Anda di halaman 1dari 74

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kebutuhan cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamik karena metabolisme tubuh
membutuhkan perubahan yang tetap dalam berespons terhadap stressor fisiologis dan
lingkungan. Keseimbangan cairan adalah esensial bagi kesehatan dan memiliki peranan yang
sangat penting bagi tubuh. Kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan cairan
ini dinamakan homeostasis. Air (H2O) merupakan komponen utama yang paling banyak
terdapat di dalam tubuh manusia. Sekitar 60% dari total berat badan orang dewasa terdiri atas
air. Di dalam tubuh, sel-sel yang mempunyai konsentrasi air paling tinggi antara lain sel-sel
otot dan organ-organ pada rongga badan, seperti paru-paru atau jantung, sedangkan sel-sel
yang mempunyai konsentrasi air paling rendah adalah sel-sel jaringan seperti tulang dan gigi.
Terapi cairan dan elektrolit sangat diperlukan dalam rangka menjaga kondisi tubuh tetap
sehat. Keseimbangan cairan dan elektrolit melibatkan komposisi dan perpindahan berbagai
cairan tubuh. Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri atas (pelarut) dan zat tertentu (zat
terlarut). Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-partikel bermuatan listrik
yang disebut ion jika berada dalam larutan. Elektrolit terdapat pada seluruh cairan tubuh.
Cairan tubuh mengandung oksigen, nutrien, dan sisa metabolism (seperti karbondioksida),
yang semuanya disebut ion.

Terapi cairan merupakan tindakan untuk memelihara ataupun mengganti cairan tubuh
dengan pemberian cairan infuse kristaloid (elektrolit) atau koloid secara intravena untuk
mengatasi berbagai masalah gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, meliputi
menggantikan volume cairan yang hilang akibat perdarahan dehidrasi ataupun karena syok.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang didapat antara lain :
1.2.1 Apakah yang dimaksud dengan terapi cairan?
1.2.2 Apa sajakah fungsi cairan tubuh?
1.2.3 Apa sajakah komposisi cairan tubuh?
1.2.4 Bagaimanakah persentase total cairan tubuh?
1.2.5 Apa sajakah elektrolit utama pada tubuh?
1.2.6 Bagaimanakah keseimbangan cairan elektrolit?
1.2.7 Bagaimanakah regulasi volume cairan tubuh?
1.2.8 Bagaimanakah pergerakan cairan dan elektrolit tubuh?
1.2.9 Bagaimanakah pengaturan keseimbangan cairan?
1.2.10 Bagaimanakah regulasi elektrolit?
1.2.11 Apa sajakah gangguan atau masalah dalam pemenuhan kebutuhan cairan?
1.2.12 Apa sajakah jenis cairan elektrolit dalam tubuh?
1.2.13 Bagaimanakah konsentrasi tubuh?
1.2.14 Apa sajakah fungsi cairan?
1.2.15 Apa sajakah faktor –faktor yang mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit?
1.2.16 Apa sajakah gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit?
1.2.17 Apa sajakah variabel–variabel yang mempengaruhi keseimbangan normal cairan,
eletrolit, dan asam basa?
1.2.18 Bagaimanakah kompetensi keterampilan dan prosedur keperawatan?
1.2.19 Bagaimanakah konsep koreksi gangguan keseimbangan?
1.2.20 Apa sajakah klasifikasi cairan pengganti?
1.2.21 Bagaimanakah kombinasi cairan dan nutrisi?

1.3 Tujuan
Adapun tujan yang didapat antara lain :
1.3.1 Untuk mengetahui yang dimaksud dengan terapi cairan
1.3.2 Untuk mengetahui fungsi cairan tubuh
1.3.3 Untuk mengetahui komposisi cairan tubuh
1.3.4 Untuk mengetahui persentase total cairan tubuh
1.3.5 Untuk mengetahui elektrolit utama pada tubuh
1.3.6 Untuk mengetahui keseimbangan cairan elektrolit
1.3.7 Untuk mengetahui regulasi volume cairan tubuh
1.3.8 Untuk mengetahui pergerakan cairan dan elektrolit tubuh
1.3.9 Untuk mengetahui pengaturan keseimbangan cairan
1.3.10 Untuk mengetahui regulasi elektrolit
1.3.11 Untuk mengetahui gangguan atau masalah dalam pemenuhan kebutuhan cairan
1.3.12 Untuk mengetahui jenis cairan elektrolit dalam tubuh
1.3.13 Untuk mengetahui konsentrasi tubuh
1.3.14 Untuk mengetahui fungsi cairan
1.3.15 Untuk mengetahui faktor –faktor yang mempengaruhi keseimbangan cairan dan
elektrolit
1.3.16 Untuk mengetahui gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
1.3.17 Untuk mengetahui variabel–variabel yang mempengaruhi keseimbangan normal
cairan, eletrolit, dan asam basa
1.3.18 Untuk mengetahui kompetensi keterampilan dan prosedur keperawatan
1.3.19 Untuk mengetahui konsep koreksi gangguan keseimbangan
1.3.20 Untuk mengetahui klasifikasi cairan pengganti
1.3.21 Untuk mengetahui kombinasi cairan dan nutrisi
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Terapi Cairan

Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air (pelarut) dan zat terlarut (zat
tertentu). Cairan masuk ke dalam tubuh melalui makanan, minuman, cairan intravena
(IV) dan didistribusi ke seluruh tubuh.

Terapi cairan merupakan tindakan untuk memelihara ataupun mengganti cairan


tubuh dengan pemberian cairan infuse kristaloid (elektrolit) atau koloid secara intravena
untuk mengatasi berbagai masalah gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, meliputi
menggantikan volume cairan yang hilang akibat perdarahan dehidrasi ataupun karena
syok.

Cairan tubuh sangat penting peranannya dalam menjaga keseimbangan


(hemodinamik) proses kehidupan. Peranan tersebut dikarenakan air memiliki
karakteristik fisiologis. Beberapa peranan air, antara lain (FKUI, 2008) :

1. Sebagai media utama pada reaksi intrasel


2. Mempertahankan kehidupan sel, karena hampir semua reaksi biokimia terjadi
dalam media air.
3. Sebagai pelarut terbaik untuk ionik.
4. Media transport pada system sirkulasi, ruang di sekitar sel (intravaskuler,
interstitium) dan intrasel.
5. Sebagai pengatur suhu tubuh (thermoregulasi), karena air mempunyai panas
penguapan dan daya hantar panas yang tinggi.

2.2 Fungsi Cairan Tubuh


Dalam proses metabolisme, air mempunyai dua fungsi utama yaitu sebagai
pembawa zat-zat nutrisi seperti karbohidrat, vitamin, dan mineral serta akan berfungsi
sebagai pembawa oksigen ke dalam sel-sel tubuh. Fungsi air di dalam tubuh juga untuk
mengeluarkan produk samping hasil metabolism seperti CO2 dan juga senyawa nitrat.
Selain berperan dalam proses metabolism, air juga memiliki fungsi penting antara lain
sebagai pelembap jaringan-jaringan tubuh (seperti mata, mulut dan hidung), pelumas
dalam cairan sendi tubuh, katalisator reaksi biologis sel, pelindung organ, dan jaringan
tubuh serta akan membantu dalam menjaga tekanan darah dan konsentrasi zat terlarut.
Air di dalam tubuh juga berfungsi sebagai pengatur panas untuk menjaga agar suhu tubuh
tetap berada pada kondisi ideal yaitu + 370C.

2.3 Komposisi Cairan Tubuh


Manusia membutuhkan cairan dan elektrolit dalam jumlah dan proporsi yang
tepat di berbagai jaringan tubuh. Air menempati proporsi yang besar dalam tubuh.
Seseorang dengan berat badan 70kg bisa memiliki sekitar 50 liter air dalam tubuhnya. Air
menyusun 75% berat badan bayi, pada saat berusia satu bulan sekitar 65% BB, 70% berat
badan pria dewasa, sedangkan pada wanita dewasa 50% BB, dan 55% tubuh pria lanjut
usia. Sisanya dalah zat padat seperti protein, lemak, karbohidrat, dan lain-lain. Oleh
karena wanita memiliki simpanan lemak yang relative lebih banyak, kandungan air dalam
tubuh wanita 10% lebih sedikit dibandingkan pria.
Semua cairan tubuh adalah air larutan pelarut dan substansi terlarut (zat terlarut).
Air adalah senyawa utama dari tubuh manusia. Rata-rata pria dewasa hamper 60% dari
berat badannya adalah air dan rata-rata wanita mengamdung 55% air dari berat badannya.
Selain air, cairan tubuh mengamdung dua jenis substansi terlarut (zat terlarut) elektrolit
dan nonelektrolit. Elektrolit adalah substansi yang terpisah di dalam larutan dan akan
menghantarkan arus listrik. Sedangkan nonelektrolit merupakan substansi seperti glukosa
dan urea yang tidak terpisah dalam larutan dan diukur berdasarkan (milligram per 100
ml-mg/dl).
Air tersimpan dalam dua kompartemen utama dalam tubuh, yaitu :
1. Cairan intraseluler (CIS). CIS adalah cairan yang terdapat dalam sel tubuh dan
menyusun sekitar 70% dari total cairan tubuh (Total Body Water (TBW)). CIS
merupakan media tempat terjadinya aktivitas kimia sel (Taylor, 1989). Pada individu

2
dewasa, CIS menyusun sekitar 40% berat tubuh atau dari TBW. Sisanya, yaitu
3

1
TBW atau 20% berat tubuh, berada di luar sel yang disebut sebagai cairan
3

2
ekstraseluler (CES) (Price dan Wilso, 1986). Pada orang dewasa kira-kira dari
3
cairan tubuh intraseluler, kira-kira 25 l pada rata-rata pria dewasa (70kg). Sebaliknya,
1
hanya dari cairan tubuh bayi yaitu cairan intraseluler. Elektrolit kation terbanyak
2
adalah K+, Mg+, sedikit Na+. Elektrolit anion terbanyak adalah HPO42-, protein-
protein, sedikit HCO3-, SO42-, Cl-.
2. Cairan ekstraseluler (CES) merupakan cairan yang terdapat diluar sel dan menyusun
sekitar 30% dari total cairan tubuh. Cairan yang berada diluar sel, jumlahnya sekitar

1
3
Dari total cairan atau sekitar 20% dari BB total. Cairan ekstrasel berperan dalam
transport nutrient, elektrolit dan oksigen ke sel serta membersihkan hasil metabolisme
untuk kemudian dikeluarkan dari tubuh, regulasi panas, sebagai pelumas pada
persendian dan membrane mukosa, penghancuran makanan dalam proses pencernaan.
CES meliputi cairan intravascular, cairan interstitial, dan cairan transeluler.
a. Cairan interstisial (CIT)
Cairan interstisial merupakan cairan yang berada disekitar sel misalnya
cairan limfe, jumlahnya sekitar 10-15% dari cairan ekstrasel. Cairan disekitar sel,
sama dengan kira-kira delapan liter pada orang dewasa. Relatif terhadap ukuran
tubuh, volume ISF adalah sekitar dua kali lipat pada bayi baru lahir dibandingkan
orang dewasa.
b. Ciaran intravascular (CIV)
Cairan intravascular adalah cairan yang terkandung dalam pembuluh darah
misalnya plasma, jumlahnya sekitar 5% dari cairan ekstrasel. Volume relative dari
CIV sama pada orang dewasa dan anak-anak. Rata-rata volume darah orang
dewasa kira-kira 5-61 (8% dari BB), 31 (60%) dari jumlah tersebut adalah
plasma. Sisanya 2-31 (40%) terdiri atas sel darah merah (SDM atau eritrosit) yang
mentranspor oksigen dan bekerja sebagai buffer tubuh yang penting, sel darah
putih (SDP atau leukosit) dan trombosit.
c. Cairan transelular (CTS)
Cairan transelular adalah cairan yang berada pada ruang khusus seperti
cairan serebrospinalis, pericardium, pleura, synovial, air mata, intraocular, dan
sekresi lambung, jumlahnya sekitar 1-3%. Pada waktu tertentu CTS mendekati
jumlah 1 l.
Di dalam cairan ekstrasel terdapat elektrolit kation terbanyak Na +, sedikit K+,
Ca2+, Mg2+ serta elektrolit anion terbanyak Cl-, HCO3-, protein pada plasma,
sedikit HPO42-, SO42-. Perbedaan lokasi antara cairan di interstisial dan pada ruang
vascular menimbulkan tekanan cairan yaitu hidrostaltik dan tekanan onkotik atau
osmotic koloid.
a. Tekanan hidrostatik adalah tekanan yang disebabkan karena volume cairan
dalam pembuluh darah akibat kerja dari organ tubuh.
b. Tekanan onkotik merupakan tekanan yang disebabkan karena plasma protein.
Perbedaan kedua tekanan tersebut mengakibatkan pergerakkan cairan.
Misalnya terjadinya filtrasi pada ujung arteri, tekanan hidrostatik lebih besar dari
tekanan onkotik sehingga cairan dalam vascular akan keluar menuju interstisial.
Sementara pada ujung vena pada kapiler, tekanan onkotik lebih besar sehingga
cairan dapat masuk dari ruang interstitial ke vaskuler. Pada keadaan tertentu,
serum protein rendah, tekanan onkotik menjadi rendah atau kurang maka cairan
akan diabsorpsi ke ruang vascular.

2.4 Persentase Total Cairan Tubuh

Persentase dari total cairan tubuh bervariasi sesuai dengan individu dan bergantung pada
beberapa hal antara lain umur, kondisi lemak tubuh dan jenis kelami, lebih jelasnya terlihat
pada tabe berikut

Persentase total cairan tubuh :

Umur Persentase
Bayi (baru lahir) 75%
Dewasa
1. Pria (20-40 tahun) 60%
2. Wanita (20-40 tahun) 50%
Usia lanjut 45-50%

Pada orang dewasa kira-kira 40% berat badannya atau 2/3 dari TBW-nya berada di dalam
sel (cairan intraseluler /ICF), sisanya ½ dari TBW atau 20% dari berat badannya berada di
luar sel (ekstraseluler)yang terbagi dalam 15% cairan intertisial, 5% cairan intravaskuler dan
1-2 % transelular.

2.5 Elektrolit Utama Tubuh Manusia


Zat terlarut dalam cairan tubuh manusia terdiri atas elektrolit dan nonelektrolit.
Nonelektrolit adalah zat terlarut yang tidak terurai dalam larutan dan tidak bermuatan
listrik,seperti protein, urea, glukosa, oksigen, karbon oksidadan asam-asam organic.
Sementara itu, elektrolit tubuh mencangkup natrium (Na+), fosfat (HPO42-), kalium (K+),
kalsium (Ca++), magnesium (Mg++), klorida (Cl-), bikarbonat (HCO3), sulfat (SO42-).
Konsentrasi elektrolit dalam cairan tubuh bervariasi pada satu bagian yang lainnya, tetapi
meskipun konsentrasi iom pada tiap-tiap bagian berbeda, hokum netralitas listrik menyatakan
bahwa jumlah muatan-muatan negative harus sama dengan jumlah muatan-muatan positif.
Komposisi dari elektrolit-elektrolit tubuh baik pada intraseluler maupun plasma terinci dalam
table berikut :

Elektrolit ekstraseluler interstitial Intraseluler plasma


Kation
natrium (Na+) 144,0 mEq 137,0 mEq 10 mEq
kalium (K+) 5,0 mEq 4,7 mEq 141 mEq
kalsium (Ca++) 2,5 mEq 2,4mEq 0
magnesium (Mg++) 1,5 mEq 1,4 mEq 31 mEq
anion
klorida (Cl-) 107,0 mEq 112,7 mEq 4 MEq
bikarbonat (HCO3), 27,0 mEq 28,3 mEq 10 MEq
fosfat (HPO42-) 2,0 mEq 2,0 mEq 11 mEq
sulfat (SO42-) 0,5 mEq 0,5 mEq 1mEq
protein 1,2 mEq 0,2 mEq 4mEq

1. Kation
1. Sodium (Na+), yaitu kation yang berlebih di ruang ektraseluler, sodium
penyeimbang cairan di ruang ektraseluler. Sodium adalah komunikasi antara
saraf dan muskulis, membantu proses keseimbangan asam-basa dengan menukar
ion hydrogen pada ion sodium di tubulus ginjal, ion hydrogen diekresikan.
Sumber bersal dari snack, kue, daging panggang, rempah-rempah
2. Potassium (K+), yaitu kation berlebih di ruang intraseluler, menjaga
keseimbangan kalium di ruang intrasel, mengaturkontraksi ()polarisasi dan
depolarisasi dari otot dan saraf. Sumber berasal daripisang, advokat
3. Calcium (Ca2+), yaitu membentuk garam bersama dengan fosfat, karbonat,
florida di dalam tulang dan gigi untuk membuatnya keras dan kuat.
Meningkatkan fungsi saraf dan otot meningkat efektivitas proses pembekuan
darah dengan [roses pengaktifan protrombin dan thrombin. Sumber berasal dari
susu yang tinggi kalsium, ikan.
2. Anion
1. Klorida (Cl, kadar berlebihan di ruang ektrasel, membantu proses keseimbangan
natrium, komponen utama keseimbangan natrium, komponen utama dari sekresi
gaster. Sumber berasal dari garam dapur
2. Biokarbonat (HCO3+), bagian dari biokarbonat buffer system, bereaksi dengan asam
kuat untuk membentuk asam karbonat dan suasana garam dapur untuk menurunkan
pH
3. Fosfat (H2PO4 dan HPO42-), bagian dari fosfat buffer system, berfungsi untuk menjadi
energy pada metabolism sel, bersama dengan ion kalsium meningkat kekuatan dan
kekerasan tulang, masuk kedalam struktur genetic yaitu DNA dan RNA

Elektrolit Pengaturan Fungsi


Sodium 1. Reabsopsi dan 1. Pengaturan dan
sekresi ginjal distribusi volume
2. Aldosterone cairan ektrasel
meningkatkan 2. Mempertahankan
reabsobsi natrium di volume darah
duktus kolekting 3. Menghantarkan
nefron impuls saraf dan
kontaksi otot
Potassium 1. Sekresi dan 1. Mempertahankan
konsenvasi oleh ginjal osmolalitas dan cairan
2. Aldosterone intrasel
meningkatkan 2. Trasmisi saraf dan
pengluaran inpuls elektrik
3. Pemindahan dalam 3. Pengaturan asam basa
dan luar sel 4. Kontraksi tulang dan
4. Insulin membantu otot polos
memindahkan ke 5. Pengatur jangtung dan
dalam sel jaringan kontraksi otot
yang rusak
Kalsium 1. Distribusi antara 1. Pembentukan tulang
tulang dan cairan dan gigi
ekstrasel 2. Trasmisi inpuls saraf
2. Hormone paratiroid 3. Pengaturan kontraksi
meningkat serum, otot
kasitonin menurun 4. Pembekuan darah
kadar serum
Magnesium 1. Dipertahankan dan di 1. Metabolism intrasel
keluarkan oleh ginjal 2. Pompa sodim-
2. Meningkatkan absobsi postasium
oleh vitamin D dan 3. Relaksasi dan
hormone paratiroid kontraksi otot
4. Pengaturan fungsi
jantung
Klorida 1. Pengluaran dan 1. Produksi HCl
reabsobsi bersama 2. Pengaturan
sodium dalam ginjal keseimbangan cairan
2. Aldosterone ekstrasel dan volume
meningkat absobsi vaskuler
klorida dengan 3. Keseimbangan asam-
sodium basa
Fosfat 1. Ekskresi dan 1. Metabolisme lemak,
reabsobsi oleh ginjal karbohidrat dan
protein
2. Pengaturan asam-basa
Bikarbonat 1. Pembentkan oleh Buffer utama dalam
ginjal keseimbangan asam-
basa
2.6 Keseimbangan Elektrolit

Keseimbangan elektrolit berperan dalam mempertahankan keseimbangan cairan tubuh


manusia, regulasi asam-basa, memfasilitasi reaksi enzim,dan trasmisi neuromuscular.
Terdapat dua elektrolit berpengaruh terhadap konsentrasi cairan intasel dan ektrasel yaitu
natrium dan kalium.

1. Keseimbangan natrium/ sodium, natrium merupakan kation paling banyak pada


cairan ektrasel serta sangat berperan dalam keseimbanan air, antaran impuls saraf dan
kontraksi otot. Ion natrium didapat dari saluran pencernaan, makanan atau minuman,
kemudian masuk ke dalam cairan cairan ektrasel ,melalui proses difusi, pengluaran
ion natrium melalui ginjal, pernafasan, kulit dan pencernaan, kulit. Pengaturan
konsentrasi ion natrium dilakukan oleh ginjal, jika konsentrasi natrium serum
menurun maka ginjal akan mengeluarkan cairan maka konsentrasi natrium serum
akan meningkat. Sebaliknya jika terjadi peningkatan konsentrasi natrium serum maka
akan merangsang pelepasan ADH sehingga ginjal akan menahan air. Jumlah normal
135-148 mEq/l
2. Keseimbangan kalium/ potassium. Kalium adalah kation yang paling banyak antara
intrasel. Ion kalium 98% berada pada cairan intrasel, hanya2% berada pada cairan
ekstrasel, dengan jumlah normal 3,5-5,5 mEq/l.
3. Keseimbangan kalsium, kalsium adaklah ion yang paling banyak dalam tubuh,
terutama berkaitan dengan fosfot membentuk mineral pembentukanyaitu tulang dan
gigi. Pengaturan konsentrasi kalsium dilakukan hormone kalsitonin yang dihasilkan
oleh kelenjar tiroid dan hormone paratiroid. Jika kadar kalsium rendah maka hormone
paratiroid dilepas sehingga terjadi peningkatan reabsobsi kalsium pada tulang dan
jika terjadi penigkatan kadar kalsium maka hormone kalsitonin dilepaskan untuk
menghambat rehabsobsi tukang. Jumlah normal 4-5 mEq/l
4. Keseimbangan magnesium, mangnesium biasanya ditemukan pada cairan intrasel dan
tulang, berperan dalam metabolism sel, sintesis DNA, regulasi neuromuskulardan
fungsi jantung sumber dapat dari makanan seperti daging, sayuran hijau.
5. Keseimbangan fosfot, fosfot merupakan anion utama cairan intrasel, ditemukan juga di
cairan ektrasel, tulang, otot, dan jaringan saraf. Fosfot sangan berperan dalam berbagai
fungsi kimia. Direabsobsi dari usus halus dan banyak ditemukan dari makan daging
kemudian di sekresi dan direabsobsi melalui ginjal. Pengaturan konsentrasi fosfot pleh
hormone paratiroid dan berhubungan dengan kadar kalsium. Jumlah normal sekitar
2,5-4,5 mEq/l
6. Keseimbangan klorida. Klorida merupakan anion utama dalam ektrasel berperan
dalam pengaturan osmolalitas serum dan volume darah bersama natrium, regulasi asam
basa, berperan dalam buffer pertukaran oksigen dan karbon dioksida dalam sel darah
merah. Disekresi dan direabsobsi bersama natrium di ginjal. Pengaturan klorida oleh
hormone aldosterone dengan jumlah klorida normal dalam darah orang dewasa yaitu
95-108mEq/l.
7. Keseimbangan bikarbonat. Bikarbonat berada di dalam cairan intrasel maupun di
dalam ektrasel dengan fungsi utama yaitu regulasi keseimbangan asam basa disekresi
dan direabsobsi oleh ginjal . bereaksi dengan asam kuat untuk membentuk asam
karbonat dan suasana garam untuk menurunkan pH. Nilai normal sekitar 25-29 mEq/l.

2.7 Regulasi Volume Cairan Tubuh

Di dalam tubuh manusia yang sehat volume cairan tubuh dan komponen kimia dari cairan
tubuh selalu berada dalam kondisi dan batas yang nyaman. Dalam kondisi tubuh normal
input cairan sesuai dengan kehilangan cairan dalam tubuh yang terjadi. Kondisi sakit dapat
menyebabkan gangguan pada keseimbangan cairan dan elekrolit tubuh. Dalam rangka
mempertahankam fungsi tubuh maka tubuh akan mengalami kehilangan cairan antara lain
melalui proses metabolism.

1. Input cairan

Pada keadaan suhu dan aktivitas yang normal rata-rata pada orang dewasa minum
antara 1300-1500 ml per hari, sedangkan kebutuhan cairan tersebut diperoleh dari
pencernaan makanan yaitu sayur 90% air, buah 85% air,daging 60% air. Kekurangan
cairan dapat diperoleh dari mkanan dan oksidasi selama proses pencernaan makanan.
Input cairan meliputi minum (1300 ml)+ oksidasi metabolic (300 ml) = 2600 ml (total).
Kebutuhan input cairan berdasarkan umur dan berat badan

Tabel Kebutuhan Intake Cairan Berdasarkan umur dan berat badan


Umur Kebutuhan air Ml/kg berat badan
Jumlah air dalam 24 jam
3 hari 250-300 80-100
1 tahun 1.150-1.300 120-135
2tahun 1.350-1.500 115-135
4 tahun 1.600-1.800 100-110
6 tahun 1800-2000 85-110
10 tahun 2000-2500 70-85
14 tahun 2200-2700 50-60
18 tahun 2200-2700 40-50
Dewasa 2400-2600 20-30
Pengaturan utama input cairan adalah melalui mekanisme haus. Pusat haus berada di otak
sementara rangsangan haus berasal dari kondisi dehidrasi intraseluler. Sekresi angiotensis II
sebagi respon dari penurunan tekanan darah, pendarahan yang mengakibatkan penurunan
volume darah. Perasaan kering di mulut biasanya terjadi bersama dengan sensasi haus walaupun
kadang terjadi secara sendiri. Sensasi haus akan segera hilang setelah ,imum sebelum proses
absorpsi oleh traktus gastrointestinal.

2. Output Cairan

Kehilangan cairan dapat melalui 4 rute yaitu :

1. Urine, proses pembentukan urine oleh ginjal dan ekskresi melalui traktus urinarius
merupakan proses output cairan tubuh yang utama. Dalam kondisi normal outputurine
sekitar 1400-1500 ml per 24 jam atau sekitar 30-50 ml/jam. Pada orang dewasa yang
sehat mungkin produksi urin bervariasi setiap harinya, bila aktivitas kelenjar keringat
meningkat maka produksi urine akan menurun sebagai upaya tetap mempertahankan
keseimbangan tubuh
2. Keringat, keringat terjadi sebagai proses terhadap suatu kondisi tubuh yang panas
respon berasal dari anterior hipotalamus, sedangkan Impulsnya ditrasfer melalui
sumsum tulang belakang yang dirangsang oleh susunan saraf simpatis pada kulit
brsarnya bergatung pada aktivitas, jumlahnya 0-500 ml
3. Insensible water loss (IWL)merupakan pengluaran cairan yang sulit diukur
pengluaran ini melalui kulit dan paru-paru/ pernapasan. Jumlahnya sekitar 1000-1300
ml. keadaan demam dan aktivitas meningkat metabolisme dan produksi panas,
sehingga meningkatkan produksi cairan pada kulit dan pernapasan
4. Feses, pengluaran air melalui feses berkisar anatar 100-200 ml per hari yang di atur
melalui mekanisme reabsobsi di dalam mukosa usus besr (kolon).
Tabel Pengeluaran Cairan Tubuh

Pengeluaran melalui jumlah


Ginjal 1.500 ml
Keringat 0-500 ml
IWL
1. Kulit 600-900 ml
2. Paru-paru 400 ml
Feses 100 ml
Total 2.600-2.900 ml

2.8 Pergerakan Cairan dan Elektrolit Tubuh

Pertukaran cairan dalam tubuh terjadi karena adanya pergerakan cairan antara
kompartemen. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan konsentrasi cairan. Regulasi cairan
dalam tubuh meliputi hubungan tumbal balik anatara sejumlah komponen, termasuk air
dalam tubuh dan cairannya , bagian- bagian cairan, ruang cairan, membrane, sitem transport,
enzim dan tonisitas. Sirkulasi cairan dan elektrolit terjadi dalam 3 tahap : tahap pertama,
plasma darah bergerak diseluruh tubuh melalui system sirkulasi. Tahap 2, cairan interstisial
dan komponennya bergerak di antara kapiler darah dan sel. Tahap 3, cairan dan substansi
bergerak dari cairan interstisial ke dalam sel, sementara itu, mekanisme pergerakan cairan
berlangsung melalui proses :

1. Difusi merupakan perpindahan larutan dari area berkonsentrasi tinggi ke area


berkonsentrasi rendah dengan melintasi membrane semipermeable. Kecepatan difusi
dipengaruhi oleh 3 hal :
a. Ukuran molekul : ukuran molekul yamg lebih besar akan bergerak lebih lambat
dibandingkan dengan yang kecil
b. Konsentrasi larutan : larutan dengan konsentrasi lebih tinggi bergerak lebih cepat
dibandingkan dengan yang rendah
c. Temperature larutan : semakin tinggi temperature larutan maka semkin besar
kecepatan difusi
2. Osmosis merupakan perpindahan cairan melintas membrane semipermiabel dari area
konsentrasi rendah menuju konsentrasi tinggi. Pada proses ini, cairan melintasi
membrane untuk mengencerkan larutan yang berkonsentrasi tinggi sampai di
pperoleh keseimbangan pada kedua sisi membrane.
3. Filtrasi merupakam gerakan cairan yang mempunyai tekanan hidrostatik tinggike
area yang bertekanan hidrostatik rendah
4. Transport aktif merupakan proses pengangkutan yamg digunakan oleh molekul untuk
berpindah melintas membrane sel melawan gradient konsentrasinya. Proses ini
membutuhkan energy dalam bentuknadenosis trifosfat (ATP)
2.9 Pengaturan Keseimbangan Cairan

Pengaturan keseimbangan cairan terjadi melalui mekanisme haus, hormone antiduretik


(ADH), hormone aldosteron, prostaglandin, dan glukortikoid.

1. Rasa haus merupakan suatu keinginan yang disadari terhadap kebutuhan akan cairan.
Rasa haus biasanya muncul muncul apabila osmolaritas plasma mencapai 295
mOsm/kg. Osmoreseptor yang terletak di pusat rasa haus hipotalamus sensitive
terhadap perubahan osmolalitas pada cairan ekstrasel. Bila osmolalitas meningkat, sel
akan mengerut dan sensasi rasa haus akan muncul akibat kondisi dehidrasi.
Mekanismenya adalah sebagai berikut :

a. penurunan perfusi ginjal merangsang pelepasan renin, yang akhirnya


menghasilkan angiotensin II, angiotensin II merangsang hipotalamus untuk
melepaskan substrat neuron yang bertanggung jawab meneruskan sensasi haus.

b. Osmoreseptor di hipotalamus mendeteksi peningkatan tekanann osmotic dan


mengaktivitas jaringan saraf sehingga menghasilkan sesasi haus

c. Rasa haus dapat diinduksika oleh kekeringan local pada mulut akibat status
hyperosmolar, selain itu rasa haus juga muncul untuk menghilangkan sense
kekeringan yamg tidak nyaman akibat penurunan saliva

2. Pengaruh hormonal

a. Hormone ADH, hormone ini di bentuk di hipotalamus dan disimpan dalam


neurohipofisis pada hipofisis posterior. Stimuli utama sekresi ADH adalah
peningkatan osmolalitas dan penurunan cairan ekstrasel, selain itu sekrei juga
dapat terjadi pada kondisi stress, trauma, pembedahan, nyeri dan penggunaan
beberapa jenis anastesi dan obat-obatan. Hormone ini meningkat reabsobsi air
pada duktus pengumpulsehingga dapat menahan air dan mempertahankan
volume cairan ekstrasel. ADH juga disebut juga disebut sebagai vasopressin
karena mempunyai efek vasokontreksi minor pada arteriol yang dapat
meningkatkan tekanan darah.

b. Hormone aldosterone, disekresi oleh kelenjar adrenal dan bekerja pada tubulus
ginjal untuk meningkatkan absobsi natrium. Retrensi natrium mengakibatkan
retrensi air. Pelepasan aldosterone diragsang oleh perubahan konsentrasi kalium,
kadar natrium serumdan system renin-angiostensin. Sekresi aldosterone
distimulasi yang diutaakan oleh system renin-angiotensin I. angiotensin I
selanjutnya akan diubah menjadi angiostensin II. Sekresi aldosterone juga di
stimulasin oleh peningkatan potassium dan penurunan konsentrasi sodium dalam
cairan iterstisial dan adrenocorticotropic (ACTH) di produksi oleh pituitary
arterior. Ketika menjadi hypovolemia makan terjadi tekanan darah arteri menurun
hal ini menyebabkan tegangan otot arteri aferen ginjal menurun dan sekresi renin.
Renin menstimulasi aldosterone yang berefek pada retensi sodium sehingga
cairan tidak banyak keluar melalui ginjal.

3. Prostaglandin merupakan asam lemak alai yang terdapat di banyak jaringan dan
berperan dalam respon radang, pengontrolan tekanan darah, kontraksi uterus, dan
motalitas gastrointestinal. Di ginjal, prostaglandin berperan mengatur sirkulasi ginjal,
resopsi natrium.

4. Glukokortikoid meningkatkan resobsi natrium dan air sehingga memperbesar volume


darah dan mengakibatkan retrensi natrium. Maka dari itu perubahan kadar
glukortikoid mengakibatkan perubahan pada keseimbangan volume darah
(tambayong, 2000).

5. System limfatik, plasma protein dan cairan dari jaringan tidak secara langsung
direabsorpsi ke dalam pebuluh darah .
6. Ginjal mempertahankan volume dan konsentrasi cairan dengan filtrasi CES di
glomerulus sedangkan sekresi dan reabsorpsi cairan terjadi di tubulus ginjal

7. Persarafan , mekanisme persarafan berkontribusi pada keseimbangan cairan dan


sodium. Ketika terjadi peningkatan volume cairan CES, maka nonresptor merespon
pada dinding atrium kiri untuk distensi atrial dengan meningkatkan strok volume dan
memicu respon simpatetik pada ginjal untuk melepas aldosterone oleh korteks
adrenal.

Asupan cairan pada individu dewasa berkisar 1500-3500 ml/hari. Sementara haluaran
cairannya adalah 2300 ml/hari. Pengluaran cairan dapat terjadi melalui beberapa organ :

1. Kulit, pengeluaran cairan pada kulit diatur pleh saraf simpatis yang merangsang
aktivitas kelenjar keringat. Pengeluaran cairan melalui kulit dikenal dengan istilah
Insensibel Water Loss (IWL). Hal yang sama juga berlaku paru-paru, sementara itu
pengluaran melalui kulit berkisaran 15-20 ml/24 jam

2. Paru-paru meningkatnya jumlah cairan yang keluar melalui paru merupakan suatu
bentuk respons terhadap perubahan kecepatan dan kedalaman nafas karena
pergerakan atau kondisi demam. IWL untuk paru adalah 350-400 ml/hari

3. Pencernaan, dalam kondisi normal jumlah cairan yang hilang melalui system
pencernaan setiap harinya berkisar 100-200 ml. perhitungan IWL secara keseluruh
adalah 10-15 ml/kg BB/24jam dengan penambahan 10% dari IWL normal setiap
kenaikan 10 C

4. Ginjal merupakan organ pengekresian cairan yang utama pada tubuh. Pada individu
dewasa, ginjal mengekresikan sekitar 1500 ml per hari.

Pengeluaran cairan dalam tubuh manusia berlangsung dalam tiga cara. Pertama melalui
IWL, pada proses ini cairan keluar melalui penguapan di paru-paru. Cara kedua melaui
Noticeable watwr loss (NWL) cairan disekresi melalui keringat. Ketiga melalui feses tetapi
jumlahnya yang sangat sedikit (Taylor dkk, 1989). Sementara menurut price dan Wilson
(1995, pengluaran cairan pada orang dewasa berlangsung dalam 4 cara, melalui urine
(1500ml), feses (200ml),udara ekspirasi (400ml)dan keringat (400ml). jadi total pengeluaran
cairan tubuh adalah 2500 ml. produksi urin semua kelompok usia adalah 1 ml/kg/jam. Pada
dewasa produksi urine sekitar 1,5 l/hari. Jumlah urine yang diproduksi oleh ginjal
dipengaruhi oleh ADH dan aldosterone.

2.10 Regulasi Elektrolit

Elektrolit yang terbanyak di dalam tubuh :

1. Kation

a. Natrium merupakan kation utam dalam CES, konsentrasi normal natrium diatur
oleh ADH dan aldosterone (diektrasel), natrium memiliki fungsi utama untuk
membantu mempertahankan keseimbangan cairan, terutama intrasel, dan ektrasel
dengan menggunaka system pompa natrium-kalium. Regulasi ion natrium
dilakukan dengan asupan natrium hormone aldosterone dan haluaran urin

b. Kalium, Merupakan kation utama dari CIS, kalium penting untuk


mempertahankan keseimbangan cairan intrasel, mengatur keseimbangan asam
basa serta mengatur transmisi impuls jantung dan kontraksiotot. Keseibangan
kalium di atur oleh ginjal dengan perubahan dan penggantian dengan ion kalium
di tubulus ginjal

c. Kalsium fungsi kalium adalah pembentukkan tulang, trasmisi, impuls saraf,


kontraksi otot. Ada 3 bebtuk kalsium dalam cairan tubuh yaitu kalsium ion (4,5
mg/1oo ml), kalsium yang terkait protein dan tidak bisa berdifusi (5 mg/100 ml),
serta kalsium sitrat dan kalsium fosfat (1 mg/100 ml). pengaturan kalsium
dilakukan oleh kelenjar paratiroid dan tiroid.

d. Magnesium merupakan kation kedua terbanyak di dalam cairan intrasel, brperan


dalam aktivitas enzim, eksibilitas neurokomia dan otot

2. Anion

a. Klorida termasuk salah satu anion terbesar dicairan ekstrasel, berfungsi


mempertahankan osmotic darah. Jumlah normal 95-105 mEq/l.
b. Bikarbonat merupakan buffer kimia utama dalam tubuh yang terdapat di cairan
ektrasel dengan normal 22-26bmEq/l

c. Fosfat merupakan anion buffer dalam cairan intrasel dan ekstrasel, berfungsi
menbantu pertumbuhan tulang dan gigi, membantu bekerja neuromuscular,
pengaturan asam-basa. Kerja fosfat diatur oleh hormone paratiroid dan diaktifkan
oleh vitamin D

2.11 Gangguan atau Masalah dalam Pemenuhan Kebutuhan Cairan


1. Hipovolume atau dehidrasi

Kekurangan cairan ektrasel dapat terjadi karena penurunan asupan cairan dan kelebihan
pengluaran cairan. Tubuh akan merespons kekurangan cairan dalam tubuh dengan
mengosongkan cairan vascular. Sebagai kompensasi akibat penurunan cairan inerstisial
tubuh akan mengalirkan cairan keluar sel. Ada 3 macam :

1. Dehidrasi istoni,terjadi jika kehilangan sejumlah cairan dan elektrolitnya yang


seimbang

2. Dehidrasi hipertonik, terjadi jika kehilangan sejumlah air yang lebih banyak daripada
elektrolitnya

3. Dehidrasi hipotoni, terjadi jika tubuh lebih banyak kehilangan elektrolitnya daripada
air.

Kehilangan cairan ekstrasel yang berlebih akan menyebabkan volume ekstrasel berkurang
(hipovolume). Pada keadaan ini tidak terjadi perpindahan cairan daerah intrasel ke
permukaan, sebab osmolaritasnya sama. Jika terjadi kekurangan cairan ekstrasel maka kadar
urea, nitrogen serta serta kreatinin akan meningkat dan menyebabkan terjadinya perpindahan
cairan intrasel ke pembuluh darah. Macam dehidrasi (kurang volume cairan ) berdasarkan
derajanya :

1. Dehidrasi berat

a. Pengeluaran/kehilangan cairan 4-6 liter

b. Serum natrium1569-166 mEq/l


c. Hipotensi

d. Turgor kulit buruk

e. Oliguria, nadi dan pernafasan meningkat

f. Kehilangan cairan mencapai > 10% BB

2. Ketidakseimbangan osmolaritas dan perubahan komposisional

Ketidakseimbangan osmolaritas melihatkan kadar zat terlarut dalam cairan-cairan tubuh. Oleh
karena natrium merupakan zat terlarut utama yang aktif secara osmotic dalam ECF maka
kebanyakan kasus hipoosmolaritas (overhidrasi) adalah hiponatremia yaitu rendahnya kadar
natrium di dalam plasma dan hypernatremia yaitu tingginya kadar natrium didalam plasma.

2.12 Jenis Cairan Elektrolit


Cairan elektrolit adalah cairan salin atau cairan yang telah memiliki sifat bertegangan
tetap. Cairan saline terdiri atas cairan isotonic, dan hipertonik. Kosentrasi isotonic disebut
juga normal salin yang banyak dipergunakan. Contohnya sebagai berikut.
1. Cairan ringer, terdiri atas Na+ ,K+ ,CI, DAN Ca2+
2. Cairan ringer laktat , terdiri atas :Na+ , K+ , Mg2+ ,CI,Ca2+ dan HCO3
3. Cairan buffer,terdiri ,terdiri atas :Na+ , K+ , Mg2+ ,CI,dan HCO3

2.13 Kosentrasi Cairan Tubuh


1. Osmolaritas
Osmolaritas adalah kosentrasi larutan atau partikel terlarut per liter larutan, diukur
dalam miliosmos. Osmolaritas ditentukan oleh jumlah partikel terlarut per kilogram air.
Dengan demikian osmolaritas menciptakan tekanan osmotic seingga mempengaruhi
pergerakan cairan. Jika terjadi penurunan osmolaritas CES maka terjadi pergerakan air
dari CES ke CIS ,sebaliknya jika terjadi penurunan osmolaritas CES maka terjadi
pergerakan dari CIS ke CES. Partkel yang berperan di osmolaritas adalah sodium atau
natrium ,urea,dan glukosa.
2. Tonisitas
Tonisitas merupakan osmolaritas yang menyebabkan pergerakan air dari kompartemen
ke komartemen yang lain. Ada beberapa istilah yang terkait tonisitas yang sebagai
berikut.
1. Larutan isotonic yaitu larutan yang mempunyai osmolaritas sama efetifnya dengan
cairan tubuh
2. Larutan hipertonik yaitu larutan yang mempunyai osmolaritas efektif lebih besar
dari cairan tubuh
3. Larutan hipotonik yaitu larutan yang mempunyai osmolaritas efektif lebig kecil dari
cairan tubuh, mengandung lebih sedikit natrium dan klorida dari pada diplasma.

2.14 Fungsi Cairan


Cairan mempunyai beberapa fungsi sebagai berikut.
1. Sebagai pelarut universal ,senyawa bergerak lebih cepat dan mudah , berperan dalam
reaksi kimia. Contoh glukosa larut dalam darah dan masuk ke sel,sebagai medium
untuk reaksi metabolism dalam sel, dan transfor nutrient,membersihkan produk
metabolism dan substansi lain.
2. Pengatur suhu tubuh, mampu menyerap panas dalam jumlah besar, membuang panas
dari jaringan yang menghasilkan panas. Contoh otot-otot selama latihan.
3. Pelican, mengurangi gesekan (sebagai pelumas)
4. Reaksi-reaksi kimia, pemecahan kabohidrat dan membentuk protein
5. Pelindung , cairan serebrospinal,cairan amniotic.

2.15 Factor –Faktor Yang Mempengaruhi Keseimbangan Cairan Dan Elektrolit


1. Usia .kebutuan intake cairan bervariasi bergantung pada usia , karena usia berpengaruh
pada luas permukaan tubuh,metabolisme, dan berat badan, selain itu sesuai aturan, air
tubuh menurun dengan peningkatan usia seperti pada table 18. 16. Pada bayi atau anak-
anak, keseimbangan cairan dan elektrolit dipengaruhi oleh berbagai factor. Diataranya
adalah asupan cairan yang besar yang diimbangi dengan haluran yang besar pula
,metabolisme tubuh yang tinggi ,masalah yang muncul akibat imaturitas fungsi
ginjal,serta banyaknya cairan yang keluar dari ginjal ,paru-paru, dan proses penguapan.
Pada orang tua atau lansia, gangguan yang muncul berkaitan dengan masalah ginjal dan
jantung terjadi karena ginjal tidak lagi mamp mengatur konsentrasi urine.

Table 18.16.

Usia Kilogram BB(%)


Bayi prematur 80
3 bulan 70
6 bulan 60
1-2 tahun 59
11-16 tahun 58
Dewasa 58-60
Dewasa gemuk 40-50
Dewasa kurus 70-75
Lansia 45-55

2. Iklim/temperature lingkungan. Orang yang tinggal diraerah yang panas (suhu tinggi dan
kelembaban udaranya yang rendah memiliki peningkan kehilangan cairan tubuh dan
elektrolit melalui keringat. Lingkungan yang panas menstimulus sistem saraf simpatis
dan menyebabkan seseorang berkeringat. Pada cuaca yang panas, sseorang akan
kehilangan 700-2.000 ml air/jam dan 15-30 g garam/hari.
3. Kondisi stress. Kondisi strem mepengaruhi metabolisme sel, kosentrasi glukosa dara,
dan glikolisis otot.kondisi stress mencetuskan pelepasan hormone antidiuretic sehingga
produksi urine menurun. Mekanisme ini dapat meningkatkan natrium dan retensi air
seingga bila berkepanjangan daopat meningkatkan volume darah.
4. Keadaan sakit. Kondisi sakit dapat mempengaruhi kesemibangan cairan dan elektrolit.
Antara lain trauma luka bakar, gagal gnjal dan payah jantung. Kondisi sakit dapat
berpenaruh terhadap kondisi keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh.misalnya sebagai
berikut.
a) Trauma seperti luka bakar akan meningkatkan kehilangan air melalui IWL.
b) Penyakit ginjal dan kardiovasikuler sangat mempengaruhi proses regulator
keseimbangan cairan dan eletrolit tubuh.
c) Pasien dengan perunan tingkat kesadaran akan mengalami gangguan pemenuhan
intake cairan karena kehilangan kemampuan untuk memenuhinya secara mandiri
5. Diet. Diet seseorang dapat mempengaruhi tehadap asupan cairan dan eletrolit. Asupan
nutrsi yang tidak adekuat dapat berpengaruh terhadapkadar albumin serum. Jika
albumin serum menurun, cairan interstisial tidak bisa masuk kepembuluh darah
sehingga terjadi edema.
6. Tindakan medis. Banyak tindakan medis yang berpengaruh pada keseimbangan cairan
dan elektrolit tubuh seperti suction,nasogastric tube ,dll
7. Pengobatan. Pengobatan seperti pemberian dieuretik,laksatif dapat berpengaruh pada
kondisi cairan dan elektrolit tubuh.
8. Pembedahan. Pasien dengan tindakan pembedahan memiliki resiko tinggi mengalami
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh,dikarenakan kehilangan darah
selama pembedahan.

2.16 Gangguan Keseimbangan Cairan Dan Elektrolit


1. Ketidaksimbangan Cairan
Halini dapat terjadi apabila mekanisme kompensasi tubuh tidak mampu mempertahankan
homeostatis. Gangguan keseimbangan cairan dapat berupa deficit volume cairan atau
sebaliknya.
1) Deficit volume cairan (fluid volume deficit (FVD). Deficit volume cairan adalah
suatu kondisi ketidakseimbangan yang ditandai dengan defisensi cairan dan elektrolit
druang ekstrasel, namun proporsi antara keduanya (cairan dan elektrolit mendekati
normal. Kondisi ini dikenal juga dengan istilah hypovolemia. Pada keadaan
hypovolemia,tekanan osmotic mengalami perubahan sehingga cairan interstistial
masuk keruang intravascular. Akibatnya. Ruang interstisial menjadi kosong dan caira
intrasel masuk keruang interstisial sehingga menganggu kehidupan sel. Secara
umum,kondisi deficit volume cairan (dehidrasi) terbagi menjadi tiga yaitu :
a) Dehidrasi hisotonik. Ini terjadi apabila jumlah cairan yang hilang sebanding
dengan jumlah elektrolit yang hilang. Kadar Na+ dalam plasma 130-145 mEq/L
b) Dehidrasi hipertonik. Ini terjadi jika jumlah cairan yang hilang lebih besar dengan
jumlah eletrolit yang hilang. Kadar Na++ dalam plasma 130-150 mEq/L
c) Dehidrasi hipotonik. Ini terjadi apabila jumlah cairan yang hilang lebih sedikit
daripada jumlah elektrolit yang hilang. Kadar Na+ dalam plasma 130 mEq/L

Kehilangan cairan ektrasel secara berlebih yang dapat menimbulkan beberapa


perubahan. Di antaranya adalah penurunan adalah penurunan volume ekstrasel
(hypovolemia) dan perubahan kresiskresi dan perubahan hematrokit. Pada dasarnya
kondisi ini bisa disebabkan oleh banyak factor, seperti kurangnya asupan cairan,
tingginya asupan pelarut(misalnya protein dan klorida atau natrium ) yang dapat
menyebabkan ekskresi urine berlebih ,berkeringat banyak dalam waktu yang lama
,serta kelainan lain yang menyebabkan pengeluaran urine yang berlebih. Lebih lanjut,
kondisi dehidrasi dapat digolongkan menurut derajat keparahannya yaitu sebagai
berikut.

a) Dehidrasi ringan. Pada kondisi ini kehilangan cairan mencapai 5% dari berat
tubuh atau sekitar 1,5-2 liter.
b) Dehidrasi sedang. Kondisi ini terjadi apabila kehilangan cairan mencapai 5-10%
dari berat tubuh ata sekitar 2-4 liter.
c) Dehidrasi berat. Kondisi ini terjadi apabila kehilangan cairan mencapai 4-6 liter .
kadar natrium serum berkisar 159-166 mEq/L. pada kondisi ini pasien dapat
mengalami hotensi.
2) Volume cairan berlebih (fluid volume exsess (FVE). Volume cairan berlebih adalah
kondisi ketidakseimbangan yang ditandai dengan kelebhan cairan dan natrium di
ruang ekstrasel. Kondisi ini dikenal dengan istilah hypervolemia. Overhidrasi
disebabkan oleh gangguan pada fungsi ginjal. Manifestasi yang kerap muncul terkait
kondisi ini adalah peningkatan volume darah dan edema. Edema terjadi akibat
peningkatan tekanan hidrostatik dan penurunan tekanan osmotic. Edema sering
muncul didaerah mata,jari,dan pergelangan kaki. Pitting edema adalah edema yang
muncul di daerah perifer. Jika area tersebut ditekan, akan terbentuk cekungan yan
tidak langsyne hilang setelah tekanan dilepas. Ini karena perpindahan cairan ke
jaringan melalui titik tekan pitting edema tidak menujukan kelebhan cairan yang
menyeluruh.

2. Gangguan cairan
Tipe dasar ketidakseimangan cairan adalah isotonic dan osmolar. Kekurangan dan
kelebihan isotonic terjadi jika ar dan elektrolit diperoleh atau hilang dalam proporsi yang
sama. Sebalinya, ketidakseimbangan osmolar adalah kehilangan atau kelebihan air saja
sehingga konsentrasi serum dipengaruhi. Tipe ketidaksimbangan yang lain adalah
sindrom ruang ketiga,terjadi jika ruangan terperangkap didalam suatu ruangan dan cairan
diruangan tersebut tidak mudah ditukar dengan cairan ekstrasel.
1) Ketidakseimbangan isotonic. Kekurangan dan cairan terjadi saat air dan elektrolit
yang berada di dalam proporsi isotonic. Klien yang beresiko mengalami kekurangan
volume cairan adalah klien yang mengalami kehilangan cairan dan elektrolit melalui
saluran gastroinstestinal, misalnya akibat muntah dan diare. Penyebab lain dapat
meliputi perdarahan, pemberin oba diuretic, keringat banyak, demam, dan asupan
yang kurang.
2) Sindrom ruang ketiga. Klien yang mengalami syndrome ruang ketiga, akan
mengalami kekurangan volume cairan ekstrasel. Sindroma terjadi ketika cairan
ekstrasel berpidah kedalam suatu ruangan tubuh sehingga cairan tersebut
terperangkap didalamnya. Akibatnya adalah kekurangan volume cairan didalam
ekstrasel. Pada klien dengan obstruksi usus dan luka bakar dapat menyebabkan
perpindahan cairan sebanyak 5-10 liter, keluar dari ekstrasel.
3) Kesehimbangan osmolar. Ketidakseimbangan hyperosmolar (dehidrasi) terjadi jika
ada kehilangan air tanpa disertai kehilangan elektrolit yang proporsional, terutama
natrium, atau jika terdapatt peningkatan substansi yang diperoleh melalui osmosis
aktif. Hal ini menyebabkan kadar natrium serum dan osmolaritas serta dehidrasi
intrasel meningkat. Factor-faktor resiko terjadinya dehidrasi meliputi kondisi yang
menggangu kecukupan asupan oral. Pada klien lansia memiliki resiko besar untuk
mengalami dehidrasi karena terjadi penurunan yang pasti pada cairan intrasel,
penurunan konsentrasi ginjal penurunan respon haus, peningkatan proporsi lemak.
Penurunan sekresi hormone ADH (pada diabetes insipidus ) dapat menyebabkan
kehilangan air yang besar. Ketidakseimbangan hyperosmolar dapat disebabkan oleh
setiap kondisi yang berhubungan dengan diuresis osmotic dan pemberian larutan IV
yang meningkatkan jumlah solute dan ksentrasi darah. Pada kondisi ini, air bergerak
keluar dari intrasel. Air bergerak dari cairan intrasel untuk mempertahankan volume
cairan ekstrasel, pada akhirnya fungsi seluler menjadi rusak dan sikulasi mejadi
koleps. Ketidakseimbangan hiposmolar (kelebihan cairan) ketika terjadi asupan
cairan yang berlebihan (polidipsi psikogenik) atau sekresi ADH berlebihan. Efek
keseluruhannya adalah dilusi (pengenceran) volume cairan ekstrasel disertai
osmosis air didalam sel. Sel-sel otak sangat sensitive dan proses ini dapat
menyebabkan edema selebral yang dapat menyebabkan penurunan tingkat
kesadaran,koma,dan kematian.
3. Ketidakseimbangan elektrolit
Ganggua ketidakseimbangan elektrolit meiputi:
1. Hiponatremia dan hypernatremia. Hiponatremia adalah suatu kondisi dengan nilai
konsentrasi natrium didalam darah rendah dari normal, yang yang dapat terjadi saat
kehilangan natrium atau kelebihan air. Hiponatremia adalah kekurangan kadar
natrium dicairan ekstrasel yang memnyebabkan perubahan tekanan osmotic.
Perubahan ini mengakibatkan pindahnya cairan dari ruang ekstrasel ke intrasel
sehingga sel menjadi bengkak. Hiponatremia menyebabkan penurunan osmolaritas
plasma dan cairan ekstrasel. Ketika terjadi kehilangan natrium, tubuh mula-mula
beradaptasi dengan menurunkan ekskresi air untuk mempertahankan osmolaritas
serium berada di dalam kadar yang mendekati normal, jika kehilangan berlanjut,
maka tubuh akan berupaya untuk mempertahankan volume darah. Akibatnya,
proporsi natrium didalam cairan ekstrasel berkurang. Namun, hiponatremia yang
disebabkan oleh kehilangan natrium, dapat menyebabkan kolaps pada pembuluh
darah dan syok. Apabila kekurangan cairan yang terjadi hanya kekurangan natrium,
maka kehilangan volume cairan ekstrasel akan bermakna, suatu kondisi yang berbeda
dari hiponatremia yaitu berhubungan dengan peningkatan atau normalnya volume
cairan ekstrasel. Hiponatremia umumnya disebabkan oleh penyakit ginjal, penyakit
Addison, kehilangan natrium melalui pencernaan, mengeluarkan keringat berlebih,
diuresis serta asidosis metabolic. Penyebab lain yang berkaitan dengan kelebihan
cairan adalah sindrom ketidaktepatan hormone antidiuretic (syndrome of
inappropriate antidiuretic hormone (SIADH) , peningkatan asupan cairan,
hiperldosteronisme, ketoasidosis diabetes, oliguria dan polydipsia psikogenetik.
Tanda dan gejala hiponatremia meliputi cemas, hipotensi postural, postural dizziness,
mual,muntah ,diare, takikardia,kejang, dan koma. Temuan laboratorium untuk kondisi
ini adalah kadar natrium serum< 136 mEq/L dan berat jenis urine < 1,010.
Hiponatremia berat pada natrium serum 120 mEq/L dapat menyebabkan perubahan
nerorologis dan pada kadar natrium serum 110 mEq/L akan menyebabkan perubahan
neorologis yang tidak dapat pulih kembali bahkan dapat menyebabkan kematian.
Terapi elektrolit pada hiponatremia adalah
a. Atasi penyakit dasar
b. Hentikan setiap obat yang ikut menyebabkan hiponatremia.
c. Koreksi hiponatremia yang sudah berlangsung lama secara berlahan-lahan, sedangkan
hiponatremia akut lebih agresif. Hindari koreksi berlebih karena dapat menyebabkan
central pontine myelinolysis.
d. Jangan naikan Na serum lebih cepat dari 12 mEq/L dalam 24 jam pasien
asimtomatik.jika pasien simtomatik, bisa tikatkan sebesar 1-1,5 mEq/L /jam sampai
gejala mereda. Untuk menaikan jumah Na yang dibutuhkan untuk menaikan Na
serum sampai 125 mEq/L digunakan rumus :
Jumah Na (mEq) = [ 125 mEq/L – Na serum actual (mEq/L)] x TBW (dalam liter)
TBW (Total Body Water) = 0,6 x BB (dalam kg)
1) Larutan pengganti bisa berupa NaCl 3% atau 5% (masing-masing mengandung
0,51 mEq/ml dan 0,86 mEq/ml )
2) Pada pasien yang ekspansi cairan ekstrasel, mungkin diperlukan diuretic.
3) Hiponatremia bisa dikoreksi dengan NaCl hipertonik(3%) dengan kecepetan kira-
kira 1 ml/kg/jam.
Hipertremia adalah kelebihan natrium di ekstrasel yang menyebabkan
peningkatan tekanan osmotic ekstrasel. Kondisi ini mengakibatkan perpindahnya
cairan intrasel keluar sel yang dapat menyebabkan oleh kehilangan air yang
ekstrem atau kelebihan natrium total. Jika penyebab hypernatremia adalah
pningkatan seksresi aldosterone maka natrium di pertahankan dan kalium di
eksresi. Penyebab hypernatremia meliputi asupan natrium yang berlebihan,
kerusakan sesasi haus, disfagia, diare kehilangan cairan yang berlebih dari paru-
paru, polyuria karena diabetes isipidus. Tanda dan gejalanya meliputi kulit kering,
mukosa bibir kering, pireksia,agitasi, kejang ,oliguria, atau anuria. Temuan
laboratorium untuk kondisi ini kadar natrium serum> 144 mEq/l, berat jenis urine
> 11,30. Ketika terjadi hypernatremia, tubuh berupaya mempertahankan air
sebanyak mungkin melalui reabsorpsi air di ginjal. Tekanan osmotic interstistial
meningkat dan cairan berpindah dari sel kedalam cairan ekstrasel sehingga
menyebabkan sel-sel menyusut dan menggangu sebagaian besar proses fisiologis
seluler.terapi elektrolit pada hypernatremia adalah:
a. Hypernatremia dengan deplesi volume harus diatasi dengan pemberian normal salin
sampai hemodinamik stabil. Selajutnya deficit air bisa dikoreksi dengan dekstrosa 5%
atau NaCl hipotonik.
b. Hypernatremia dengan kelebihan volume diatasi dengan diuresis, atau jika perlu
dengan dialysis. Kemudian dekstrosa 5% diberikan untuk menganti deficit air
c. Deficit air tubuh ditaksir sebagai berikut
Deficit = air tuuh (TBW) yang dikehendaki (liter)-air tuuh sekarang
Air tubuh yang dikehendaki = (Na serum yang diukur )x (air tubuh sekarang / Na
serum normal)

Air tubuh sekarang = 0,6 x BB sekarang (kg)


Separuh dari deficit air yang dihitung harus diberikan dalam 24 jam pertama, dan sisa
defsit dikoreksi dalam satu atau duahari untuk menghindari edema selebral.
2. Hypokalemia dan Hyperkalemia
Hypokalemia adalah kekurangan kadar natrium di cairan ekstrasel yang menyebabkan
pindahnya kalium kelur sel. Akibatnya, ion hydrogen dan kalium tertahan didalam sel
dan menyebabkan gangguan atau perubahan PH plasma. Gejala difiensi kalium
pertama kali terlihat pada otot yang meliputi kelemahan, keletihan, penurunan
kemampuan otot, distensi usus, penurunan bising usus, serta denyut nadi yang tidak
teratur. Pada pemeriksaan laboratorium ditemkan nilai kalium serum < 4 mEq/l,
sedang pada pemeriksaan EKG didapat gelombang T datar dan depresi segmen ST.
perubahan EKG cendrung terjadi saat kadar kalium < 3,0 mEq/L. apabila parah,
hypokalemia dapat memengaruhi konduksi jantung dengan menyebabkan
ketidakteraturan yang berbahaya bagi jantung. Oleh karena rentang normal kalium
terlalu pendek, maka toleransi terhadap terjadinya pluktuasi dalam keadaan kalium
serum juga kecil. Hypokalemia dapat diakibatkan dari beberapa kondisi seperti
penggunaan diuretic untuk membuang kalium, seperti tiazed dan lupdiureti hal ini
menjadi masalah kusus jika klien juga menggunakan preparat digitalis karena
hypokalemia merupakan penyebab tersring terjadinya keracunan digitalis
(pencernaan). Terapi elektrolit pada hypokalemia adalah:
a. Defisit kalium sukar atau tidak mungkin dikoreksi jika ada hipomagnesia. Ini
sering terjadi pada penggunaan diuretik boros kalium. Magnesium harus diganti
jika kadar serum rendah.
b. Terapi oral. Suplementasi K+ (20 mEq Hcl) harus diberikan pada awal terapi
diuretik. Cek ulang kadar K+ 2 sampai 4 minggu setlah suplemetasi dimulai.
c. Terapi intravena harus digunakan untuk hypokalemia berat dan pada pasien yang
tidak tahan dengan suplementasi oral. Dengan kecepatan pemberian sebagi
berikut:
a) Jika kadar K+ serum >2,4 mEq/L dan tidak ada kelainan EKG, K+ bisa
diberikan dengan kecepatan 0-20 mEq/jam dengan pemberian maksimum
200 mEq/hari
b) Pada anak 0,5-1 mEq/Kg BB/dosis dalam 1 jam. Dosis tidak boleh
melebihi dosis maksimum dewasa

Hiperkalemia adalah kelebihan kadar kalium di cairan ekstrasel. Kasus ini


jarang sekali terjadi, walaupun ada, tentu akan sangat membahayakan
kehidupan sebab akan menghambat transmisi inpuls jantung dan
menyebabkan serangan jantung. Saat terjadi hyperkalemia, salah satu upaya
yang dapat dilakukan adalah memberikan insulin dapat membantu mendorong
kalium masuk ke dalam sel. Penyebab pertama hiperkalemia adalah gagal
ginjal, tetapi penyakit lain juga dapat menyebabkan peningkatan kalium.
Tanda dan gejala hyperkalemia sendiri meliputi cemas, iritabilitas, irama
jantung tidak teratur, hipotensi, parastesia, dan kelemahan. Pada pemeriksaan
laboratorium ditemukan nilai kalium serum >5 mEq/L, sedangkan pada
pemeriksaan EKG didapat gelombang T memuncak, QRS melebar, dan PN
memanjang. Terapi elektrolit pada hyperkalemia adalah sebagai berikut:

a) Pemamntauan EKG kontiniu dianjurkan jika ada kelainan EKG atau


jika kalium serum >7 mEq/L
b) Kalsium glukonat dapat diberikan secara IV 10 ml larutan 10 %
selama 10 menit untuk menstabilkan miokard dan sistem konduksi
jantung.
c) Natrium bikarbonat membuat darah menjadi alkali dan menyebaban
kalium berpindah dari ekstrasel ke intrasel. Bicnat diberikan sebanyak
40 sampai 150 mEq NaHCO3 IV selama 30 menit atau sebagai bolus
IV pada kedaruratan.
d) Insulin menyebabkan perpindahan kalium dari cairan ekstrasel ke
intrasel. Lima sampai 10 unit regular insulin diberikan dengan satu
ampuls glukosa 50% IV selama 5 menit.
e) Dialysis mungkin dibutuhkan pada kasus hyperkalemia berat dan
refrakter.
f) Pembatasan kalium diindikasikan pada stadium lanjut gagal ginjal
(GFR < 15 ml/menit)
3. Hipokalsemia dan Hiperkalsemia.
Hipokalsemia adalah kekurangan kadar kalsium di cairan ekstrasel. Bila berlangsung
lama, kondisi ini dapat menyebabkan osteomalasia sebab tubuh akan berusaha
memenuhi kebutuhan kalsium dengan mengambilnya dari tulang. Hipokalsemía
mencerminkan penurunan kadar kalsium dalam serum dan penurunan kalsium yang
terionisasi serta dapat menyebabkan beberapa penyakit, dan memengaruhi kelenjar
tiroid dan paratiroid. Tanda dan gejala hipokalsemia berhubungan secara langsung
dengan peran fisiologis kalsium serum pada fungsi neuromuskular. Tanda dan gejala
hipokalsemia meliputi spasme dan tetani, peningkatan motilitas gastrointestinal,
gangguan kardiovaskular, dan osteoporosis. Temuan laboratorium untuk kondisi ini
meliputi kadar kalsium serum < 4,5 mEq/l atau 10 mg/100 ml serta memanjangnya
interval Q-T. Selain itu, hipokalsemia juga dapat dikaji dari tanda Trosseau dan
Chvostek positif. Hiperkalsemia adalah kelebihan kadar kalsium pada cairan estrasel.
Kondisi ini menyebabkan penurunan eksitabilitas otot dan saraf yang pada akhirnya
menimbulkan flaksiditas. Sering kali, hiperkalsemia merupakan suatu gejala darí
penyakit pokok yang menyebabkan resorpsi tulang berlebihan disertai pelepasan
kalsium. Tanda dan gejala hiperkalsemia meliputi penurunan kemampuan otot,
anoreksia, mual, muntah, kelemahan dan letargi, nyeri punggung serta serangan
jantung. Temuan laboratorium meliputi kadar kalsium serum > 5,8 mEq/l atau 10
mg/100 ml dan peningkatan BUN akibat kekurangan cairan. Hasil rontgen
menunjukkan osteoporosis generalisata serta pembentukan kavitas tulang yang
menyebar.
4. Hipomagnesemia dan Hipermagnesemia.
Hipomagnesemia terjadi apabila kadar magnesium serum kurang dari 1,5 mEq / l.
Umumnya, kondisi ini yang disebut konsumsi alkohol yang berlebih, malnutrisi,
diabetes melitus, gagal hati, absorpsi usus yang buruk. Penyebabnya adalah asupan
yang tidak adekuat seperti pada malnutrisi dan alkoholisme, absorpsi yang tidak
adekuat seperti diare. Muntah, hipoparatiroidisme, kelebihan aldosteron, dan poliuri
menyebabkan gejala yang mirip dengan hipokalsemia. Magnesium bekerja secara
langsung pada sambungan neuromuskular. Tanda dan gejalanya meliputí tremor,
refleks tendon profunda yang hiperaktif, konfusi, disorientasi, halusinasi, kejang,
takikardia, dan hipertensi. Temuan laboratorium untuk kondisi ini meliputi kadar
magnesium serum <1,4 mEq/l. Hipermagnesemia adalah kondisi dengan kadar
magnesium di dalam serum. Hipermagnesemia terjadi ketika konsentrasi magnesium
serum meningkat sampaidi atas 2,5 mEq / l, penyebabnya adalah gagal ginjal dan
asupan magnesium parenteral yang berlebihan. Hipermagnesemia menurunkan
eksitabilitas sel-sel otot. Meski jarang ditemui, namun kondisi ini dapat menimpa
penderita gagal ginjal, terutama yang mengonsumsi antasida yang mengandung
magnesium. Tanda dan gejala hipermagnesemia termasuk aritmia jantung, Depresi
refleks tendon profunda, depresi pernapasan. temuan laboratorium untuk kondisi ini
meliputi kadar magnesium serum > 3,4 mEq / l.
5. Hipokloremia dan Hiperkloremia.
Hipokloremia adalah penurunan kadar ion klorida dalam serum. hipokloremia terjadi
jika kadar klorida serum turun sampai di bawah 100 mEq/l. penyebabnya adalah
muntah atau drainase nasogastrik. Bayi baru lahir yang menderita diare dapat
mengalami hipokloremia dengan cepat, beberapa obat-obatan diuretik juga
menyebabkan peningkatan ekskresi klorida. Ketika kadar klorida serum menurun,
tubuh beradaptasi dengan meningkatkan reabsorpsi ion bikarbonat sehingga
memengaruhi keseimbangan asam basa. Secara khusus, kondisi ini disebabkan oleh
kehilangan seksresi gastrointestinal yang berlebihan, seperti muntah, diare, diuresis,
serta pengisapan nasogastrik. Tanda dan gejala yang muncul menyerupai alkalosis
metabolik, yaitu apatis, kelemahan, kekacauan mental, kram, dan pusing. temuan
laboratorium untuk kondisi ini adalah nilai ion klorida > 95 mEq / l. Hiperkloremia
adalah peningkatan kadar ion klorida dalam serum. Hiperkloremia terjadi jika kadar
klorida serum meningkat sampai di atas 106 mEq / l, menyebabkan penurunan nilai
bikarbonat serum. Hipokloremia dan hiperkloremia jarang terjadi sebagai proses
penyakit yang tunggal, tetapi berhubungan dengan ketidakseimbangan asam-basa.
Kondisi ini kerap dikaitkan dengan hipernatremia,khususnya saat terdapat dehidrasi
dan masalah ginjal. Kondisi hiperkloremia menyebabkan penurunan bikarbonat
sehingga menimbulkan ketidakseimbangan asam basa. Lebih lanjut, kondisi ini bisa
menyebabkan kelemahan, letargi, dan pernapasan Kussmaul. temuan
laboratoriumnya adalah nilai ion klorida> 105 mEq / l.

2.17 Variabel–Variabel Yang Mempengaruhi Keseimbangan Normal Cairan,Eletrolit,Dan


Asam Basa
Untuk mempertahankan kesehatan dibutuhkan keseimbangan cairan , elektrolit ,dan
asam basa didalam tubuh. Sistem cairan,elekrolit,dan asam basa bukan berada dalam
keadaan statis atau dalam kesatuan fisiologis yang tunggal. Banyak variable yang dapat
mengubah atau memengaruhi distribusi cairan dan elektrolit dalam tubuh. Variable utama
yang memengaruhi keseimbangan normal cairan,eletrolit,dan asam basa adalah usia ,
ukuran tubuh,temperature lingkungan,dan gaya hidup.
1. Usia. Usia memengaruhi distribusi cairan tubuh dan elektrolit. Perubahan cairan dan
elektrolit terjadi secara normal siring dengan perubahan perkembangan seorang. Total
proporsi air dalam tubuh bayi lebih besar dari pada total proporsi air dalam tubuh anak
usia sekolah ,remaja,atau orang dewasa. Pada kenyatannya, bayi memiliki resiko lebih
tinggi untu mengalami kekurangan volume cairan atau ketidakseimbangan
hyperosmolar karena per kilogram berat tubuhnya akan kehilangan air yang lebih
besar secara proporsional seperti sebagai berikut
a) Anak-anak. Ketika anak-anak terserang penyakit, respons pengaturan dan
kompensasi mereka terhadap ketidakseimbangan menjadi kurang stabil dan dalam
perubahan yang besar. Sering kali respon anak-anak terhadap penyakit adalah
menjadi demam sehingga dapat meningkatkan kecepetan kehilangan air yang
tidak dirasakan.
b) Remaja. Peningkatan pertumbuhan pada remaja akan menigkatkan proses
metabolic dan akibatnya sejumlah air akan dihasikan sebagai produk akhir
metabolism
c) Lansia. Resiko klien lansia mengalami ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
mungkin berhubungan dekat dengan penurunan fungsi ginjal dan
ketidakmampuan untuk mengonsentrasikan urine.faktor resiko lain yang utama
mempengaruh siring peningkatan usia adalah pengunaan obat diuuretik.
2. Ukuran tubuh. Ukuran tubuh dan komposisi tubuh berpengaruh pada jumlah total air
dalam tubuh. Lemak tidak mengandung air karena itu klien yang gemuk memiliki
proporsi air tubuh yang lebih sedikit,wanita memiliki lebih banyak cadangan lemak
didalam payudara dan paha mereka dari pada pria. Akibatnya jumah total air tubuh
pada wanita lebh kecil daripada pria walaupun usia mereka sama.
3. Temperature lingkungan. Tubuh perespons terhadap temperature lingkungan yang
berlebih dalam bentuk perubahan cairan. Berkeringat akan meningkatkan kehilangan
cairan tubuh yang menyebabkan kehilangan ion-ion natrium dan klorida. Apabila
temperature disekitar kita meningkat sampai diatas 32,20 atau jika tubuh diatas 38,30
keringat akan banyak keluar. Hal ini bertujuan untuk mendinginkan darah perifer
untuk mengurangi suhu tubuh. Oleh karena volume keringat yang keluar bervariasi
dari 0-1.000 ml/jam atau bahan lebih, dehidrasi dapat terjadi tanpa adanya penggantian
cairan yang adekuat. Namun , normalnya mekanisme rasa haus akan menstimulasi
penggantian tersebut.
4. Gaya hidup. Gaya hidup memberikan pengaruh tidak langsung pada keseimbangan
cairan,elektrolit,dan asam basa antara lain
a. Diet. Asupan diet cairan,kalsium,magnesium dan kabohidrat yang penting lemak,
serta protein membantu tubuhmempertahankan status cairan,elektrolit,dan asam basa.
Ketika asupan gizi tidak adekuat,tubuh berupaya untuk mempertahankan cadangan
protein dengan memecah cadangan glikogen dan lemak.
b. Stress. Stress meningkat kadar aldosterone dan glukortikoid, menyebabkan retensi
natrium dan garam. Selain itu, peningkatan sekresi ADH akan menurunkan haluaran
urine. Efek respons stress adalah meningkatkan volume cairan. Akibatnya, curah
jantung,tekanan darah, dan perfusi ke organ-organ utama meningkat.
c. Olahraga. Olahraga menyebabkan peningkatan kehilangan air kasat mata melalui
keringat. Klien yang berolahraga dapat berespons terhadap mekanisme rasa haus dan
membantu mempertahankankeseimbangan cairan dan elektrolit dengan meningkatkan
asupan cairan. Atlet yang melakukan olahraga secara berat yang terus-menerus harus
mengganti kehilangan cairannya dengan cairan yang mengandung elektrolit.

Dehidrasi berat merupakan suatu keadaan yakni seseorang mengalami kehilangan


cairan sebanyak 4-6 liter atau 10% BB tubuh. Ketidakseimbangan osmolar terjadi jika
kehilangan air tanpa disertai kehilangan elektrolit yang proporsional, trutama natrium. Hal
ini menyebabkan kadar natrium serum dan osmolaritas serta dehidrasi intrasel meningkat.
Ketika terjadi hypernatremia, tubuh berupaya mempertahankan air sebanyak mungkin
melalui reabsorpsi dalam ginjal. Tekanan osmotic intrastistial meningkat dan cairan
berpindah dari sel ke dalam cairan ekstrasel sehingga menyebabkan sel-sel menyusut dan
mengganggu sebagaian proses fisiologis seluler. Dehidrasi yang terjadi karena insufisiensi
asupan H2O. deficit H2O bebas dapat merangsag sekresi vasopressin dan rasa haus. Dengan
demikian, timbul keadaan yang menyebabkan pengeluaran urine untuk mengganti H 2O
tubuh. Rangsangan untuk sekresi vasopressin dan rasa haus datang dari reseptor hipotalamus
yang terletak dekat dengan sel penghasil vaopresin dan pusat rasa haus. Osmoreseptor ini
memantau osmolaritas cairan yang mengelilingi mereka. Sewaktu osmolaritas meningkat,
terjadi rangsangan sekresi vasopressin dan rasa haus. Reabsorpsi H 2O di tubulus distal dan
saluran pengumpul meningkat sehingga pengeluaran urine berkurang dan H 2O ditahan. Satu
stimulus yang mendorong rasa haus tetapi ditidak menyebabkan sekresi vasopressin adalah
efek langsung kekeringan pada mulut seperti mulut dan mukosa pada rongga mulut
2.18 Kompetensi Keterampilan dan Prosedur Keperawatan
1. Pelaksanaan terapi intravena
Pada kondisi tertentu pemberian cairan intravena diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
cairan dan elektrolit tubuh. Langkah ini efektif untuk memenuhi kebutuhan cairan
elektrolit secara langsung. Secara umum, tujuan terapi intravena adalah untuk memenuhi
kebutuhan cairan pada klien yang tidak mampu mengonsumsi cairan oral secara adekuat,
menambah asupan elektrolit untuk menjaga keseimbangan elektrolit, menyediakan
glukosa untuk kebutuhan energy dalam proses metabolisme, memenuhikebutuhan
vitamin larut air, serta menjadi media untuk pemberian obat melalui vena. Lebih khusus,
terapi intravena diberikan pada pasien yang mengalami syok, intoksikasi berat, pasien pra
dan pasce bedah atau pasien yang membutuhkan pengobatan tertentu.
a. Cairan intravena
Jenis cairan intravena yang biasa digunakan adalah sebagai berikut :
1. Larutan nutrient. Larutan ini berisi beberapa jenis karbohidrat (missal dektrosa
dan glukosa) serta air. Larutan nutrient yang umum digunakan adalah 5% dektrosa
dalam air, 3,3% glukosa dalam 0,3% NaCl dan 5% glukosa dalam 0,45% NaCl.
Setiap satu liter cairan dektrosa 5% mengandung 170-200 kalori, mengandung
asam amino (Amigen, Anunosol, Travamin) atau lemak (Lipomul dan Lipsosin).
2. Larutan elektrolit. I larutan elektrolit meliputi larutan salin, baik isotonic,
hipotonik, maupun hipertonik. Jenis larutan elektrolit yang paling banyak
digunakan adalah normal salin (Isotonik) yaitu NaCl 0,9%. Contoh larutan
elektrolit lainnya adalah Laktat Ringer (Na +, K+, Cl-, Ca2+) dan cairan Butler (Na+,
K+, Mg2+, Cl-, HCO3-)
3. Cairan asam basa. Jenis cairan yang termasuk cairan asam basa adalah natrium
laktat dan natrium bikarbonat. Laktat merupakan sejenis garam yang dapat
mengikuti ion H+ dari cairan sehingga mengurangi keasaman lingkungan.
4. Volume ekspander. Jenis larutan ini berfungsi meningkatkan volume pembuluh
darah atau plasma, misalnya pada kasus hemoragi atau luka bakar berat. Volume
ekspander yang umum digunakan antara lain dekstran, plasma dan albumin
serum. Cara kerjanya adalah dengan meningkatkan tekanan osmotic darah.
2.19 Konsep Koreksi Gangguan Keseimbangan
1. Prinsip Terapi Cairan
Sebenarnya tubuh manusia akan melakukan kompensasi jika terjadi gangguan
keseimbangan yang dinamakan dengan proses hemostasis. Akan tetapi, jika gangguan
tersebut sudah melewati dari batas kompensasi, maka perlu dilakukan koreksi. Prinsip
dari koreksi ini adalah mencapai batas kompensasi saja (tidak mencapai batas normal).
Jadi, cairan yang diberikan harus mendekati jumlah dan komposisi cairan yang hilang.
Hal ini untuk menghindari penyulit iatrogenic yang terjadi akibat terapi yang berlebihan.
Dasar pertimbangan dari koreksi adalah volume, komposisi, ada atau tidaknya akibat
penyakit.
Pada pasien dengan kehilangan cairan akut, proses penggantian cairan harus
cepat. Akan tetapi, pada klien dengan kehilangan cairan yang kronis penggantian cairan
harus lebih berhati-hati, dikarenakan pemberian infus dengan cepat dapat menyebabkan
gagal jantung yang akibatnya sangat fatal karena beban jantungyang berat untuk
menerima jumlah cairan dalam komposisi yang besar. Sehingga, kehilangan cairan pada
kondisi ini dilakukan secara peroral saja dan jika tidak diare dapat dilakukan rehidrasi per
rektal. Jika klien hanya mengalami deficit air murni, maka pemberian natrium harus
dibatasi karena dapat memperberat kondisi pasien.
Pada kondisi dimana terjadi penurunan volume darah pada intravaskuler, maka
untuk melakukan kompensasi tersebut cairan dari interstitial akan ditarik untuk mengisi
di rongga intravaskuler. Pemberian cairan intravena yang terutama mengandung ion
natrium dan klorida, seperti NaCl fisiologis (9 gram/liter atau 0,9%) atau larutan
Hartmann (larutan Ringer Laktat) yang dapat bergerak bebas akan efektif untuk
meningkatkan volume intravaskuler dalam waktu cepat. Untuk larutan dengan molekul
lebih besar, misalnya plasma, darah lengkap, dekstran, poligelin, hidroksietil, gelatin,
akan lebih efektif untuk mempertahankan sirkulasi jika diberikan secara intravena, karena
lebih lama berada dalam komponen intravaskuler. Sehingga cairan ini disebut sebagai
plasma expanders (Dobson, 1994)
1. Kekurangan natrium (Hiponatremi)/Salin
Salin merupakan air beserta natrium dalam proporsi normal atau isotonic. Kadar
normal ion natrium dalam serum antara 135-145 mEq/L. cairan ini berada di IVF dan
ISF. Kekurangan salin disebut dengan ECF deficit atau hypovolemia atau dehidrasi.
Secara umum hiponatremia disebabkan oleh :
a. Jumlah asupan cairan melebihi kemampuan ekskresi
b. Ketidakmampuan menekan sekresi ADH (retensi cairan)

Kondisi yang bias menyebabkan terjadinya hiponatremia adalah muntah yang


berkepanjangan, bilas lambung yang berlebihan, keringat berlebihan, insufisiensi
adrenal atau infus dekstose yang berlebihan. Tanda dan gejala pada klien dengan
hiponatremia antara lain kejang, mual dan muntah (Kee & Hayes, 1996). Selain itu,
tanda gejala pada klien dengan hiponatremia adalah denyut nadi cepat namun lemah,
hipotensi, pusing, ketakutan kecemasan, kram abdomen, mual muntah, diare, koma,
konvulsi, kulit lembab dan dingin serta perubahan kepribadian.

Berdasarkan etiologi dari hiponatremia tersebut, hiponatremia dapat dibagi menjadi


beberapa macam antara lain (Parlindungan, 2009)

a. Hiponatremia dengan ADH meningkat


Terjadi karena deplesi volume sirkulasi, misalnya : muntah, diare, perdarahan,
jumlah urine meningkat, gagal jantung, sirosis hati, insufisiensi adrenal,
hipotiroidisme.
b. Hiponatremia dengan ADH tertekan fisiologis
Misalnya pada pasien dengan polidipsi primer dan gagal ginjal. Kondisi ini
menyebabkan retensi air di dalam tubuh.
c. Hiponatremia dengan osmolalitas plasma normal atau tinggi
Peningkatan osmolalitas plasma pada kondisi hiperglikemia atau karena
pemberian manitol intravena memicu pengeluaran cairan dari intrasel ke ekstrasel.
Sehingga jumlah cairan ekstrasel menjadi meningkat dan konsentrasi natrium
tertekan (hiponatremia)

Pemberian cairan dengan isoosmotik yang tidak mengandung natrium ke dalam


ekstrasel juga memicu terjadinya hiponatremia. Akan tetapi, kondisi osmolalitas
plasma tetap normal. Hal ini dikarenakan penambahan cairan tersebut tidak
mengganggu osmolalitas, akan tetapi akan menurunkan konsentrasi natrium serum.

Berdasarkan waktu terjadinya, hiponatremia dibagi menjadi (Perlindungan, 2009)

a. Hiponatremia Kronik
Kondisi ini berlangsung lambat (> 48 jam). Gejalanya yaitu terjadi malaise
b. Hiponatremia Akut
Kejadian hiponatremia akut berlangsung cepat (< 48 jam). Gejala yang terjadi
adalah penurunan kesadaran dan kejang. Penurunan kesadaran dan kejang ini
terjadi karena iritabilitas pada saraf di otak. Edema pada sel otak karena air
dari ekstrasel masuk ke intrasel.

Prinsip Terapi
Pada gastroenteritis, peritonitis dan ileus, deficit dapat terjadi pada ISF saja atau
pada IVF sekaligus. Pada DSS dan sepsis lanjut terjadi deficit IVF karena
kebocoran kapiler menyebabkan perembesan ke interstitial dan ruang ketiga.
Hypovolemia intravaskuler segera diatasi sampai kondisi perfusi perifer, nadi, dan
tekanan darah meningkati batas normal, sehingga perfusi organ vital (otak, jantung)
dapat bertahan. Hipovolemi interstitial lebih perlahan teratasinya karena harus
menunggu cairan intravena merembes ke interstitial. Kembalinya turgor kulit,
tegangan fontanel, basahnya mukosa lidah, berkurangnya haus akan pulih seiring
dengan meningkatnya produksi urine (Sjamsuhidajat, 2005)
Cairan pengganti yang sesuai dengan IVF adalah ringer laktat, ringer asetat, NaCl
0,9%. Karena ISF dan IVF tergabung dalam ECF, maka cairan replacement untuk
ISF adalah ringer laktat ringer asetat, NaCl 0,9% (Sjamsuhidajat, 2005).
Jika kadar natrium serum antara 125-135 mEq/L, maka salin normal (0,9%
natrium klorida) efektif untuk meningkatkan kadar natrium dalam cairan vaskuler.
Akan tetapi, jika kadar natrium serum sekitar 115 mEq/L, maka diperlukan
penatalaksanaan dengan menggunakan larutan hipertonik yaitu larutan salin 3%
atau 5% (Kee & Hayes, 1996)
Pemberian larutan natrium hipernotik bertujuan untuk meningkatkan kadar
natrium dalam waktu cepat. Kadar natrium plasma dinaikkan sebanyak 5 mEq/L
dari kadar natrium plasma dinaikkan sebesar 1 mEq/Ltiap 1 jam sampai mencapai
kadar normal. Rumus yang digunakan dalam menaikkan kadar natrium plasma
adalah

Jumlah cairan hipertonik yang diberikan = 0,5 x BB (kg) x delta Na

Delta natrium adalah selisih antara kadar natrium yang diinginkan dengan kadar
natrium awal. Pada hiponatremia kronik, koreksi Na harus dilakukan secara
perlahan yaitu 0,5 mEq/L tiap 1 jam. Kadar maksimalnya adalah 10 mEq/L dalam
24 jam.

2. Kelebihan Natrium (Hipernatremia)/Salin


Kondisi ini bias dijumpai pada dekompensaisi jantung dan pada pasien gagal
ginjal akut dengan oliguria. Kelebihan cairain iatrogenikdisebabkan oleh terapi cairan
ringer atau NaCl 0,9% berlebihan > 20-40 ml/kg di atas kebutuhan cairan normal.
Penyebab lain adalah pemberian natrium bikarbonat berlebih. Natrium bikarbonat
8,4%adalah 9 kali lebih pekat dari NaCl 0,9%. Pemberian 100ml natrium bikarbonat
intravena akan menyebabkan pergeseran cairan dari interstitial ke intravaskuler
sebanyak 900ml, dikarenakan air akan menuju tempat yang konsentrasi natriumnya
lebih tinggi (Sjamsuhidajat, 2005).
Dalam tubuh manusia sebenarnya bias melakukan kompensasi fisiologis untuk
menghadapi kondisi hypernatremia. Respon tersebut adalah dengan meningkatnya
sekresi ADH dari hipotalamus. Dampak dari retensi ADH adalah penurunan ekskresi
urine (osmolalitas urine tinggi). Secara patofisiologi terjadinya hypernatremia adalah
sebagai berikut :
1) Deficit cairan tubuh karena ekskresi air lebih besar daripada ekskresi natrium,
sehingga kadar natrium dalam serum meningkat. Kondisi dimana terjadi
pengeluaran air berlebih, tetapi natrium tidak ikut diekskresikan adalah insensible
water loss (paling sering adalah keringat), diare osmotic, diabetes insipidus sentral
maupun nefrogenik, pemberian diuresis osmotic berlebihan dan kondisi deplesi
volume cairan yang lain. Pada kondisi ini kadar natrium dalam urine akan rendah
(< 25 mEq/L)
2) Asupan natrium berlebih juga menyebabkan kadar natrium serum meningkat.
Misalnya koreksi asidosis metabolic dengan bikarbonat. Pada kondisi ini kadar
natrium dalam urine akan tinggi (>100 mEq/L)
3) Pemasukan air tanpa elektrolit ke dalam sel juga akan memacu terjadinya
hypernatremia. Saat kita melakukan aktifitas/olahraga yang berat maka hasil
sampingan aktifitas tersebut adalah laktat. Laktat akan menyebablkan osmolalitas
sel juga meningkat, sehingga air dari ekstrasel akan masuk ke intrasel

Dalam hypernatremia ini kita harus mengetahui tentang perbedaan antara deplesi
cairan dan dehidrasi. Deplesi cairan merupakan pengeluaran cairan dan natrium
secara seimbang dari tubuh. Sedangkan dehidrasi merupakan perupakan air tanpa
diikuti natrium. Perlu diingat bahwa pengeluaran cairan yang berlebih tanpa diikuti
pengeluaran natrium akan menyebabkan peningkatan kadar natrium (hypernatremia).
Padan dehidrasi pengurangan air terjadi pada ekstrasel maupun intrasel. Sedangkan
pada deplesi cairan pengurangan air hanya terjadi pada ekstrasel.
Pada klien yang mengalami hypernatremia dapat dijumpai tanda dan
gejalameliputi kulit yang terasa panas, temperature tubuh dan tekanan
darahmeningkat, lidah kering dan kasar (Kee & Hayes, 1996). Selain itu juga sering
ditemukan hipotensi postural, membrane mukosa kering, agitasi, konvulsi, haus.
Peningkatan natrium secara akut (>158 mEq/L) akan mengakibatkan pengecilan
volume otak karena terjadi pengeluaran air dari dalam sel. Dampak dari mengecilnya
volume otak juga berdampak pada pembuluh darah (vena), yaitu terjadinya robekan.
Sehingga akan terjadi perdarahan pada otak. Hal inilah yang akan menimbulkan
gejala, antara lain latergi, lemas, twitching, kejang bahkan koma.

Prinsip Terapi

Sebelum melakukan tindakan pertolongan pada klien dengan hypernatremia, lita


harus mengetahui terlebih dahulu tentang morfologi kejadian hypernatremia tersebut.
Setelah kita mengetahui penyebabnya, maka langkah kita adalah menurunkan kadar
natrium plasma ke nilai normal. Penatalaksanaan pada kondisi hypernatremia dimana
kadar natrium serum di atas 146 mEq/L yaitu harus dilakukan pembatasan natrium.
Kelebihan salin dikeluarkan dengan diuretic. Misalnya furosemide intravena 1-2
mg/kg dapat menghasilkan diuresis 1-2 L. Dosis ulangan diberikan sampai tercapai
keseimbangan yang lebih baik. Pada excess berat seperti oedema paru, terapi
dikombinasi dengan dopamine intravena 3-5 mcg/kg/menit sampai gejala depresi
napas hilang (Sjamsuhidajat, 2005).
3. Defisit Air (Dehidrasi)
Merupakan kondisi dimana volume air berkurang tanpa diikuti oleh elektrolit
pada ruang ekstrasel. Kondisi ini juga disebut dengan ketidakseimbangan
hiperosmolar. Kondisi ini mengakibatkan berkurangnya cairan ada intrasel (40%) dan
ekstrasel (60%). Kondisi ini memicu peningkatan kadar natrium ekstrasel sehingga
akan menarik cairan yang berada pada intrasel untuk masuk ke dalam ekstrasel
(volume cairan intrasel berkurang). Maka, kita bisa mengamsusikan bahwa cairan
pada ekstrasel dan intrasel sama-sama hilang/ berkurang.
Penyebab yang tersering adalah pasien demam tinggi berkepanjangan yang tidak
mendapatkan cairan maintenance dan koreksi cairan pengganti. Selain itu, dehidrasi
juga disebabkan oleh kondisi:
a. Keringat yang berlebihan

b. Evaporasi yang berlebihan

c. Ekspresi cairan lewat saluran intestinal berlebih

d. Diabetes insipidus

e. Diuresis osmotic

Tandanya adalah dehidrasi dan kadar natrium plasma meningkat, rasa haus,
bahkan bisa terjadi syok dengan kejang hebat. Selain itu, kerusakan dan gangguan
fungsi otak bisa terjadi.

Prinsip Terapi

Kekurangan cairan pada dehidrasi dapat dihitung dengan rumus:

Deficit cairan = 0,4 x BB (Na Plasma/ 140-1)

(Anonymous,2009)

Dari deficit cairan yang dihasilkan dari perhitungan di atas akan dijumlahkan
dengan insensible water losses + volume urine 24 jam + volume cairan keluar lewat GI
Track. Insensible lost kita perkirakan ± 40 ml/jam. Regulasi dari natrium tidak boleh
> 0,5 mEq/ jam karena akan mengakibatkan gangguan pada jantung.

Contoh:

Klien dengan berat badan 50kg dan kadar natrium serum 150 mEq/L mengalami
dehidrasi. Maka kita hitung deficit cairan sebagai berikut:

Jika insensible lost seekitar 960 ml, volume urine 1200 ml/24 jam.

Deficit cairan = 0,4 x 50 (150/140 – 1) = 1,43 L

Jumlah cairan yang diberikan = 1,43 + 0,96 + 1,2 = 3,59 liter

Waktu pemberian cairan= selisih Na plasma dengan Na normal dibagi 0,5 = 10/0,5= 20
jam
Jadi, cairan sebanyak 3,59 liter tersebut diberikan selama 20 jam

Dengan memberikan infuse dextrose 5% atau cairan 0,225% NaCl/ dextrose 5%


dalam volume yang cukup mampu mengembalikan hemostatis cairan. Selain terapi
penggantian cairan, kita juga harus mencari penyebab dari dehidrasi (Samsuhidajat,
2005).

4. Hipovolemia
Secara umum, kondisi hipovolemia ini diakibatkan oleh karena kurangnya
masukan, kehilangan yang berlebihan atau gabungan dari keduanya. Kekurangan
volume cairan ini bia berlangsung dengan cepat atau perlahan, tergantung pada
keadaan. Pada kondisi ini, jumlah air dan natrium di ekstrasel berkurang. Kondisi
yang sering memicu terjadinya hipovolemia antara lain:

a. Gangguan pada sistem gastrointestinal, misalnya muntah, diare, perdarahan


internal, dan lain-lain.

b. Gangguan pada ginjal, seperti penggunaan diuretic, dieresis osmotic, salt wasting
nephropathy, dan hipoaldosteronisme.

c. Gangguan kulit dan saluran napas, antara lain insensible water loss, keringat dan
luka bakar.

d. Sekuestrasi cairan, seperti ileus obstruksi, trauma, fraktur, dan pancreatitis akut.

Prinsip Terapi.

Prinsip penangan kasus hipovolemia adalah menangani penyakit penyebab dan


replacement cairan yang hilang. Penggantian tersebut bisa melalui oral atau
parenteral. Akan tetapi, jika dalam kondisi yang darurat, penggantian secara intravena
sering digunakan sebagai pilihan terapi. Untuk mengganti cairan yang hilang, kita
harus tau dahulu balance cairan untuk menentukan cairan yang dibutuhkan saat
replacement cairan. Perlu diingat bahwa pada kondisi hipovolemia yang berkurang
hanyalah cairan ekstrasel, karena yang keluar hanyalah cairan isotonis. Kita ketahui
bahwa dalam kondisi normal, osmolaritas cairan interstitial dan intravaskuler adalah
sama, sehingga untuk menghitung jumlah cairan yang hilang cukup dengan
menghitung persentase cairan yang hilang pada ruang intravaskuler.

Gejala yang muncul pada kekurangan volume cairan ini antara lain kulit dan
membrane mukosa kering, lidah keriput, oliguria, penurunan suhu tubuh (hipotermia),
keletihan, peningkatan frekuensi nadi dan pernapasan, penurunan tekanan darah
(hipotensi), penurunan tekanan vena sentral (CVP), penurunan curah jantung (cardiac
output), dan penurunan berat badan lebih dari 5%. Untuk nilai laboratorium
didapatkan kadar haemoglobin dan hematokrit terkadang naik.

Hipovolemia dibagi menjadi 3 macam (Anonymous, 2009), yaitu:

a. Hipovolemia ringan

Jika terjadi kehilangan ≤ 20% dari volume plasma. Gejala yang timbul adalah
takikardia.

b. Hipovolemia sedang

Jika terjadi kehilangan antara 20-40% dari volume plasma. Gejala yang timbul adalah
takikardia dan hipotensi ortostatik.

c. Hipovolemia berat

Jika terjadi kehilangan ≥ 40% dari volume plasma. Gejala yang timbul adalah
penurunan tekanan darah, takikardia, oliguria, agitasi dan pikiran kacau.
Untuk mengganti cairan demi tercapainya balance cairan pada klien, kita harus pahami
dahulu konsep volume plasma. Kita ketahui bahwa volume plasma 6% dari berat badan
orang dewasa. Sehingga, penghitungan kehilangan cairan dihitung berdasarkan asumsi
persentase tersebut. Di dalam penggantian cairan kita juga harus memperhatikan
kemampuan jantung dalam memompa darah, sehingga kita bisa menentukan kecepatan
dalam pemberian cairan. Pemberian cairan pengganti dilakukan sampai kondisi klinis
membaik.
Pemilik jenis cairan yang akan diberikan tergantung pada jenis kehilangan cairan.
Idealnya kehilangan darah harus digantikan dengan darah juga. Akan tetapi, mengingat
viskositas dari darah yang kental dan ketersediaan darah terkadang juga tidak memadai,
maka memungkinkan untuk pemilihan cairan pengganti yang lain. Cairan koloid dan
kristaloid cukup efektif dalam menggantikan cairan yang hilang, misalnya NaCl isotonis
atau RL. Cairan kristaloid lebih sering diberikan pada kasus hipovolemia karena cairan
ini mengisi rongga intravaskuler dan interstitial.

5. Hipervolemia
Merupakan kondisi dimana terjadi peningkatan volume cairan ektrasel, khususnya
intravaskuler melebihi kemampuan tubuh untuk mengekskresikan. Penyebab kondisi
hipervolemia adalah gagal jantung kongestif dan gangguan ginjal kronik serta
hipertensiportal. Kondisi hipervolemia bisa memicu terjadinya edema paru karena
volume cairan ekstraseluler yang meningkat akan tertahan di paru-paru. Gejala dari
kelebihan volume cairan antara lain peningkatan tekanan darah, CVP, dan berat
badan, edema paru, efusi pleura dan asites.

Prinsip Terapi

Dalam penatalaksanaan hipervolemia ini kita harus tahu bahwa volume


intravaskuler yang berlebihan bisa diturunkan dengan cara menarik cairan dari
intravaskuler untuk diekskresikan keluar tubuh. Melalui usaha ini, volume
intravaskuler akan kembali normal. Obat yang sering diberikan pada pasien dengan
hipervolemia adalah furosemid. Diuretic ini mampu mengeluarkan cairan berlebihan
dari tubuh manusia, pembatasan asupan air jugaharus dilakukan untuk mengurangi
peningkatan berlebih volume intravaskuler. Asupan air yang dianjurkan hanya sebatas
insensible water losses ± 40ml/jam. Jika asupan air pada klien hipervolemia tidak
diperhitungkan maka kemungkinan besar pasien akan mengalami hiponatremia
karena terjadinya pengikatan air dan natrium. Pada klien dengan gangguan ginjal,
maka harus dipikirkan untuk dilakukan dialysis karena kemampuan ginjal mengalami
penurunan.

6. Kelebihan Air
Air merupakan komponen air murni tanpa natrium (hipotonik). Kelebihan ini
akibat masuknya air tanpa diiringi masukan NaCl yang cukup ke dalam intravaskuler.
Misalnya pada pasien dengan muntaber atai DSS yang diberi dextrose tanpa natrium
atau natrium yang rendah. Pada pasien TUR-P bisa terjadi kelebihan cairan (TUR-
sindrom). Pasien dengan kadar natrium rendah harus dianggap sebagai kelebihan air.
Tanda klinis berupa bradikardi, tekanan darah meningkat, hiperrefleksia, penurunan
kesadaran, dan kejang-kejang. Bahaya lanjut dari water excess adalah oedema otak,
tekanan intrakranal naik dan kerusakan otal (Sjamsuhidajat, 2005).

Prinsip Terapi

Tingkatkan kadr natrium dengan membuang kelebihan air (puasa, restriksi cairan
masuk, dieresis) bila kadar natrium antara 125-130 mEq/L. Beri semua kebutuhan
cairan sebagai NaCl 0,9% dan menambahkan NaCl pekat (3-10%) atau natrium
bikarbonat 7,5-8%. Jika kadar natrium ¿ 125 mEq/L atau penderita kejang, teraoi
dimulai dengan 150-200 NaCl 3% per 24 jam ditambah cairan pemeliharaan pasien
kejang tambahan diazepam.

Koreksi hiponatremia kronis harus hati-hati, perlahan dan bertahap agar tidak
terjadi demyelinisasi syaraf. Jika natrium ¿ 120 mEq/L, koreksi kenaikan kadar
plasma tidak boleh lebih dari 5-7 mEq/L/hari. (Sjamsuhidajat, 2005)

7. Edema
Edema adalam keadaan pada jaringan subkutis dimana terjadi pembengkakan karena
adanya peningkatan cairan interstitial. Etiologi edema adalah:

a. Perubahan status hemodinamik kapiler.

Hemodinamik dipengaruhi oleh:

a. Permeabilitas kapiler

b. Selisih tekanan hidrolik dalam kapiler dengan tekanan hidrolik dalam


interstitial

c. Selisih tekanan inkotik dalam plasma dengan tekanan onkotik dalam


interstitial

b. Retensi natrium di ginjal


Dipengaruhi oleh:

a) Aktivitas sistem rennin-angiotensin-aldosteron, berhubungan dengan baroreseptor di


arteri aferen glomerulus ginjal.

b) Aktivitas ANP (Atrial Natriuretik Peptide), berhubungan dengan baro reseptor di


atrium dan ventrikel jantung.

c) Aktivitas saraf simpatis (ADH), berhungan dengan baroreseptor di sinus karotikus.

d) Osmoreseptor di hipotalamus.

Pada kondisi edema ini yang perlu kita ingat adalah peranan natrium yang sangat erat
kaitannya dengan terjadinya edema. Retensi natrium akan mengakibatkan pengikatan
pada air dan tertimbun dalam ruang interstitial, sehingga terjadi general oedema. Edema
juga dipicu oleh limfatik.

Tanda dan gejala pada edema, antara lain edema paru, edema perifer (bendungan vena
local, bendungan vena dalam, pitting edema pada hipotiroid.

Prinsip Terapi

Di dalam penanggulangan edema, perlu dipikirkan juga penyakit penyertadari edema.


Usaha yang bisa dilakukan dalam menangani klien edema adalah membatasi asupan
natrium untuk meminimalisasi retensi air dan jika perlu diberikan diuretic. Jika pada
klien edema dijumpai juga adanya edema paru, maka pengembalian kondisi normal harus
segera dilakukan untuk mencegah terjadinya gagal napas. Akan tetapi, pemberian diuretic
harus diikuti dengan pemantauan yang optimal. Karena penyakit penyerta dari edema
paru seperti gagal ginjal atau sirosis hepatis menyebabkan adanya retensi natrium. Hal itu
merupakan kompensasi dari tubuh untuk menjaga perfusi pada jaringan. Dengan kondisi
natrium tidak terfokus paada edema, maka sirkulasi akan tetap berjalan lancer. Jika
konsentrasi natrium pada serum berkurang karena ekresi yang berlebih akibatdiuretik,
maka perfusi jaringan akan mengalami penurunan yang ditandai dengan peningkatan
kadar ureum dan kreatinin.

8. Hipokalemia
Kita ketahui bahwa ion kalium mempunyai fungsi yang sangat vital terhadap
elektrisasi jantung. Oleh karena itu, jika kalium dalam plasma menjadi rendah, berarti
kekurangan kalium sangat besar (whole body depletion). Terapi hipokalemia harus
bertahap agar kalium yang masuk melalui intravena dapat merembes dulu ke
interstitial dan tidak menyebabkan hiperkalemia sepintas (Sjamsuhidajat, 2005).
Dikatakan hipikalemia jika kadar kalium dalam plasma kurang 3,5 mEq/L.
Menurut perlindungan (2009) secara umum kondisi hipokalemia disebabkan oleh
beberapa kondisi di bawah ini:

a. Asupan kalium yang kurang

b. Pengeluaran kalium yang berlebihan melalui saluran cerna atau ginjal atau
keringat.

c. Kalium masuk ke dalam sel

Secara anatomis kalium memang merupakan ion intasel. Akan tetapi, kadar dalam
plasma juga ada walaupun sedikit. Jika kadar yang minimal ini mengalami penurunan
tetunya akan mengakibatkan dampak. Kalium yang masuk ke dalam sel yang
melebihi batas inilah sebagai penyebanya. Hal itu diakibatkan oleh aktivitas beta-
adrenergik, paralisis periodic hopikalemik, dan hiponatremia.

Hemositasis dengan cara pemindahan kalium dari plasma masuk kedalam sel.
Tujuannya adalah untuk memulihkan keseimbangan kalium seluler. Kondisi inilah
yang kemudian memicu terjadinya hipokalemi (kee & Hayes, 1996)

Gejala yang bisa dijumpai pada klien dengan hipokalemia antara lain kelemahan
otot, lelah,nyeri otot, denyut nadi lemah dan tidak teratur, pernapasan dangkal,
hipotensi, bising usus menurun. Jika dalam kondisi berat akan terjadi kelumpuhan,
aritmia, blok jantung, paresthesia, distensi usus. Tekanan darah juga akan mengalami

Prinsip Terapi
Sebelum melakukan tindakan koreksi kalium, ada beberapa indikasi yang harus
diperhatikan antara lain(Parlidungan 2009)

A. Indikasi mutlak
Pemberian kalium harus segera pada keadaan
 Klien sedang pengobatan digitalis

 Klien sedang ketoasidosis ndiabetik

 Klien dengan kelemahan otot pernapasan

 Klien dengan hipokalemia berat (<2 meq/L)

B. Indikasi kuat

Kalium harus diberikan dalam waktu tidak terlalu lama, yaitu pada keadaan:

 Insufisiensi koroner/iskemia otot jantung

 Ensafalopati hepatikum \

 Klien memakai obat yang dapat menyebabkan perpindahan kalium dan


ekstraasel ke intrasel

C. Indikasi sedang

Pemberian kalium tidak perlu segera diberikan pada keadaan hipokalemia ringan
(3-3,5 meq/L). KCL tidak boleh diberikan secara bolus melalui intravena. Tetapi
harus secara drip melewati infus. 1 ml larutan KCL 7,5% berisi 1 meq/L sering
mentebabkan flebitis vena. Jika diberikan per oral, KCl sangat mengiritasi lambung,
sehingga harus dipilih sediaan tablet salut lepas lambat

Jika dijumpai klien dengan kadar kalium serum antara 3,0-3,5 meq/L, maka
diperlukan 100-200 mEq/L kalium klorida untuk meningkatkan kadar kalium serum
sebesar 1 mEq. Akan tetapi, jika kadar kalium serum kurang dari 3,0 Meq/L, maka
diperlukan 200-400 mEq/L KCl untuk meningkatkan kadar kalium serum sebesar 1
mEq. Perlu diingat dan diperhatikan bahwa koreksi kalium dengan kalium klorida
tidak dapatb secara cepat memperbaiki defist kalium yang berat.

Secara umum pemberian kalium 40-60 meq dapat menaikan kadar kaliyum serum
sebesar 1-1,5 meq/L dan pemberian 135-160 meq/L dapat menaikkan kadar kalium
serum sebesar 2,5-3,5 meq/L

9. Hiperkalemia

Hiperkalemia merupakan kondisi dimana kadar kalium meningkat atau tinggi


melebihi batas nilai normal. Dikatakan hiperkalemia jika kadar kalium dalam serum
melebihi 5 meq/L. kondisi ini diakibatkan oleh adanya insufisiensi ginjal atau akibat
pemberian kaliu,m dalam dosis besar dalam jangka waktu yang lama. Kadar kalium
yang tinggi di intravaskuler sangat berbahaya bagi jantung. Kondisi ini dikarenakan
ekskresi yang terhambat pada gagal ginjal atau destruksi berlebih. Kadar kalium>5,0
mEq/L akan mudah terjadinya fibrilasiventrikel.

Secara umum, hiperkalemia disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

A. Keluarnya kalium dari intrasel ke ekstrasel

Keluarnya kalium ini dipicu oleh asidosis metabolik, defisiensi insulin,


katabolisme jaringan meningkat, pemakaina obat penghambat β- adrenergik, serta
pseudo hiperkalemia akibat pengambilan sampel darah, sehingga sel darah merah
mengalami lisis

B. Berkurangnya ekskresi kalium melalui ginjal

Kejadian ini terjadi karena hipoaldostreinisme, gagal ginjal, desplesi volume


sirkulasi efektif, pemakain siklosporin.

Pada klien yang mengalami kondisi hiperklemia, akan dijumpai tanda dan gejala
antara lain mual, kejang perut, oliguria, takikardia, yang pada akhirnya jika tidak
ditindaklanjuti menyebabkan brakikardia, lemas, dan baal
Prinsip Terapi

Dalam pengobatan hiperkalemia, terdapat beberapa prinsip yang harus


diperhatikan yaitu:

a) Mengatasi pengaruh hiperkale,mia pada membran sel dengan cara memberikan


kalsium intravena. Kalsium ini bertujuan untuk melindungi membran akibat
hiperkalemia.

b) Memacu masuknya kembali kalium dan ekstrasel ke intrasel

Hal ini bisa dilakukan dengan cara:

1) Pemberian insulin 10 unit dalam glukosa 40%, 50 ml bolus intravena,lalu diikuti


dengan infus dekstrosa 5% untuk mencegah adanya hipoglikemia. Fungsi insulin
disini adalah memicu pompa NaK-ATPase untuk memasukkan kalium ke dalam
sel. Sedangkan glukosa akan memicu pengeluaran insulinendogen, sehingga
stabilisasi kadar kalium akan tercapai.

2) Pemberian bikarbonat

Nabic dapat meningkatkan Phsistemik, sehuingga merangsang ion H keluar dari


dalam sel. Pengeluaran ion H ini akan diikuti dengan masuknya ion K kedalam
sel.

3) Pemberian α 2-agonis

Α 2-agonis akan merangsang pompa NaK-ATPase, sehingga kalium akan masuk


kembali kedalam sel.

c) Mengeluarkan kelebihan kalium dari tubuh

Hal ini bisa dilakukan dengan cara:

 Pemberian diureik-loop dan tiasid

 Pemberian resin-penukar
 Hemodialisa

Pada kondisi hiperkalemia ringan, pembatasan makanan tinggi kalium efektif untuk
memstabilkan nilai kalium ke batas normal, kalsium glukonat merupakan pilihan. Kerja obat
ini cepat, tetapi berlangsung pendek. Natrium bikarbonat untuk mengurangi kesaam plasma.
Onset lambat tetapi masa kerjanya panjang (1-2 jam). Berikut adalah bahaya dari kondisi
hiperkalemia dan hipokalemia

Tabel

10. Hipokalsemia

Secara umum, hipokalsemia disebabkan oleh:

1) Defisiensi vitamin D

Asupan kalsium yang tidak adekuat akan menyebabkan kalsium dalam tulang
keluar untuk menjaga homeostatis kalsium dalam serum. Sebaliknya, jika
konsentrasi kalsium dalam tulang mengalami defisiensi secara terus menerus,
maka memungkinkan untuk terjadinya demineralisasi tulang

Kondisi yang menyebabkan defisiensi vitamin D, antara lain:

A. Asupan makanan yang tidak mengandung lemak

B. Malabsorbsi pada gastrektomi sebagian, pankreatitis kronik, pemberian laksan


terlalu lama, bedah pintas usus dengan tujuan mengurangi obesitas

C. Metabolisme vitamin D terganggu pada penyakuit riketsia, pemberian obat anti


konvulsi, gangguan funsi ginjal, dan gangguan funsi hati kronik

2) Hipoparatiroidisme

Kondisi ini bisa terjadi jika saat operasi tiroid kelenjar paratiroid secara tidak
sengakja terangkat. Dapat juga terjadi secara idiopatik sejak kecil. Magnesium
sulfat juga dapat menekan sekresi hormon paratiroid.
3) Pseudohipoparatiroidisme

Kondisi ini dapat diturunkan. Kondisi ini bisa menyebabkan hipokalasemia


karena organ sasaran tidak memberikan respon yang baik terhadap hormon
paratoroid.

4) Proses keganasan

Pada penyakit keganasan(karisnoma medular kelenjar tiroid), hipokalsemia dipicu


oleh kadar kalistonin yang mkeningkat, sehingga ekskresi kalsium urine akan
meningkat

5) Hiperfosfatemia

Kondisi ini dipicu oleh pemberian fosfat yang berlebiha, penyakit ginjal kronik,
gagal ginjal akut, pemberian sitotoksik pada limfoma atau leukemia. Klien yang
mengalami hipokalsemia akan menunjukkan tanda dan gejala antara lain:

A. Kecemasan

B. Iritabilitas

C. Tetani

Selain tanda dan gejala diatas, klien dengan hipokalsemia bisa ditemukan tanda
Chovstek atau tanda Trousseau, bradikardi dan interval QT memanjang.

Prinsip Terapi

Defisiensi kalsium dapat diatasi dengan pemberian kalsium dalam bentuk tablet,
kapsul, bubuk kalsium, atau larutan kalsiu,m secara intravena. Biasanya kalsium akan
dikombinasi dengan berbagaui bentuk garam, misalnya klorida, karbonat, glukonat,
gluseptat, dan laktat. Perlu diketahui bahwa dalam pemberian kalsium secara intravena
harusb dicampur dengan larutan desktrose 5% dan tidsk boleh dicampur dengan
larutan salin. Dikarenakan natrium akan memperparah kehilangan natrium.

Pada kondisi asimtomik, peningkatan asupan kalsium dalam makanan sebesar 100
mg/hr bisa dilakukan. Jika ditemukan tanda Chovstek/ trousseau dan gangguan pada
jantung, maka bisa dilakukan pemberian kalsium secara intravena sebesar 100-200 mg
kalsium emental atau 1 gram-2 gram kjalsium glukonas dalam waktu 10-20 menit.
Selanjutnya diikuti dengan pemberian infus kalsium glukonas dlam larutan desktrose
atau NaCl isotonis dengan dosis 0,5-1,5 mg kalsium elemental/kgBB dalam waktu 1
jam.

Perlu diketahui juga bahwa kondisi hipomagnesemia harus memperhatikan funsi


ginjal . jika fungsi ginjal normal, dapat diberikan larutan 10% magnesium sulfat
sebesar 2 gram seklama 10 menit dan kemudian diikuti dengan 1 gram dalam 100cc
cairan per 1 jam. Jika kondisi hipokalasemi diikuti dengan poenyakit hipoparatiroid,
maka bias diberikan kalsium oral seperti nkalsium karbonatb 250 mg kaslium
elemental/ 650 mg tablet.

11. Hiperkalsemia

Pada kondisi ini klien mengalami peningkatan kada5r kalsium dalam serum.
Peningkatan ini dipicu oleh kondisi-kondisi antara lain hiperparatiroidisme,
hipofosfatemia, tumor tulang, immobilisasiyang berkepanjangan, fraktur multiple
serta obat-obatan diuretik golongan tiazid. Manifestasi klinis dari hiperkalsemia
adalah otot yang kendor, nyeri sekitar daerah yang bertulang, batu ginjal dengan
kadar kalsium tinggi.

Menurut Parlindungan (2009), kondisi hiperkalsemia dipicu oleh beberapa


kondisi, antara lain:\

A. Hiperparatiroidisme

Penyebab dari hiperparatiroidisme ada 3 yaitu primer,sekunder, dan tersier.


Secara primer hiperparatiroidisme disebabkan oleh adenoma, karsinoma dan
hiperplasia kelenjar paratiroid. Secara sekunder, hiperparatiroidisme disebabkan
oleh malabsorbsi vitamin D, penyakit ginjal kronik berat. Sedangkar secara
tersier, hiperparatiroidisme disebabkan oleh gangguan ginjal kronik. Hormon
paratiroid yang mensekresikan secara berlebihan akan menyebabkan kondisi
hiperkalsemi.

B. Tumor ganas

Tumor ganas yang sering memicu terjadinya hiperkalsemi adalah Ca paru, Ca


mammae, ginjal, ovarium, dan keganasan pada hematologi.

C. Intoksikasi vitamin D

Pemberian vitamihn D secara berlebihan menyebabkan hiperkalsemi. Hal ini


dikarenakan reabsorbsi kalsium semakin besar, sehingga melebihi batas
normokalsemi.

D. Intoksikasi vitamin A

Pemberian vitamin A berlebih juga menyebabkan kondisi hiperkalsemi. Selain itu,


intoksikasi vitamin A juga menyebabkan fraktur tulang, peningkatan jumlah sel
osteoklast dan ditemukannya klasifikasi metastik.

E. Sarkoidosis

Kondisi ini memicu peningkatan absorbsui kalsium di usus dan merangsang


pelepasan kalsium di tulangt.

F. Hipertioidisme

Kita ketahui bahwa antara kelenjar tiroid dengan paratiroid mempunyai hubungan
kerja yang sangat erat. Hormon tiroid dapat memperkuat kerja hormon paratiroid
dan dapat mereabsorbsi kalsium tulang.

G. Insufisiensi adrenal

Peningkatan reabsorbsi kalsium pada tubulus ginjal dipicu oleh deplesi volume.
Selain itu, absorbsi kalsium di usus juga mengalami peningkatan. Karena terjadi
defisiensi hormon glukokortkoid
H. Sindrom Milk Alkasli

Sindrom ini terkait dengan pengobatan pada penyakit tukak lambung. Pemberian
antasid dan oemberian susu berlebihan dapat menyebabkan hiperkalsemia

Prinsip Terapi

Jika terjadi kondisi hiperkalsemia, tentunya harus dilakukan pembatasan


kalsium supaya kadar kalsium dalam serum tidak mengalami peningkatan secara
terus menerus. Pemantauan tanda-tanda vital perlu dilakukan secara periodik,
karena kalsium yang tinggi dapat mempengaruhi tekanan darah dan nadi.

Beberapa usaha yang bisa dilakukan pada klien dengan hiperkalsemia adalah:

A. Meningkatkan ekskresi kalsium melalui ginjal

Larutan NaCl isotonis dapat diberikan, sehingga akan meningkatkan volume


ekstraseluler. Dengan peningkatan tersebut maka regulasi kalsium akan semakin
meningkat dan akan mencapai normokalsemi

B. Mengurangi absorbsi kalsium dari usu

Obat yang dapat diberikan dalam hal ini adalah golongan glukokortikoid
(Predinson 20-40 mg/hari). predinson mampu mengurangi kalsitriol oleh paru dan
kelenjar limfe yang diaktivasi produksinya oleh sel mononuklear, sehingga kalsium
dalam serum menurun.

C. Kelasi kalsium- ion

Peningkatan kalsium dengan ion lain akan menurunkan kadar kalsium. Kalsium-
ion dapoat dikelasi dengan menggunakan Na-EDTA atau fosfat secara intravena.akan
tetapi, prosedural ini sudah jarang digunakan karena efek toksisk.

D. Hemodialisa/Dialisis Peritoneal

Cara ini merupakan pilihan terakhir yang tepat karena kadar kalsium akan disaring
dengan alat hemodialisa dengan otomatis.
12. Hipomagnesemia

Kondisi ini merupakan kondisi dimana kadar magnesium serum dibawah nilai
normal (< 1,5 mEq/L). defisit magnesium pada tubuh dipicu oleh berbagai mavam
kondisi, salah satunya adalah obat-obatan. Berikut ini merupakan obat-obatan yang
dapat menurunbkan kadar magnesium serum, antara lain:

A. Preparat-preparat kortison.

B. Diuretik

C. Larutan salin(salin normal IV).

Selain itu, hipomagnesemia diakibatkan oleh karena:

A. Gangguan absorbsi didalam usus, misalnya diare akut/kronik,


malabsorbsi,steatore,oprasi pintas usus halus.

B. Eksresi berlebih melalui ginjal yang dipicu oleh penggunaan diuretic loop dan
tiazid, ekspansi volume cairan ekstrasel, alkoholik, hiperkalsemia, nefrotoksin,
disfungsi loop Henle/tubulus distal.

Kondisi di atas sangat beresiko untuk menurunkan kadar magnesium serum, sehingga
kehati-hatian dan observasi secara ketat. Tanda gejala pada klien dengan
hipomagnesemia antara lain (Parlindungan, 2009) :

a. Gangguan neuromuskuler, seperti otot terasa lemas, fasikulasi otot, tremor.

b. Hipokalemia

c. Hipokalsemia

d. Defisiensi vitamin D

Prinsip terapi
Sebelum melakukan penatalaksanaan pada hipomagnesemia, nilailah terlebih dahulu
fungsi ginjal. Pada kondidi dengan hipomagnesemia yang berat, dapat dilakukan
dengan pemberian magnesium sulfat (MgSO4) secara intravena. Hal ini dapat
meningkatkan kadar magnesium serum pada klien (Kee & Hayes, 1996).

13. Hipermagnesemia

Hipermagnesemia adalah kondisi dimana kadar vmagnesium serum melebihi nilai


normal (N=1,5-2,5 mEq/L). kondisi hipermagnesemia ini dipicu oleh beberapa faktor,
salah satunya adalah obat-obatan yang mengandung magnesium dan memicu
peningkatan magnesium serum:

A. Laksafit

Contohnya magnesium sulfat,susu magnesium, dan magnesium sitrat.

B. Antasid

Gangguan fungsi ginjal juga menyebabkan hipermagnesemia karena ekskresi


ginjal akan menurun. Sehingga, pemberian preparat yang mengandung magnesium
harus hati-hati karena akan memicu peningkatan kadar magnesium.

Tanda dan gejala yang ditimbulkan oleh kondisi hipermagnesemia antara lain:

A. Kadar magneium plasma sebesar 4,8-7,2 mg/dl menimbulkan gejala nausea,


flushing, sakit kepala, letargi, ngantuk dan penurunan reflek tendon.

B. Kadar magnesium plasma sebesar 7,2 -12 mg/dl menimbulkan gejala samnolen,
hipoksemia, reflek tendon hilang, hipotensi, bradikardia, perubahan EKG.

C. Kadar magnesium plasma sebesar lebih dari 12 mg/dl akan menimbulkan gejala
kelumpuhan otot, kelumpuhan pernapasan, blok jantung komplit dan henti jantung.

Prinsip Terapi

Pada klien yang mengalami hipermagnesemia, pemberian kalsium glukonat mampu


menurunkan kadar magnesium serum. Akan tetapi, observasi secara ketat pada regulasi ion
tersebut (Kee & Hayes, 1996). Jika gejala semakin berat dapat dilakukan pemberian 100 mg
– 200 mg elemental kalsium secara intravena selama 5-10 menit.
14. Hipofosfatemia

Hipofosfatemia merupakan kondisi dimana kadar fosfat dibawah nilai normal. Ada
beberapa hal yang dapat menyebabkan berkurangnya kadar fosfor dalam darah, antara
lain (Parlindungan, 2009) :

1. Redistribusi fosfor dari ekstrasel ke intrasel

Proses ini terjadi karena :

 Meningkatkan ekskresi insulin khususnya pada realimentasi

Kondisi ini menggunakan banyak fosfor dalam tubuh.

 Alkalosis respiratorik akut

CO2 dalam sel keluar dari sel dan menstimulasi aktivitas fosforfruktokinase
yang kemudian meningkatkan glikoslisis. Aktivitas inilah yang banyak
menggunakan fosfor.

 Hungry Bone Sydrome

Kondisi ini terjadi pada klien post paratiroidektomi atau tiroidektomi pada
klien dengan osteopeni. Kondisi ini akan terjadi deposisi kalsium dan fosfor
pada tulang.

2. Absorbsi melalui usus berkurang

Hal ini akibat dari :

 Asupan fosfor rendah

 Menggunakan antasida yang mengandung aluminium atau magnesium

 Diare kronik, steatore


3. Eksresi melalui urine meningkat

Terjadi jika :

 Hiperparatiroidisme primer atau sekunder

 Defesiensi vitamin D atau resistensi terhadap vitamin D

 Primary renal phosphate wasting

 Sindrom Fanconi

Tanda dan gejala yang timbul pada klien dengan hipofosfatemia, antara lain :

1. Hiperkalsiuri

Hipofosfatemia menghambat reabsorpsi kalsium dan magnesium dalam


tubulus. Sehingga kadar kalsium dalam urin akan meningkat.

2. Ensefalopati Metabolik

Akan timbul parestesia, kesadaran delirium, kejang dan koma.

3. Gejala gangguan otot skeletal dan otot polos

Gejala yang timbul antara lain gejala meopati proksimal, disfagia dan
ileus. Jika terjadi pelepasan fosfor dari otot akan terjadi rabdomeolisis

4. Kerusakan fungsi sel darah merah

Hipofosfatemia memacu terjadinya pengurangan ATP sehingga ada


perubahan regiditas dan timbul hemolisis.

5. Gangguan fungsi sel darah putih

Fungsi leukosit terganggu dengan berkurangnya fagositosis dan


kemotaksis granolosit akibat berkurangnya ATP intrasel.
6. Gangguan fungsi trombosit

Akan timbul gangguan retraksi bekuan dan trombositopenia, sehingga


terjadi perdarahan pada mukosa.

Prinsip Terapi

Pengobatan pada hipofosfatemia ditujukan pada etiologinya. Jadi factor utama


penyebab hipofosfatemia menjadi panduan dalam pelaksanaan pengobatan. Pada
defisiensi vitamin D, pemberian vitamin D sebanyak 400-800 IU perhari. Sedangkan
pemberian fosfor bisa dilakukan jika sudah timbul gangguan tubulus, sehingga terjadi
pengeluaran fosfor berlebihan melalui urin secara kronik. Pemberian fosfor sebaiknya
diberikan secara oral, karena pemberian intravena sering menimbulkan gangguan, jika
terpaksa dapat dilakukan. Dosis peroral sebesar 2,5-3,5 gr perhari. Jika diberika
interavena tidak boleh lebih dari 2,5 mg/kgBB selama 6 jam. Pemberian dipiridamol 75
mg 1kali perhari dapat meningkatkan kadar fosfor serum (Parlindungan, 2009).

15. Hiperfosfatemia

Jika kita melihat faal anatomi dari fosfor bahwa ekskresi fosfor melalui urin sangat
baik. Sehingga terjadi kenaikan fosfor dalam darah, maka ekskresi melalui urin akan
meningkat. Penyebab dari hiperfosfatemia adalah (Parlindungan, 2009):

a. Kadar fosfor yang meningkat dalam darah pada sindrom lisis tumor,
rabdomiolisis, asedosis laktat, ketoasidosis, pemberian fosfor berlebih.

b. Gangguan fungsi ginjal (akut/kronik)

c. Reabsorpsi fosfor meningkat melalui tubulus pada hipoparatiroid, akromegali,


pemberian bifosfonat, familial tumoral calcinosis.

d. Pseudohiperfosfatemia pada hiperglobulinemia (myeloma multiple),


hiperlipidemia, hemolisis, hiperbilirubinemia.
Prinsip Terapi

Pada kondisi akut yang disertai hipokalsemia dapat dilakukan pemberian infuse
NaCl isotonis cepat, sehingga dapat meningkatkan ekskresi fosfor melalui urin. Hal ini
jika kondisi fungsi ginjal baik. Selain itu, dapat juga diberikan asetazolamida (inhibitor
karbonik anhidrase) 15 mg/kgBB setiap 4 jam. Jika kondisi fungsi ginjal tidak baik bisa
dilakukan hemodialisa.

Pada kondisi kronik yang terjadi akibat gagal ginjal kronik, pengobatak bertujuan
untuk menekan absorpsi melalui usus dengan pemberian obat-obatan pengikat fosfat
seperti kalsium karbonat, kalsium asetat, dll.

2. Prinsip Terapi Cairan Pada Kehilangan Kondisi Khusus


Berikut ini merupakan tatalaksana penggantian cairan pada kondisi-kondisi khusus,
yang meliputi:

a. Kehilangan Air

Air merupakan subtansi yang diperlukan oleh tubuh manusia, sehingga jumlah
komponen ini harus terpenuhi dengan baik. Kehilangan komponen air sering
diakibatkan karena asupan air yang tidak adekuat, misalnya seperti keringat, panas,
diare. Kondisi deficit ini bisa diatasi dengan peningkatan asupan (input) per
oral/rectal. Jika tidak memungkinkan, pemberian cairan sebaiknya dilakukan secara
intravena berupa larutan glukosa 5% (50g/L). pada kondisi stabil juga memerlukan
terapi elektrolit, maka diberikan 2-3 liter larutan glukosa/NaCl (4% glukosa, 0,18 %
NaCl) sehingga akan memenuhi kebutuhan sehari-hari akan air dan natrium pada
orang dewasa (Dobson, 1994)

b. Diare dan Muntah

Pada kondisi seperti ini klien akan mengalami kehilangan, biasanya air, natrium dan
kalium serta ion lainnya. Jika mungkinkan penggantian dilakukkan secara peroral,
maka lebih dlakukan secara oral. Jika tidak memungkinakan dilakukan maka
diberikan secara intravena. Cairan yang dapat digunakan adalah NaCl, larutan
glukosa dan kalium (Dobson, 1994).
c. Perdarahan dan Luka Bakar

Terapi penggantian cairan yang paling mendekati komposisi cairan secara normal
adalah darah/plasma. Sebagai pertolongan pertama dapat dilakukan resusitasi pada
klien yang mengalami syok hipovolemi. Cairan yang dapat digunakan adalah NaCl
fisiologis atau ringerlaktat. Cairan disusitasi lebih efektif untuk mengisi vaskuler
pada awal pertolongan. Untuk terapi selanjutnya, dapat digunakan plasma
ekspander yang dapat bertahan lebih lama dalam vaskuler dan mampu menahan
cairan dalam pembuluh darah untuk tidak keluar ke rongga lain. Hal ini dikarenakan
berat molekul plasma ekspander lebih besar dan mempengaruhi tekanan osmotic.
Misalnya, dekstran, poligelin, hidroksietil dan gelatin (Dobson, 1994).

d. Pasien Operasi

Pada pasien yang dilakukan tindakan operasi akan terjadi injuri pada pembuluh
darah dan jaringan sekitar, sehingga volume intravaskuler akan keluar. Darah yang
hilang saat operasi diperkirakan sekitar 5-10% dari volume darah.

Selain itu, penghitungan jumlah cairan yang hilang juga diperkirakan dari jaringan
yang mengalami trauma. Standar pemberian cairan pada operasi besar adalah
5ml/kgBB/jam. Cairan yang digunakan adalah larutan hartmann, NaCl 0,9% dan
glukosa 5% pada dewasa. Pada anak-anak yaitu glukosa 4% dengan NaCl 0,18%
(Dobson, 1994).
2.20 Klasifikasi Cairan Pengganti

Cairan pengganti banyak macamnya, akan tetapi secara umum dibagi menjadi beberapa bagian,
antara lain :

a. Cairan Koloid

Secara fisiologis, cairan koloid akan berada di dalam ruang intravaskuler. Jika terjadi
kehilangan plasma sebaiknya penggantian dilakukan dengan cara koloid. Contoh dari
cairan koloid adalah FFP (Fresh Frozen Plasma), Stable Plasma Protein Solution,
dekstran 40 dn dekstran 70.

b. Cairan Kristaloid

Cairan ini berada dalam ruang intravaskuler sebanyak sepertiga bagian dan dua per tiga
bagian masuk dalam ruang interstitial.

c. Larutan Isotonik

Larutan isotonis adalah larutan yang osmolaritasnya mendekati osmolaritas plasma.


Larutan ini sering digunakan sebagai cairan pengganti pada terapi cairan. Umumnya
digunakan pada penggantian volume ekstrasel. Jika larutan isotonik diinfuskan ke dalam
sistem intravaskuler, volume cairan akan meningkat. Tiga liter cairan isotonik diperlukan
untuk mengganti 1 liter darah yang hilang, identik dengan 3cc cairan pengganti. Misalnya
cairan NaCl 0,9%, dekstrosa 5% dalam air, Ringer Laktat/RL.

d. Larutan Hipotonik

Larutan hipotonik adalah larutan yang osmolaritasnya lebih rendah daripada osmolaritas
plasma. Di dalam pemberian cairan ini, harus diperhatikan status hemodinamika cairan
dan elektrolit. Pemberian cairan hipotonik yang berlebihan akan mengakibatkan deplesi
cairan intravaskuler, hipotensi, edema seluler dan kerusakan sel. Larutan hipotonik dari
Natrium Klorida 0,45% dan Natrium Klorida 0,3% akan memberikan air, natrium dan
klorida bebas untuk membantu ginjal dalam eksresi solut. Dalam hal ini cairan pengencer
obat merupakan cairan yang hipotonis. Cairan tersebut tidak boleh diberikan secara
langsung pada intravena, karena akan menyebabkan lisisnya sel darah merah.
e. Larutan Hipertonik

Larutan hipertonik adalah larutan yang osmolaritasnya lebih tinggi daripada


osmolaritasnya plasma. Larutan hipertonik ini berfungsi untuk menggeser cairan
ekstraseluler ke dalam plasma darah dengan cara difusi cairan dari jaringan untuk
menyamakan solut dalam plasma. Akan tetapi, pemberian yang cepat akan
mengakibatkan overload cairan dalam sirkulasi. Contoh cairan hipertonik adalah
dekstrosa 5% dalam saline 0,9%, dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat dan larutan
dekstrosa dan air dengan dekstrosa 10%.

Tabel 2.1 Cairan Pengganti Parenteral

Cairan dan Tonusitas Keterangan


Larutan Saline Sangat hipotonik digunakan hanya
Natrium klorida 0,33% (hipotonik)
dengan observasi yang teliti.
Tidak ada kandungan kalori.

Natrium klorida 0,45% (hipotonik) Tidak ada kandungan kalori


Natrium klorida 0,9% (isotonik) Digunakan untuk menambah volume
plasma; memberikan natrium dan klorida
dalam kelebihan kadar plasma; diberikan
terutama dengan transfusi darah dan
untuk mengganti kehilangan natrium yang
banyak.
Contohnya luka bakarm kehilangan
cairam melalui gastrointestinal.
Tidak ada kandungan kalori.
Natrium klorida 3% (hipertonik) Koreksi deplesi natrium yang berat.
Tidak ada kandungan kalori.
Natrium klorida 5% (hipertonik) Jumlah maksimum harian tidak boleh
lebih dari 400 ml, dapat mengakibatkan
kelebihan volumr cairan dan edema paru.
Tidak ada kandungan kalori.
Larutan dekstrosa dalam air Digunakan untuk mempertahankan
Dekstrosa 5% dalam air (isotonik)
masukan cairan atau untuk
mengembalikan volume plasma, tidak
mengganti kekurangan elektrolit,
membantu ekskresi solut melalui ginjal.
Kandungan kalori 170 kalori/L

Dekstrosa 10% dalam air (hipertonik) Digunakan untuk nutrisi perifer.


Mengandung kalori 340 kalori/L

Dekstrosa 20% dalam air (hipertonik) Mengiritasi vena; bertindak seperti


diuretik; dapat meningkatkan kehilangan
cairan; diperlukan jalur sentral.
Mengandung kalori 680 kalori/L

Dekstrosa 50% dalam air (hipertonik) Harus diberikan melalui jalur sentral.
Mengandung kalori 1700 kalori/L.
Dekstrosa 70% dalam air (hipertonik) Digunakan untuk memberikan kalori pada
orang-orang dengan status jantung dan
ginjal yang lemah; diperlukan jalur
sentral.
Mengandung kalori 2400 kalori/L
Larutan dekstrosa dalam air dan saline Mengandung kalori 170 kalori/L
Dekstrosa 5% dan NaCl 0,2% (isotonik)
Dekstrosa 5% dan NaCl 0,3% (isotonik) Mengandung kalori 170 kalori/L
Dekstrosa 5% dan NaCl 0,45% Digunakan untuk mengatasi hipovolemi
(hipertonik) dan untuk memperbaiki diuresis pada
dehidrasi; digunakan untuk
mempertahankan masukan cairan;
mempertahankan cairan pilihan jika tidak
ada abnormalitas elektrolit.
Mengandung 170 kalori/L
Dekstrosa 5% dan NaCl 0,9% Mengandung 170 kalori/L
(hipertonik)
Dekstrosa 10% dan NaCl 0,9% Mengandung 340 kalori/L
(hipertonik)
Larutan Elektrolit Multipel Konsentrasi elektrolit natrium, kalsium,
Larutan Ringer Laktat (isotonik)
kalium dan klorida sama dengan kadar
plasma yang normal.
Memasok kalori hanya jika dicampur
dengan dekstrosa.
Larutan Ringer Laktat (isotonik) Konsentrasi elektrolit hampir sama
dengan kadar plasma, laktat untuk koreksi
asidosis metabolik; digunakan untuk
mengganti kehilangan cairan karena
drainase empedu, diare dan luka bakar;
cairan pilihan untuk penggantian
kehilangan darah akut.
Tidak mengandung kalori.
Dektrosa 5% dan larutan ringer laktat Digunakan untuk mengganti kehilangan
(hipertonik) cairan lambung; tidak boleh diberikan
dengan produk darah.
Mengandung 170 kalori.
Dektrosa 5% dan elektrolit (hipertonik) Larutan pemeliharaan elektrolit.
Mengandung 170 kalori.
Dikutip dari Rocca, Joanne (1998)

Berikut ini adalah macam-macam cairan pengganti parenteral yang digunakan untuk
memenuhi cairan dan elektrolit, antara lain :

1. Asering

Indikasi pemberian asering adalah klien yang mengalami dehidrasi (syok


hipovolemik dan asidosis) pada kondisi-kondisi :

a) Gastroenteritis akut

b) Demam berdarah dengue

c) Luka bakar

d) Syok hemoragik

e) Dehidrasi berat

f) Trauma

Komposisi yang terkandung dalam 1 liter asering adalah sebagai berikut :

1) Na 130 mEq

2) K4 mEq
3) Cl 109 mEq

4) Ca3 mEq

5) Asetat (garam) 28 mEq

Kenggulan :

Berikut ini keunggulan dari asering, antara lain :

1) Asetat dimetabolisme di otot, dan masih dapat ditolerir pada pasien yang
mengalami gangguan hati. Sehingga sering direkomendasikan oleh klien
dengan penyakit hepar yang membutuhkan cairan dan elektrolit.

2) Pada pemberian sebelum operasi sesar, asering mengatasi asidosis laktat


lebih baik dibanding dengan ringer laktat pada neonatus.

3) Pada kasus bedah, asering dapat mempertahankan suhu tubuh serta pada
anastesi dengan isofluran.

4) Mempunyai efek vasolator.

5) Pada kasus strok akut, penambahan MgSo4 20% sebanyak 10 ml pada


1000 ml asering, dapat meningkatkan tonisitas larutan infus sehingga
memperkecil resiko untuk terjadinya edema serebral.

2. KA-EN 1B

Indikasi dari pemberian infus KA-EN 1B adalah sebagai berikut :

1) Larutan awal jika status elektrolit pasien belum diketahui (emergency).

2) Dosis pemberian normal 500-1000 ml untuk sekali pemberian secara IV


dengan kecepatan sebaiknya 300-500ml/jam(dewasa) 50-100ml/jam
(anak).

3) Perlu diperhatikan untuk bayi prematur dan bayi baru lahir tidak diberikan
lebih 100ml/jam.
3. KA-EN 3A dan KA-EN 3B

Indikasi dari pemberian cairan infus ini adalah :

1) Cairan runtutan untuk memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit dengan


kandungan kalium yang cukup untuk mengganti ekskresi harian. Hal ini
biasanya diberikan pada klien dengan kondisi asupan oral terbatas.

2) Pada klien pasca operasi (> 24-48 jam)

3) Mensuplai kalium sebesar 10 mEq/L untuk KA-EN 3A

4) Mensuplai kalium sebesar 20 mEq/L untuk KA-EN 3B

4. KA-EN MG3

Indikasi dari pemberian cairan infus ini adalah :

1) Cairan rumatan untuk memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit dengan


kandungan kalium cukup untuk mengganti ekskresi harian. Hal ini
diberikan kepada pasien dengan asupan oral yang terbatas.

2) Klien pascca operasi (> 24-48 jam)

3) Mensuplai kalium 20 mEq/L

4) Digunakan untuk suplemen NPC dengan kebutuhan 400kcal/L

5. KA-EN 4A

Indikasi dari pemberian larutan infus ini adalah :

1) Cairan rumatan untuk bayi dan anak.

2) Tidak mengandung kalium, sehingga dapat diberikan kepada pasien


dengan berbagai kadar, konsentrasi, kalium serum normal.

3) Sangat cocok diberikan kepada pasien dehidrasi hipertonik.

Adapun kandungan dalam cairan infus KA-EN 4A adalah


1) Na 30 mEq/L

2) K0 mEq/L

3) Cl 20 mEq/L

4) Laktat 10 mEq/L

5) Glukosa 10 gram/L

6. KA-EN 3B

Indikasi pemberian cairan infus ini adalah :

1) Cairan rumatan untuk bayi dan anak.

2) Mensuplai 8 mEq/L kalium, sehingga meminimalkan resiko hipokalemia

3) Cocok diberikan kepada pasien dengan dehidrasi hipertonik

Adapun komposisi cairan infus ini antara lain :

1) Na 30 mEq/L

2) K 8 mEq/L

3) Cl 28 mEq/L

4) Laktat 10 mEq/L

5) Glukosa 37,5 gram/L

2.21 Kombinasi Cairan dan Nutrisi

Berikut ini merupakan kombinasi antara cairan dan nutrisi. Tentunya nutrisi-nutrisi ini
merupakan nutrisi parenteral untuk memenuhi kebutuhan nutrisi (kalori). Klien yang
dikarenakan oleh kondisi asupan oral yang tidak memungkinkan. Adapun variasi pemberian
cairan perenteral tergantung pada kebutuhan masing-masing klien. Adapun macam-macam
kombinasi cairan dan nutrisi adalah sebagai berikut :
1. Martos-10

Adapun indikasi pemberian cairan ini adalah :

1) Suplai air dan karbohidrat secara parenteral pada klien diabetes

2) Kondisi kritis yang membutuhkan nutrisi dari eksogen, misalnya kondisi tumor
infeksi berat, stress berat dan defisiensi protein.

3) Dosis yang diberikan : 0,3 gram/kgBB/jam.

4) Martos-10 mengandung 400 kcal/L

2. Amiparen

Adapun indikasi pemberian cairan ini adalah :

1) Kondisi stres metabolik yang berat, luka bakar, infeksi berat, kwasiorkor, kondisi
pasca operasi.

2) Klien dengan indikasi TPN (Total Parentral Nutrition)

3) Dosis klien dewasa 100ml selama 60 menit

3. Aminovel-600

Adapun indikasi dari pemberian cairan ini adalah :

1) Merupakan nutrisi tambahan pada gangguan saluran gastrointestinal

2) Klien puasa

3) Kebutuhan metabolik yang meningkat (misal luka bakar pada kondisi klien pasca
operasi)

4) Klien dengan stres metabolik sedang

5) Dosis klien dewasa : 500ml selama 4-6 jam.

4. PAN-AMIN G
Adapun indikasi dari pemberian infus ini adalah :

1) Sebagai suplai asam amino pada kondisi hiponatremia dan stres metabolik ringan

2) Nutrisi awal pada klien pasca operasi

3) Klien typhoid

5. Aminoleban

Adapun indikasi pemberian infus ini adalah :

1) Klien gangguan hepar kronis (hepatitis kronis, sirosis hepatis) dengan kondisi
encephalopaty hepatic

2) Dosis dewasa 500-1000ml drip IV

Kontraindikasi dari pemberian cairan ini adalah :

1) Pasien dengan gangguan ginjal

2) Pasien dengan gangguan asam amino

3) Hati-hati pada pasien dengan kondisi asidosis dan gagal jantung kongestif

Komposisi dari cairan ini sebagai berikut :

Tiap 1000ml cairan Aminoleban mengandung :

1) Asam amino 7,99%

2) Branched Chain Amino Acid (BCAA) 35,5%

3) Arginin 7,3 gram

4) Fischer’s Ratio 1,09

5) Nitrogen 12,2 gr/L

6) Natrium 14 mEq/L

7) Clorida 94 mEq/L
8) Osmolaritas cairan 768 mOsm/L

6. Aminofluid

Aminofluid merupakan cairan nutrisi yang berperuntukan untuk nutrisi parenteral.


Adapun komposisi dari cairan ini adalah sebagai beriku (1000ml) :

1) Natrium 35 mEq/L

2) Kalium 20 mEq/L

3) Magnesium 5 mEq/L

4) Kalsium 5 mEq/L

5) Klorida 35 mEq/L

6) Sulfat 5 mEq/L

7) Asetat 13 mEq/L

8) Glukonad 5 mEq/L

9) Laktat 20 mEq/L

10) Sitrat 6 mEq/L

11) P 10 mmol

12) Zinc 5 μ mol

13) Glukosa 75 gram

14) Konsentrasi glukosa 7,5%

15) Total asam amino bebas 30 gram

16) Total nitrogen 4,7 gram

17) Asam amino esensial/ non esensial 1,44

18) BCAA 30%


19) Total kalori 420kcal

20) 20 kalori non protein 300kcal

21) Kalori non protein atau nitrogen 64

7. Kidmin

Kidmin merupakan cairan infus dengan konsentrasi asam amino 7,2%. Disebut juga
sebagai asam amino non esensial, kecuali glisine. Tiap 1000ml kidmin mengandung :

1) Total asam amino bebas 72 gram

2) Asam amino esensial 52 gram

3) Asam amino non esensial 20 gram

4) BCAA 45,8%

5) Total nitrogen 10 gram.

6) Natrium 2 mEq/L

7) Asetat 46 mEq/L

Adapun indikasi pemberian cairan Kidmin adalah :

1) Pasien dengan gagal ginjal akut atau kronis dengan kondisi hiponatremia dan
malnutrisi.

2) Dosis dewasa pada kondisi gagal ginjal kronis 200ml per hari (vena perifer),
400 ml per hari (vena sentral)

Dosis dewasa pada kondisi gagal ginjal akut 600 ml per hari (vena sentral dengan
TPN)
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai