Anda di halaman 1dari 30

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Cairan dalam Tubuh

Cairan merupakan komposisi terbesar yang ada dalam tubuh manusia, akan
tetapi komposisi tersebut dapat bervariasi tergantung umur, jenis kelamin,
dan tingkat nutrisi seseorang. Pada bayi berusia dibawah 1 tahun
mempunyai komposisi cairan sekitar 80-85% dari seluruh tubuhnya dan
bayi yang berusia diatas 1 tahun mempunyai komposisi cairan sekitar 70-
75% dari seluruh tubuhnya. Jumlah komposisi cairan akan menurun seiring
dengan umur seseorang. Pada laki-laki dewasa komposisi cairan dalam
tubuhnya berkisar sekitar 50-60% dan pada wanita dewasa sebesar 50%.
Persentase tersebut bervariasi bergantung dari beberapa faktor berikut:1

 Berat badan total atau total body weight (TBW) pada orang dewasa
berkisar antara 45-75% dari berat badan. Kisaran ini bergantung
pada tiap individu yang memiliki jumlah jarigan adipose yang
berbeda, yang mana jaringan ini hanya mengandung sedikit air.
 TBW pada wanita lebih kecil dibandingkan dengan laki-laku dewasa
pada usia yang sama, hal ini disebabkan karena struktur tubuh
wanita dewasa pada umumnya lebih banyak mengandung jaringan
lemak.

Komposisi cairan pada tubuh seseorang tidak hanya dipengaruhi oleh umur,
namun juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti luka bakar,
perdarahan, dehidrasi karena kurang asupan, diare, muntah, puasa
preoperatif dan sebagainya. Hilangnya komposisi cairan dalam tubuh dapat
menimbulkan gangguan fisiologis pada pasien, oleh karena itu hal tersebut
penting untuk ditangani khususnya pada pasien yang akan menjalani
tindakan anestesi dan bedah agar dapat mengurangi risiko mortalitas dan
morbiditas pada pasien.1

3
2.2 Distribusi Cairan Tubuh

Pada dasarnya seluruh cairan di dalam tubuh kita dibagi dalam 2 komponen
utama yaitu cairan intraseluler (CIS) dan cairan ekstra seluler (CES) seperti
terlihat pada gambar1

1. Cairan Ekstrasel (CES)

Sekitar sepertiga dari Total Body Water (TBW) merupakan cairan


ekstraseluler (CES), yaitu seluruh cairan di luar sel. Terdiri dari cairan
interstisial, cairan intravaskular atau plasma, dan cairan transelular.1

a) Cairan interstisial mengisi ruangan yang berada diantara sebagian


besar sel tubuh dan menyusun sebagian besar cairan tubuh. Sekitar
15% berat tubuh merupakan cairan tubuh interstisial.
b) Cairan intravaskuler atau plasma adalah bagian darah nonselular dan
terus menerus berhubungan dengan cairan interstisial melalui celah-
celah membran kapiler. Celah ini bersifat sangat permeabel terhadap
hampir semua zat terlarut dalam cairan ekstraseluler, kecuali protein.

4
Karenanya, cairan ekstraseluler terus bercampur, sehingga plasma dan
insterstisial mempunyai komposisi yang sama kecuali untuk protein,
yang konsentrasinya lebih tinggi pada plasma.
c) Cairan transeluler merupakan cairan yang disekresikan dalam tubuh
terpisah dari plasma oleh lapisan epitelial serta peranannya tidak
terlalu berarti dalam keseimbangan cairan tubuh, akan tetapi pada
beberapa keadaan dimana terjadi pengeluaran jumlah cairan
transeluler secara berlebihan maka akan tetap mempengaruhi
keseimbangan cairan dan elektrolik tubuh. Cairan yang termasuk
cairan transeluler yaitu: cairan serebrospinal, cairan dalam kelenjar
limfe, cairan intraokular, cairan gastrointestinal dan empedu, cairan
pleura, peritoneal, dan perikardial.

Komponen cairan ekstraseluler terbagi menjadi seperti pada tabel berikut:

2. Cairan Intrasel (CIS)

Cairan intrasel adalah cairan di dalam membran sel yang berisi substansi
terlarut atau solut yang penting untuk keseimbangan cairan dan elektrolit
serta untuk metabolisme. Cairan intrasel membentuk 40% berat tubuh. Pada
seorang laki-laki dewasa dengan berat 70 kg berjumlah sekitar 27 liter.
Sekitar 2 liter berada dalam sel darah merah yang berada di dalam
intravaskuler. Komposisi CIS dan kandungan airnya bervariasi menurut
fungsi jaringan yang ada. Misalnya, jaringan lemak memiliki jumlah air
yang lebih sedikit dibandingkan jaringan tubuh lainnya.1

Terdapat perbedaan umum antara CIS dan cairan interstisial. CIS


mempunyai kadar Na+, Cl- dan HCO3- yang lebih rendah dibanding CES dan

5
mengandung lebih banyak ion K+ dan fosfat serta protein yang merupakan
komponen utama intraseluler. Komposisi CIS ini dipertahankan oleh
membran plasma sel dalam keadaan stabil namun tetap ada pertukaran.
Transpor membran terjadi melalui mekanisme pasif seperti osmosis dan
difusi, yang mana tidak membutuhkan energi seperti pada transpor aktif.1

2.3 Elektrolit

Cairan tubuh manusia juga mengandung zat-zat lain yang adalah zat
elektrolit dan zat non-elektrolit. Elektrolit sendiri dibagi menjadi dua
kategori yaitu kation dan anion. Kation merupakan elektrolit yang ber-ion
positif sedangkan anion merupakan ion negatif. Na+ merupakan kation
utama yang ditemukan dalam cairan ekstraseluler. K+ merupakan kation
utama pada cairan intraseluler. Anion utama dari cairan ekstraseluler adalah
Cl- dan juga HCO3-.2,3

a) Natrium (Na+)
Merupakan kation paling banyak dalam cairan ekstrasel. Na+
memengaruhi keseimbangan air, hantaran impuls saraf dan kontraksi
otot. Ion natrium didapat dari saluran pencernaan, makanan atau
minuman dan masuk ke dalam cairan ekstrasel melalui proses difusi.
Pengeluaran ion natrium melalui ginjal, pernapasan, saluran
pencernaan, dan kulit. Pengaturan konsentrasi ion natrium dilakukan
oleh ginjal. Nilai normal dari ion natrium dalam darah sekitar 135 –
145 mEq/L
b) Kalium (K+)
Merupakan kation utama cairan intrasel. Berfungsi dalam eksitabilitas
neuromuskuler dan kontraksi otot. Diperlukan untuk pembentukan
glikogen, sintesa protein, dan pengaturan keseimbangan asam basa
karena ion K+ dapat diubah menjadi ion hidrogen (H+). Kalium dapat
diperoleh melalui makanan seperti daging, buah-buahan dan sayur-
sayuran. Kalium dapat dikeluarkan melalui ginjal, keringat dan
saluran pencernaan. Pengaturan konsentrasi kalium dipengaruhi oleh

6
perubahan ion kalium dalam cairan ekstrasel. Nilai normal kalium
dalam darah sekitar 3,5 – 5 mEq/L.
c) Kalsium (Ca2+)
Kalsium merupakan ion yang paling banyak dalam tubuh, berguna
untuk integritas kulit dan struktur sel, konduksi jantung, pembekuan
darah, serta pembentukan tulang dan gigi. Kalsium dalam cairan
ekstrasel diatur oleh kelenjar paratiroid dan tiroid. Hormon paratiroid
mengabsorpsi kalsium melalui gastrointestinal, sekresi melalui ginjal.
Hormon tirokalsitonin menghambat penyerapan kalsium dalam tulang.
Kalsium diperoleh dari absorpsi usus dan resorpsi tulang dan
dikeluarkan melalui ginjal, sedikit melalui keringat serta disimpan
dalam tulang. Jumlah normal kalsium dalam darah 8,5 – 10,5 mg/dl.
d) Magnesium (Mg2+)
Merupakan kation terbanyak kedua pada cairan intrasel. Sangat
penting untuk aktivitas enzim, aktivitas saraf, kontraksi otot, dan
sintesis protein. Sumber magnesium didapat dari makanan seperti
sayuran hijau, daging dan ikan. Nilai normal magnesium dalam darah
1,5 – 2,5 mEq/L.
e) Klorida (Cl-)
Terdapat pada cairan ekstrasel dan intrasel. Berperan dalam
pengaturan osmolaritas serum dan volume darah, regulasi asam basa,
serta pertukaran oksigen dan karbon dioksida dalam sel darah merah.
Klorida disekresi dan diabsorpsi bersama natrium di ginjal dan
pengaturan klorida oleh hormon aldosteron. Nilai normalnya sekitar
95 – 105 mEq/L
f) Bikarbonat (HCO3-)
HCO3- adalah buffer kimia utama dalam tubuh dan terdapat pada
cairan ekstrasel maupun intrasel dengan fungsi utama untuk regulasi
keseimbangan asam basa. Bikarbonat diatur oleh ginjal. Nilai normal
dalam darah 22 – 28 mEq/L
g) Fosfat (PO43-)

7
Merupakan anion buffer dalam cairan intrasel dan ekstrasel. Berfungsi
untuk meningkatkan kegiatan neuromuskuler, metabolisme
karbohidrat, dan pengaturan asam basa. Pengaturan oleh hormon
paratiroid.

Secara garis besar, komposisi cairan tubuh yang utama dalam plasma,
interstisial dan intraseluler ditunjukan pada tabel berikut:3

2.4 Pergerakan Cairan Dalam Tubuh

Perpindahan air dan zat terlarut diantara bagian-bagian tubuh melibatkan


mekanisme transpor pasif dan aktif. Mekanisme transpor pasif tidak
membutuhkan energi sedangkan mekanisme transpor aktif membutuhkan
energi. Difusi dan osmosis adalah mekanisme transpor pasif, sedangkan
mekanisme transpor aktif berhubungan dengan pompa Na-K yang
memerlukan adenosine triphosphate (ATP).1

Proses pergerakan cairan tubuh antar kompartemen dapat berlangsung


secara:

1. Osmosis

8
Osmosis adalah bergeraknya molekul (zat pelarut) melalui membran
semipermeabel (permeabel selektif) dari larutan dengan konsentrasi
zat terlarut lebih rendah (hipotonik) menuju larutan dengan
konsentrasi zat terlarut lebih tinggi (hipertonik) hingga kadarnya
sama. Membran semipermeabel adalah membran yang dapat dilalui
air (pelarut), namun tidak dapat dilalui zat terlarut misalnya
protein.2,6,7
Tekanan osmotik plasma darah adalah 275 – 295 mOsm/L. Larutan
dengan tekanan osmotik yang kira-kira sama disebut isotonik (NaCl
0,96%, dekstrosa 5%, Ringer-Laktat), lebih rendah disebut hipotonik
(akuades) dan lebih tinggi disebut hipertonik (NaCl 3%, D5NS)2

2. Difusi
Difusi merupakan peristiwa mengalirnya atau berpindahnya suatu zat
dalam pelarut dari bagian yang berkonsentrasi tinggi ke bagian yang
berkonsentrasi rendah. Perbedaan konsentrasi yang ada pada dua
larutan disebut gradien konsentrasi.2,6,7

9
3. Pompa Natium Kalium
Pompa natrium kalium merupakan suatu proses transpor yang
memompa ion natrium keluar melalui membran sel dan pada saat
bersamaan memompa ion kalium dari luar ke dalam. Tujuan dari
pompa natrium kalium adalah untuk mencegah keadaan hiperosmolar
di dalam sel.2,6,7

Air melintasi membran sel dengan mudah, tetapi zat-zat lain sulit atau
diperlukan proses khusus supaya dapat melintasinya, karena itu
komposisi elektrolit di dalam dan di luar sel berbeda. Cairan
intraselular banyak mengandung ion K, ion Mg, dan ion fosfat,
sedangkan ekstraseluler banyak mengandung ion Na, dan ion Cl.2,7

10
Tekanan osmotik suatu larutan dinyatakan dengan osmol atau
miliosmol/liter. Tekanan osmotik suatu larutan ditentukan oleh
banyaknya partikel yang larut dalam suatu larutan. Dengan kata lain,
makin banyak partikel yang larut maka makin tinggi tekanan osmotik
yang ditimbulkannya. Jadi, tekanan osmotik ditentukan oleh
banyaknya partikel yang larut bukan tergantung pada besar molekul
yang terlarut. Perbedaan komposisi ion antara cairan intraseluler dan
ekstraseluler dipertahankan oleh dinding yang bersifat
semipermeabel.2,6,7

2.5 Kebutuhan Cairan dan Elektrolit

1. Bayi dan anak4


Pada bayi dan anak sesuai dengan perhitungan di bawah ini:
Berat badan Kebutuhan cairan per hari
100 ml/kgBB
≤10 kg
1000 ml + 50 ml/kgBB
11 – 20 kg
(untuk tiap kg diatas 10 kg)
1500 ml + 20 ml/kgBB
>20 kg
(untuk tiap kg diatas 20 kg)
Kebutuhan kalium 2,5 mEq/kgBB/hari
Kebutuhan natrium 2-4 mEq/kgBB/hari
2. Orang dewasa2
Pada orang dewasa kebutuhannya yaitu:

11
 Kebutuhan air sebanyak 30 – 50 ml/kgBB/hari
 Kebutuhan kalium 1 – 2 mEq/kgBB/ hari
 Kebutuhan natrium 2 – 3 mEq/kgBB/ hari

2.6 Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Cairan

Suatu peningkatan terhadap kebutuhan cairan harian dapat disebabkan oleh:5

 Demam (kebutuhan meningkat 12% seriap 10°C, jika suhu >37°C)


 Hiperventilasi
 Suhu lingkungan yang tinggi
 Aktivitas yang ekstrim atau berlebihan
 Setiap kehilangan yang abnormal seperti diare atau poliuria

Yang menyebabkan adanya penurunan terhadap kebutuhan cairan harian


diantaranya yaitu:

 Hipotermi (kebutuhannya menurun 12% sertiap 10°C, jika suhu <37°C)


 Kelembaban lingkungan yang sangat tinggi
 Oligouria atau anuria
 Hampir tidak ada aktivitas
 Retensi cairan, seperti gagal jantung

2.7 Intake dan Output dari Cairan

1. Intake Cairan
Pada umumnya jika tubuh berfungsi dengan normal, maka
homeostasis cairan di dalam tubuh kita akan tetap terjaga. Ada banyak
sekali faktor yang dapat mempengaruhi dan mengganggu homeostasis
cairan di dalam tubuh kita. Organ ginjal memainkan peranan penting
pada pengaturan homeostasis ginjal namun organ ini dapat terkena
stress saat pasien menjalani operasi. Faktor – faktor lain seperti faktor
hormonal yang abnormal, adanya abnormalitas dari gastrointestinal,
kerusakan kulit atau bahkan cedera paru-paru.8

12
Intake cairan yaitu jumlah atau volume kebutuhan tubuh manusia akan
cairan per hari. Selama aktivitas dan temperatur yang sedang, seorang
dewasa dapat minum sekitar 1500 ml per hari, sedangkan kebutuhan
cairan tubuh kira-kira 2500 ml per hari sehingga kekurangan sekitar
1000 ml per hari diperoleh dari makanan, dan oksidasi selama proses
metabolisme.8
Pengaturan utama intake cairan adalah melalui mekanisme haus. Pusat
haus dikendalikan di otak sedangkan rangsangan haus berasal dari
kondisi dehidrasi intraseluler, sekresi angiotensin II sebagai respon
dari penurunan tekanan darah, perdarahan yang mengakibatkan
penurunan volume darah. Persaan kering di mulut biasanya terjadi
bersama dengan sensasi haus walaupun kadang terjadi secara sendiri.
Sensasi haus akan segera hilang setelah minum sebelum proses
absorpsi oleh gastrointestinal.1,8

2. Output Cairan
Output cairan yaitu jumlah atau volume kehilangan cairan pada tubuh
manusia per hari. Kehilangan cairan tubuh melalui empat rute yaitu:1,8
a) Urine
Proses pembentukan urine oleh ginjal dan ekskresi melalui traktur
urinarius merupakan proses output cairan tubuh yang utama.
Dalam kondisi normal output urine sekitar 1400 – 1500 ml per 24

13
jam, atau sekitar 30 – 50 ml per jam pada orang dewasa. Pada
orang yang sehat kemungkinan produksi urine bervariasi dalam
setiap harinya, bila aktivitas kelenjar keringat meningkat maka
produksi urine akan menurun sebagai upaya tetap
mempertahankan keseimbangan dalam tubuh.
b) Insensible Water Loss (IWL)
IWL terjadi melalui paru-paru dan kulit, melalui kulit dengan
mekanisme difusi. Pada orang dewasa normal kehilangan cairan
tubuh melalui proses ini adalah berkisar 700 ml per hari, tetapi
bila proses respirasi atau suhu tubuh meningkat maka IWL dapat
meningkat.
c) Keringat
Berkeringat terjadi sebagai respon terhadap kondisi tubuh yang
panas, respon ini berasal dari anterior hipotalamus, sedangkan
impulsnya ditransfer melalui sumsum tulang belakang yang
dirangsang oleh susunan saraf simpatis pada kulit
d) Feses
Pengeluaran air melalui feses berkisar antara 100 – 200 ml per
hari, yang diatur melalui mekanisme reabsorpsi di dalam mukosa
usus besar (kolon).

2.8 Perubahan Cairan Tubuh

Gangguan cairan tubuh dapat dibagi dalam tiga bentuk yaitu volume,
konsenstrasi, dan komposisi. Ketiga macam gangguan tersebut mempunyai
hubungan yang erat satu dengan yang lainnya sehingga dapat terjadi
bersamaan. Namun demikian, dapat juga terjadi secara terpisah. Gangguan
volume merupakan hal yang sering dijumpai dalam klinik.3,9

1. Perubahan Volume
a) Defisit volume (dehidrasi)
Pada keadaan akut, kehilangan cairan yang cepat akan
menimbulkan tanda gangguan pada susunan saraf pusat dan

14
jantung. Pada kehilangan cairan yang lambat, lebihh dapat
ditoleransi sampai defisit volume cairan ekstraseluler yang berat.
Dehidrasi sering dikategorikan sesuai dengan kadar konsentrasi
serum dari natrium menjadi isonatremik (130-150 mEq/L),
hiponatremik (<130 mEq/L) atau hipernatremik (>150 mEq/L).
Dehidrasi isonatremik merupakan yang paling sering terjadi (80%),
sedangkan dehidrasi hipernatremik atau hiponatremik sekitar 5-
10% dari kasus.9
Dehidrasi hipotonis (hiponatremik) terjadi ketika kehilangan cairan
dengan kandungan natrium lebih banyak dari darah (kehilangan
cairan hipertonis). Biasa terjadi pada anak yang diare yang banyak
minum air atau cairan hipotonik atau diberi infus glukosa 5%.1
 Kadar natrium rendah (<130 mEq/L)
 Osmolaritas serum <275 mOsm/L)
 Letargi
Sedangkan dehidrasi hipertonis (hipernatremik terjadi ketika
kehilangan cairan dengan kandungan natrium lebih sedikit dari
darah. Biasa terjadi setelah intake cairan hipertonik (natrium,
laktosa) selama diare.9
 Kehilangan air  kehilangan natrium
 Konsentrasi natrium >150 mmol/L
 Osmolaritas serum meningkat >295 mOsm/L
 Haus, irritable
 Bila natrium serum mencapai 165 mmol/L dapat terjadi kejang
Ditinjau dari segi banyaknya defisit cairan dan elektrolit yang
hilang, maka dehidrasi dapat dibagi menjadi:9
1) Dehidrasi ringan (defisit <5% berat badan)
2) Dehidrasi sedang (defisit 5-10% berat badan)
3) Dehidrasi berat (defisit >10% berat badan)

15
Cara rehidrasi yaitu hitung cairan dan elektrolit total (rumatan +
defisit) untuk 24 jam pertama. Berikan separuhnya dalam 8 jam
pertama dan selebihnya dalam 16 jam berikutnya.
b) Kelebihan volume
Kelebihan volume cairan ekstraselular merupakan suatu kondisi
akibat iatrogenik (pemberian cairan intravena seperti NaCl atau
pemberian cairan intravena glukosa) atau dapat bersifat sekunder
akibat insufisiensi renal (gangguan dari glomerular filtration rate),
sirosis, atau gagal jantung kongestif.1,9
2. Perubahan Konsenstrasi
Perubahan konsentrasi cairan tubuh dapat berupa hipernatremia atau
hiponatremia maupun hiperkalemia atau hipokalemia.
Rumus untuk menghitung defisit elektrolit.3,9
 Defisit natrium
(𝑁𝑎 𝑠𝑒𝑟𝑢𝑚 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑖𝑛𝑔𝑖𝑛𝑘𝑎𝑛 − 𝑁𝑎 𝑠𝑒𝑟𝑢𝑚 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑢𝑘𝑢𝑟)
× 0,6 × 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝐾𝑔)
 Defisit kalium
(𝐾 𝑠𝑒𝑟𝑢𝑚 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑖𝑛𝑔𝑖𝑛𝑘𝑎𝑛 − 𝐾 𝑠𝑒𝑟𝑢𝑚 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑢𝑘𝑢𝑟) × 0,25
× 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝐾𝑔)
 Defisit klorida
(𝐶𝑙 𝑠𝑒𝑟𝑢𝑚 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑖𝑛𝑔𝑖𝑛𝑘𝑎𝑛 − 𝐶𝑙 𝑠𝑒𝑟𝑢𝑚 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑢𝑘𝑢𝑟) × 0,45
× 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝐾𝑔)
3. Perubahan Komposisi

16
Perubahan komposisi itu dapat terjadi tersendiri tanpa mempengaruhi
osmolaritas cairan ekstraseluler. Sebagai contoh misalnya kenaikan
konsentrasi K dalam darah dari 4 mEq menjadi 8 mEq. Tidak akan
memengaruhi osmolaritas cairan ekstraseluler tetapi sudah cukup untuk
mengganggu aktivitas otot jantung. Demikian pula halnya dengan
gangguan ion kalsium, dimana pada keadaan hipokalsemia kadar Ca
kurang dari 8 mEq akan menimbulkan kelainan klinik walaupun belum
banyak menimbulkan perubahan osmolaritas.3,9

2.9 Gangguan Keseimbangan Air dan Elektrolit

Gangguan keseimbangan air dan elektrolit dapat terjadi karena:6,9

1. Gastroenteritis, demam tinggi (e.g., demam berdarah dengue, difteri,


demam tifoid)
2. Kasus pembedahan (e.g., appendektomi, splenektomi, sectio cesarea,
histerektomi, dan sebagainya)
3. Penyakit lain yang menyebabkan intake dan output tidak seimbang
(e.g., muntah, diare)

Gejala pada defisit cairan interstisial sebagai berikut:9

 Turgor kulit yang jelek


 Mata cekung
 Ubuh-ubuh cekung
 Mukosa bibir dan kornea kering

Gejala pada defisit cairan intravaskuler sebagai berikut:9

 Hipotensi, takikardi
 Vena-vena kolaps
 Capillary refill time memanjang
 Oligouria
 Syok (renjatan)

Berikut tabel yang menggambarkan tentang beberapa gangguan elektrolit.

17
Ion dan Terganggu Gejala- gejala Penyebab
batas CES (mEq/L)
normal
(mEq/L)
Natrium Hipernatremia Haus, kulit kering dan Dehidrasi,
(135 - 145) (>145) mengkerut, kehilangan cairan
penurunan tekanan hipotonik
dan volume darah,
bahkan kolaps
sirkulasi
Hiponatremia Gangguan fungsi SSP Infuse atau ingesti
(<135) (intoksikasi air solusi hipotonik
konfusi, halusinasi, dalam jumlah besar
kejang, koma,
kematian pada
beberapa kasus
Kalium Hiperkalemia Aritmia jantung berat Gagal ginjal,
(3,5 - 4,5) (>4,5) penggunaaan
diuretic, asidosis
kronik
Hipokalemia Kelemahan dan Diet rendah
(<3,5) paralysis otot kalium, diuretik
dan hipersekresi
aldosteron
Kalsium Hiperkalsemia Konfusi, nyeri otot, Hiperparatiroid,
(8,5-10,5) (>10,5) aritmia jantung, batu kanker, toksisitas
ginjal, kalsifikasi vit. D. suplemen
pada jaringan lunak kalsium dengan
dosis yang sangat
berlebihan

18
Hipokalsemia Spasme otot, kejang, Diit yang jelek,
(<8,5) kram usus, denyut kurang vitamin D,
jantung yang lemah, gagal ginjal,
aritmia jantung, hipoparatiroid,
osteoporosis hipomagnesemia

2.10 Dasar – dasar terapi cairan

Penatalaksanaan terapi cairan meliputi dua bagian dasar yaitu:5

1. Resusitasi cairan
Ditujukan untuk menggantikan kehilangan akut cairan tubuh, sehingga
seringkali dapat menyebabkan syok. Terapi ini ditujukan pula untuk
ekspansi cepan dari cairan intravaskuler dan memperbaiki perfusi
jaringan.
2. Terapi rumatan
Bertujuan untuk memelihara keseimbangan cairan tubuh dan nutrisi
yang diperlukan oleh tubuh.

Prinsip pemilihan cairan dimaksudkan untuk:


 Mengganti kehilangan air dan elektrolit yang normal melalui
urine, IWL, dan feses
 Membuat agar hemodinamik agar tetap dalam keadaan stabil
Pada penggantian cairan, maka jenis cairan yang digunakan
didasarkan pada:

19
 Cairan pemeliharaan (jumlah cairan yang dibutuhkan selama 24
jam)
 Cairan defisit (jumlah kekurangan cairan yang terjadi)
 Cairan pengganti (replacement)
 Sekuestrasi (cairan third space)
 Pengganti darah yang hilang
 Pengganti cairan yang hilang melalui fistel, maag slang dan
drainase.
Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dan menjadi pedoman
pemberian cairan perioperatif.10,11
1. Kebutuhan normal cairan dan elektrolit harian
Orang dewasa rata-rata membutuhkan cairan 30-35 ml/kgBB/hari dan
elektrolit utama Na+ = 1 – 2 mmol/kgBB/hari dan K+ = 1
mmol/kgBB/hari. Kebutuhan tersebut merupakan pengganti cairan
yang hilang akibat pembentukan urine, sekresi gastrointestinal,
keringat, dan pengeluaran lewat paru (insensible water loss). Cairan
yang hilang ini pada umumnya bersifat hipotonus (air lebih banyak
dibandingkan elektrolit).
2. Defisit cairan dan elektrolit pra bedah
Hal ini dapat timbul akibat puasa perioperatif pada bedah elektif
(sekitar 6-12 jam), kehilangan cairan abnormal yang seringkali
menyertai penyakit bedahnya (perdarahan, muntah, diare, diuresis
berlebihan, translokasi cairan pada penderita dengan trauma),
kemungkinan meningkatnya insensible water loss (IWL) akibat
hiperventilasi, demam dan berkeringat banyak. Sebaiknya kehilangan
cairan pra bedah ini harus segera diganti sebelum dilakukan
pembedahan.
3. Kehilangan cairan saat pembedahan
a. Perdarahan
Secara teoritis perdarahan dapat diukur dari:

20
 Botol penampung darah yang disambung dengan pipa
penghisap darah (suction pump).
 Dengan cara menimbang kasa yang digunakan sebelum dan
setelah pembedahan. Kasa yang penuh darah (ukuran 4x4
cm) mengandung 10 ml darah, sedangkan tampon besar
(laparotomy pads) dapat menyerap darah 100 – 150 ml.
Dalam praktek jumlah perdarahan selama pembedahan hanya bisa
ditentukan berdasarkan kepada taksiran dan keadaan klinis
penderita yang terkadang dibantu dengan pemeriksaan kadar
hemoglobin dan hematokrit lebih menunjukkan rasio plasma
terhadap eritrosit daripada jumlah perdarahan. Kesulitan
penaksiran akan bertambah bila pada luka operasi digunakan
cairan pembilas (irigasi) dan banyaknya darah yang mengenai
kain penutup, meja operasi dan lantai kamar bedah.
b. Kehilangan cairan lainnya
Pada setiap pembedahan selalu terjadi kehilangan cairan yang
lebih menonjol dibandingkan perdarahan sebagai akibat adanya
evaporasi dan translokasi cairan internal. Kehilangan cairan
akibat penguapan (evaporasi) akan lebih banyak pada
pembedahan dengan luka pembedahan yang luas dan lama.
Sedangkan perpindahan cairan atau lebih dikenal istilah
perpindahan ke ruang ketiga atau sekuestrasi secara masih dapat
berakibat terjadi defisit cairan intravaskuler. Jaringan yang
mengalami trauma, inflamasi atau infeksi dapat mengakibatkan
sequestasi sejumlah cairan interstisial dan perpindahan cairan ke
ruangan serosa (asites) atau ke lumen usus. Akibatnya jumlah
cairan ion fungsional dalam ruang ekstraseluler meningkat.
Pergeseran cairan yang terjadi tidak dapat dicegah dengan cara
membatasi cairan dan dapat merugikan secara fungsional cairan
dalam kompartemen ekstraseluler dan juga dapat merugikan
fungsional cairan dalam ruang ekstraseluelr.

21
4. Gangguan fungsi ginjal
Trauma, pembedahan dan anestesia dapat mengakibatkan:
 Laju filtrasi glomerular menurun
 Reabsorpsi Na+ di tubulus meningkat yang sebagian disebabkan
oleh meningkatnya kadar aldosteron
 Meningkatnya kadar hormon antidiuretik (ADH) menyebabkan
terjadinya retensi air dan reabsorpsi Na+ di duktus koligentes
(collectiong tubules) meningkat
 Ginjal tidak mampu mengekskresikan free water atau untuk
menghasilkan urin hipotonis

2.11 Penatalaksanaan Terapi Cairan Perioperatif

Terapi cairan perioperatif meliputi penggantian dari kehilangan cairan


normal (kebutuhan maintenance), defisit cairan pra bedah, dan kehilangan
cairan saat pembedahan, termasuk kehilangan darah.12

1. Kebutuhan maintenance normal


Ketika tidak ada asupan per oral, defisit cairan dan elektrolit dapat
terjadi akibat pembentukan urine yang terus menerus, sekresi
gastrointestinal, keringat dan insensible water loss dari kulit dan paru-
paru. Kebutuhan maintenance normal dapat dihitung dari tabel berikut

22
2. Defisit cairan pra bedah
Pasien yang datang untuk pembedahan setelah puasa semalaman tanpa
asupan cairan apapun akan memiliki defisit cairan yang proporsional
dengan durasi puasa. Defisit cairan tersebut dapat dihitung dengan
mengalikan normal maintenance rate dengan durasi puasa. Untuk
orang dengan berat badan 70 kg yang berpuasa selama 8 jam, defisit
cairannya adalah (40 + 20 + 50) ml/jam x 8 jam = 880 ml. Pada
kenyataannya, defisit sebenarnya lebih rendah akibat dari konservasi
ginjal.
Kehilangan cairan yang abnormal seringkali berkontribusi terhadap
defisit pra bedah. Perdarahan pra bedah, muntah, diuresis, dan diare
seringkali berperan. Occult losses akibat dari sekuestrasi cairan pada
jaringan yang trauma atau terinfeksi atau pada asites juga penting.
Peningkatan insensible water loss akibat hiperventilasi, demam, dan
keringat seringkali kurang diperhatikan.
Idealnya defisit cairan harus digantikan sebelum operasi. Cairan yang
digunakan harus mirip dengan komposisi cairan yang hilang.

3. Kehilangan cairan saat pembedahan


Terapi cairan selama pembedahan meliputi kebutuhan dasar cairan
dan penggantian sisa defisit pra bedah ditambah cairan yang hilang
selama operasi (perdarahan + redistributive/evaporative loss).
a. Perdarahan

23
Perdarahan dapat diukur dari:
o Botol penampung darah yang disambung dengan pipa
penghisap darah (suction pump).
o Dengan cara menimbang kasa yang digunakan sebelum dan
setelah pembedahan. Kasa yang penuh darah (ukuran 4x4
cm) mengandung 10 ml darah, sedangkan tampon besar
(laparatomy pads) dapat menyerap darah 100 -150 ml.
Pada perdarahan untuk mempertahankan volume intravaskular
dapat diberikan dengan perbandingan 3 : 1 (3 ml crystalloid = 1
ml darah) atau pemberian koloid dengan perbandingan 1 : 1 (1 ml
koloid = 1 ml darah) sampai tahap timbulnya bahaya karena
anemia. Pada keadaan ini perdarahan selanjutnya diganti dengan
transfusi sel darah merah untuk mempertahankan konsentrasi
hemoglobin ataupun hematokrit pada level aman, yaitu Hb 7 – 10
g/dl atau Hct 21 – 30%.
Kebutuhan transfusi dapat ditetapkan pada saat prabedah
berdasarkan nilai hematokrit dan Estimated Blood Volume (EBV).
EBV pada neonatus prematur 95 ml/kgBB, fullterm 85 ml/kgBB,
bayi 80 ml/kgBB dan pada dewasa laki-laki 75 ml/kgBB,
perempuan 65 ml/kgBB.
Untuk menentukan jumlah perdarahan yang diperlukan agar
hematocrit menjadi 30% dapat dihitung sebagai berikut :
 Estimated Blood Volume (EBV)
 Estimasi volume sel darah merah pada hematocrit prabedah
(RBCV preop)
 Estimasi volume sel darah merah pada hematocrit 30% (RBCV
30%)
 Volume sel darah merah yang hilang, RBCV lost = RBCV preop
– RBVC 30%
 Jumlah darah yang boleh hilang = RBCV lost x 3

24
Transfusi harus dipertimbangkan hanya jika perdarahan melebihi nilai
RBCV lost x 3. Terlebih lagi, transfusi tidak direkomendasikan
sampai hematocrit <24% atau hemoglobin <8 g/dl.
Petunjuk klinis yang biasa dipakai adalah
1) 1 unit sel darah merah akan meningkatkan hemoglobin 1 g/dl dan
hematocrit 2 – 3% pada orang dewasa
2) 10 ml/kg transfusi sel darah merah akan meningkatkan
konsentrasi hemoglobin 3 g/dl dan hematocrit 10%
Klasifikasi shock akibat perdarahan
4. Compensatory Intravascular Volume Expansion (CVE)
Compensatory intravascular volume expansion (CVE) dibutuhkan
untuk melawan efek venodilation dan depresi jantung akibat anestesi
juga efek hemodinamik dari ventilasi tekanan positif. CVE dengan 5 –
7 ml/kg balanced salt solution harus diberikan sebelum ataupun
bersamaan dengan induksi anestesi apabila tidak ada kondisi
komorbid pasien yang menyebabkan pemberian cairan tidak dapat
dilakukan.

2.12 Tipe Cairan Untuk Terapi Cairan

1. Cairan Kristaloid
Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler.
Keuntungan dari cairan ini antara lain harga murah, tersedia dengan
mudah di setiap pusat kesehatan, tidak perlu dilakukan cross match,
tidak menimbulkan alergi atau syok anafilaktik, penyimpanan
sederhana dan dapat disimpan lama. Cairan kristaloid bila diberikan
dalam jumlah cukup (3-4 kali cairan koloid) ternyata sama efektifnya
seperti pemberian cairan koloid untuk mengatasi defisit volume
intravaskuler. Waktu paruh cairan kristaloid di ruang intravaskuler
sekitar 20-30 menit.5,10,11
Beberapa penelitian mengemukakan bahwa walaupun dalam jumlah
sedikit larutan kristaloid akan masuk ruang interstitiel sehingga timbul

25
edema perifer dan paru serta berakibat terganggunya oksigenasi
jaringan dan edema jaringan luka, apabila seseorang mendapat infus 1
liter NaCl 0,9%. Penelitian lain menunjukkan pemberian sejumlah
cairan kristaloid dapat mengakibatkan timbulnya edema paru berat.
Selain itu, pemberian cairan kristaloid berlebihan juga dapat
menyebabkan edema otak dan meningkatnya tekanan intra kranial.
Karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana kristaloid
akan lebih banyak menyebar ke ruang interstitiel dibandingkan dengan
koloid maka kristaloid sebaiknya dipilih untuk resusitasi defisit cairan
di ruang interstitiel.5,10,11
Larutan Ringer Laktat merupakan cairan kristaloid yang paling
banyak digunakan untuk resusitasi cairan walau agak hipotonis
dengan susunan yang hampir menyerupai cairan intravaskuler. Laktat
yang terkandung dalam cairan tersebut akan mengalami metabolisme
di hati menjadi bikarbonat. Cairan kristaloid lainnya yang sering
digunakan adalah NaCl 0,9%, tetapi bila diberikan berlebih dapat
mengakibatkan asidosis hiperkloremik (dilutional hyperchloremic
acidosis) dan menurunnya kadar bikarbonat plasma akibat
5,10,11
peningkatan klorida.
a. Cairan Hipotonik
Cairan hipotonik osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan
serum (konsentrasi ion Na+ lebih rendah dibandingkan serum),
sehingga larut dalam serum, dan menurunkan osmolaritas serum.
Maka cairan “ditarik” dari dalam pembuluh darah keluar ke
jaringan sekitarnya (prinsip cairan berpindah dari osmolaritas
rendah ke osmolaritas tinggi), sampai akhirnya mengisi sel-sel
yang dituju. Digunakan pada keadaan sel “mengalami” dehidrasi,
misalnya pada pasien cuci darah (dialisis) dalam terapi diuretik,
juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan
ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang membahayakan adalah
perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh darah ke sel,

26
menyebabkan kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan
intrakranial (dalam otak) pada beberapa orang. Contohnya adalah
NaCl 0,45%
b. Cairan Isotonik
Cairan Isotonik osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya
mendekati serum (bagian cair dari komponen darah), sehingga
terus berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien
yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga
tekanan darah terus menurun). Memiliki risiko terjadinya
overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit gagal
jantung kongestif dan hipertensi. Contohnya adalah cairan
Ringer-Laktat (RL), dan normal saline/larutan garam fisiologis
(NaCl 0,9%).
c. Cairan Hipertonik
Cairan hipertonik osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan
serum, sehingga “menarik” cairan dan elektrolit dari jaringan dan
sel ke dalam pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan
darah, meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema
(bengkak). Penggunaannya kontradiktif dengan cairan hipotonik.
Misalnya Dextrose 5%, Dextrose 5% + Ringer-Lactate, dan
Dextrose 5% + NaCl 0,9%

27
2. Cairan Koloid
Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut
‘plasma substitute´ atau ‘plasma expander´. Di dalam cairan koloid
terdapat zat/bahan yang mempunyai berat molekul tinggi dengan
aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini cenderung bertahan
agak lama (waktu paruh 3-6 jam) dalam ruang intravaskuler. Oleh
karena itu koloid sering digunakan untuk resusitasi cairan secara cepat
terutama pada syok hipovolemik/hermorhagik atau pada penderita
dengan hipoalbuminemia berat dan kehilangan protein yang banyak
(misal luka bakar). Kerugian dari plasma expander yaitu mahal dan
dapat menimbulkan reaksi anafilaktik (walau jarang) dan dapat
menyebabkan gangguan pada cross match. Berdasarkan
pembuatannya, terdapat 2 jenis larutan koloid:
a. Koloid Alami yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin
manusia ( 5 dan 2,5%). Dibuat dengan cara memanaskan plasma
atau plasenta 60°C selama 10 jam untuk membunuh virus
hepatitis dan virus lainnya. Fraksi protein plasma selain
mengandung albumin (83%) juga mengandung alfa globulin dan
beta globulin. Prekallikrein activators (Hageman’s factor
fragments) seringkali terdapat dalam fraksi protein plasma
dibandingkan dalam albumin. Oleh sebab itu pemberian infuse
dengan fraksi protein plasma seringkali menimbulkan hipotensi
dan kolaps kardiovaskuler.
b. Koloid Sintesis
 Dextran
Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan
Dextran 70 (Macrodex) dengan berat molekul 60.000-70.000
diproduksi oleh bakteri Leuconostocmesenteroides B yang
tumbuh dalam media sukrosa. Walaupun Dextran 70 merupakan
volume expander yang lebih baik dibandingkan dengan Dextran
40, tetapi Dextran 40 mampu memperbaiki aliran darah lewat

28
sirkulasi mikro karena dapat menurunkan kekentalan (viskositas)
darah. Selain itu Dextran mempunyai efek anti trombotik yang
dapat mengurangi platelet adhesiveness, menekan aktivitas faktor
VIII, meningkatkan fibrinolisis dan melancarkan aliran darah.
Pemberian Dextran melebihi 20 ml/kgBB/hari dapat
mengganggucro match, waktu perdarahan memanjang (Dextran
40) dan gagal ginjal. Dextran dapat menimbulkan reaksi
anafilaktik yang dapat dicegah yaitu dengan memberikan Dextran
1 (Promit) terlebih dahulu.
 Hydroxyethyl Starch (Heta Starch)
Tersedia dalam larutan 6% dengan berat molekul 10.000 ±
1.000.000, rata-rata 71.000, osmolaritas 310 mOsm/L dan tekanan
onkotik 30 30 mmHg. Pemberian 500 ml larutan ini pada orang
normal akan dikeluarkan 46% lewat urin dalam waktu 2 hari dan
sisanya 64% dalam waktu 8 hari. Larutan koloid ini juga dapat
menimbulkan reaksi anafilaktik dan dapat meningkatkan kadar
serum amilase (walau jarang). Low molecullar weight
Hydroxylethyl starch (Penta-Starch) mirip Heta starch, mampu
mengembangkan volume plasma hingga 1,5 kali volume yang
diberikan dan berlangsung selama 12 jam. Karena potensinya
sebagai plasma volume expander yang besar dengan toksisitas
yang rendah dan tidak mengganggu koagulasi maka Penta starch
dipilih sebagai koloid untuk resusitasi cairan pada penderita
gawat.
 Gelatin
Larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat
molekul rata-rata 35.000 dibuat dari hidrolisa kolagen binatang.
Ada 3 macam gelatin, yaitu:
o Modified fluid gelatin (Plasmion dan Hemacell)
o Urea linked gelatin

29
Oxypoly gelatin ,merupakan plasma expanders dan banyak
digunakan pada penderita gawat. Walaupun dapat menimbulkan
reaksi anafilaktik (jarang) terutama dari golongan urea linked
gelatin

30
BAB III
KESIMPULAN

Keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan faktor yang sangat penting


pada pengobatan perioperatif. Gangguan dalam keseimbangan cairan dan
elektrolit merupakan hal yang umum terjadi pada pasien bedah karena
kombinasi dari faktor-faktor preoperatif, perioperatif dan postoperatif.
Selama pembedahan dapat terjadi kehilangan cairan melalui perdarahan dan
kehilangan cairan lainnya, seperti translokasi internal dan evaporasi.

Terapi cairan perioperatif meliputi pemberian cairan prabedah, selama


bedah dan pasca bedah. Dalam pembedahan dengan anestesia yang
memerlukan puasa sebelum dan sesudah pembedahan, maka terapi cairan
berfungsi untuk mengganti cairan saat puasa sebelum dan sesudah
pembedahan, mengganti kebutuhan rutin saat pembedahan, mengganti
perdarahan yang terjadi, dan mengganti cairan yang pindah ke rongga
ketiga. Cairan yang dapat digunakan yaitu kristaloid (tanpa tekanan
onkotik), koloid (memiliki tekanan onkotik) dan darah

31
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton AC, Hall JE. Textbook of medical physiology. 13th ed. Pennsylvania:
W.B.saunders company; 2015: 375-393.
2. Latief AS, dkk. Petunjuk praktis anestesiologi: terapi cairan pada
pembedahan. Ed.Kedua. Bagian anestesiologi dan terapi intensif, FKUI. 2002.
3. Graber, MA. Terapi Cairan, Elektrolit, dan Metabolik. Edisi 2. Jakarta:
Farmedia. 2003.
4. Evers, AS, and Mervyn Maze. Anesthetic Pharmacology: Physiologic
Principles and Clinical Practice. United Kingdom : Churchill Livingstone.
2004.
5. Kaswiyan U. 2010. Terapi cairan perioperatif. Bagian Anestesiologi dan
Reanimasi.Fakultas Kedokteran Universitas padjajaran.
6. Heitz U, Horne MM. Fluid, electrolyte and acid base balance. 5th ed.
Missouri:Elsevier-mosby; 2005.p3-227.
7. Mayer H, Follin SA. Fluid and electrolyte made incredibly easy. 2nd ed.
Pennsylvania: Springhouse; 2002:3-189.
8. Schwartz SI, ed. Principles of surgery companion handbook. 7th ed. New
york:McGraw-Hill; 1999:53-70.
9. Pinnock, Colin, et al. Fundamentals of Anaaesthesia. GMM. 1999.
10. Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK. Handbook of clinical anesthesia. 5th ed.
Philadelphia: Lippincot williams and wilkins; 2006: 74-97.
11. Sunatrio S. Resusitasi cairan. Jakarta: Media aesculapius;2000:1-58.
12. Morgan, GE, et al. Clinical Aneshesiology : Fluid Management and
Transfusion. Third Edition. New York : Lange Medical Books/McGraw-Hill.
2002.

32

Anda mungkin juga menyukai