Definisi
Kata scoliosis berasal dari bahasa Yunani skolios yang berarti bengkok.
Skoliosis adalah deformitas tulang belakang yang ditandai oleh lengkungan ke
samping atau lateral dengan atau tanpa rotasi tulang. Jika dilihar dari belakanag,
tulang belakang pada scoliosis akan bebentuk huruf “C” atau “S”. Definisi lain
menyatakan bahwa scoliosis adalah sebuah tipe deviasi postural dari tulang belakang
dengan penyebab apapun, yang dicirikan oleh adanya kurva lateral pada bidang
frontal yang dapat berhubungan dengan rotasi korpus vertebra pada bidang aksial dan
sagittal (Palealu, Angliadi L & Angliadi E, 2014)
B. Etiologi
Penyebab dan pathogenesis sokliosos saat ini belum dapat diketahui dengan
pasti. Namun, kemungkinan penyebab pertama adalah genetik. Pada kebanyakan studi
kasus menyatakan bahwa scoliosis didukung oleh pewarosan dominan autosomal,
multifactorial atau X-linked. Penyebab kedua ialah postur, yang mempengaruhi
terjadinya skoliosos postural kongenital. Penyebab ketiga ialah abnormalitas anatomi
vertebra dimana lempeng epifisis pada sisi kurvatura yang cekung menerima tekanan
tinggi yang abnormal sehingga mengurangi pertumbuhan. Sementara pada sisi yang
cembung menerima tekanan yang lebih sedikit dan menyebabkan pertumbuhan lebih
cepat. Selain itu, arah rotasi vertebra selalu menuju ke sisi cembung kurvatura
sehingga menyebabkan kolumna anterior vertebra secara relative menjadi terlalu
panjang jika dibandingkan dengan elemen-elemen posterior. Penyebab ke empat
adalah ketidakseimbangan dari kekuatan dan massa kelompo otot di punggung.
Abnormaliras yang ditemukan ialah peningkatan serat otot tipe I pada sisi cembung
dan penurunan serat otot tipe II pada sisi cekung kurvatura.
C. Manifstasi Klinis
Manifestasi yang paling umum dari scoliosis adalah suatu lekukan yang tidak
normal dari tulang belakang. Skoliosis dapat mengakibatkan kepala terlihat bergeser
dari tengah atau satu pinggu l atay satu pundak lebih tinggi dari pada sisi
berlawanannya. Masalah yang dapat timbul akibat scoliosis adalah penurunan kualitas
hidup dan disabilitas, nyeri, deformitas yang mengganggu secara fisik, hambatan
fungsional, masalah paru, kemungkinan terjadinya progresifitas saat dewasa dan
gangguan psikologis.
D. Komplikasi
1. System pernafasan
Pada skoliosis berat, di mana lengkungan lebih dari 70 derajat, iga akan
menekan paru-paru, sehingga menimbulkan kesulitan bernafas. bengkoknya
tulang belakang juga bisa mengakibatkan volume paru paru ataupun rongga dada
jadi berkurang karena sebagian bengkoknya tulang mengambil ruang atau tempat
paru paru.
2. System kardiovaskuler
Pada lengkungan yang lebih besar dari 100 derajat, kerusakan bukan hanya
pada paru, namun juga pada jantung. Pada keadaan demikian, infeksi paru
terutama radang paru akan mudah terjadi. jantung juga akan mengalami kesukaran
memompa darah. Dalam keadaan ini, penderita lebih mudah mengalami penyakit
paru-paru dan pneumonia.
3. System musculoskeletal
Pada beberapa penelitian, disebutkan bahwa skoliosis depan menimbulkan
risiko kehilangan densitas tulang (osteopenia). Terutama pada wanita yang
menderita skoliosis sejak remaja dan risiko menderita osteoporosis akan
meningkat bersamaan dengan bertambahnya usia. Selain postur tubuh yang tidak
baik, skoliosis tingkat ringan dan sedang baru menimbulkan keluhan bila sudah
berusia di atas 35 tahun. Keluhan yang mereka derita biasanya sakit kronis di
daerah pinggang yang lebih dini dibandingkan orang yang normal seusianya. Hal
ini akibat proses degenerasi yang lebih dini. Daerah yang menerima beban yang
berlebihan (daerah cekung=concave) akan lebih cepat mengalami proses
degenerasi ini. Pada kenyataannya skoliosis akan menjadi problem yang perlu
mendapat perhatian di masa yang akan datang.
4. System pencernaan
Sistem pencernaan terganggu karena ruang di perut terdesak tulang, sehingga
kerja peristaltic usus kian menurun
5. System neuromuskuler
Berdampak tidak baik pada struktur disekitarnya, salah satunya adalah
menekan saraf yang berseliweran di tulang belakang, gejalanya dapat berupa
pegal, kesemutan, sulit bernafas (karena fungsi paru-paru dan jantung terganggu),
cepat merasa lelah, susah untuk fokus, dan lain sebagainya
E. Pemeriksaan penunjang
1. Skoliometer
Skoliometer merupakan sebuah alat untuk mengukur sudut kurvatura.
Pengukuran ini dilakukan denan cara memberi pasien posisi membungkuk, lalu
atur posisi pasien karena posisi ini akan berubah-ubah tergantung pada lokasi
kurvatura. Sebagai contoh, kurva di bawah vertebra lumbal akan membutuhkan
posisi membungkuk lebih jauh disbanding kurva pada thorakal. Kemudia,
skoliometer diletakkan pada apeks kurva, dan biarkan skoliometer tanpa ditekanm
kemudian baca angka derajat kurva.
2. Rontgen tulang belakang
X-Ray Proyeksi dimana foto polos harus diambil dengan posterior dan lateral
penuh terhadap tulang belakang dan keista iliaka dengan posisi tegak, untuk
menilai derajat kurva dengan metode Cobb dan menilai maturitas skeletal dengan
metode Risser. Kurva structural akan memperlihatkan rotasi vertebra, pada
proyeksi posterior-anterior. Vertebra yang mengarah ke puncak prosessus
ssupineus menyimpang ke garis tengah, ujung atas dan bawah kurva diidentifikasi
sewaktu tingkat simetri vertebra diperoleh kembaliPemeriksaan dasar yang
penting adalah foro polos tulang punggung yang meliputi:
a. Foto AP dan Lateral pada posisi berdiri : bertujuan untuk menentukan derajat
pembengkokan scoliosis
b. Foto AP telungkup
c. Foto Force bendin R dan L: bertujuan untuk menentukan derajat
pembengkokan setelah dilakukan bending
d. Foto pelvik AP
3. MRI dilakukan atas indikasi nyeri, gangguan neurologic, kurvatura torakal kiri,
scoliosis juvenile idiopatik, progresi yang cepat dan defek kulit.
F. Penatalaksanaan
Risnanto dan Insani (2014) menyatakan bahwa pada kelengkungan yang
kurang dari 20 derajat, maka dilakukan pengawasan dengan radiograf interval yang
tetap sampai tercapainya kematangan skeletal. Sedangkan apabila ditemukan
kelengkungan ebih dari 20 edrajat maka dilakukan penanganan:
1. Penyangga Milwaukee: korset plastic dengan mould bagian pelviks yang baik dan
ekstensi vertical yang melingkari leher. Pada bagian leher terdpat mould
tenggorokan dan bantalan oksipital. Ekstensi/mendongak diatur dengan bai
sehingga anak dapat mengangkat dagunya ketika berdiri.
2. Pembalut lokalisasi Risser : Gips tubuh yang dipakai dengan menggunakan traksi
dan memberi tekanan di atas tulang dada
3. Traksi Hallo-Pelviks : Metode kuat untuk traksi skeletal yang mungkin digunakan
untuk kelengkungan yang terlalu kaku duntuk dikoreksi dengan gips
4. Pembedahan: Dilaukan pada pasien dengan kelengkungan 45 derajat dan telah
berhentinya perkembangan, dilakukan dengan fusi spinal/penanaman Harrington
Rod untuk meluruskan tulan belakang di tempat fusi (penyatuan), dan dilakukan
pada penderit scoliosis berat yaitu yang terpasang traksi penyokong rangka
5. Perawatan pre dan post operasi
Perawatan post operasi:
a. Pasien bedrest total selama kurang lebih 14 hari, hindari ketegangan spinal
b. Jika hendak merubah posisi, gunakan alat tenunnya dan beri bantal diantara
kaki, agar posisi tetap sejajar.
c. Monitor tanda-tanda vital, fungsi pergerakan, sensasi bagian ekstermitas
bawah
d. Kaji tanda-tanda terjadi tromboemboli (nyeri pada kaki, sesak napas)
e. Kaji pendarahan, sistem eliminasi
f. Anjurkan pasien melakukan plantar flection dan norso flection pada kaki
g. Menggerakkan tangan
h. Program rehabilitasi setelah jahitan dibuka
Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan deformitas tulang
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan musculoskeletal
Manajemen nyeri
Aktivitas-aktivitas:
1) Kolaborasi dengan fisioterapis dalam mengembangkan peningkatan gerak
tubuh
2) Monitor perbaikan postur tubuh pasien
3) Berikan informasi tentang posisi yang dapat menyebabkan nyeri.