Anda di halaman 1dari 11

5.

Kebutuhan dan efek mineral

Salah satu zat gizi yang dibutuhkan tubuh adalah mineral. Mineral
memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat
sel, jaringan, organ, maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. Mineral juga
berperan dalam berbagai tahap metabolisme terutama sebagai kofaktor dalam
aktivitas enzim-enzim. Kekurangan mineral dapat menyebabkan gangguan
kesehatan seperti anemia, gondok, osteoporosis dan osteomalasia. Pemenuhan
kebutuhan mineral pada manusia dapat diperoleh dengan cara mengonsumsi
bahan pangan baik yang berasal dari tumbuhan (mineral nabati) maupun hewan
(mineral hewani) (Almatsier, 2006). Secara umum kebutuhan mineral dalam
tubuh sangat sedikit yaitu ± 4% dari total berat badan. Walaupun demikian
mineral tidak dapat diabaikan begitu saja karena tanpa mineral essential
kehidupan sulit untuk dipertahankan.

Kandungan mineral dalam bahan pangan hanyalah salah satu parameter


awal untuk menilai kualitas suatu bahan pangan, karena yang lebih penting
adalah bioavailabilitasnya. Bioavailabilitas adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan proporsi nutrisi dalam makanan yang dapat dimanfaatkan untuk
fungsi-fungsi tubuh normal. Mineral yang bersifat bioavailable harus dalam
bentuk terlarut, walaupun tidak semua mineral terlarut bersifat bioavailable
(Santoso et al. 2006). Mineral bersifat bioavailable apabila mineral tersebut
dalam bentuk mineral terlarut, namun tidak semua mineral terlarut bersifat
bioavailable, sehingga bentuk mineral terlarut diperlukan untuk memudahkan
dalam penyerapan mineral tersebut di dalam tubuh (Clydesdale, 1988; Newman
dan Jagoe, 1994).
1. Pengertian dan komposisi air dalam tubuh

Air merupakan senyawa kimia dengan rumus kimia H2O, artinya satu
molekul air tersusun atas dua atom hidrogen yang terikat secara kovalen pada
satu atom oksigen. Air mempunyai sifat tidak bewarna, tidak berasa, dan tidak
berbau pada kondisi standar. Zat kimia ini merupakan pelarut yang penting
karena mampu melarutkan banyak zat kimia lainnya, seperti garam, gula, asam,
beberapa jenis gas, dan senyawa organik (Scientist N., 2010 dalam Hardinsyah
dkk, 2014). Air memiliki beberapa sifat khas, yaitu air memiliki titik beku 00C
dan titik didih 1000C (Dugan 1972; Hutchinson, 1975; dan Miller 1992 dalam
Hardinsyah dkk, 2014).

Air dalam tubuh merupakan komponen yang paling besar menyusun


tubuh manusia, sekitar 50% sampai 70% dari berat badan manusia terdiri dari
air. Air yang diperoleh tubuh berasal dari tiga sumber, yaitu air yang dikonsumsi
dalam bentuk minuman, air dalam makanan dan air metabolik. Air metabolik
berasal dari oksidasi bahan makanan seperti karbohidrat, protein, dan lemak.
Jumlah air metabolik bergantung pada kecepatan metabolisme seseorang

2. Fungsi air dalam tubuh

Air memiliki peran yang penting dalam tubuh dan kehidupan manusia.
Peran air dalam tubuh (Hidayat dkk, 2014; Jequier & Constant, 2010; Santoso
dkk, 2011; Sulistomo dkk, 2014; Almatsier dkk, 2004), adalah sebagai berikut :

a. Pembentuk sel dan cairan tubuh


Air ditemukan di setiap sel, jaringan dan kompartemen tubuh.
Air berperan dalam pembentukan cairan tubuh seperti darah, cairan
lambung, hormon, dan enzim.
b. Sebagai pengatur suhu
Melalui penguapan keringat di kulit dan udara napas, serta
pelarut zat-zat dalam tubuh (zat gizi, gas dan sisa metabolisme).
c. Media transportasi zat gizi dan oksigen (gas dalam darah)
d. Air sebagai makronutrien
Air terlibat dalam seluruh reaksi hidrolisis protein,
karbohidrat dan lemak. Air juga diproduksi dari hasil metabolisme
oksidatif yang berisi substrat hidrogen.
e. Air berfungsi sebagai pelumas dan bantalan pada persendian
f. Media pengeluaran racun dan produk sisa metabolisme
g. Pengaturan keseimbangan elektrolit
Air menjaga volume vaskular dan sirkulasi darah yang
berperan penting dalam fungsi seluruh organ dan jaringan tubuh.
h. Peredam benturan

Air melindungi beberapa organ penting tubuh, sehingga organ


tersebut terlindung dari benturan antara lain mata, jaringan saraf
dalam kantung ketuban dan lainnya.

3. Kebutuhan air sehari tubuh.

Kebutuhan sehari-hari terhadap air berbeda-beda untuk tiap tempat dan


tingkatan kehidupan. Semakin tinggi taraf kehidupan, akan semakin meningkat
jumlah kebutuhan akan air. WHO dalam Depkes, menyebutkan bahwa
kebutuhan air bersih bagi penduduknya rata-rata berbeda di dunia. Air yang
dibutuhkan di negara maju adalah lebih kurang 500 liter/orang/hari, sedangkan
Indonesia (kota besar) sebanyak 200 sampai 400 liter/orang/hari dan di daerah
pedesaan hanya 60 liter/orang/hari.

Air minum merupakan kebutuhan air manusia yang paling penting.


Kebutuhan air minum setiap orang bervariasi dari 2,1 liter hingga 2,8 liter per
hari, tergantung pada berat badan, aktivitas, umur, jenis kelamin, kebiasaan, dan
suhu. Peningkatan suhu udara akan meningkatkan kebutuhan air sebanyak
setengah liter (Cahanar dan Sunandar, 2006; Guyton & Hall, 2006; Sherwood,
2007; Sulistomo dkk, 2014). Hal ini sesuai menurut Rinzler (2006), yang juga
menyebutkan bahwa angka kecukupan air berkisar 8 gelas atau 2.400 ml.

Pedoman minum air dalam jumlah yang cukup dan aman pada dewasa,
juga disarankan oleh Departemen Kesehatan. Departemen Kesehatan, berdasar
Pesan Dasar Umum Gizi Seimbang (2005) menyarankan untuk mengkonsumsi
minimal 2 liter atau 8 gelas air minum setiap hari dalam kondisi lingkungan
normal, untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuh serta menjaga kesehatan.
Meskipun demikian, diduga masih banyak masyarakat mengkonsumsi air dalam
jumlah kurang dibandingkan kebutuhannya (Proboprastowo, Dwiriani, 2004).

4. Keseimbangan Cairan Intraseluler

Cairan Intraseluler merupakan cairan yang terdapat dalam sel tubuh


dan berfungsi sebagai media tempat aktivitas kimia sel berlangsung. Cairan
ini merupakan sekitar 70% dari cairan tubuh total (total body water atau
TBW). Pada individu dewasa, CIS menyusun sekitar 40% berat tubuh atau
2/3 TBW. Cairan intraselular Pada orang dewasa, sekitar 2/3 dari cairan
dalam tubuhnya terdapat di intraselular. Sebaliknya pada bayi hanya
setengah dari berat badannya merupakan cairan intraselular.
Ketidakseimbangan osmotik terutama mempengaruhi cairan intraseluler
(ICF) dan menyangkut bertambahnya atau kehilangan natrium dan air dalam
jumlah yang relatif tidak seimbang.

Gangguan osmotik umumnya berkaitan dengan hiponatremia dan


hipernatremia sehingga penting untuk mengenali keadaan ini natrium serum
penting untuk mengenali keadaan ini. Pada orang dewasa kira-kira 40 %
baerat badannya atau 2/3 dari TBW-nya berada di dalam sel (cairan
intraseluler/ICF), sisanya atau 1/3 dari TBW atau 20 % dari berat badannya
berada di luar sel (ekstraseluler) yaig terbagi dalam 15 % cairan interstitial,
5 % cairan intavaskuler dan 1-2 % transeluler.

Tekanan koloid osmotik merupakan tekanan yang dihasilkan oleh


molekul koloid yang tidak dapat berdifusi, misalnya protein, yang bersifat
menarik air ke dalam kapiler dan melawan tekanan filtrasi. Koloid
merupakan molekul protein dengan berat molekul lebih dari 20.000-30.000.
Walaupun hanya merupakan 0,5% dari osmolalitas plasma total, namun
mempunyai arti yang sangat penting. Karena, hal ini menyebabkan
permeabilitas kapiler terhadap koloid sangat kecil sehingga mempunyai efek
penahan air dalam komponen plasma, serta mempertahankan air antar
kompartemen cairan di tubuh. Bila terjadi penurunan tekanan koloid
osmotik, akan menyebabkan timbulnya edema paru.

5. Keseimbangan Cairan Interstisial

Cairan interstitial adalah cairan yang mengelilingi sel dan termasuk


cairan yang terkandung diantara rongga tubuh(transseluler)seperti
serebrospinal, perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular dan sekresi
saluran pencernaan. Sementara, cairan intravaskular merupakan cairan yang
terkandung dalam pembuluh darah, dalam hal ini plasma darah. Cairan
Interstitial adalah cairan yang terdapat pada celah antar sel atau disebut pula
cairan jaringan, berjumlah sekitar 15% dari berat badan. Pada umumnya,
cairan Interstitial berfungsi sebagai pelumas agar tidak terjadi gesekan pada
saat dua jaringan tersebut bergerak. Contoh dari jaringan Interstitial yaitu
cairan pleura, cairan perikardial, dan cairan peritoneal.

6. Keseimbangan Intravaskuler

Cairan Intravascular merupakan cairan yang terdapat di dalam


pembuluh darah dan merupakan plasma, berjumlah sekitar 5% dari berat
badan. Cairan ekstraseluler adalah cairan yang terdapat di luar sel dan
menyusun 30% dari Total Body Water (TBW). Selain itu, CES juga
merupakan sekitar 20% dari berat tubuh. (Saputra, 2013)

7. Akibat Ketidakseimbangan Air Dan Elektrolit

A. Ketidakseimbangan Cairan

Gangguan volume cairan dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu


kekurangan volume cairan (Hipovolemia atau dehidrasi) dan kelebihan
cairan (Hipervolemia).
1. Hipovolemia
Hipovolemia adalah kondisi ketidakseimbangan yang ditandai
dengan defisiensi cairan dan elektrolit di ruang ekstraselular, tetapi proporsi
antara kedua (cairan dan elektrolit) mendekati normal. Hipovolemia dikenal
juga dengan sebutan dehidrasi atau defisit volume cairan 18 (fluid volume
defisit atau FVD).
Pada saat tubuh kekurangan cairan dan elektrolit, tekanan osmotik
mengalami perubahan sehingga cairan interstisial kosong dan cairan intrasel
masuk ke dalamnya. Hipovolemia dapat disebabkan oleh banyak faktor,
misalnya kekurangan asupan cairan dan kelebihan asupan zat terlarut
(misalnya protein dan klorida atau natrium). Kelebihan asupan zat terlarut
dapat menyebabkan ekskresi atau pengeluaran urine secara berlebih serta
pengeluaran keringat yang banyak dalam waktu lama.
Dehidrasi dapat terjadi pada pasien yang mengalami gangguan pada
hipotalamus, kelenjar gondok dan ginjal. Selain itu, dehidrasi juga dapat
terjadi pada pasien yang mengalami diare dan muntah secara terus menerus.
Secara umum, dehidrasi dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu :
a. Dehidrasi isotonic, yaitu jumlah cairan yang hilang sebanding dengan
jumlah elektrolit yang hilang.
b. Dehidrasi hipertonik, yaitu jumlah cairan yang hilang lebih besar dari
pada jumlah elektrolit yang hilang.
c. Dehidrasi hipotonik, yaitu jumlah cairan yang hilang lebih sedikit dari
pada jumlah elektrolit yang hilang.
Kehilangan cairan ekstrasel secara berlebihan dapat menyebabkan
penurunan volume ekstrasel (Hipovolemia) dan perubahan hematokrit.
Berdasarkan derajat keparahan dehidrasi dapat dibagi menjadi 3 yaitu :
a. Dehidrasi ringan Pada dehidrasi ringan, tubuh kehilangan cairan sebesar
5% dari berat badan atau sekitar 1,5-2 L. kehilangan cairan yang
berlebihan dapat berlangsung melalui kulit, saluran pencernaan, saluran
kemih, paru, atau pembuluh darah.
b. Dehidrasi sedang Pada dehidrasi sedang tubuh kehilangan cairan sebesar
5-10% dari berat badan atau sekitar 2-4 L. natrium serum dalam tubuh 19
mencapai 152-158 mEq/L. salah satu ciri-ciri fisik dari penderita
dehidrasi sedang adalah mata cekung.
c. Dehidrasi berat Pada dehidrasi berat tubuh kehilangan cairan sebesar 4-6
liter atau lebih dari 10% dari berat badan. Natrium serum mencapai 159-
166 mEq/L. penderita dehidrasi berat dapat mengalami hipotensi,
oliguria, turgor kulit buruk, serta peningkatan laju pernafasan.
B. Ketidakseimbangan Elektrolit
1. Hiponatremia
Hiponatremia adalah keadaan kurang natrium dalam cairan ekstrasel
yang menyebabkan perubahan tekanan osmotik. Pada kondisi ini kadar
natrium serum < 136 mEq/L dan berat jenis urine 144 mEq/L dan berat jenis
urin >11,30. Peningkatan kadar natrium menyebabkan cairan bergerak
keluar sel. Tanda dan gejala hipernatremia meliputi kulit dan mukosa bibir
kering, turgor kulit buruk, permukaan kulit membengkak, oliguria atau
anuria, konvulsi, suhu tubuh tinggi dan lidah kering serta kemerahan.
2. Hipernatremia
Hipernatremia adalah kelebihan kadar natrium dalam cairan ekstrasel
yang menyebabkan peningkatan tekanan osmotik ekstrasel. Pada kondisi ini,
kadar natrium serum >144 mEq/L dan berat jenis urin >11,30. Peningkatan
kadar natrium menyebabkan cairan bergerak keluar sel. Tanda dan gejala
hipernatremia meliputi kulit dan mukosa bibir kering, turgor kulit buruk,
permukaan kulit membengkak, oliguria atau anuria, konvulsi, suhu tubuh
tinggi dan lidah kering serta kemerahan. Hipernatremia dapat disebabkan
oleh asupan natrium yang berlebihan, kerusakan sensasi haus, diare, disfagia,
polyuria 21 karena diabetes insipidus, dan kehilangan cairan berlebihan dari
paruparu.
3. Hipokalemia
Hipokalemia adalah keadaan kekurangan kadar kalium dalam cairan
ekstrasel yang menyebabkan kalium berpindah keluar sel. Pada kondisi ini,
kadar kalium serum < 3,5 mEq/L. pada pemeriksaan EKG terdapat
gelombang T datar dan depresi segmen ST. hipokalemia ditandai dengan
kelemahan, keletihan, dan penurunan kemampuan otot. Selain itu kondisi ini
juga ditandai dengan distensi usus, penurunan bising usus, denyut jantung
(aritmia) tidak beraturan, penurunan tekanan darah, tidak nafsu makan, dan
muntah-muntah.
4. Hiperkalemia
Hiperkalemia adalah keadaan kelebihan kadar kalium dalam cairan
ekstrasel. Pada kondisi ini, nilai kalium serum > 5 mEq. Pada pemeriksaan
EKG terdapat gelombang T memuncak, QRS melebar, dan PR memanjang.
Tanda dan gejala Hiperkalemia meliputi rasa cemas, iritabilitas, hipotensi,
parastesia, mual, hiperaktivitas sistem pencernaan, kelemahan, dan aritmia.
Hiperkalemia ini berbahaya karena dapat menghambat transmisi impuls
jantung dan menyebabkan serangan jantung.
5. Hipokalsemia
Hipokalsemia adalah kondisi kekurangan kadar kalsium dalam cairan
ekstrasel. Pada kondisi ini, kadar kalsium serum < 4,5 mEq/L serta terjadi
pemanjangan interval Q-T pada pemeriksaan EKG. Hipokalsemia ditandai
dengan terjadinya kram otot dan kram perut, kejang (spasme) dan tetani,
peningkatan motilitas gastrointestinal, gangguan kardiovaskular, dan
osteoporosis.
6. Hiperkalsemia
Hiperkalsemia adalah kondisi kelebihan kadar kalsium pada cairan
ekstrasel. Pada kondisi ini, kadar kalsium serum >5,8 mEq/L serta terjadi
peningkatan BUN akibat kekurangan cairan. Hiperkalsemia 22 ditandai
dengan penurunan kemampuan otot, mual, muntah, anoreksia, kelemahan
dan letargi, nyeri pada tulang, dan serangan jantung. Kondisi ini dapat terjadi
pada pasien yang mengalami pengangkatan kelenjar gondok dan
mengonsumsi vitamin D secara berlebihan.
7. Hipomagnesia
Hipomagnesia adalah kondisi kekurangan kadar magnesium dalam
darah. Pada kondisi ini, kadar magnesium serum ≥ 1,4 mEq/L.
Hipomagnesia ditandai dengan iritabilitas, tremor, hipertensi, disorientasi,
konvulsi, halusinasi, kejang, kram pada kaki dan tangan, reflex tendon
profunda yang hiperaktif, serta Takikardia. Kondisi ini umumnya disebabkan
oleh konsumsi alkohol yang berlebihan, malnutrisi, gagal hati, absorpsi usus
yang buruk, dan diabetes mellitus.
8. Hipermagnesia
Hipermagnesia adalah kondisi kelebihan kadar magnesium dalam darah.
Pada kondisi ini, kadar magnesium serum > 3,4 mEq/L. hipermagnesia
ditandai dengan depresi pernapasan, aritmia jantung, dan depresi reflex
tendon profunda.
9. Hipokloremia
Hipokloremia adalah kondisi kekurangan ion klorida dalam serum. Pada
kondisi ini, nilai ion klorida ≥ 95 mEq/L. Hipokloremia ditandai dengan
gejala menyerupai alkalosis metabolik, yaitu kelemahan, apatis, gangguan
mental, pusing, dan kram. Kondisi ini dapat terjadi karena tubuh kehilangan
sekresi gastrointestinal secara berlebihan, misalnya karena muntah, diare,
diuresis, atau pengisapan nasogastric.
10. Hiperkloremia
Hiperkloremia adalah kondisi kelebihan ion klorida dalam serum. Pada
kondisi ini, nilai ion klorida > 105 mEq/L. hiperkloremia sering dikaitkan
dengan hipernatremia, terutama pada kasus dehidrasi dan masalah ginjal.
Hiperkloremia menyebabkan penurunan bikarbonat 23 sehingga
menyebabkan ketidakseimbangan asam basa. Jika berlangsung lama, kondisi
ini akan menyebabkan kelemahan, letargi, dan pernapasan kusmaul.
11. Hipofosfatemia
Hipofosfatemia adalah kondisi penurunan kadar ion fosfat didalam
serum. Pada kondisi ini, nilai ion fosfat < 2,8 mg/dl. Hipofosfatemia antara
lain ditandai dengan anoreksia, parastesia, kelemahan otot, dan pusing.
Kondisi ini dapat terjadi karena pengonsumsian alkohol secara berlebihan,
malnutrisi, hipertiroidisme, dan ketoasidosis diabetes.
12. Hiperfosfatemia
Hiperfosfatemia adalah kondisi peningkatan kadar ion fosfat di dalam
serum. Pada kondisi ini, nilai ion fosfat >4,4 mg/dl atau >3,0 mEq/L.
hiperfosfatemia antara lain ditandai dengan peningkatan eksitabilitas sistem
saraf pusat, spasme otot, konvulsi dan tetani, peningkatan gerakan usus,
gangguan kardiovaskular, dan osteoporosis. Kondisi ini dapat terjadi pada
kasus gagal ginjal atau pada kadar parathormon menurun.
Daftar Pustaka
Jamal, F., & Auliansyah, A. (2019). Penerapan Konsep ROSE pada
Pemberian Cairan dalam Tatalaksana Sepsis. Jurnal
Kedokteran Nanggroe Medika, 2(4), 11-17.
(http://jknamed.com/jknamed/article/view/64)
SABELA, C. (2021). ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK
GASTROENTERITIS DENGAN MASALAH
KEPERAWATAN RISIKO KETIDAKSEIMBANGAN
ELEKTROLIT DI RSU MUHAMMADIYAH
PONOROGO (Doctoral dissertation, Universitas
Muhammadiyah Ponorogo).
(http://eprints.umpo.ac.id/7214/19/BAB%20II.pdf)
Sukarata, I. P. R. D., Kurniyanta, I. P., & An, S. TERAPI CAIRAN.
(https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/ac
297a24e02b9d56b5c2c295684a7bc5.pdf)
Salamah, E., Purwaningsih, S., & Kurnia, R. (2012). Kandungan mineral
remis (Corbicula javanica) akibat proses
pengolahan. Jurnal akuatika, 3(1).
http://jurnal.unpad.ac.id/akuatika/article/view/483
Santoso, J., & Irawan, A. (2008). Kandungan dan kelarutan mineral pada
cumi cumi Loligo sp dan udang vannamei Litopenaeus
vannamei. Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan
Indonesia, 15(1), 7-12.
http://journal.ipb.ac.id/index.php/jippi/article/view/5253

Anda mungkin juga menyukai