Disusun Oleh :
Cindy Desrianti
KARAWANG
2022
LAPORAN PENDAHULUAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT
Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air (pelarut) dan zat tertentu (zat terlarut). Elektrolit
adalah zat kimia yang menghasilkan partikel- partikel bermuatan listrik yang disebut ion jika berada
dalam larutan (Abdul H. 2017).
Kebutuhan cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamik karena metabolisme tubuh
membutuhkan perubahan yang tetap dalam berespon terhadap stressor fisiologis dan lingkungan
(Tarwoto & Wartonah, 2015).
Keseimbangan cairan yaitu keseimbangan antara intake dan output. Dimana pemakaian
cairan pada orang dewasa antara 1.500ml - 3.500ml/hari. biasanya pengaturan cairan tubuh
dilakukan dengan mekanisme haus. Cairan dan elektrolit masuk ke dalam tubuh melalui
makanan, minuman, dan cairan intravena (IV) dan didistribusi ke seluruh bagian tubuh.
Keseimbangan cairan dan elektrolit berarti adanya distribusi yang normal dari air tubuh total
dan elektrolit ke dalam seluruh bagian tubuh.
Keseimbangan cairan dan elektrolit saling bergantung satu dengan yang lainnya, jika
salah satu terganggu maka akan berpengaruh pada yang lainnya. (Tarwoto & Wartonah,
2015).
1. Umur
Kebutuhan intake cairan bervariasi tergantung dari usia, karena usia akan
berpengaruh pada luas permukaan tubuh, metabolisme, dan berat badan. Infant dan
anak-anak lebih mudah mengalami gangguan keseimbangan cairan dibanding usia
dewasa. Pada usia lanjut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dikarenakan
gangguan fungsi ginjal atau jantung.
2. Iklim
Orang yang tinggal di daerah yang panas (suhu tinggi) dan kelembaban udaranya
rendah memiliki peningkatan kehilangan cairan tubuh dan elektrolit melalui keringat.
Sedangkan seseorang yang beraktifitas di lingkungan yang panas dapat kehilangan
cairan sampai dengan 5 L. per hari.
3. Diet
Diet seseorang berpengaruh terhadap intakecairan dan elektrolit. Ketika intake
nutrisi tidak adekuat maka tubuh akan membakar protein dan lemak sehingga akan
serum albumin dan cadangan protein akan menurun padahal keduanya sangat
diperlukan dalam proses keseimbangan cairan sehingga hal ini akan menyebabkan
edema.
4. Stress
Kondisi stress berpengaruh pada kebutuhan cairan dan elektroli tubuh.
Saat stress, tubuh mengalami peningkatan metabolism seluler, peningkatan
konsentrasi glukosa darah, dan glikolisis otot. Mekanisme ini mengakibatkan
retensi air dan natrium.Disamping itu, stress juga menyebabkan peningkatan
produksi hormone antidiuritik yang dapat mengurangi produksi urin.
5. Penyakit
Trauma pada jaringan dapat menyebabkan kehilangan cairan dan
elektrolit dasar sel atau jaringan yang rusak (mis. luka robek, atau luka bakar).
Pasien yang menderita diare juga dapat mengalami peningkatan kebutuhan
cairan akibat kehilangan cairan melalui saluran gastrointestinal. Gangguan
jantung dan ginjal juga dapat menyebabkan ketidakseimbangan cairan
dan elektrolit. Saat aliran darah ke ginjal menurun karena kemampuan pompa jantung
menurun, tubuh akan melakukan penimbunan cairan dan natrium sehingga
terjadi retensi cairan dan kelebihan beban cairan (hipervelomia). Lebih lajut,
kondisi ini dapat menyebabkan edema paru.
Apabila asupan cairan banyak, ginjal akan memfiltrasi cairan lebih
banyak dan menahan ADH sehingga produksi urin akan meningkat.
Sebaliknya, dalam keadaan kekurangan cairan, ginjal akan menurunkan
produksi urin dengan berbagi cara.
Diantaranya peningkatan reapsorpsi tubulus, retensi natrium dan pelepasan
renin. Apabila ginjal mengalami kerusakan, kemampuan ginjal untuk melakukan
regulasi akan menurun. Karenanya, saat terjadi gangguan ginjal (mis. gagal
ginjal) individu dapat mengalami oliguria (produksi urin kurang dari 40ml/ 24 jam)
sehingga anuria (produksi urin kurang dari 200 ml/ 24 jam).
6. Tindakan Medis
Beberapa tindakan medis menimbulkan efek sekunder terhadap kebutuhan cairan dan
elektrolit tubuh. Tindakan pengisapan cairan lambung dapat menyebabkan penurunan
kadar kalsium dan kalium.
7. Pengobatan
Penggunaan beberapa obat seperti diuretik maupun laksatif secara berlebihan
dapat menyebabkan peningkatan kehilangan cairan dalam tubuh. Akibatnya, terjadi
defisit cairan tubuh. Selain itu, penggunan diuretik menyebabkan kehilangan natrium
sehingga kadar kalium akan meningkat. Penggunaan kortikostreroid dapat pula
menyebabkan retensi natrium dan air dalam tubuh
8. Pembedahan
Klien yang menjalani pembedahan beresiko tinggi mengalami ketidakseimbangan
cairan. Beberapa klien dapat kehilangan banyak darah selama periode operasi,
sedangkan beberapa klien lainya justru mengalami kelebihan beban cairan akibat
asupan cairan berlebih melalui intravena selama pembedahan atau sekresi hormon
ADH selama masa stress akibat obat- obat anastesia.
1.4 Macam-Macam Gangguan Kebutuhan Dasar Cairan Dan Elektrolit
a. Gangguan Keseimbangan Cairan
1. Hipovolemia (Dehidrasi)
Hipovolemia merupakan kehilangan air dari tubuh atau jaringan atau keadaan
yang merupakan akibat dari kehilangan air abnormal. Hipovolemia dapat terjadi
karena kekurangan pemasukan air (anoreksia, mual, muntah, tidak mampu menelan,
depresi) atau pengeluaran yang berlebihan (kehilangan melalui kulit, GI, ginjal,
perdarahan). Kekurangan cairan dapat terjadi sendiri atau kombinasi dengan
ketidakseimbangan elektrolit. Mekanisme kompensasi hipovolemia termasuk
peningkatan rangsang sistem saraf simpatis (peningkatan frekuensi jantung dan
tahanan vaskuler), rasa haus, pelepasan hormon antidiuretik (ADH), dan pelepasan
aldosteron. Ada 3 macam dehidrasi yaitu:
a) Dehidrasi isotonik: terjadi jika kehilangan sejumlah cairan dan elektrolitnya
yang seimbang.
b) Dehidrasi hipertonik: terjadi jika kehilagan sejumlah airlebih banyak dari
elektrolit.
c) Dehidrasi hipotonik: terjadi jika tubuh lebih banyak kehilangan elektrolit
daripada air.
Gejala hipovolemia:
1) Pusing, lemah, letih, sinkope, anoreksia, mual, muntah haus, kekacauan
mental, konstipasi, oliguria.
2) Menurunnya turgor kulit dan lidah
3) Menurunnya kelembaban di mulut/keringnya mukosa mulut
4) Menurunnya produksi urine (kurang dari 30 ml/jam untuk orang dewasa)
5) Nadi cepat dan lemah
6) Menurunnya temperatur tubuh
7) Ektremitas dingin
8) Hipotensi, frekuensi nafas cepat
9) Kehilangan berat badan yang cepat
2. Hipervolemia (Edema)
Edema adalah penimbunan cairan berlebihan di antara sel-sel tubuh atau didalam
berbagai rongga tubuh. Edema disebut juga dengan efusi, asites. Penamaan
tergantung pada lokasi terjadinya. Edema lokal disebut pitting, sedangkan edema
umum disebut edema anasarka. Etiologi hipervolemia:
1) Penyakit karena gangguan pada mekanisme regulasi (gagal jantung, cushing
syndrome, gagal ginjal, serosis hati)
2) Intake natrium klorida yang berlebihan
3) Pemberian infus yang mengandung natrium dalam jumlah berlebihan
4) Banyak makan makanan yang mengandung natrium
Gejala hipervolemia:
1) Sesak nafas, ortopnea
2) Edema perifer, kenaikan berat badan sementara (2% hipervolemia ringan,
5% hipervolemia sedang dan 8% hipervolemia berat)
3) Nadi kuat, takikardia
4) Asites, efusi pleura, bila sudah berat bisa menimbulkan edema pulmo
5) Kulit lembab
6) Irama gallop
meningkatkan tekanan osmotik. Cairan akan ditarik keluar sel, sehingga
mengakibatkan edema (cairan yang berlebihan dalam ruang interstisial). Edema
terjadi sebagai akibat dari pertambahan volume cairan interstisial dan diartikan
sebagai bengkak yang dapat teraba dari ruang interstisial. Edema bisa bersifat
terlokalisasi (contoh tromboflebitis pada obstruksi vena) dan umum (contoh gagal
jantung). Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler akibat penambahan volume atau
obstruksi vena, peningkatan permeabilitas kapiler karena luka bakar, alergi, atau
infeksi akan menyebabkan peningkatan volume cairan interstisial. Penurunan
pembuangan cairan interstisial terjadi bila terdapat obstruksi pada aliran keluar
limfatik atau penurunan tekanan onkotik (protein bisa membantu untuk menahan
volume vaskuler pada ruang vaskuler). Retensi air dan natrium oleh ginjal yang
meningkat akan mempertahankan edema umum.
Edema bisa terjadi karena hal-hal berikut ini:
1) Peningkatan permeabilitas kapiler (pada luka bakar dan alergi), perpindahan
air dari kapiler ke ruang interstisial meningkat
2) Peningkatan tekanan hidrostatik di kapiler (obstruksi pada vena)
3) Perpindahan cairan dari ruang interstisial menurun
3. Sindrom Ruang Ketiga
Sindrom ini terjadi ketika cairan ekstrasel berpindah ke dalam suatu ruangan
tubuh (pleura, peritoneal, pericardial), sehinggamcairan tersebut terjebak di
dalamnya, akibatnya kompartemen ekstrasel kekurangan cairan. Obstruksi usus yang
kecil atau luka bakar dapat menyebabkan perpindahan cairan sebanyak 5-10 liter.
4. Ketidak Seimbangan Osmolar
Dehidrasi (ketidakseimbangan hiperosmolar) terjadi bila ada kehilangan air tanpa
disertai kehilangan elektrolit yang proporsional, terutama natrium. Faktor risiko
terjadinya dehidrasi meliputi kondisi yang mengganggu asupan oral (perubahan
fungsi neurologis), lansia yang lemah (penurunan fungsi tubuh, peningkatan lemah
tubuh), penurunan sekresi ADH (pada diabetes insipidus), Ketidakseimbangan
hiperosmolar disebabkan oleh setiap kondisi yang berhubungan dengan diuresis
osmotik dan pemberian larutan hipertonik melalui intravena. Ketidakseimbangan
hipoosmolar terjadi ketika asupan cairan berlebihan (polidipsi psikogenik) atau
sekresi ADH berlebihan.
b. Gangguan Keseimbangan Elektrolit
1) Natrium
Natrium mempengaruhi distribusi air tubuh lebih kuat daripada elektrolit lainnya
2) Kalium
Kalium diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan osmotik dan potensial
listrik membran sel dan untuk memindahkan glukosa ke dalam sel.
3) Klorida
Kadar klorida dalam darah secara pasif berhubungan dengan kadar natrium,
sehingga
bila natrium serum meningkat, klorida juga meningkat
4) Kalsium
Kadar kalsium mempunyai efek pada fungsi neuromuskuler, status jantung dan
pembentukan tulang. Gangguan keseimbangan kalsium akibat dari perubahan
metabolisme tulang, sekresi hormon parathyroid, disfungsi ginjal, dan masukan diet
yang berkurang.
5) Magnesium
Magnesium diperoleh dari masukan diet. Ekskresi magnesium melalui ginjal.
1.5 Pohon Masalah kebutuhan cairan dan elektrolit
1.6 Pemeriksaan diagnostik
Menurut Rahmawati (2020) adapun pemerikaan diagnostik sebagai berikut :
1) Kadar elektrolit serum
Kadar elektrolit serum diukur untuk menentukan status hidrasi, konsentrasi elektrolit,
dan keseimbangan asam basa. Elektrolit yang sering diukur mencakup natrium, kalium,
klorida, bikarbonat, dan daya gabungan karbon dioksida.
2) Hitung darah lengkap
Hitung darah lengkap adalah suatu penetapan jumlah dan tipe eritrosit dan leukosit
per milimeter kubik darah. Perubahan hematokrit terjadi sebagai respons terhadap
dehidrasi atau overhidrasi. Anemia juga dapat memengaruhi status oksigenasi
3) Kadar kreatinin
Kadar kreatinin darah bermanfaat untuk mengukur fungsi ginjal. Kreatinin adalah
produk normal metabolisme otot dan diekskresikan dalam kadar yang cukup konstan,
terlepas dari faktor asupan cairan, diet, dan olah raga.
4) Berat jenis urine
Pemeriksaan berat jenis urine mengukur derajat konsentrasi urine. Rentang berat jenis
urine normal antara 1,003 – 1,030.
5) Analisis gas darah arteri
Pemeriksaan gas darah arteri memberikan informasi tentang status keseimbangan
asam basa dan tentang keefektifan fungsi ventilasi dalam mengakomodasi oksigen-
karbon dioksida secara normal.
6) Pemeriksaan pH darah arteri mengukur konsentrasi hidrogen.
Penurunan pH dihubungkan dengan asidosis, dan peningkatan pH dihubungkan
dengan alkalosis. PaCO2 mengukur tekanan parsial karbon dioksida dalam darah arteri,
dan PaO2 mengukur tekanan parsial oksigen dalam darah arteri. SaO2 mengukur derajat
hemoglobin yang disaturasi oleh oksigen. Bikarbonat mencerminkan porsi pengaturan
asam basa ginjal.
1.7 Penatalaksanaan Medis
Menurut Rahmawati (2020) adapun pemerikaan diagnostik sebagai berikut :
Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit dan
mencegah komplikasi, yaitu sebagai berikut.
a) Dialysis. Dialysis memperbaiki abnormalitas biokomia; menyebabkan cairan, protein dan
natrium dapat dikonsumsi secara bebas; menghilangkan kecendrungan perdarahan dan
membantu penyembuhan luka.
b) Koreksi hiperkalemi. Mengendalikan kalium darah sangat penting karena dapat
menimbulkan kematian mendadak. Bila terjadi hiperkalemia, maka pengobatannya
adalah dengan mengurangi intake kalium, pemberian Na bikarbonat, dan pemberian
infuse glukosa.
c) Koreksi anemia. Usaha pertama ditujukan untuk mengatasi faktor defisiensi, kemudian
mencari apakah ada perdarahan yang mungkin dapat diatasi.
d) Koreksi asidosis. Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari.
Natrium bikarbonat dapat diberikan peroral atau parenteral. Pada permulaan mEq natrium
bikarbonat diberi intervensi perlahan-lahan, jika diperlukan dapat diulang.
e) Pengendalian hipertensi. Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa, dan vasodilator
dilakukan.
II. Rencana Asuhan Keperawatan kebutuhan dasar cairan dan elektrolit
A. Pengkajian
1. Riwayat keperawatan.
2. Pemeriksaan fisik: data focus.
3. pemeriksaan penunjang.
B. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul (SDKI)
1. Diare
a. Definisi
Pengeluaran feses yang sering, lunak dan tidak berbentuk.
b. Batasan karakteristik ‘
Mayor :
Subjektif : -
Objektif :
- Defekasi lebih dari tiga kali dalam 24 jam.
- Feses lembek atau cair.
Minor :
Subjektif
- Urgenery.
- Nyeri/kram perut.
Objektif
- Frekuensi peristaltic meningkat.
- Bising usus hiperaktif.
c. Faktor Yang Berhubungan
Fisiologis
1. Inflamasi gastroinstetinal.
2. Isritasi gastrointestinal.
3. Proses infeksi.
4. Malabsorpsi.
Psikologis
1. Kecemasan.
2. Tingkat stress tinggi.
Situasional
1. Terpapar kontaminan.
2. Terpapar toksin.
3. Menyalah gunakan laksatif.
4. Menyalah gunakan zat.
5. Program pengobatan ( agen tiroid, analgesic, pelunak feses).
6. Perubahan air dan makanan.
7. Bakteri pada air.
2. Hipervolemia
a. Definisi
Peningkatan volume acairan intravaskular, interstistial, dan/atau ntraselular.
b. Batas Karakteristik
Mayor :
Subjektif :
1. Ortopnea.
2. Dispnea.
3. Paroxysmal nocturnal dyspnea ( PND ).
Objektif
1. Edema anasarka dan/atau edema perifer..
2. Berat badan meningkat dalam waktu singkat.
3. Jugular venous pressure ( JVP ) dan/atau cental venous pressure ( CVP )
meningkat.
4. Refleks hepatojugular positif.
Minor :
Subjekitf : -
Objektif :
1. Distensi vena jugularis.
2. Terdengar suara napas tambahan.
3. hepatomegali.
4. Kadar Hb/Ht menurun.
5. Intake lebih banyak dari output.
6. oliguria.
7. Kongesti paru.
3. Risiko Ketidakseimbangan Cairan
a. Definisi
Berisiko mengalami penurunan, peningkatan atau percepatan perpindahan cairan
dari intravaskuler, interstisial atau intraselular.
b. Batas karakteristik
Faktor risisko :
1. Prosedur pembedahan mayor.
2. Trauma/pendarahan.
3. Luka bakar.
4. Aferesis.
5. Asites.
6. Obstruksi intestinal.
7. Peradangan pankreas.
8. Penyakit ginjal dan kelenjar.
9. Disfungsi intestinal.
Kondisi klinis yang terkait :
1. Prosedurpembedahan mayor.
2. Penyakit ginjal dan kelenjar.
3. Perdarahan.
4. Lika bakar.
4. Risiko Ketidakseimbangan Elektrolit
a. Definisi
Berisiko mengalami perubahan kadar serum elektrolit.
b. Batasan Karakteristik
Faktor Risiko
1. Ketidakseimbangan cairan.
2. Kelebihan volume cairan.
3. Gangguan mekanisme regulasi.
4. Efek samping prosedur.
5. Diare.
6. Muntah.
7. Disfungsi ginjal.
8. Disfungsi regulasi endokrin.
Kondisi Klinis Terkait
1. Gagal ginjal.
2. Anoreksia nervosa.
3. Diabetes melitus.
4. Penyakit chron.
5. Gastroenteritis.
6. Pankreatitis.
7. Cedera kepala.
8. Kanker.
9. Trauma multipel.
10. Luka bakar.
11. Anemia sel sabit.
C. Perencanaan
1. Diare
a) Tujuan Dan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...X... jam diharapkan eliminasi
fekal membaik dengan kriteria hasil :
- Kontrol pengeluaran fekal meningkat.
- Keluhan defekasi lama dan sulit menurun.
- Mengejan saat defekasi menurun.
- Konsistensi feses membaik. ( L.04033 ).
b) Intervensi Dan Rasional
Terapeutik : Terapeutik :
- Ambil sampel feses untuk kultur, jika - Untuk mengetahui jumlah elektrolit
Kolaborasi :
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian obat pengeras
- Bertujuan untuk mencegas terjadi
feses.
nya defekasi secara terus menerus.
2. Hipervolemi
a) Tujuan Dan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...X... jam diharapkan
keseimbangan cairan meningkat dengan kriteria hasil :
- Asupan cairan meningkat.
- Kelembaban membran mukosa meningkat.
- Edema menurun.
- Dehidrasi menurun.
- Tugor kulit membaik. ( L.03020 ).
b) Intervensi Dan Rasional
Terapeutik : Terapeutik :
- Timbang berat badan setiap hari pada - Untuk mengetahui apakah ada
waktu yang sama. penurunan berat badan.
- Batasi asuhan cairan dan garam. - Mencegah terjadinya edema.
- Tinggikan kepala tempat tidur 30-40
derajat. - Untuk mengatur aliran darah masuk
kedalam tubuh.
Edukasi :
- Anjurkan melapor jika haluran urin Edukasi :
kurang dari 0,5 mL/kg/jam dalam 6 - Untuk mengetahui apakah jika ada
jam. haluran urin .
- ajarkan cara mengukur dan mencatat - Untuk mengetahui output input cairan
asupan dan haluaran cairan. yang masuk.
Kolaborasi :
- kolaborasi pemberian diuretik. Kolaborasi :
- Kolaborasi penggantian kehilangan - Untuk membantu peberhentian
kalium akibat diuretik. diuretik
- Untuk menambahkan kalium yang
hilang dalam tubuh.
Terapeutik : Terapeutik :
- Atur interval waktu pemantauan - Mengontrol waktu pemantauan.
sesuai dengan kondisi pasien. - Catat hasil pemantauan.
- Dokumentasi hasil pemantauan. -
Edukasi : Edukasi :
- Jelaskan tujuan dan prosedur - Menjelaskan tujuan untuk prosedur
pemantauan. pemantauan.
- Informasikan hasil pemantauan. - Memberikan informasi kepada
atasan.
DAFTAR PUSTAKA
Willkinson, J. M., Treas, L. S., Bamett, K. & Smith, M. H. (2016). Fundamentals of Nursing (3rd
ed.). Philadelphia: F . A. Davis Company
Gordon, M. (1998). Nursing Nomenclature and Classification System Development. OJIN:
Online Journal of Issues in Nursing, 13(1).
Potter & Perry. (2003). Fundamentals of Nursing. 8th Ed. St. Louis, Missouri : Mosby Elsevier
Berman, A., Snyder, S., & Frandsen, G. (2015). Koizer & Erbs’s Fundamentals of Nursing:
Concept, Process, and Practice. 10th Ed. USA: Pearson Education Inc.
Hyun, S. & Park, H. A. (2002). Cross-mapping the ICNP with NANDA, HHCC, Omaha System
and NIC for unifide nursing language System development. International Nursing
Journal, 49, 702-713.