Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Skoliosis
1. Definisi
Skoliosis adalah kelengkungan tulang belakang yang abnormal ke arah
samping, yang dapat terjadi pada segmen servikal (leher), torakal (dada)
maupun lumbal (pinggang).
Skolisis merupakan penyakit tulang belakang yang menjadi bengkok ke
samping kiri atau kanan sehingga wujudnya merupakan bengkok benjolan yang
dapat dilihat dengan jelas dari arah belakang. Penyakit ini juga sulit untuk
dikenali kecuali setelah penderita meningkat menjadi dewasa (Mion,
Rosmawati, 2007).

2. Penyebab
Skoliosis dibagi dalam dua jenis yaitu non struktural dan struktural.
a. Skoliosis non struktural disebabkan oleh :
1) Tabiat yang tidak baik seperti membawa tas yang berat pada sebelah
bahu saja (menyebabkan sebelah bahu menjadi tinggi), postur badan
yang tidak bagus (seperti selalu membongkok atau badan tidak
seimbang).
2) Kaki tidak sama panjang.
3) Kesakitan, contohnya disebabkan masalah sakit yang dirasakan di
belakang dan sisi luar paha, betis dan kaki akibat kemerosotan atau
kerusakan cakera di antara tulang vertebra dan menekan saraf.

b. Skoliosis struktural disebabkan oleh pertumbuhan tulang belakang yang tidak


normal. Ciri – ciri fisiknya adalah sebagai berikut :
1) Bahu tidak sama tinggi.
2) Garis pinggang tidak sama tinggi.
3) Badan belakang menjadi bongkok sebelah.
4) Payu dara besar sebelah.
5) Sebelah pinggul lebih tinggi.
6) Badan kiri dan kanan menjadi tidak simetri.

Terdapat 3 penyebab umum dari skoliosis:


1) Kongenital (bawaan), biasanya berhubungan dengan suatu kelainan
dalam pembentukan tulang belakang atau tulang rusuk yang menyatu.
2) Neuromuskuler, pengendalian otot yang buruk atau kelemahan otot atau
kelumpuhan akibat penyakit berikut :Cerebral palsy, Distrofi otot, Polio,
Osteoporosis juvenile.
3) Idiopatik, penyebabnya tidak diketahui.
3. Manifestasi Klinis
Gejala yang ditimbulkan berupa:
a. Tulang belakang melengkung secara abnormal ke arah samping
b. Bahu dan atau pinggul kiri dan kanan tidak sama tingginya
c. Nyeri punggung
d. Kelelahan pada tulang belakang setelah duduk atau berdiri lama
e. Skoliosis yang berat (dengan kelengkungan yang lebih besar dari 60 ) bisa
menyebabkan gangguan pernafasan.

4. Klasifikasi
Skoliosis dibagi dalam dua jenis yaitu struktural dan bukan struktural.
a. Skoliosis structural
Skoliosis tipe ini bersifat irreversibel ( tidak dapat di perbaiki ) dan
dengan rotasi dari tulang punggung Komponen penting dari deformitas itu
adalah rotasi vertebra, processus spinosus memutar kearah konkavitas
kurva.
Tiga bentuk skosiliosis struktural yaitu :
1) Skosiliosis Idiopatik. adalah bentuk yang paling umum terjadi dan
diklasifikasikan menjadi 3:
a) Infantile : dari lahir-3 tahun.
b) Anak-anak : 3 tahun – 10 tahun
c) Remaja : Muncul setelah usia 10 tahun ( usia yangpaling umum )
2) Skoliosis Kongenital adalah skoliosis yang menyebabkan malformasi
satu atau lebih badan vertebra.
3) Skoliosis Neuromuskuler, anak yang menderita penyakit neuromuskuler
(seperti paralisis otak, spina bifida, atau distrofi muskuler) yang secara
langsung menyebabkan deformitas.
4) Skoliosis nonstruktural ( Postural )
Skoliosis tipe ini bersifat reversibel (dapat dikembalikan ke bentuk
semula), dan tanpa perputaran (rotasi) dari tulang punggung. Pada
skoliosis postural, deformitas bersifat sekunder atau sebagai kompensasi
terhadap beberapa keadaan diluar tulang belakang, misalnya dengan
kaki yang pendek, atau kemiringan pelvis akibat kontraktur pinggul, bila
pasien duduk atau dalam keadaan fleksi maka kurva tersebut
menghilang.

Ada tiga tipe-tipe utama lain dari scoliosis :


a. Functional: Pada tipe scoliosis ini, spine adalah normal, namun suatu
lekukan abnormal berkembang karena suatu persoalan ditempat lain
didalam tubuh. Ini dapat disebabkan oleh satu kaki adalah lebih pendek
daripada yang lainnya atau oleh kekejangan-kekejangan di punggung.
b. Neuromuscular: Pada tipe scoliosis ini, ada suatu persoalan ketika
tulang-tulang dari spine terbentuk. Baik tulang-tulang dari spine gagal
untuk membentuk sepenuhnya, atau mereka gagal untuk berpisah satu
dari lainnya.
c. Degenerative: Tidak seperti bentuk-bentuk lain dari scoliosis yang
ditemukan pada anak-anak dan remaja-remaja, degenerative scoliosis
terjadi pada dewasa-dewasa yang lebih tua.
d. Lain-Lain: Ada penyebab-penyebab potensial lain dari scoliosis,
termasuk tumor-tumor spine seperti osteoid osteoma. Ini adalah tumor
jinak yang dapat terjadi pada spine dan menyebabkan nyeri/sakit. Nyeri
menyebabkan orang-orang untuk bersandar pada sisi yang berlawanan
untuk mengurangi jumlah dari tekanan yang diterapkan pada tumor.Ini
dapat menjurus pada suatu kelainan bentuk spine.
5. Patofisiologi/Pathway
6. Komplikasi
Walaupun skoliosis tidak mendatangkan rasa sakit, penderita perlu
dirawat seawal mungkin. Tanpa perawatan, tulang belakang menjadi semakin
bengkok dan menimbulkan berbagai komplikasi seperti :
a. Kerusakan paru-paru dan jantung
Ini boleh berlaku jika tulang belakang membengkok melebihi 60
derajat. Tulang rusuk akan menekan paru-paru dan jantung, menyebabkan
penderita sukar bernafas dan cepat capai. Justru, jantung juga akan
mengalami kesukaran memompa darah. Dalam keadaan ini, penderita lebih
mudah mengalami penyakit paru-paru dan pneumonia.
b. Sakit tulang belakang
Semua penderita, baik dewasa atau kanak-kanak, berisiko tinggi
mengalami masalah sakit tulang belakang kronik. Jika tidak dirawat,
penderita mungkin akan menghidap masalah sakit sendi. Tulang belakang
juga mengalami lebih banyak masalah apabila penderita berumur 50 atau 60
tahun.
7. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan fisik penderita biasanya diminta untuk membungkuk ke
depan sehingga pemeriksa dapat menentukan kelengkungan yang terjadi.
Pemeriksaan neurologis (saraf) dilakukan untuk menilai kekuatan, sensasi atau
refleks.
a. Skoliometer adalah sebuah alat untuk mengukur sudut kurvaturai.
b. Rontgen tulang belakang
Foto polos : Harus diambil dengan posterior dan lateral penuh terhadap
tulang belakang dan krista iliaka dengan posisi tegak, untuk menilai derajat
kurva dengan metode Cobb dan menilai maturitas skeletal dengan metode
Risser.

Derajat Risser adalah sebagai berikut :


Grade 0 : tidak ada ossifikasi,
grade 1 : penulangan mencapai 25%,
grade 2 : penulangan mencapai 26-50%,
grade 3 : penulangan mencapai 51-75%,
grade 4 : penulangan mencapai 76%
grade 5 : menunjukkan fusi tulang yang komplit.
c. MRI ( jika di temukan kelainan saraf atau kelainan pada rontgen )

8. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan


Tujuan dilakukannya tatalaksana pada skoliosis meliputi 4 hal penting :
a. Mencegah progresifitas dan mempertahankan keseimbangan
b. Mempertahankan fungsi respirasi
c. Mengurangi nyeri dan memperbaiki status neurologis
d. Kosmetik

Adapun pilihan terapi yang dapat dipilih, dikenal sebagai “The three O’s”
adalah :
a. Observasi
Pemantauan dilakukan jika derajat skoliosis tidak begitu berat, yaitu
<25o pada tulang yang masih tumbuh atau <50o pada tulang yang sudah
berhenti pertumbuhannya. Rata-rata tulang berhenti tumbuh pada saar usia
19 tahun. Pada pemantauan ini, dilakukan kontrol foto polos tulang
punggung pada waktu-waktu tertentu.Foto kontrol pertama dilakukan 3
bulan setelah kunjungan pertama ke dokter.Lalu sekitar 6-9 bulan
berikutnya bagi yang derajat <20>20.
b. Orthosis
Orthosis dalam hal ini adalah pemakaian alat penyangga yang
dikenal dengan nama brace. Biasanya indikasi pemakaian alat ini adalah :
1) Pada kunjungan pertama, ditemukan derajat pembengkokan sekitar 30-
40 derajat
2) Terdapat progresifitas peningkatan derajat sebanyak 25 derajat.
Jenis dari alat orthosis ini antara lain :
a) Milwaukee
b) Boston
c) Charleston bending brace
Alat ini dapat memberikan hasil yang cukup signifikan jika
digunakan secara teratur 23 jamdalam sehari hingga 2 tahun setelah
menarche.

Brace dari Milwaukee & Boston efektif dalam mengendalikan


progresivitas skoliosis, tetapi harus dipasang selama 23 jam/hari sampai
masa pertumbuhan anak berhenti.
Brace tidak efektif digunakan pada skoliosis kongenital maupun
neuromuskular. Jika kelengkungan mencapai 40 atau lebih, biasanya
dilakukan pembedahan.
c. Operasi
Tidak semua skoliosis dilakukan operasi. Indikasi dilakukannya operasi
pada skoliosis adalah :
1) Terdapat derajat pembengkokan >50 derajat pada orang dewasa
2) Terdapat progresifitas peningkatan derajat pembengkokan >40-45
derajat pada anak yang sedang tumb
3) Terdapat kegagalan setelah dilakukan pemakaian alat orthosis

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan rasa nyaman: Nyeri berhubungan dengan nyeri insisi pasca
bedah
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelainan tulang vertebra
c. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru

2. Intervensi keperawatan
NO Diagnosa
Tujuan/ Kriteria hasil Intervensi
Keperawatan
1. Gangguan rasa NOC : NIC :
nyaman: Nyeri  Pain Level, Pain Management
berhubungan  Pain control,  Lakukan pengkajian nyeri
dengan nyeri  Comfort level secara komprehensif termasuk lokasi,
insisi pasca Kriteria Hasil : karakteristik, durasi, frekuensi,
bedah  Mampu kualitas dan faktor presipitasi
mengontrol nyeri (tahu  Observasi reaksi nonverbal
penyebab nyeri, mampu dari ketidaknyamanan
menggunakan tehnik  Gunakan teknik komunikasi
nonfarmakologi untuk terapeutik untuk mengetahui
mengurangi nyeri, pengalaman nyeri pasien
mencari bantuan)  Kaji kultur yang
 Melaporkan bahwa mempengaruhi respon nyeri
nyeri berkurang dengan  Evaluasi pengalaman nyeri
menggunakan manajemen masa lampau
nyeri  Evaluasi bersama pasien dan
 Mampu mengenali tim kesehatan lain tentang
nyeri (skala, intensitas, ketidakefektifan kontrol nyeri masa
frekuensi dan tanda nyeri) lampau
 Menyatakan rasa  Bantu pasien dan keluarga
nyaman setelah nyeri untuk mencari dan menemukan
berkurang dukungan
 Tanda vital dalam  Kontrol lingkungan yang dapat
rentang normal mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan kebisingan
 Kurangi faktor presipitasi nyeri
 Pilih dan lakukan penanganan
nyeri (farmakologi, non farmakologi
dan inter personal)
 Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan intervensi
 Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
 Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
 Evaluasi keefektifan kontrol
nyeri
 Tingkatkan istirahat
 Kolaborasikan dengan dokter
jika ada keluhan dan tindakan nyeri
tidak berhasil
 Monitor penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri

Analgesic Administration
 Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas, dan derajat nyeri sebelum
pemberian obat
 Cek instruksi dokter tentang
jenis obat, dosis, dan frekuensi
 Cek riwayat alergi
 Pilih analgesik yang
diperlukan atau kombinasi dari
analgesik ketika pemberian lebih dari
satu
 Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan beratnya nyeri
 Tentukan analgesik pilihan,
rute pemberian, dan dosis optimal
 Pilih rute pemberian secara IV,
IM untuk pengobatan nyeri secara
teratur
 Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik pertama
kali
 Berikan analgesik tepat waktu
terutama saat nyeri hebat
 Evaluasi efektivitas analgesik,
tanda dan gejala (efek samping)
2. Gangguan NOC: NOC:
mobilitas fisik  Joint movement: active Exercise therapy: Ambulation
berhubungan  Mobility level  Monitoring vital sign
dengan kelainan  Self care sebelum/sesudah latihan dan lihat
tulang vertebra  Transfer performance respon pasien saat latihan

Kriteria hasil:  Konsultasikan dengan terapi fisik

 Klien meningkat tentang rencana ambulasi sesuai

dalam aktivitas fisik dengan kebutuhan

 Mengerti tujuan dari  Bantu klien untuk menggunakan


peningkatan mobilitas tongkat saat berjalan dan cegah

 Memverbalisasikan terhadap cedera

perasaan dalam  Ajarkan pasien atau tenaga


meningkatkan kesehatan lain tentang teknik

kekuatan dan ambulasi

kemampuan berpindah  Kaji kemampuan pasien dalam


 Memperagakan mobilisasi

penggunaan alat bantu  Latih pasien dalam pemenuhan


untuk mobilitas kebutuhan ADLs secara mandiri

(walker) sesuai kemampuan


 Damping dan bantu pasien saat
mobilisasi dan bantu penuhi
kebutuhan ADLs pasien
 Berikan alat bantu jika klien
memerlukan
 Ajarkan pasien bagaimana
merubah posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan
3. Pola nafas tidak NOC : NIC :
efektif  Respiratory status: Airway Management
berhubungan ventilation - Buka jalan nafas dengan teknik
dengan  Respiratory status: chin lift atau jaw thrust bila perlu
penurunan Airway patency - Posisikan pasien untuk
ekspansi paru  Vital sign status memaksimalkan ventilasi
Kriteria Hasil : - Identifikassi pasien perlunya

 Mendemonstrasikan pemasangan alat jalan nafas buatan

batuk efektif dengan - Keluarkan nterc dengan batuk atau

suara nafas yang besih, suction

tidak ada sianosis dan - Auskultassi suara nafas, catat

dyspneu (mampu adanya suara tambahan

mengeluarkan - Berikan brinkodilator bila perlu

septum,mampu - Atur intake untuk cairan

bernafas dengan mengoptimalkan keseimbangan.

mudah, tidak ada - Monitor respirasi dan status O2


pursed lips) Oxygen Therapy

 Menunjukkan jalan - Bersihkan mulut, hidung dan ETT

nafas yang paten - Pertahankan jalan nafas yang paten

( klien tidak merasa - Atur peralatan oksigen

tercekik, irama nafas, - Monitor aliran oksigen

frekuensi pernafasan - Observasi adanya tanda – tanda

dalam rentang normal, hiperventilasi

tidak ada suara Vital Sign Monitoring


abnormal) - Monitor TD,nadi,suhu,dan RR

 Tanda- tanda vital - Monitor frekuensi dan irama

dalam rentang pernafasan


normal(tekanan darah, - Monitor pola pernafasan
nadi, pernafasan) abnormal
- Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
- Monitor sianosis perifer
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 3. EGC: Jakarta.

Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. EGC : Jakarta.

Nasrul, Effendi. 1995. Pengantar Proses Keperawatan. EGC: Jakarta.

Corwn, Elisabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC


Guyton, Arthur C. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC
Kozier. 2004. Fundamental of Nursing. Jakarta : EGC
Price, Wilson. 1995. Patofisiologi. Jakarta : EGC
Sjamsuhidayat. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai