 1979 Penanggungjawab biaya: BPJS

Jenis kelamin : Laki-laki No. MR : 01.02.55.35

Suku Bangsa : Melayu Diagnosa Medik : Closed fraktur tibia

1.1.2 Keluhan utama


Klien mengatakan nyeri di bagian kaki kiri dan pusing. Pasien juga
mengeluhkan susah tidur saat malam dan siang hari.

1.1.3 Riwayat penyakit yang diderita saat ini

1.1.4 Riwayat kesehatan sebelumnya


Klien mengatakan tidak ada penyakit yang diderita sebelumnya

1.1.5 Riwayat kesehatan keluarga (Genogram)


Klien mengatakan anggota keluarga tidak memiliki penyakit yang sama
dengan klien.

1.1.6 Keadaan umum


a. Kesadaran umum/GCS : Compos Mentis/E4M5V6
b. Tanda-tanda vital
1) Tekanan Darah : 120/78 mmHg
2) Heart Rate : 85 x/menit
3) Respiratori : 20 x/menit
4) Temperature : 37 oC
c. Berat badan : 50 Kg
d. Tinggi badan : 150 cm
e. IMT

1.1.7 Pengkajian head to toe


1.1.7.1 Kepala
a. Rambut dan kulit kepala
Warna rambut hitam, tekstur sedikit kasar, rambut agak tipis, kulit
kepala bersih, nodul-massa (-), bentuk kepala simetris, bentuk
wajah simetris.

b. Mata
Distribusi alis dan bulu mata simetris, tulang orbital utuh, mata
simetris, kornea putih, refleks kornea (+), reflek cahaya pada pupil
miosis, konjungtiva anemis, lesi (-), pergerakan bola mata baik,
nyeri (-), lapang pandang baik, ketajaman mata baik.

c. Telinga
Kondisi aurikula utuh dan bersih, tulang mastoid normal, liang
telingan bersih, nyeri (-). Massa (-), perdarahan (-), infeksi (-),
kemampuan pendengaran baik, alat bantu dengar (-), benda asing (-
).

d. Hidung
Bentuk hidung simetris, cuping hidung normal, massa (-). Tulang
kartilago hidung utuh, lubang hidung paten, bersih, sinus baik,
nyeri (-), alat bantu napas (-), NGT (-), perdarahan (-), daya
penciuman baik.
e. Mulut
Bibir simetris, warna bibir merah muda, tekstur lembut, rongga
mulut dan lidah bersih, pembengkakan nodus limfatikus (-), trakeas
simetris, peningkatan JVP (-). Jejas (-), kaku kuduk (-), massa (-),
trakeostomi (-).

1.1.7.2 Leher
Kondisi otot baik, klien mampu menggerakkan ke atas-bawah-depan-
belakang, pembengkakkan nodus limfatikus (-), trakea simetris,
peningkatan JVP (-), jejas (-), kaku kuduk (-), massa (-), trakeostomi (-).

1.1.7.3 Dada
a. Paru-paru
1) Inspeksi
Simetris kiri-kanan, bantu otot pernapasan (-), normal chest.
2) Palpasi
Krepitasi (-), pembengkakkan (-).
3) Perkusi
Bunyi paru
4) Auskultasi
Vesikular.
b. Jantung
1) Inspeksi
Pembengkakkan (-), iktus kordis tidak tampak.
2) Palpasi
Apeks jantung teraba dan tidak ada pembesaran.
3) Perkusi
Bunyi jantung
4) Auskultasi
Suara S1-S2 terdengar normal.
1.1.7.4 Payudara dan aksila
1.1.7.5 Tangan
Tangan simetris, CRT <3 detik, warna kulit kuning langsat, tekstur kasar
𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠
ada bekas luka, turgor kulit <3 detik, kulit lembab, 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 | 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠, nadi teraba

kuat, akral hangat, nodul-massa (-), edema tangan kanan (=), fraktur (-),
krepitasi (-), luka (-), clubing finger (-).

1.1.7.6 Abdomen
a. Inspeksi
Pembesaran abdomen (-), kulit perut lembab.
b. Palpasi
Nyeri (-), kulit lembut dan lembab.
c. Perkusi
Bunyi abdomen timpani (4 kuadran).
d. Auskultasi
Bising usus 16 x/menit.

1.1.7.7 Genitalia dan perkemihan


Klien mengatakan daerah kemaluan bersih, pembengkakkan-massa (-),
lesi (-), pembesaran nodus limfatikus (-), warna urin kuning, perdarahan
(-), trauma (-), infeksi (-), kateter urin (-), malforasi (-), nyeri (-).

1.1.7.8 Rektum dan anus


Klien mengatakkan daerah anus bersih, lesi (-), nodul-massa (-),
hemorroid (-), perdarahan (-).

1.1.7.9 Kaki
Bentuk dan ukuran kaki simetris, warna kulit kuning langsat, turgor kuli
<3 detik, tekstur lembut dan lembab, akral hangat, kekuatan otot baik,
kekuatan nadi simetris, edema (-), deformitas (-), fraktur (-), krepitasi (-),
malforasi (-), nodus-massa (-), luka (-), dekubitus (-), infeksi (-), nyeri (-
).
1.1.7.10 Punggung
Turgor <3 detik, tekstur lembut, kulit lembab, pergerakan punggung
sedikit terbatas, lordosis (-), kiposis (-), skoliosis (-), luka (-), dekubitus
(-), infeksi (-), nyeri (+).

1.1.8 Pola istirahat dan tidur


Klien mengatakan tidak bisa tidur siang dan malam hari.

1.1.9 Pola aktivitas harian (ADL)


BAB dan BAK klien dibantu oleh istri sendiri. Selebihnya pasien hanya
ditempat tidur.

1.1.10 Cairan, nutrisi, dan eliminasi


1.1.10.1 Intake oral/enteral
a. Jenis diit : Makanan padat
b. Makanan selingan : 3 x/sehari
Jelaskan : klien mengatakan makan nasi diselingi oleh buah dengan
frekuensi 3x sehari.
c. Minum : 2250 ml/hari
d. Parenteral :-
1.1.10.2 Eliminasi
a. Urin : 4-5 x/hari
b. BAB : 1 x/3 hari

1.1.11 Psiko-sosiol-spiritual
Klien mengatakan selama sakit tidak pernah sholat.

1.1.12 Hasil pemeriksaan laboratorium dan diagnostik


Tanggal Hasil Nilai Normal
09 September 2017 WBC 14.97+ [10^3/uL] M : 4.8 – 10.8 F : 4.8 – 10.8
RBC 4.05 [10^6/uL] M : 4.7 – 6.1 F : 4.2 – 5.4
HGB 11.9 [g/dL] M : 14 – 18 F : 12 – 16
HCT 38.1 [%] M : 42 – 52 F : 37 – 47
MCV 94.1 [fL] 79.0 – 99.0
MCH 29.4 [pg] 27.0 – 31.0
MCHC 31.2 - [g/dL] 33.0 – 37.0
PLT 250 [10^3/uL] 150 – 450
RDW-
12.6 [%] 11.5 – 14.5
CV
RDW-
42.0 [fL] 35 – 47
SD
PDW 9.7 [fL] 7.2 – 13.1
MPV 9.2 [fL] 9.0 – 11.1
P-LCR 18.1 [%] 15.0 – 25.0

1.2 Analisa Dat


1.3 Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b.d agent cedera fisik (terputusnya jaringan tulang, edema, cedera
pada jaringan)
b. Perubahan
c. Kerusakan integritas kulit b.d tekanan, perubahan status metaboli, kerusakan
sirkulasi, dan penurunan sensasi.
d. Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan musculoskeletal.
e. Resiko infeksi b.d respon inflamasi

1.4 Intervensi
No Diagnosa Nursing Outcome Nursing Intervention
Keperawatan Classification (NOC) Classification (NIC)
1. Nyeri berhubungan Skala nyeri: Manajemen nyeri:
dengan agen cedera a. Nyeri (1-4) 1. Kaji nyeri secara
fisik; prosedur bedah Cemas (2-4) komfrehensif meliputi
lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas atau
beratnya nyeri dan
faktor pencetus.
2. Observasi verban dan
non verbal mengenai
ketidaknyamanan yang
disebabkan nyeri.
3. Gunakan strategi
komunikasi terapeutik
untuk mengakui
pengalaman rasa sakit
dan menyampaiakn
respon pasien terhadap
nyeri.
4. Eksplorasi pengetahuan
klien dan keyakinannya
tentang nyeri.
5. Tentukan dampak dari
pengalaman nyeri
terhadap kualitas hidup
misalnya, tidur,nafsu
makan, aktivitas,
kognisi, suasana hati.
6. Evaluasi pengalaman
masa lalui dengan rasa
sakit untuk
memasukkan riwayat
individu dan keluarga,
yang sesuai.
7. Beri informasi tentang
rasa sakit, seperti
penyebab nyeri.
8. Kontrol faktor
lingkungan yang akan
mempegaruhi respon
klien terhadap
ketidaknyamanan
seperti suhu ruangan,
pencahayaan, dan
kebisingan.
9. Ajarkan teknik non
farmakologi (seperti
hipneterapi, relaksasi,
terapi napas dalam,
distrakti, dan massase).
10. Beri waktu untuk
istirahat atau tidur untuk
memfasilitasi nyeri.
11. Berikan informasi
kepada keluarga dari
strategi non farmakologi
yang di gunakan oleh
klien untuk mendorong
pendekatan preventif.
12. Kolaborasi bersama
dokter dan tim medis
lainnya untuk memilih
dan menerapkan
langkah-langkah
signigikan yang dapat
menghilangkan nyeri.

2. Gangguan perfusi Status sirkulasi : Monitor tekanan


jaringan serebral a. Tekanan darah sistol intrakranial :
dan diastol 3-5 1.catat perubahan respon
b. Hipotensi 3-5 klien terhadap rangsangan.
Perfusi jaringan serebral 2. monitor tanda-tanda
: vital klien dan neurologis
1. Klien mampu terhadap aktivitas klien.
berkomunikasi 3. monitor intake nutrisi
dengan jelas 1-5 dan cairan klien.
2. Klien mampu 4. kelola pemberian
berkonsentrasi dan antibiotik klien.
memperhatikan 1-5 5.monitor tingkat
3. Klien mampu kesadaran klien.
membuat keputusan Monitor keluhan umum
sendiri 1-5 pada klien.
4. Tingkat kesadaran 3- 6.observasi kondisi fisik
5 klien dan kemampuan
klien.
7.pertahankan
efektifan jalan napas klien.
8.observasi tanda tanda
hipoventilasi.
1.5 Implementasi
Hari/Tanggal/J Diagnosa Implementas Evaluasi TTD
am Keperawatan
Nyeri berhubungan Manajemen S : Klien
dengan agen cedera nyeri: mengatakan
fisik. 1. Mengkaji nyeri jika ada
nyeri secara
gerakan dan
komfrehensi
f meliputi pergantian
lokasi, perban.
karakteristik,
durasi, O : Klien
frekuensi, tampak
kualitas, meringis
intensitas kesakitan dan
atau mengatakan
beratnya nyeri.
nyeri dan
faktor A : Masalah
pencetus. belum teratasi
2. Mengobserv
asi verban P : Intervensi di
dan non lanjutkan.
verbal
mengenai
ketidaknyam
anan yang
disebabkan
nyeri.
3. Mengunakan
strategi
komunikasi
terapeutik
untuk
mengakui
pengalaman
rasa sakit
dan
menyampaia
kn respon
pasien
terhadap
nyeri.
4. Mengeksplo
rasi
pengetahuan
klien dan
keyakinanny
a tentang
nyeri.
5. Menentukan
dampak dari
pengalaman
nyeri
terhadap
kualitas
hidup
misalnya,
tidur,nafsu
makan,
aktivitas,
kognisi,
suasana hati.
6. Mengevalua
si
pengalaman
masa lalui
dengan rasa
sakit untuk
memasukka
n riwayat
individu dan
keluarga,
yang sesuai.
7. Memberi
informasi
tentang rasa
sakit, seperti
penyebab
nyeri.
8. Mengontrol
faktor
lingkungan
yang akan
mempegaruh
i respon
klien
terhadap
ketidaknyam
anan seperti
suhu
ruangan,
pencahayaan
, dan
kebisingan.
9. Mengajarka
n teknik non
farmakologi
(seperti
hipneterapi,
relaksasi,
terapi napas
dalam,
distrakti, dan
massase).
10. Memberi
waktu untuk
istirahat atau
tidur untuk
memfasilitas
inyeri.
11. Memberikan
informasi
kepada
keluarga dari
strategi non
farmakologi
yang di
gunakan
oleh klien
untuk
mendorong
pendekatan
preventif.
12. Mengkolabo
rasi bersama
dokter dan
tim medis
lainnya
untuk
memilih dan
menerapkan
langkah-
langkah
signigikan
yang dapat
menghilangk
an nyeri.
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Kesenjangan antara teori dan kasus


Pembahasan merupakan analisa mengenai lingkungan yang terjadi
antara tinjauan teori dan tinjauan kasus. Setelah dilakukan asuhan
keperawatan pada TN IF usia 40 tahun dengan Ca Mammae, diperoleh
kesenjangan antara lain:
4.1.1 Pengkajian
Pada tahap pengkajian tidak terdapat kesenjangan teori dengan
kasus, keluarga klien sangat kooperatif dalam menjawab pertanyaan.
4.1.2 Identifikasi diagnosa dan masalah
Pada diagnosa dan masalah tidak diperoleh kesenjangan teori
dengan tinjauan kasus.
4.1.3 Identifikasi kebutuhan segera
Intervensi yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan segera
klien mengacu pada tinjauan teori sehingga dalam hal ini tidak
ditemukan kesenjangan antara tinjauan teori dan tinjauan kasus.
4.1.4 Intervensi
Pada intervensi tidak ditemukan antara tinjauan teori dan
tinjauan kasus.
4.1.5 Implementasi dan evaluasi
Dalam pelaksanaannya sesuai dengan intervensi yang telah
ditetapkan. Dalam hal ini penulis menyusun implementasi sesuai
dengan waktu dan sesuai dengan pelayanan kesehatan yang dilakukan
pada pasien.
BAB V

KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

5.2 Saran
Dengan adanya penjabaran materi diatas, diharapkan agar para mahasiswa/i
keperawatan :
a. Dapat mengetahui dan mengerti fraktur.
b. Dapat mengetahui dan menerapkan tentang asuhan keperawatan pada klien
dengan fraktur.

Anda mungkin juga menyukai