FANESA VERNANDA
2021
BAB I
LATAR BELAKANG
A. Latar Belakang
Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan primer yang menjadi
syarat dari kelangsungan hidup manusia guna memelihara homeostasis
tubuh. Kebutuhan fisiologis ini wajib terpenuhi. Jika tidak maka akan
berdampak pada kebutuhan lainnya. Kebutuhan fisiologis tersebut meliputi
oksigen, cairan, makanan, eliminasi, istirahat dan tidur. Salah satu
kebutuhan fisiologis yang perlu dipenuhi adalah kebutuhan terhadap cairan
karena tubuh terdiri dari 60% cairan yang tersebar didalam sel maupun
diluar sel. Karena cairan diperlukan tubuh untuk mengangkut makanan
kedalam sel, sisa metabolisme, memelihara suhu tubuh, mempermudah
eliminasi, membantu pencernaan dan sebagai pelarut elektroli dan non
elektrolit (Asmadi, 2008).
Cairan dan elektrolit merupakan komponen tubuh yang berperan
dalam memelihara fungsi tubuh dan homeostasis. Tubuh terdiri atas sekitar
60% air yang tersebar didalam sel maupun diluar sel. Namun demikian,
besarnya kandungan air tergantung usia, jenis kealamin, dan kandungan
lemak. Elektrolit merupakan mineral bermuatan listrik yang ditemukan
didalam dan diluar sel tubuh. Mineral tersebut dimasukan dalam cairan
dan makanan dan dikeluarkan utamanya melalui ginjal, sedangkan
elektrolit lait juga dapat dikeluarkan melalui hati, kulit dan paru-paru
dalam jumlah yang sedikit (Vaughans, 2011).
B. Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien gangguan pemenuhan
kebutuhan cairan dan elektrolit ?
C. Tujuan
1. Mendeskripsikan konsep cairan dan elektrolit
2. Mendeskripsikan asuhan keperawatan pada pemenuhan cairan dan
elektrolit
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Body
100%
Water Tissue
60 % (100) 40 %
3. Epidemiologi/Insidensi Kasus
Selama satu tahun didapatkan 742 responden, dan yang mengalami
gangguan elektrolit sebesar 637. Usia termuda 60 tahun dan usia tertua 85 tahun.
Kelompok usia terbanyak yang mengalami gangguan elektrolit adalah kelompok
usia 65-69 tahun sebanyak 240 (37,7%). Laki-laki yang mengalami gangguan
elektrolit sebesar 420 (65,9%), perempuan sebesar 217 (34,1%). Jenis gangguan
elektrolit yang terjadi adalah hiperklorida sebesar 224 (35,2%), kemudian
hiponatremi sebesar 133 (20,9%) (Aras, 2007).
4. Penyebab/Faktor Predisposisi
Status cairan, elektrolit, dan asam basa bukan berada dalam keadaan statis
atau dalam kesatuan fisiologis yang tunggal. Faktor utama yang dapat
mempengaruhi status normal cairan, elektrolit, dan asam basa (Potter dan Perry,
2006).
a. Usia
Usia mempengaruhi distribusi cairan tubuh dan elektrolit. Perubahan
cairan dan elektrolit terjadi secara normal seiring dengan perubahan
perkembangan seseorang.
1) Bayi
Total proporsi air dalam tubuh bayi lebih besar daripada total
proporsi air dalam tubuh anak usia sekolah, remaja, atau orang
dewasa. Namun, meski bayi memiliki proporsi air tubuh lebih besar,
mereka tidak terhindar dari kehilangan cairan (misalnya pada diare),
karena mereka setiap hari mengkonsumsi dan mengekskresi volume
air dalam jumlah yang relatif lebih besar daripada orang dewasa.
2) Anak-Anak
Pada penyakit di masa kanak-kanak, respon pengaturan dan
kompensasi mereka terhadap ketidakseimbangan menjadi kurang
stabil, dan dalam perubahan keseimbangan yang lebih besar, anak-
anak tersebut cenderung berespon dalam rentang yang lebih sempit
denga toleransi yang rendah. Seringkali respon anak-anak terhadap
penyakit adalah mereka menjadi demam dengan suhu yang lebih
tinggi atau dengan durasi demam yang lebih lama daripada orang
dewasa. Pada usia berapapun, demam di masa anak-anak dapat
meningkatkan kecepatan kehilangan air yang tidak dirasakan.
3) Remaja
Pada masa remaja, perubahan utama dalam proses anatomis dan
fisiologis berlangsung dengan cepat. Peningkatan kecepatan
pertumbuhan akan meningkatkan proses metabolik, dan akibatnya,
sejumlah air dihasilkan sebagai produk akhir metabolisme.
Perubahan keseimbangan cairan pada remaja perempuan lebih besar
karena adanya perubahan hormonal yang berhubungan dengan siklus
menstruasi.
4) Lansia
Risiko lansia mengalami ketidakseimbangan cairan elektrolit
berhubungan erat dengan fungsi ginjal dan ketidakmampuan untuk
mengonsentrasi urine. Klien lansia yang mungkin mengalami
penyakit kronis, dapat merusak keseimbangan cairan. Faktor risiko
lain yang mempengaruhi adalah penggunaan obat-obatan diuretik,
laksatif dan enema yang berlebihan, dan prosedur pembersihan kolon
yang dilakukan dalam persiapan untuk pemeriksaan diagnostik.
b. Ukuran Tubuh
Ukuran dan komposisi tubuh berpengaruh pada jumlah dan total air dalam
tubuh. Lemak tidak mengandung air, karena itu, klien yang gemuk
memiliki proporsi air tubuh yang lebih sedikit. Wanita memiliki lebih
banyak cadangan lemak pada payudara dan paha daripada pria. Akibatnya
jumlah total air pada tubuh wanita lebih kecil daripada pria walaupun usia
mereka sama.
c. Temperatur Lingkungan
Tubuh berespon terhadap temperatur lingkungan yang berlebihan dalam
bentuk perubahan cairan. Tubuh meningkatkan vasodilatasi perifer yang
memungkinkan lebih banyak darah memasuki permukaan tubuh yang
sudah menjadi dingin. Berkeringat akan meningkatkan kehilangan cairan
tubuh, yang menyebabkan kehilangan ion natrium dan klorida. Tubuh juga
meningkatkan curah jantung dan denyut nadi, terjadi peningkatan sekresi
aldosteron, menyebabkan retensi natrium dan ekskresi kalium yang
dilakukan oleh ginjal.
d. Gaya hidup
1) Diet
Ketika asupan nutrisi tidak adekuat, tubuh berupaya
mempertahankan cadangan protein dengan memecah cadangan
glikogen dan lemak. Apabila kelebihan asam lemak bebas
dilepaskan, dapat terjadi asidosis metabolik karena hati mengubah
asam lemak bebas menjadi keton. Namun setelah sumber tersebut
habis, tubuh mulai menghancurkan simpanan protein. Apabila kadar
protein serum menurun dalam darah, terjadi hipoalbuminemia,
tekanan osmotik menurun, cairan berpindah dari volume darah
sirkulasi dan masuk ke ruang interstitial pada rongga abdomen.
2) Stres
Stes dapat meningkatkan metabolisme sel, glukosa darah, dan
pemecahan glikogen otot. Mekanisme ini dapat meningkatkan
natrium dan retensi air, sehingga bila berkepanjangan dapat
meningkatkan volume darah.
3) Olahraga
Olahraga meningkatkan pengeluaran cairan melalui keringat. Klien
yang melakukan olahraga dapat berespon terhadap mekanisme rasa
haus dan membantu mempertahankan keseimbangan cairan dan
elektrolit dengan meningkatkan asupan cairan.
e. Keadaan sakit
Pada keadaan sakit terdapat banyak sel yang rusak sehingga untuk
memperbaiki sel yang rusak tersebut dibutuhkan adanya proses
pemenuhan kebutuhan cairan yang cukup. Keadaan sakit menimbulkan
ketidakseimbangan sistem dalam tubuh, seperti ketidakseimbangan
hormonal, yang dapat mengganggu keseimbangna kebutuhan
cairan.Kondisi sakit yang dapat memengaruhi keseimbangan cairan dan
elektrolit antara lain luka bakar, gagal ginjal, dan payah jantung.
f. Pembedahan
Pasien dengan tindakan pembedahan memiliki resiko tinggi mengalami
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh,dikarenakan
kehilangan darah selama pembedahan.
5. Patofisiologi
Kekurangan volume cairan terjadi ketika tubuh kehilangan cairan dan
elektrolit ekstraseluler dalam jumlah yang proporsional (isotonik). Kondisi
seperti ini disebut juga hipovolemia. Umumnya, gangguan ini diawali dengan
kehilangan cairan intravaskuler, lalu diikuti dengan perpindahan cairan
interseluler menuju intravaskuler sehingga menyebabkan penurunan cairan
ekstraseluler. Untuk untuk mengkompensasi kondisi ini, tubuh melakukan
pemindahan cairan intraseluler. Secara umum, kekurangan volume cairan
disebabkan oleh beberapa hal, yaitu kehilangan cairan abnormal melalui kulit,
penurunan asupan cairan, perdarahan dan pergerakan cairan ke lokasi ketiga
(lokasi tempat cairan berpindah dan tidak mudah untuk mengembalikanya ke
lokasi semula dalam kondisi cairan ekstraseluler istirahat). Cairan dapat
berpindah dari lokasi intravaskuler menuju lokasi potensial seperti pleura,
peritonium, perikardium, atau rongga sendi. Selain itu, kondisi tertentu,
seperti terperangkapnya cairan dalam saluran pencernaan, dapat terjadi akibat
obstruksi saluran pencernaan (Price dan Wilson, 2006).
Kelebihan volume cairan akan terjadi apabila tekanan hidrostatik
intravaskuler meningkat, tekanan osmotik koloid plasma menurun, dan
gangguan aliran limfe. Meningkatnya tekanan hidrostatik cenderung
memaksa cairan masuk ke dalam ruang interstitial. Penyebab peningkatan
tersebut diantaranya adalah kegagalan jantung, penurunan perfusi ginjal,
aliran darah yang lambat misalnya karena ada sumbatan dan lain-lain.
Menurunnya tekanan osmotik koloid plasma disebabkan menurunnya kadar
albumin plasma. Penurunan kadar albumin plasma diakibatkan oleh
kehilangan albumin serum yang berlebihan atau pengurangan sintesis
albumin serum. Kondisi ini misalnya dapat ditemukan pada penyakit nefrotik
sindrom, penyakit hati dan pankreas, serta kekurangan protein yang berat dan
lain-lain (Asmadi, 2008).
6. Pathway
Kelebihan
Volume Cairan Kekurangan
Volume Cairan
7. Klasifikasi
a. Gangguan keseimbangan cairan
1) Hipovolemia
Hipovolemi atau dehidrasi merupakan kekurangan cairan
eksternal yang terjadi karena penurunan intake cairan dan kelebihan
pengeluaran cairan. Ada tiga macam kekurangan volume cairan
eksternal atau dehidrasi yaitu dehidrasi isotonik, hipertonik, dan
hipotonik. Dehidrasi isotonik terjadi jika kehilanga sejumlah cairan
dan elektrolitnya yang seimbang. Dehidrasi hipertonik terjadi jika
kehilangan sejumlah air yang lebih banyak daripada elektrolitnya.
Dehidrasi hipotonik yaitu keadaan dimana lebih banyak kehilangan
elektrolitnya dibanding airnya.
Selain jenis dehidrasi tersebut, kita juga mengenal macam
dehidrasi (kekurangan volume cairan) berdasarkan derajatnya yaitu
berat, sedang, dan ringan. Dehidrasi berat jika pengeluaran/
kehilangan cairan 4-6 liter, serum natrium 156-166 mEq/lt,
hipotensi, turgor kulit buruk, oliguri, nadi dan pernafasan meningkat,
dan kehilangan cairan mencapai lebih dari 10% dari berat badan.
Dehidrasi sedang jika kehilangan cairan 2-4 liter atau diantara 5-10%
dari berat badan, serum natrium 152-158 mEq/lt dan mata cekung.
Dehidrasi ringan jika kehilangan cairan mencapai 5% dari berat
badan atau 1,5-2 liter.
2) Hipervolemia
Hipervolemia atau overhidrasi terdapat dua manifestasi yang
ditimbulkan akibat kelebihan cairan yaitu hipervolume (peningkatan
volume darah) dan edema (kelebihan cairan pada interstitial).
Normalnya, cairan interstisial tidak terikat dengan air, tetapi elastis
dan hanya terdapat di antara jaringan. Pitting edema merupakan
edema yang berada pada daerah perifer atau akan berbentuk cekung
setelah ditekan pada daerah yang bengkak, hal ini disebabkan oleh
perpindahan cairan ke jaringan melalui titik tekan. Edema anasarka
adalah edema yang terdapat di seluruh tubuh.
Pada kelebihan ekstrasel, gejala yang sering ditimbulkan
adalah edema perifer (pitting edema), asites, kelopak mata
membengkak, suara napas ronchi bacah, penambahan berat badan
secara tidak normal/sangat cepat, dan nilai hematokrit pada
umumnya normal, akan tetapi menurun bila kelebihan cairan bersifat
akut.
b. Gangguan kebutuhan elektrolit
1) Hiponatremia
Merupakan suatu keadaan kekurangan kadar natrium dalam plasma
darah ditandai dengan adanya rasa kehausan yang berlebihan, rasa
cemas, takut dan bingung, kejang perut, denyut nadi cepat,
hipotemsi, konvulsi, membran mukosa kering, kadar natrium dalam
plasma kurang dari 135 mEq/lt. Dapat terjadi pada pasien yang
mendapat obat diuretik dalam jangka waktu yang lama tanpa
terkontrol, diare jangka panjang.
2) Hipernatremia
Suatu keadaan dimana kadar natrium dalam plasma tinggi yang
ditandai dengan adanya mukosa kering, rasa haus, turgor kulit buruk
dan permukaan kulit membengkak, kulit kemerahan, lidah kering
dan kemerahan, konvulsi, suhu badan naik, kadar natrium dalam
plasma lebih dari 145 mEq/lt. Dapat terjadi pada pasien dehidrasi,
diare, pemasukan air yang berlebihan sedang intake garam yang
sedikit.
3) Hipokalemia
Suatu keadaan kekurangan kadar kalium dalam darah ditandai
dengan denyut nadi lemah, tekanan darah menurun, tidak nafsu
makan dan muntah-muntah, perut kembung, otot lemah dan lunak,
denyut jantung tidak beraturan (aritmia), penurunan bising usus,
kadar kalium plasma menurun kurang dari 3,5 mEq/lt.
4) Hiperkalemia
Suatu keadaan dimana kadar kalium dalam darah tinggi yang
ditandai dengan adanya mual, hiperaktifitas sistem pencernaan,
aritmia, kelemahan, jumlah urine sedikit sekali, diare, kecemasan,
kadar kalium dalam plasma lebih dari 5 mEq/lt.
5) Hipokalsemia
Kekurangan kalsium dalam plasma darah yang ditandai dengan
adanya kram otot dan kram perut, kejang, bingung, kadar kalsium
dalam plasma kurang dari 4,3 mEq/l dan kesemutan pada jari dan
sekitar mulut yang dapat disebabkan oleh pengaruh pengangkatan
kelenjar gondok, kehilangan sejumlah kalsium karena sekresi
intestinal.
6) Hiperkalsemia
Suatu keadaan kelebihan kadar kalsium dalam darah, yang ditandai
dengan adanya nyeri pada tulang, relaksasi otot, batu ginjal, mual-
mual, koma dan kadar kalsium dalam plasma lebih dari 4,3 mEq/l.
Dapat dijumpai pada pasien yang mengalami pengangkatan kelenjar
gondok, dan konsumsi vitamin D yang berlebihan.
7) Hipomagnesia
Kekurangan kadar magnesium dalam darah yang ditandai dengan
adanya iritabilitas, tremor, kram pada kaki dan tangan, takikardi,
hipertensi, disorientasi dan konvulsi. Kadar magnesium dalam darah
kurang dari 1,3 mEq/l.
8) Hipermagnesia
Kadar magnesium yang berlebihan dalam darah yang ditandai
dengan adanya koma, gangguan pernafasan, dan kadar magnesium
lebih dari 2,5 mEq/l.
c. Gangguan keseimbangan asam basa
Dalam aktivitasnya, sel tubuh memerlukan keseimbangan asam
basa. Keseimbangan asam basa diukur dengan pH (derajat keasama)
dengan nilai normal 7,35-7,45. Masalah keseimbangan asam basa
diantaranya (Tarwoto dan Wartonah, 2006):
1) Asidosis respiratorik
Disebabkan karena kegagalan sistem pernapasan dalam membuah
CO2 dari cairan tubuh. Kerusakan pernapasan, peningkatan PCO 2
arteri di atas 45 mmHg dengan penurunan pH < 7,35. Penyebab:
penyakit obstruksi, restriksi paru, polimielitis, penurunan aktivitas
pusat pernapasan (trauma kepala, pendarahan, narkotik, anestesi, dan
lain-lain).
2) Alkalosis respiratorik
Disebabkan karena kehilangan CO2 dari paru-paru pada kecepatan
yang lebih tinggi dari produksinya dalam jaringan. Hal ini
menimbulkan PCO2 arteri <35 mmHg, pH >7,45. Penyebab:
hiperventilasi alveolar, anxietas, demam, meningitis, keracunan
aspirin, pneumonia, dan emboli paru.
3) Asidosis metabolik
Terjadi akibat akumulasi abnormal fixed acid atau kehilangan basa.
pH arteri <7,35, HCO3 menurun di bawah 22 mEq/lt. Gejala:
pernapasan kusmaul (dalam dan cepat), disorientasi, dan koma.
4) Alkalosis metabolic
Disebabkan oleh kehilangan ion hidrogen atau penambahan basa
pada cairan tubuh. Bikarbonat plasma meningkat >26 mEq/lt dan pH
arteri >7,45. Penyebab: mencerna sebagian besar basa (misalnya
BaHCO3, antacid, soda kue) untuk mengatasi ulkus peptikum atau
rasa kembung. Gejala: apatis, lemah, gangguan mental, kram dan
pusing.
8. Gejala Klinis
Parameter yang digunakan untuk mengetahui adanya gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit meliputi (Mubarak, 2007):
a. Tanda-tanda vital yang abnormal
b. Asupan dan haluaran cairan yang tidak seimbang
c. Volume dan konsentrasi urine yang tidak normal
d. Turgor kulit yang buruk
e. Penurunan/peningkatan berat badan yang tiba-tiba (±2% ringan; ±5%
sedang; ±10% berat)
f. Temperatur tubuh yang sangat tinggi akibat kehilangan cairan berlebihan
g. Edema
h. Nilai tekanan vena central (CVP) yang abnormal (normalnya 7-15
mmHg)
9. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada kebutuhan cairan dan elektrolit antara lain
(Asmadi, 2008):
a. Sistem kardiovaskuler: pengkajian pada system ini meliputi pengukuran
distensi vena jugularis, frekuensi denyut nadi, tekanan darah, bunyi
jantung disritmia, dan lain-lain.
b. Sistem pernapasan: pengkajian pada system ini antara lain frekuensi
pernapasan, gangguan pernapasan seperti dispnea, rales, dan bronki.
c. Sistem persarafan: pengkajian pada sistem ini antara lain perubahan
tingkat kesadaran, gelisah atau kekacauan mental, refleks-refleks
abnormal, perubahan neuromuscular misalnya berupa kesemutan,
paresthesia, fatigue, dan lain-lain.
d. Sistem gastrointestinal: pengkajian pada sistem ini antara lain meliputi
riwayat anoreksia, kram abdomen, abdomen cekung, abdomen distensi,
muntah, diare, hiperperistaltik, dan lain-lain.
e. Sistem perekemihan: pengkajian pada sistem perkemihan antara lain
perlu dikaji adakah oliguria atau anuria, berat jenis urine.
f. Sistem muskuluskeletal: pengkajian pada sistem ini antara lain adakah
kram otot, kesemutan, tremor, hipotonisitas atau hipertonisitas, refleks
tendon, dan lain-lain.
g. Sistem integumen: pengkajian pada sistem ini antara lain suhu tubuh,
turgor kulit, kelembaban pada bibir, adanya edema, dan lain-lain.
Terapi cairan
Resusitas Rumatan
Pemilihan Cairan
Cairan intravena diklasifikasikan menjadi kristaloid dan koloid:
a. Kristaloid
Kristaloid merupakan larutan dimana molekul organik kecil dan
inorganik dilarutkan dalam air. Larutan ini ada yang bersifat isotonik,
hipotonik, maupun hipertonik. Cairan kristaloid memiliki keuntungan
antara lain: aman, nontoksik, bebas reaksi, dan murah. Adapun kerugian
dari cairan kristaloid yang hipotonik dan isotonik adalah
kemampuannya terbatas untuk tetap berada dalam ruang intravaskular.
b. Koloid
Cairan koloid disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa
disebut “plasma expander”. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan
yang mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang
menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak lama dalam ruang
intravaskuler. Koloid dapat mengembalikan volume plasma secara lebih
efektif dan efisien daripada kristaloid, karena larutan koloid
mengekspansikan volume vaskuler dengan lebih sedikit cairan dari pada
larutan kristaloid. Sedangkan larutan kristaloid akan keluar dari
pembuluh darah dan hanya 1/4 bagian tetap tinggal dalam plasma pada
akhir infus. Koloid adalah cairan yang mengandung partikel onkotik
dan karenanya menghasilkan tekanan onkotik. Bila diberikan intravena,
sebagian besar akan menetap dalam ruang intravaskular. Meskipun
semua larutan koloid akan mengekspansikan ruang intravaskular,
namun koloid yang mempunyai tekanan onkotik lebih besar daripada
plasma akan menarik pula cairan ke dalam ruang intravaskular. Ini
dikenal sebagai ekspander plasma, sebab mengekspansikan volume
plasma lebih dari pada volume yang diberikan.
Berikut ini tabel yang menunjukkan pilihan cairan pengganti untuk
suatu kehilangan cairan, yaitu:
Kandungan rata- rata
Kehilangan (mmol/ L) Cairan pengganti yang sesuai
Na+ K+
Darah 140 4 Ringer asetat / RL / NaCl
0,9% / koloid / produk darah
12. Komplikasi
a. Gagal ginjal
b. Gangguan pertukaran gas
c. Gangguan eliminasi fekal
d. Batu ginjal
e. Gangguan proses berpikir (konfusi atau bingung)
f. Gangguan integritas kulit
g. Gangguan penglihatan
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Usia mempengaruhi distribusi cairan dan elektrolit dalam tubuh. Oleh
karena itu, pada saat mengkaji klien, perawat perlu menghitung adanya
perubahan cairan yang berhubungan dengan proses penuaan dan
perkembangan. Persentase cairan tubuh pada laki-laki berbeda dengan
perempuan dimana perempuan lebih sedikit persentase cairan tubuhnya
dibandingkan laki-laki.
b. Riwayat Kesehatan
Hal yang perlu dikaji antara lain riwayat penyakit atau kelainan yang
dapat menyebabkan gangguan dalam homeostasis cairan dan elektrolit,
(misalnya diabetes melitus, kanker, luka bakar, hematemesis, dan lain-
lain). Dikaji juga mengenai terapi penyakit yang dijalani klien, seperti
mengonsumsi obat-obatan yang dapat mengganggu keseimbangan cairan
dan elektrolit (misalnya steroid, diuretic, dialisis).
c. Pola Kesehatan Fungsional Pola Gordon
1) Pola persepsi dan manajemen kesehatan
a) Bagaimana pola sehat-sejahtera yang dirasakan pasien
b) Bagaimana pengetahuan tentang gaya hidup pasien yang
berhubungan dengan sehat
c) Bagaimana pengetahuan pasien tentang praktik kesehatan
preventif
d) Bagaimana ketaatan pasien pada ketentuan media dan
keperawatan
2) Pola nutrisi dan metabolik
Gambaran pola makan dan kebutuhan cairan berhubungan dengan
kebutuhan metabolik dan suplai nutrisi.
3) Pola eliminasi
Gambaran pola fungsi ekskresi usus, kandung kemih, dan kulit.
4) Pola aktivitas dan latihan
Gambaran pola latihan dan aktifitas, fungsi pernafasan dan sirkulasi
5) Pola tidur dan istirahat
Gambaran pola tidur, istirahat, dan persepsi tentang tingkat energi.
6) Pola kognitif dan sensori
Gambaran pola pendengaran, penglihatan, pengecapan, perabaan,
penghidu, persepsi nyeri, bahasa, memori dan pengambilan
keputusan.
7) Pola persepsi dan konsep diri
Gambaran sikap tentang diri sendiri dan persepsi terhadap
kemampuan.
8) Pola peran dan hubungan
Gambaran keefektifan peran dan hubungan dengan orang terdekat.
9) Pola seksual dan reproduksi
Gambaran pola kenyamanan/tidak nyaman dengan pola seksualitas
dan gambaran pola reproduksi.
10) Pola koping dan toleransi stres
Gambaran pola koping klien secara umum dan efektifitas dalam
toleransi terhadap stres.
11) Pola nilai dan kepercayaan
Gambaran pola nilai-nilai, keyakinan-keyakinan (termasuk aspek
spiritual), dan tujuan yang dapat mengarahkan menentukan
pilihan/keputusan.
d. Pengukuran klinik
1) Berat badan
Perlu dikaji berat badan sebelum sakit dengan berat badan saat sakit.
Pengkajian ini diperlukan untuk mengukur persentase penurunan
berat badan dalam menentukan derajat dehidrasi. Kehilangan atau
bertambahnya berat badan menunjukkan adanya masalah
keseimbangan cairan:
a) Ringan: lebih kurang 2%
b) Sedang: lebih kurang 5%
c) Berat: lebih kurang 10%
2) Keadaan Umum
a) Tanda vital:
(1) Suhu: Peningkatan suhu dapat menimbulkan kehilangan
cairan dan elektrolit karena peningkatan insensible water
loss (IWL). Sebaliknya, penurunan suhu tubuh akan
mengakibatkan penurunan IWL.
(2) Respirasi: meliputi frekuensi, kedalaman, pola napas, dan
suara napas. Frekuensi napas yang cepat dapat
meningkatkan IWL. Napas cepat dan dalam mungkin
merupakan kompensasi tubuh terhadap asidosis metabolik
yang terjadi. Suara napas bronki, rales dapat menandakan
terbentuknya cairan dalam paru-paru karena kelebihan
volume cairan.
(3) Nadi: mengindikasikan volume cairan tubuh. Nadi yang
lemah dapat menandakan kekurangan volume cairan
karenan penurunan volume intravaskuler. Sebaliknya, nadi
kuat menandakan kelebihan volume cairan.
(4) Tekanan darah: penurunan tekanan darah dapat
menandakan kekurangan volume cairan karenan penurunan
isi sekuncup (stroke volume) dan ketidakseimbangan
elektrolit yang menyebabkan disritmia. Sedangkan
peningkatan tekanan darah dapat menandakan kelebihan
volume cairan karena peningkatan isi sekuncup.
b) Tingkat kesadaran
c) Pengukuran pemasukan cairan
(1) Cairan oral: NGT dan oral
(2) Cairan parenteral termasuk obat-obat IV
(3) Makanan yang cenderung mengandung air
(4) Irigasi kateter atau NGT
d) Pengukuran pengeluaran cairan
(1) Urine: volume, kejernihan atau kepekatan
(2) Feses: jumlah dan konsistensi
(3) Muntah
(4) Tube drainase
(5) IWL
e) Ukuran keseimbangan cairan dengan akurat: normalnya sekitar
lebih kurang 200 cc.
Hal-hal yang perlu diperhatikan
(1) Rata-rata intake cairan perhari
Air minum 1500-2500 ml
Air dari makanan 750 ml
Air hasil metabolisme oksidatif 300 ml
(2) Rata-rata output cairan per hari
Urine 1400-1500 ml
(1-2 cc/kgBB/jam)
IWL
- Paru 350-400
ml
- Kulit 350-400
ml
Keringat 100 ml
Feses 100-200 ml
(3) Insensible Water Loss
Dewasa 15cc/kgBB/hari
Anak (30- usia (tahun) cc/kgBB/hari
*Rumus IWL
3) Pemeriksaan Fisik
a) Sistem kardiovaskuler: pengkajian pada system ini meliputi
pengukuran distensi vena jugularis, frekuensi denyut nadi,
tekanan darah, bunyi jantung disritmia, dan lain-lain.
b) Sistem pernapasan: pengkajian pada system ini antara lain
frekuensi pernapasan, gangguan pernapasan seperti dispnea,
rales, dan bronki.
c) Sistem persarafan: pengkajian pada sistem ini antara lain
perubahan tingkat kesadaran, gelisah atau kekacauan mental,
refleks-refleks abnormal, perubahan neuromuscular misalnya
berupa kesemutan, paresthesia, fatigue, dan lain-lain.
d) Sistem gastrointestinal: pengkajian pada sistem ini antara lain
meliputi riwayat anoreksia, kram abdomen, abdomen cekung,
abdomen distensi, muntah, diare, hiperperistaltik, dan lain-lain.
e) Sistem perekemihan: pengkajian pada sistem perkemihan antara
lain perlu dikaji adakah oliguria atau anuria, berat jenis urine.
f) Sistem muskuluskeletal: pengkajian pada sistem ini antara lain
adakah kram otot, kesemutan, tremor, hipotonisitas atau
hipertonisitas, refleks tendon, dan lain-lain.
g) Sistem integumen: pengkajian pada sistem ini antara lain suhu
tubuh, turgor kulit, kelembaban pada bibir, adanya edema, dan
lain-lain.
e. Pemeriksaan Penunjang
Review nilai pemeriksaan laboratorium: berat jenis urine, pH serum,
analisa gas darah, elektrolit serum, hematokrit, BUN, kreatinin urine.
2. Diagnosa Keperawatan
1) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelebihan asupan cairan
2) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
3. Rencana Tindakan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kebutuhan cairan dan elektrolit merupakan suatu proses dinamik
karena metabolisme tubuh membutuhkan perubahan yang tetap dalam
berespon terhadap stressor fisiologis dan lingkungan. Evaluasi terhadap
gangguan kebutuhan cairan dan elektrolit secara umum dapat dinilai dari
adanya kemampuan dalam mempertahankan keseimbangan cairan dan
elektrolit dengan ditunjukkan oleh adanya keseimbangan antara jumlah
asupan dan pengeluaran, nilai elektrolit dalam batas normal, berat badan
sesuai dengan tinggi badan atau tidak ada penurunan, turgor kulit baik,
tidak terjadi edema dan lain sebagainya.
B. Saran
Kebutuhan cairan tubuh tak hanya berasal dari konsumsi air putih
saja, melainkan juga dari makanan dan minuman yang mengandung air.
Meskipun begitu, akan jauh lebih baik bila kita memilih untuk
mengkonsumsi air putih ketimbang jenis minuman lainnya yang banyak
mengandung gula, kalori, kafein dan zat-zat lainnya. Namun, juga harus
berhati-hati dalam mengkonsumsi sesuatu, sehingga nantinya tidak
terjadi masalah kesehatan terkhusus yang menyangkut pemenuhuan
kebutuhan cairan dan elektrolit.
DAFTAR PUSTAKA
Aras, Sriwaty. 2007. Artikel Ilmiah: Prevalensi dan Distribusi Gangguan
Elektrolit pada Lanjut Usia di Bangsal Penyakit Dalam RSUP Dr. Kariadi
Semarang. Semarang.
Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan
Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika.
Herdman, T. Heather. 2015. Nanda International Inc. Diagnosis Keperawatan:
Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC.
Hidayat, Aziz Alimul dan Musrifatul Ulliyah. 2012. Buku Ajar Kebutuhan Dasar
Manusia. Surabaya: Health Book.
Kozier, B. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, Dan
Praktik, alih bahasa Pamilih Eko Karyuni. Edisi Ketujuh. Jakarta: EGC.
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis Dan NANDA. Jogjakarta: Mediaction
Publishing.
Potter dan Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses,
dan Praktik Edisi 4 Volume 2. Jakarta: EGC.
Price, Sylvia A, dan Lorraine M Wilson. 2006. Patofisiolog: Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit Edisi 2 Volume 5. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzane C. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth:
Edisi 8. Alih Bahasa Agung Waluyo. (et al); editor edisi bahasa Indonesia
Monica Ester. (et al). Jakarta: EGC
Tarwoto dan Wartonah. 2010. Kebutuhan Dasar manusia dan Proses
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Vaughans, B. W. 2011. Keperawatan Dasar. Edisi Pertama. Yogyakarta: Rapha
Publishing.