Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH ANALISA JURNAL

Factor Associated With Scoliosis in


Schoolchildren: a Cross-Sectional Population-
Based Study

Di susun oleh:
Diana Mariana Bili
KP1801274
Keperawatan Medikal Bedah III

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN DAN NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA HUSADA YOGYAKARTA
BAB I
PENDAHULUAN

Skoliosis adalah deformitas dari tulang belakang yang dicirikan dengan adanya
abnormalitas kelengkungan tulang belakang ke arah lateral. Selain itu,pada skoliosis juga
dapat ditemukan adanya rotasi dari vertebra.
Di setiap negara diperkirakan kira-kira 3% penduduk mengalami skoliosis dan
cenderung diderita perempuan daripada laki-laki dengan perbandingan antara 3:1
(Jamaludin, 2006). Menurut ahli orthopedic dan rematologi RSU Dr Soetomo Surabaya, Dr
Ketut Martiana Sp.Ort.(K), 4,1% dari 2000 anak SD hingga SMP di Surabaya, setelah diteliti
ternyata mengalami tulang bengkok. Hasil rongten sebagai bentuk pemeriksaan lanjutan
diketahui yang kebengkokanya mencapai 10 derajat sebanyak 1,8%, sedangkan yang lebih
dari 10 derajat sebanyak 1% (Parjoto, 2011).
Skoliosis merupakan kelainan tulang dimana tulang belakang mengalami
pembengkokan kearah samping ( lateral curvature) yang membentuk huruf S atau C dapat
dilihat ketika kelengkungannya semakin parah dan juga menimbulkan ketidaknyamanan.
Tulang belakang mempunyai lekukan-lekukan yang normal ketika dilihat dari samping,
namun ia harus nampak lurus ketika dilihat dari depan.
Penanganan secara rehabilitasi medik masih bisa dilakukan bila lengkung
curvaturenya dibawah 40,0 bila lebih dari itu harus dilakukan pembedahan. Jika
kelengkungannya sudah menjadi sangat parah akhirnya dapat menganggu fungsi
pernapasan dan jantung. Juga dapat merusak persendian tulang belakang serta rasa sakit di
masa tua. Sehingga pembedahan adalah pilihan terapi yang utama untuk mengatasi hal
tersebut.
Jadi, disini dapat disimpulkan bahwa skoliosis sangat berpengaruh pada aktivitas sesorang
karena ketidaknyamanan dalam beraktivitas, dan juga dapat menimbulkan
ketidaknyamanan disaat duduk, sehingga pasien dengan penyakit skoliosis perlu perawatan
baik secara komprehensif sehingga Penyakit yang diderita akan membaik dengan
pemeriksaan seperti ST-scan, MRI, Rontgen, dan sinar X agar dokter mengetahui penyakit
letak penyakit yang diderita pasien, sehingga dapat dilakukan pembedahan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA.
A. DEFENISI
Skoliosis adalah deformitas dari tulang belakang yang dicirikan dengan adanya
abnormalitas kelengkungan tulang belakang ke arah lateral3. Selain itu,pada skoliosis
juga dapat ditemukan adanya rotasi dari vertebra. ( Wartonah Tarwoto, 2016)
Skoliosis adalah kelengkungan tulang belakang yang abnormal ke arah samping,
yang dapat terjadi pada segmen servikal (leher), torakal (dada) maupun lumbal
(pinggang). Skolisis merupakan penyakit tulang belakang yang menjadi bengkok ke
samping kiri atau kanan sehingga wujudnya merupakan bengkok benjolan yang
dapat dilihat dengan jelas dari arah belakang.Penyakit ini juga sulit untuk dikenali
kecuali setelah penderita meningkat menjadi dewasa (Mion, 2011)
Skoliosis adalah suatu kelainan bentuk pada tulang belakang dimana terjadi
pembengkokan tulang belakang ke arah samping kiri atau kanan. Kelainan skoliosis
ini sepintas terlihat sangat sederhana. Skoliosis adalah melengkungnya vertebrae
torakalis ke lateral, disertai rotasi vertebral.wilkison judith. M, 2016)

B. ETIOLOGI
Skoliosis dibagi dalam dua jenis yaitu non struktural dan struktural.
1. Skoliosis non struktural disebabkan oleh :
a. Tabiat yang tidak baik seperti membawa tas yang berat pada sebelah bahu
saja (menyebabkan sebelah bahu menjadi tinggi), postur badan yang tidak
bagus (seperti selalu membongkok atau badan tidak seimbang).
b. Kaki tidak sama panjang.
c. Kesakitan, contohnya disebabkan masalah sakit yang dirasakan di belakang
dan sisi luar paha, betis dan kaki akibat kemerosotan atau kerusakan cakera
di antara tulang vertebra dan menekan saraf.
2. Skoliosis struktural disebabkan oleh pertumbuhan tulang belakang yang tidak
normal. Ciri – ciri fisiknya adalah sebagai berikut :
a. Bahu tidak sama tinggi.
b. Garis pinggang tidak sama tinggi.
c. Badan belakang menjadi bongkok sebelah.
d. Payu dara besar sebelah.
e. Sebelah pinggul lebih tinggi.
f. Badan kiri dan kanan menjadi tidak simetri.

Terdapat 3 penyebab umum dari skoliosis:


a. Kongenital (bawaan), biasanya berhubungan dengan suatu kelainan dalam
pembentukan tulang belakang atau tulang rusuk yang menyatu
b. Neuromuskuler, pengendalian otot yang buruk atau kelemahan otot atau
kelumpuhan akibat penyakit berikut : Cerebral palsy, Distrofi otot, Polio,
Osteoporosis juvenile
c. Idiopatik, penyebabnya tidak diketahui.
C. TANDA GEJALA
Gejala yang ditimbulkan berupa:
a. Tulang belakang melengkung secara abnormal ke arah samping
b. Bahu dan atau pinggul kiri dan kanan tidak sama tingginya
c. Nyeri punggung
d. Kelelahan pada tulang belakang setelah duduk atau berdiri lama
e. Skoliosis yang berat (dengan kelengkungan yang lebih besar dari 60 ) bisa
menyebabkan gangguan pernafasan.

D. PATOFISIOLOGI
Skoliosis dapat terjadi hanya pada daerah tulang spinalis atau termasuk rongga
tulang spinal. Lengkungan dapat berbentuk S atau C. Derajat lengkungan penting
untuk diketahui, karena hal ini dapat menentukan jumlah tulang rusuk yang
mengalami pergeseran. Pada tingkat rotari lengkungan yang cukup besar mungkin
dapat menekan dan menimbulkan keterbatasan pada organ penting yaitu paru-paru
dan jantung. Aspek paling penting dalam terjadinya deformitas (kelainan) adalah
progresivitas pertumbuhan tulang.
Dengan terjadinya pembengkokan tulang vertebra kearah lateral desertai
dengan rotari tulang belakang, maka akan diikuti dengan perubahan perkembangan
sekunder pada tulang vertebra dan iga. Oleh karena adanya gangguan pertumbuhan
yang bersifat progresif, disamping terjadi perubahan pada vertebra, juga terjadi
perubahan pada tulang iga, dimana bertambahnya kurva yang menyebabkan
deformitas tulang igasemakin jelas. Tulang iga turut berputar dan menimbulkan
deformitas berupa punuk iga (Rib Hump). Pada kanalis spinalis terjadi pendorongan
dan penyempitan kanalis spinalis oleh karena terjadi penebalan dan pemendekan
lamina pada sisi konkaf. Keseimbangan lengkungan juga penting, karena ini
mempengaruhi stabilitas dari tulang belakang dan pergerakan pinggul. Perubahan
yang penting dalam keseimbangan dapat mempengaruhi gerak jalan. (Price Sylvia
Anderson. 2011)

E. MANIFESTASI KLINIS
Gejalanya berupa:
a. Tulang belakang melengkung secara abnormal ke arah samping
b. Bahu dan /pinggul kiri dan kanan tidak sama tingginya
c. Nyeri punggung
d. Kelelahan pada tulang belakang setelah duduk atau berdiri lama
e. Skoliosis yang berat (dengan keengkungan yang lebih besar dari 60%) bisa
menyebabkan gangguan pernafasan.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada pemeriksaan fisik penderita biasanya diminta untuk membungkuk ke
depan sehingga pemeriksa dapat menentukan kelengkungan yang terjadi.
Pemeriksaan neurologis (saraf) dilakukan untuk menilai kekuatan, sensasi atau
refleks.
1. Skoliometer adalah sebuah alat untuk mengukur sudut kurvaturai.
2. Rontgen tulang belakang
Foto polos : Harus diambil dengan posterior dan lateral penuh terhadap tulang
belakang dan krista iliaka dengan posisi tegak, untuk menilai derajat kurva dengan
metode Cobb dan menilai maturitas skeletal dengan metode Risser.
Derajat Risser adalah sebagai berikut :
Grade 0 : tidak ada ossifikasi,
grade 1 : penulangan mencapai 25%,
grade 2 : penulangan mencapai 26-50%,
grade 3 : penulangan mencapai 51-75%,
grade 4 : penulangan mencapai 76%
grade 5 : menunjukkan fusi tulang yang komplit.

Metode cobb:
a. Tentukan corpus vertebra paling miring dibagian paling atas dan paling bawah
dari lengkungan skoliosis
b. Tarik garis lurus ditepi atas corpus paling miring diatas, lalu dibuat garis tegak
lurus terhadap garis ini kearah bawah
c. Tarik garis lurus pada tepi bawah corpus paling miring dibawah, kemudian buat
garis tegak lurus garis ini kearah atas. Sudut yang terbentuk pada pertemuan
kedua garis tegak lurus tadi disebut Cobb’s angle yang menunjukkan besarnya
derajat skoliosis.
d. Teknik pengukuran Cobb lebih sesuai pada lengkungan skoliosis 50 derajat atau
lebih.
3. MRI ( jika di temukan kelainan saraf atau kelainan pada rontgen )

G. PENATALAKSANAAN
Tujuan dilakukannya tatalaksana pada skoliosis meliputi 4 hal penting :
1. Mencegah progresifitas dan mempertahankan keseimbangan
2. Mempertahankan fungsi respirasi
3. Mengurangi nyeri dan memperbaiki status neurologis

Adapun pilihan terapi yang dapat dipilih, dikenal sebagai “The three O’s” adalah :
a. Observasi
Pemantauan dilakukan jika derajat skoliosis tidak begitu berat, yaitu <25o
pada tulang yang masih tumbuh atau <50o pada tulang yang sudah berhenti
pertumbuhannya. Rata-rata tulang berhenti tumbuh pada saar usia 19 tahun.
Pada pemantauan ini, dilakukan kontrol foto polos tulang punggung pada
waktu-waktu tertentu.Foto kontrol pertama dilakukan 3 bulan setelah
kunjungan pertama ke dokter.Lalu sekitar 6-9 bulan berikutnya bagi yang
derajat <20>20.
b. Orthosis
Orthosis dalam hal ini adalah pemakaian alat penyangga yang dikenal dengan
nama brace. Biasanya indikasi pemakaian alat ini adalah :
1. Pada kunjungan pertama, ditemukan derajat pembengkokan sekitar 30-40
derajat
2. Terdapat progresifitas peningkatan derajat sebanyak 25 derajat.
Jenis dari alat orthosis ini antara lain :
a. Milwaukee
b. Boston
c. Charleston bending brace
Alat ini dapat memberikan hasil yang cukup signifikan jika digunakan
secara teratur 23 jam dalam sehari hingga 2 tahun setelah menarche.

H. NURSING CARE PLAN


a. Pengkajian
1. Pengkajian fisik meliputi:
a. Mengkaji skelet tubuh yaitu adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan
tulang yang abnormal akibat tumor tulang. Pendektan ekstremitas, amputasi dan
bagian tubuh yang tidak dalam kesejajaran anatomis. Agulasi abnormal pada tulang
panjang atau gerakan pada titik selain sendi biasanya menandakan adanya patah
tulang.
b. Mengkaji tulang belakang untuk mengetahui terjadinya skoliosis (deviasi kurvatura
lateral tulang belakang), kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada),
lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian pinggang berlebihan).
2. Mengkaji sistem persendian
Yaitu untuk mengetahui luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif, deformitas,
stabilitas, dan adanya benjolan, adanya kekakuan sendi.
3. Mengkaji sistem otot
Untuk mengetahui kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot koordinasi, dan ukuran
masing-masing otot. Lingkar ekstremitas untuk memantau adanya edema atau atrofi,
nyeri otot.
4. Mengkaji cara berjalan
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah satu ekstremitas
lebih pendek dari yang lain. Berbagsi kondisi neurologist yang berhubungan dengan cara
berjalan abnormal ( misalnya: cara berjalan spastic hemiparesis-stroke, cara berjalan
selangkah-langkah – penyakit lower motor neuron, cara berjalan bergetar – penyakit
perkinson).
5. Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer
Palpasi kulit dapat menunjukan adanya suhu yang lebih panas atau lebih dingin dari
lainnya dan adanya edema. Sirkulasi perifer dievaluasi dengan mengkaji denyut perifer,
warna, suhu dan waktu pengisian kapiler.
c. Pemeriksaan fisik
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2010), pemeriksaan fisik yang perlu dilakukan pada
masalah personal hygiene adalah:
1. Rambut
a. Keadaan kesuburan rambut
b. Keadaan rambut yang mudah rontok
c. Keadaan rambut yang kusam
2. Kepala
a. Botak atau alopesia
b. Ketombe, berkutu
c. Adakah eritema
d. Dan kebersihan
3. Mata
a. Apakah sklera ikterik
b. Apakah konjungtiva pucat
c. Kebersihan mata
d. Apakah gatal atau mata merah
4. Hidung
a. Adakah perubahan penciuman
b. Kebersihan hidung
c. Adakah alergi
d. Adakah perdarahan
e. Bagaimana membran mukosa
f. Adakah septum deviasi
5. Mulut
a. Keadaan mukosa mulut
b. Kelembapannya
c. Adakah lesi
d. Kebesihannya
6. Gigi
a. Adakah karanf gigi
b. Kelengkapan gigi
c. Pertumbuhan gigi
7. Kuku tangan dan kaki
a. Bentuk kuku
b. Warnanya
c. Adakah lesi
8. Tubuh secara umum
a. Kebersihan
b. Normal
c. Postur tubuh

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Pada masalah kebutuhan dasar personal hygiene diagnosa keperawatan yang muncul
menurut Nanda (2015-2017), adalah sebagai berikut:
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan nyeri
2. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis
3. Gangguan imobilitas fisik berhubngan dengan nyeri
J. RENCANA KEPERAWATAN
NO Diagnosa Keperawatan Tujuan NOC Intervensi NIC

1 Ketidakefektifan pola nafas Setelah dilakukan tindakan Monitor


berhubungan dengan nyeri keperawatan selama 2x24 jam pernapasan
Frekuensi pernapasan 16- Monitor kecepatan,
20x/permenit irama, kedalaman
Irama pernapasan reguler dan kesulitan
Saturasi oksigen 95%-100% bernafas
klien mampu memperhatikan Catat pergerakan
kebersihan kuku dada, penggunaan
otot bantu nafas,
dan refraksi pada
otot-otot
supraclaviculas
Monitor pola nafas
Monitor saturasi
oksigen
Monitor keluhan
sesak nafas paien,
termasuk kegiatan
yang meningkatkan
atau yang
memperburuk sesak
nafas tersebut.
2 Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan Manejemen nyeri
dengan agens cedera keperawatan selama 2x24 jam Kaji tingkat nyeri
biologis Melaporkan gejala nyeri yang komprehensif:
terkontrol lokasi, durasi,
Mengenali faktor yang karakteristik,
menyebabkan nyeri frekuensi, intesitas,
Melaporkan nyeri terkontrol faktor pencetus,
sesuai dengan
tingkat usia dan
tingkat
perkembangannya.
Monitor skala nyeri
dan observasi tanda
non verbal dari
ketidaknyamanan.
Gunakan tindakan
pengendalian nyeri
Kelola nyeri pasca
operasi dengan
pemberian analgesik
tiap 4 jam, dan
monitor keefektifan
tindakan
mengontrol nyeri

3 Gangguan imobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan Latihan Kekuatan


berhubngan dengan nyeri keperawatan selama 2x24 jam Anjurkan dan
Klian dapat mencapai kriteria berikan dorongan
hasil: pada klien untuk
Mampu mandiri total melakukan program
Membutuhkan orang lain dan latihan secara rutin.
alat
Membutuhkan alat bantu Perbaikan Posisi
Tubuh Yang Benar
Ajarkan pada klien
atau keluarga untuk
memperhatikan
postur tubuh yang
benar untuk
menghindari
kelelahan, keram
dan cedera.
Kolaborasi ke ahli
terapi fisik untuk
program latihan.

K. TERAPI KOMPLEMENTER
Adapun pilihan terapi yang dapat dipilih, dikenal sebagai “The three O‟s”
adalah :
1. Observasi
Pemantauan dilakukan jika derajat skoliosis tidak begitu berat, yaitu <25 derajat pada
tulang yang masih tumbuh atau <50 derajat pada tulang yang sudah berhenti
pertumbuhannya. Rata-rata tulang berhenti tumbuh pada saar usia 19 tahun. Pada
pemantauan ini, dilakukan kontrol foto polos tulang punggung pada waktu-waktu
tertentu. Foto kontrol pertama dilakukan 3 bulan setelah kunjungan pertama ke dokter.
Lalu sekitar 6-9 bulan.
2. Fisioterapi
a. Terapi latihan
Prinsip terapi latihan pada skoliosis adalah:
1. Mengembangkan mobilitas sendi-sendi yang telah hilang
2. Meregangkan otot yang kontraktur
3. Meningkatkan kekuatan otot
4. Memutar balik dari rotasi deformitas vertebra
5. Mengembangkan muscular seluruh badan supaya mampu memilihara curve yang
telah dikoreksi.
b. Moditasi fisik misalnya cotrel traction

3. Medikamentosa
Tujuan pemberian obat adalah untuk mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri dan
kemungkinan infeksi baik dari alat ataupun pembedahan, bukan untuk mengobati
skoliosis. Obat yang digunakan antara lain : 1. Analgesik (Paracetamol, asam asetil
salisilat) 2. NSAID
4. Tindakan Pembedahan
Umumnya, jika kelengkungan lebih dari 40 derajat dan pasien skeletalnya imatur,
operasi direkomendasikan. Lengkung dengan sudut besar tersebut, progresivitasnya
meningkat secara bertahap, bahkan pada masa dewasa. Tujuan terapi bedah dari
skoliosis adalah memperbaiki deformitas dan mempertahankan perbaikan tersebut
sampai terjadi fusi vertebra. Beberapa tindakan pembedahan untuk terapi skoliosis
antara lain : Penanaman Harrington rods ( batangan Harrington ).
Batangan Harrington adalah bentuk peralatan spinal yang dipasang melalui pembedahan
yang terdiri dari satu atau sepasang batangan logam untuk meluruskan atau
menstabilkan tulang belakang dengan fiksasi internal. Peralatan yang kaku ini terdiri dari
pengait yang terpasang pada daerah mendatar pada kedua sisi tulang vertebrata yang
letaknya di atas dan di bawah lengkungan tulang belakang. Keuntungan utama dari
penggunaan batangan Harrington adalah dapat mengurangi kelengkungan tulang
belakang ke arah samping (lateral), pemasangannya relatif sederhana dan komplikasinya
rendah. Kerugian utamanya adalah setelah pembedahan memerlukan pemasangan gips
yang lama. Seperti pemasangan pada spinal lainnya , batangan Harrington tidak dapat
dipasang pada penderita osteoporosis yang signifikan.
BAB III
ANALISA JURNAL

Factor Associated With Scoliosis in Schoolchildren: a Cross-


Sectional Population-Based Study
No Question Ya No Can't
Tell
A Are the result of the study valid?

1 Did the study address a clearly focused issue? ✓


Hipotesis nol yang akan diuji dalam penelitian ini adalah bahwa
variabel biologis dan sosiodemografi, gaya hidup, dan perabot sekolah
merupakan faktor yang tidak mungkin berhubungan dengan
perkembangan skoliosis di lingkungan sekolah. Karena studi
epidemiologi pada anak sekolah dari daerah dengan status sosial
ekonomi rendah di Brazil masih langka, kami bertujuan untuk
menyelidiki prevalensi skoliosis dan untuk menganalisis faktor yang
terkait dengan skoliosis pada anak usia sekolah antara 7 dan 17 tahun
yang tinggal di kota yang terletak di Wilayah timur laut Brasil.

2 Was the cohort recruited in am acceptable way? ✓


Penelitian ini merupakan penelitian observasional cross-sectional
dengan pendekatan kuantitatif yang dilakukan di kota Santa Cruz,
negara bagian Rio Grande do Norte, Brazil. Studi ini disetujui oleh
Komite Etika Riset yang Melibatkan Manusia di Universitas Federal
Rio Grande do Norte (UFRN; Persetujuan No. 228/2011 dan Protokol
No. 052/11-P).
3 Was the exposure accurately measured to minimize bias? ✓
Terdaftar di pendidikan dasar atau menengah di sekolah negeri atau
lokal perkotaan pada pagi atau sore hari pada tahun 2011 dan yang
setuju untuk berpartisipasi dalam penelitian dan untuk siapa
persyaratan persetujuan tanpa paksaan dan informasi (TFIC ) formulir
ditandatangani oleh orang dewasa yang merupakan wali anak di
bawah umur.

4 Was the outcome accurately measures to minimize bias?


Sampel penelitian akhir terdiri dari 212 anak sekolah, 41,51% adalah
laki-laki (n = 88) dan 58,49% perempuan (n = 124). Usia rata-rata
adalah 11,61 (standar deviasi 2,5) tahun. Prevalensi suspek skoliosis
adalah 58,1% (n = 123).

5 (a). Have the authors identified all important confounding factors? ✓


Faktor pembaur sudah diidentifikasi dan sudah di jelaskan pada
tabel 1, 2, 3, 4dan 5 pada jurnal
(b). Have the taken account of the confounding factors in the ✓
design and /or analisys?
Sudah dijelaskan dalam jurnal analisa, dengan menggunakan
teknik pengambilan sampel dilakukan secara probabilistik, bertingkat,
dan proporsional dengan jumlah siswa di setiap sekolah, dan
dilakukan pengundian acak menggunakan daftar hadir bernomor
setiap kelas.
Kami merancang alat penilaian yang terdiri dari formulir identifikasi
(nama, usia dan jenis kelamin), penilaian dugaan skoliosis dan
penilaian fleksibilitas rantai otot posterior, dan kumpulan karakteristik
sosial ekonomi, pengukuran antropometri, kebiasaan hidup,
pematangan seksual, dan analisis ergonomis. . Pengumpulan data ini
dilakukan oleh tujuh mahasiswa Program Sarjana Fisioterapi dan
Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehat
6 (a). Was the follow up of subjects complete enough? ✓
Prevalensi 1,4% dan 2,5% pada anak usia sekolah. Penelitian lain
menguatkan prevalensi tinggi skoliosis yang ditemukan dalam
penelitian ini, melaporkan prevalensi 26% dan 66%; namun, penelitian
ini tidak melaporkan hubungan antara prevalensi tinggi dan wilayah
negara tempat penelitian dilakukan.
(b). Was the follow up of subjects long enough? ✓
Penelitian ini dilakukan pada tahun 2011 dan dijalankan pada sore
hari.

B What are the result?

7 What are the result of this study? ✓


Dua ratus dua belas murid berpartisipasi dalam penelitian ini (usia
rata-rata 11,61 tahun, 58% perempuan). Prevalensi skoliosis adalah
58,1% (n = 123) dan berhubungan dengan jenis kelamin perempuan
(PR 2,54; 95% CI, 1,33–4,86) dan usia antara 13 dan 15 tahun (PR
5,35; 95% CI, 2,17–13,21). Tidur di tempat tidur gantung berbanding
terbalik dengan skoliosis (PR 0,44; 95% CI, 0,23-0,81).
8 How precise are the results? ✓
Anak perempuan tampaknya lebih mungkin untuk mengalami skoliosis
pada model kasar (PR 2.43; 95% CI, 1.39-4.26) dan model yang
disesuaikan (PR 2.94; 95% CI, 1.02 = 8.45). Anak-anak pubertas (PR
3.70; 95% CI 1.68-8.17) dan pasca-pubertas (PR 3.96; 95% CI, 1.15-
13.57) juga lebih mungkin untuk mengalami skoliosis. Anak-anak yang
kelebihan berat badan / obesitas (PR 2.5; 95% CI, 1.15-13.57)
menunjukkan insiden skoliosis yang lebih tinggi daripada anak-anak
eutrofik dalam model yang disesuaikan. Tidak bisa menyentuh tanah
juga dikaitkan dengan adanya skoliosis (PR 2.07; 95% CI, 1.08-4.0).
9 Do you believe the results? ✓
Karena penelitian ini sudah membanding dengan jurnal atau
sumber lainnya.

C Will the result have locally?

10 Can't the results of this study fit with other available evidence? ✓
Karena mengingat penyakit ini disebabkan oleh kebiasaan -
kebiasaan buruk yang sering dilakukan oleh masyarakat, terlebih
pada anak-anak. Contohnya data yang mereka kumpulkan secara
signifikan dipengaruhi oleh tiga atau faktor resiko skoliosis ini (
faktor keturunan, kebiasaan postur tubuh yang tidak memadai,
aktivitas fisik yang rendah, kelebihan berat badan dan obesitas,
serta faktor lainnya.

11 Do the results of this studybfit with other available evidence? ✓


Hasil penelitian ini sudah dilengkapi dengan hasil penelitian
terdahulu yang sudah tertulis pada jurnalnya, validasi dan
mendalam alat.
12 What are the implication of this study for practice? ✓
Implikasi dari penelitian ini terutama untuk bidang keperawatan
adalah kita mengetahui bahwa usia, jenis kelamin dan riwayat
skoliosis dari keluarga berpotensi tidak dapar dirubah.
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Skoliosis merupakan kelainan tulang belakang dimana tulang belakang mengalami
pembengkokan ke arah samping (lateral curvature) membentuk huruf S atau C dapat
dilihat ketika kelengkungannya semakin parah dan juga mengakibatkan
ketidaknyamanan.
Skoliosis merupakan kelainan yang sering ditemukan pada anak-anak dan
remaja yang menyebabkan disabilitas baik secara fungsional maupun kosmetik.
Penatalaksanaan pada kasus skoliosis meliputi observasi, pemberian modalitas,
penggunaan orthosis, latihan, dan operasi. Dengan deteksi dini pada pasien yang
dicurigai menderita skoliosis dan penatalaksanaan yang tepat, prognosis pasien
skoliosis dapat ditingkatkan.
B. SARAN
Kesehatan dan postur yang normal adalah adalah hal yang ping penting bagi
seseorang. Jadi, salah satu bentuk kelainan tulang belakang seperti sangatlah
mengganggu seseorang dalam melakukan aktivitas yang membutuhkan banyak
tenaga.
DAFTAR PUSTAKA

Nanda Diagnosa Keperawatan 2015-2017


Satria M. 2011. Deskripsi Gangguan Bentuk Tulang. FKUI: Jakarta
Tirza Z. Tamin. 2010. Bahan Mata Ajar Fisioterapi Pediatri. Fisioterapi UI: Jakarta
Price. Sylvia Anderson. 2011. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta:
EGC
Wartinah. Tarwoto. 2016. Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai