Nim : PO0220220033
A. Pengertian
Cairan dan elektrolit sangat diperlukan dalam rangka menjaga kondisi tubuh tetap sehat.
Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalam tubuh adalah merupakan salah satu bagian dari
fisiologi homeostatis. Keseimbangan cairan dan elektrolit melibatkan komposisi dan perpindahan
berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air (pelarut) dan zat tertentu
(zat terlarut). Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-partikel bermuatan listrik
yang disebut ion jika berada dalam larutan.
Cairan dan elektrolit masuk ke dalam tubuh melalui makanan, minuman, dan cairan
intravena (IV) dan didistribusi ke seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit
berarti adanya distribusi yang normal dari air tubuh total dan elektrolit ke dalam seluruh bagian
tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit saling bergantung satu dengan yang lainnya jika salah
satu terganggu maka akan berpengaruh pada yang lainnya. Cairan tubuh dibagi dalam dua
kelompok besar yaitu : cairan intraseluler dan cairan ekstraseluler.
Cairan intraseluler adalah cairan yang berda di dalam sel di seluruh tubuh, sedangkan
cairan akstraseluler adalah cairan yang berada di luar sel dan terdiri dari tiga kelompok yaitu :
cairan intravaskuler (plasma), cairan interstitial dan cairan transeluler. Cairan intravaskuler
(plasma) adalah cairan di dalam sistem vaskuler, cairan intersitial adalah cairan yang terletak
diantara sel, sedangkan cairan traseluler adalah cairan sekresi khusus seperti cairan
serebrospinal, cairan intraokuler, dan sekresi saluran cerna.
c. Distribusi cairan
Total cairan tubuh bervariasi menurut umur, berat badan (BB) dan jenis kelamin. Jumlah
cairan tergantung pada jumlah lemak tubuh, lemak tubuh tidak berair, jadi semakin banyak
lemak maka semakin kurang cairan. Air adalah komponen tubuh yang paling utama. Air
merupakan pelarut bagi semua zat terlarut dalam tubuh baik dalam bentuk suspensi maupun
larutan. Air tubuh total (Total Body Water/TBW) yaitu presentase dari berat air dibandingkan
dengan berat badan total, bervariasi menurut jenis kelamin, umur, dan kandungan lemak tubuh.
Pada orang dewasa 60% dari berat badan adalah air (air dan elektrolit).
Cairan ekstraseluler (CES) mengelilingi dan dapat masuk ke dalam sel, membawa bahan-
bahan yang diperlukan untuk metabolisme dan pertumbuhan sel dari saluran pencernaan dan
paru-paru, kemudian mengangkat sampah bekas metabolisme ke paru-paru, hepar, ginjal untuk
dibuang. Sebagai contoh plasma membawa oksigen dalam hemoglobin sel darah merah dari paru
dan membawa glukosa dari gastrointestinal ke kapiler. Oksigen dan glukosa berpindah melintasi
membran kapiler ke ruang interstisiel kemudian melintasi membran sel ke dalam sel. Plasma
juga akan membawa produk sampah seperti karbondioksida dari sel ke paru dan sampah
metabolik ke ginjal.
Cairan intestisiel merupakan bagian terbesar dari cairan ekstraseluler dan berhubungan
erat dengan plasma. Cairan ini dipisahkan dengan plasma oleh selaput kapiler, yang dapat dilalui
oleh semua bahan kecuali sel-sel dan molekul protein yang besar. Kurang lebih 93 % dari plasm
adalah air, terlarut di dalamnya sel-sel darah merah, darah putih dan trombosit.
Cairan yang bersirkulasi di seluruh tubuh dalam ruang cairan intrasel dan ekstrasel
mengandung elektrolit, mineral dan sel. Elektrolit merupakan sebuah unsur atau senyawa, yang
jika melebur atau larut di dalam air atau pelarut lain, akan pecah menjadi ion dan mampu
membawa muatan listrik. Elektrolit yang mempunyai muatan positif disebut kation dan yang
bermuatan negatif disebut anion. Konsentrasi setiap elektrolit di dalam cairan intrasel dan
ekstrasel berbeda, namun jumlah total anion dan kation dalam setiap kompartemen cairan harus
sama. Elektrolit sangat penting pada banyak fungsi tubuh, termasuk neuromuskuler dan
keseimbangan asam basa.
Mineral, yang dicerna sebagai senyawa, biasanya dikenal dengan nama logam, non-
logam, radikal atau fosfat, bukan dengan nama senyawa, yang mana mineral tersebut menjadi
bagian di dalamnya. Mineral merupakan unsur semua jaringan dan cairan tubuh serta penting
dalam mempertahankan proses fisiologis. Mineral juga bekerja sebagai katalis dalam respon
syaraf, kontraksi otot, dan metabolisme zat gizi yang terdapat dalam makanan serta mengatur
keseimbangan elektrolit dan produksi hormon, menguatkan struktur tulang. Sel merupakan unit
fungsional dasar dari semua jaringan hidup. Contoh sel adalah sel darah merah (SDM) dan sel
darah putih (SDP).
Cairan tubuh normalnya berpindah antara kedua kompartemen atau ruang utama dalam
upaya untuk mempertahankan keseimbangan antara kedua ruang tersebut. Kehilangan cairan
tubuh dapat mengganggu keseimbangan ini.
Secara ringkas kompartemen cairan dibagi menjadi dua kompartemen utama, yaitu:
1) Cairan intraseluler (CIS)
CIS adalah cairan yang terkandung di dalam sel. Pada orang dewasa, kira-kira dua per
tiga dari cairan tubuh adalah intraseluler, sama kira-kira 25 L pada rata-rata pria dewasa
(70 Kg). sebaliknya, hanya setengah dari cairan tubuh bayi adalah cairan intraseluler.
2) Cairan ekstraseluler (CES)
CES adalah cairan di luar sel. Ukuran relatif dari CES menurun dengan meningkatnya
usia. Pada bayi baru lahir, kira-kira setengah cairan tubuh terkandung di dalam CES.
Setelah usia satu tahun, volume relatif CES menurun sampai kira-kira sepertiga dari
volume total. CES dibagi menjadi:
a) Cairan interstisiel (CIT)
Cairan ini berada di sekitar sel. Cairan limfe termasuk dalam volume interstisial.
Volume CIT kira-kira sebesar dua kali lebih besar pada bayi baru lahir dibanding
orang dewasa.
b) Cairan intravaskuler (CIV)
Cairan yang terkandung dalam pembuluh darah. Volume relatif dari CIV sama pada
orang dewasa dan anak-anak. Rata-rata volume darah orang dewasa kira-kira 5-6 L,
3 L dari jumlah itu adalah plasma, sisanya 2-3 L terdiri dari sel darah merah (SDM),
sel darah putih (SDP) dan trombosit.
c) Cairan transeluler (CTS)
Cairan yang terdapat di dalam rongga khusus dari tubuh. Cairan CTS meliputi cairan
cerebrospinal, pericardial, pleural, sinovial, cairan intraokular dan sekresi lambung. Sejumlah
besar cairan ini dapat bergerak ke dalam dan ke luar ruang transeluler setiap harinya. Contoh,
saluran gastrointestinal (GI) secara normal mensekresi dan mereabsopsi sampai 6-8 L per hari.
3) Kalsium
Kalsium merupakan elektrolit paling banyak di dalam tubuh, terutama terdapat dalam
tulang. Kalsium dijumpai dalam darah dalam dua bentuk yaitu kalsium bebas terionisasi yang
terdapat dalam sirkulasi dan kalsium yang berikatan dengan protein. Bentuk yang berikatan ini
berikatan dengan priotein plasma (albumin) dan zat-zat kompleks lainnya seperti fosfat. Kurang
dari 1% dari kalsium tubuh dikandung dalam cairan ekstraseluler, konsentrasi ini diatur oleh
hormon paratiroid dan parathyroid. Berikut adalah bentuk-bentuk kalsium yang terdapat di dalam
cairan tubuh:
a) Terionisasi (4,5 mg/100 ml)
b) Tidak dapat berdifusi, yang merupakan kalsium kompleks terhadap anion protein (5 mg/100
ml)
c) Garam kalsium, seperti kalsium sitrat dan kalsium fosfat (1 mg/100ml).
Kadar kalsium mempunyai efek pada fungsi neuromuskuler, status jantung, dan
pembentukan tulang, integritas dan struktur membran sel, koagulasi darah dan relaksasi otot.
Kalsium di dalam cairan ekstrasel diatur oleh hormon paratiroid dan kalsitonin. Hormon
parathyroid (PTH) mengontrol keseimbangan kalsium, absorpsi kalsium di gastrointestinal, dan
ekskresi kalsium di ginjal. Hormon parathyroid (PTH) dilepaskan oleh kelenjar parathyroid
dalam respon terhadap kadar kalsium serum rendah. Ia meningkatkan resorpsi tulang (gerakan
kalsium dan fosfor keluar tulang) mengaktivasi vitamin D, meningkatkan absorpsi kalsium dari
saluran gastrointestinal, dan merangsang ginjal menyimpan kalsium dan mengekskresi fosfor.
Kalsitonin dihasilkan oleh kelenjar tyroid bila kadar kalsium serum meningkat, ini akan
menghambat resopsi tulang. Gangguan dalam keseimbangan kalsium akibat perubahan pada
metabolisme tulang, sekresi hormon parathyroid, disfungsi ginjal, dan masukan diet berkurang.
4) Klorida
Klorida merupakan elektrolit utama CES. Kadar klorida dalam darah secara pasif
berhubungan dengan kadar natrium, sehingga bila natrium serum meningkat, klorida juga
meningkat. Faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan atau penambahan klorida seringkali
mempengaruhi kadar natrium. Keseimbangann klorida dipertahankan melalui asupan makanan
dan ekskresi serta reabsorpsi renal. Kadar klorida yang meningkat disebabkan oleh dehidrasi,
gagal ginjal, atau asidosis. Kadar klorida yang menurun disebabkan oleh hilangnya cairan dalam
saluran gastrointestinal (mual, muntah, diare, atau pengisapan lambung).
Klorida diatur melalui ginjal, jumlah yang diekskresikan berhubungan dengan asupan
makanan. Seseorang yang memiliki ginjal normal yang mengkonsumsi klorida dalam jumlah
besar, akan mengekskresikan klorida yang lebih tinggi dalam urine.Nilai laboratorium normal
untuk klorida serum adalah 100-106 mEq/L.
5) Magnesium
Magnesium merupakan kation terbanyak kedua di dalam cairan intrasel setelah kalium.
Magnesium diperoleh secara normal dari asupan diet. Magnesium tubuh, kira-kira 50-60%
terletak dalam tulang dan kira-kira 1% terletak di CES. Kira-kira seperempat sampai sepertiga
dari magnesium plasma terikat pada protein, sebagian kecil berikatan dengan substansi lain
(kompleks), dan bagian sisanya terionisasi atau bebas.
Magnesium merupakan ion utama intrasel, ia memainkan perana vital fungsi seluler
normal. Secara khusus, magnesium berperan dalam mengaktifkan enzim yang terlibat dalam
metabolisme karbohidrat dan protein, dan mencetuskan pompa kalium-natrium. Magnesium juga
berperan dalam transmisi aktivasi neuromuskular, transmisi dalam sistem saraf pusat dan fungsi
miokard.
Magnesium diatur oleh beberapa faktor, yaitu absorpsi gastrointestinal, vitamin D dan
ekskresi ginjal. Secara normal, hanya sekitar 30-40% diet magnesium diabsorpsi. Ekskresi ginjal
terhadap perubahan kadar magnesium untuk mempertahankan keseimbangan magnesium,
dipengaruhi oleh ekskresi natrium dan kalium, volume CES, serta adanya hormon parathyroid
(PTH). Ekskresi menurun dengan peningkatan PTH, penurunan ekskresi kalsium-natrium, dan
kekurangan volume cairan. Nilai normal magnesium serum adalah 1,5-2,5 mEq/L. Kondisi
defisit magnesium (hipomagnesemia), dijumpai pada malnutrisi, alkoholisme, dan terapi IV
jangka panjang tanpa pemberian suplemen magnesium. Sedangkan kondisi kelebihan magnesium
(hipermagnesemia) paling sering dijumpai pada pasien yang menderita gagal ginjal, mereka yang
menderita ketoasidosis diabetik, dan mereka yang menggunakan antasid dan laksatif dalam
jumlah berlebihan.
6) Bikarbonat
Bikarbonat merupakan buffer dasar kimia yang utama di dalam tubuh. Ion bikarbonat
ditemukan dalam CES dan CIS. Bikarbonat diatur oleh ginjal, apabila tubuh memerlukan lebih
banyak basa, ginjal akan mereabsorpsi bikarbonat dalam jumlah yang lebih besar dan bikarbonat
tersebut akan dikembalikan ke dalam cairan ekstrasel. Bikarbonat merupakan ion penting dalam
sistem buffer asam karbonat-bikarbonat yang berperan dalam kesimbangan asam-basa.
Nilai normal bikarbonat adalah 22-26 mEq/L. Dalam darah vena, bikarbonat diukur
melalui karbondioksida dan nilai bikarbonat normal pada dewasa adalah 24-30 mEq/L.
7) Fosfat
Fosfat merupakan anion buffer dalam cairan intrasel dan ekstrasel. Fosfat dan kalsium
membantu mengembangkan dan memelihara tulang dan gigi. Fosfat juga meningkatkan kerja
neuromuskuler normal, berpartisipasi dalam metabolisme karbohidrat, dan membantu pengaturan
asam-basa. Fosfat secara normal diabsorpsi melalui saluran gastrointestinal. Konsentrtasi fosfat
serum diatur oleh ginjal, hormon parathyroid dan vitamin D teraktivasi. Nilai normal fosfat
serum adalah 2,5-4,5 mg/100 ml.
4) Ketidakseimbangan osmolar
Dehidrasi (ketidakseimbangan hiperosmolar) terjadi bila ada kehilangan air tanpa disertai
kehilangan elektrolit yang proporsional, terutama natrium. Faktor risiko terjadinya
dehidrasi meliputi kondisi yang mengganggu asupan oral (perubahan fungsi neurologis),
lansia yang lemah (penurunan fungsi tubuh, peningkatan lemak tubuh), penurunan sekresi
ADH (pada diabetes insipidus), Ketidakseimbangan hiperosmolar disebabkan oleh
setiap kondisi yang berhubungan dengan diuresis osmotik dan pemberian larutan
hipertonik melalui intravena. Ketidakseimbangan hipoosmolar terjadi ketika asupan
cairan berlebihan (polidipsi psikogenik) atau sekresi ADH berlebihan