Anda di halaman 1dari 30

PENGGUNAAN PIVODINE IODINE DAPAT MENGHAMBAT PROSES

PENYEMBUHAN LUKA

LITERATURE REVIEW

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Mengikuti


Ujian Profesi Keperawatan
Oleh:

SALWIYA HADI

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
2020
ABSTRAK

Pendahuluan.Nyeri post operasi memerlukan tindakan yang tepat. Salah


satu tenaga kesehatan yang memiliki peran penting adalah perawat (Tamsuri,
2012). Peran perawat dalam penatalaksanaan nyeri post operasi yaitu meliputi
pengkajian nyeri, memberikan tindakan mandiri perawat, kolaborasi dan evaluasi
nyeri. Dalam pemberian tindakan perawat dalam mengurangi nyeri, perawat dapat
memberikan tindakan non farmakologi dan farmakologi. Literatur Review ini
bertujuan untuk menganalisis pengetahuan perawat tentang instrumen pengkajian
nyeri pada pasien di ruang bedah.Metode pencarian menggunakan PICOT
Framework di database: Ebscho, Sciendirect, Popmad, Proquestdan Google
Scholar, yang dibatasi dalam kurun waktu 5 tahun terakhir 2015-2020 didapatkan
6 Jurnal Internasional.Hasil Literatur menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan
petugas kesehatan dalam pengkajian nyeri sangat beragam, ada yang baik da nada
yang kurang.Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah faktor
pelatihan, proses pendokumentasian dari ruangan, ataupun lingkungan itu sendiri.
Kesimpulan Semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang tentang pengkajian
nyeri dari klien dapat memberikan kontribusi penanganan yang lebih tepat pada
klien itu sendiri, sehingga perlunya faktor internal maupun eksternal dalam
mengubah persepsi pengeteahuan perawat dalam pengkajian nyeri.

Kata Kunci :Pain assement, Knowledge ners


DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING


...
......................................
LEMBAR PENGESAHAN .........................................................................
KATA PENGANTAR ..................................................................................
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
A. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan
1.3 Outline
B. METODE TINJAUAN LITERATUR
1. Jenis Penelitian
2. Kriteria Inklusi dan Ekslusi
3. Stategi Pencarian Literatur
4. Metode pengkajian Kualitas Journal
C. HASIL
D. PEMBAHASAN..........................................................
E. KESIMPULAN .............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Deskripsi Hasil Tinjauan Literatur ............................................................


DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Alur Pencarian Literatur
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang

Dewasa ini perawatan luka mengalami perkembangan yang sangat

pesat terutama dalam dua dekade terakhir ini.Teknologi dalam bidang

kesehatan juga memberikan konstribusi untuk menunjang praktek

perawatan luka ini.Disamping itu manajemen perawatan luka ini

berkaitan dengan perubahan profil pasien, dimana pasien dengan

kondisi penyakit degeneratif dan kelainan metabolik semakin banyak

ditemukan. Kondisi tersebut biasanya sering menyertai kekomplekan

suatu luka dimana perawatan yang tepat diperlukan agar proses

penyembuhan bisa tercapai dengan optimal (Hidayat, 2006)

Dengan demikian, perawat dituntut untuk mempunyai pengetahuan

dan keterampilan yang adekuat terkait dengan proses perawatan luka

yang dimulai dari pengkajian yang komprehensif, perencanaan

intervensi yang tepat, implementasi tindakan, evaluasi hasil yang

ditemukan selama perawatan serta dokumentasi hasil sistematis.

Manajemen perawatan luka modern sangat mengedepankan hal

tersebut. Hal ini ditunjang dengan semakin banyaknya motivasi terbaru

dalam perkembangan produk-produk yang bisa dipakai dalam merawat

luka. Dalam hal ini, perawat dituntut untuk memahami produk-produk

tersebut dengan baik sebagai bagian dari proses pengambilan

keputusan sesuai dengan kebutuhan pasien (Morison, 2014)

Upaya yang dilakukan untuk mencegah komplikasi yang lebih

berat diperlukan intervensi perawatan luka yang efektif dan efisien.Isu


terkini yang berkait dengan manajemen perawatanluka berkaitan

dengan perubahan profil pasien, dimana pasien dengan kondisi

penyakit degeneratif dan kelainan metabolik semakin banyak

ditemukan. Kondisi tersebut biasanya seringmenyertai kompleksitas

suatu luka dimana perawatan yang tepat diperlukan agar proses

penyembuhan bisa tercapai dengan optimal (Carol, 2005).

Secara umum luka merupakan masalah yang tidak dapat dihindari

dalam kehidupan manusia, baik itu disengaja seperti karena luka

operasi yang direncanakan atau yang tidak disengaja yang disebabkan

oleh karena kecelakaan ataupun oleh karena suatu penyakit (Morison,

2014)

Perawat dituntut untuk mempunyai pengetahuan dan keterampilan

yang adekuat terkait dengan proses perawatan luka yang dimulai dari

pengkajian yang komprehensif, perencanaan intervensi yang tepat,

implementasi, evaluasi hasil yang ditemukan selama perawatan serta

dokumentasi hasil yang sistematis. Isu lain yang harus dipahami oleh

perawat adalah berkaitan dengan cost effectiveness, yaitu pemilihan

produk yang tepat harus berdasarkan pertimbangan biaya (cost),

kenyamanan (comfort), keamanan (safety). Perawat juga dituntut untuk

meningkatkan skill dan pengetahuan tentang manajemen luka yang

paling baik dengan memilih bahan perawatan yang efektif dan efisien,

seperti cairan NaCl 0.9% sebagai pengganti bahan lain yang lebih

mahal seperti betadine (Saldi, 2012).


Dari hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Feri Supardi

dengan judul perbedaan hari rawat pada pasien luka bersih

menggunakan betadin dengan perawatan luka bersih menggunakan

NaCl 0,9% di Puskesmas Tanjung Siang Kabupaten Subang tahun

2012 adalah 46,9 responden dengan lama hari rawat < 3 hari, dan 53,1

responden dengan lama hari rawat > 3 hari. Terdapat perbedaan yang

signifikan rata-rata lama hari rawat pada perawatan luka bersih dengan

menggunakan larutan NaCl 0,9% dan betadin di Puskesmas Tanjung

Siang Subang.

Berdasarkan penjelasan diatas, riviewer tertarik untuk mereview

literature mengenai “Penggunaan Pivodine Iodine Dapat Menghambat

Proses Penyembuhan Luka”

2. Tujuan

Tujuan dari Literature review ini untuk menganalisis dan mensintesis

bukti-bukti/literature tentang Penggunaan Pivodine Iodine Dapat Menghambat

Proses Penyembuhan Luka

3. Outline

Didalam Literature review ini akan disertakan pembasan mengenai beberapa

topic tentang :

1. Konsep Pivodine I

2. Konsep Proses penyembuhan luka

3. Konsep perawatan luka


4. Mereview beberapa jurnal tentang Penggunaan Pivodine Iodine Dapat

Menghambat Proses Penyembuhan Luka


B. METODE
1. Jenis Penelitian

Kajian dalam pencarian literature menggunakan tekhnik kajian

LitteratureReview.Dimana Literature

ReviewinimenggunakanbeberapajurnalpenelitianyangrelevandenganPivodine

Iodine dalam proses perawatan

lukayangdiaksesdaribasisdataberbahasaInggrisdanIndonesia(EbscoHost,PubM

ed,ScienceDirect,GoogleScholar,

Proquestyangditerbitkandaritahun2015sampaitahun2020.Denganmenggunaka

nbeberapakatakunci,diantaranya:Pivodine Iodine and Wound Healing,

referensiyangdidapatkankemudiandilakukanScreeningberdasarkanKriteriaInkl

usidaneksklusiyangtelahditetapkan.Halinipenelaahyakinidapatmenjawabpertan

yaanklinispenelitianyangtelahdibuat.

2. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

a. Inklusi

Dalamkajian

Reviewerini,kriteriainklusidiantaranya:PrimarySource(RCT,CohortRetrospecti

veStudy), Dengan kriteria :

- Perawat / Petugas kesehatan yang berada di rumah sakit

- Semua Literatur tentang Pivodine Iodine

- Semua literature tentang Wound Healing

b. Ekslusi

- Penelitiandibawahtahun2015

3. Strategi Pencarian Literatur


Reviewer mencari literature di perpusnas, dimana journal ataupun

artikel tersebut sudah terhubung dengan 33 journal

internasional.Ataupun mencari satu persatu di

EbscoHost,PubMed,ScienceDirect,GoogleScholar, Proquest.Adapaun

jumlah hasil yang didapatkan pada Perpusnas untuk perpusnas adalah

33 journal.Adapun journal yang terseleksi dalam kategori Framework

PICO berjumlah 22 Jopurnal internasional.Sedangkan hasil akhir yang

memenuhi kriteria inklusi berjumlah 8 journal Dimana Ebsco

berjumlah 0 Journal, Popmad 1 Journal, Proquest 3 journal,

Sciendirect berjumlah 2 Jurnal, dan Scholar berjumlah 2 journal

Alur Pencarian Literature

I Penelusuan yang dilakukan melalui kata kunci


D Pivodine Iodine and Wound Healingpada tanggal 23
E Agustus 2020 pada dabase Perpusnas yang sudah
N terhubung dengan 33 journal internasional
T (Prequest, Ebssco, Pomad, Scien direct, American
I Journal dll)
F
I
K
A Hasil didapat terdapat 18.844 journal internasioanl
S
I
Screening yang sesuai dengan sampel peneliti
S berjumlah 22 journal internasional
C
R
E Journal yang tersintesis dengan pendekatan
E Framework PICO berjumlah 6 Jopurnal
N internasional
I  Ebsco berjumlah 0 Journal,
N  Popmad 1 Journal,
G  Scholar 2 Journal.
 Proquest 3 Journal
 Sciendirect 2 Journal
Gambar 1 Alur pencarian literatur

4. Metode Pengkajian Kualitas Studi

Dalam menguji kualitas studi menggunakan Tool Critical Appraisal Skills

Programme (CASP) dengan jumlah pertanyaan 10 yang focus

padapermasalahan metode penelitian, sampling, intervensi, interpretasi

hasil,generalisasi hasil, penelitian, keseimbangan biaya dan manfaat penelitian.


C. HASIL

Adapun kajian journal dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Penulis, Tahun dan Tujuan Metode Sampel Hasil


No
Judul
1 Rong Fu Chen, et al. Penelitian ini In Vitro 70 ekor tikus jenis wistar Dibandingkan dengan
2019. Hyaluronic Acid– menyelidiki apakah Laboratory jantan yang dibagi dalam kelompok Lainnya, tikus
Povidone-Iodine asam hialuronat - Study. tujuh kelompok, dengan diabetes yang kelompok
Compound Facilitates povidone-iodine perlakuan yang berbeda. VII dengan pemberian
Diabetic Wound Healing Senyawa dapat Kelompok I tikus kontrol Asam Hyaluronic molekul
in a Streptozotocin- meningkatkan non diabetes, tinggi ditambah dengan
Induced Diabetes penyembuhan luka Kelompok II tikus kontrol Povidone Iodine 0.1%,
Rodent Model. Taiwan. diabetes. diabetes. terbukti lebih efektif.
Kelompok III tikus Menunjukkan bahwa,
diabetes dengan penggunaan senyawa
pemberian asam Povidone Iodine akan
hyaluronic. lebih efektif dengan
Kelompok IV, tikus campuran bahan lain,
diabetes dengan keefektifan dalam
pemberian asam penelitian ini diperlihatkan
hyaluronic molekul dari hasil penyembuhan
tinggi. luka yang relatif lebih
Kelompok V kelompok cepat dibandingkan
tikus diabetes yang hanya kelompok lainnya.
menerima pengobatan
dengan Povidone Iodine
0.1%.
Kelompok VI tikus
diabetes dengan
pengobatan asam
hyaluronic molekul
rendah ditambah
Povidone Iodine 0.1%.
Kelompok VII tikus
diabetes dengan
pengobatan asam
hyaluronic molekul
tinggi, ditambah
Povidone Iodine 0.1%.
2 Li Wang, et al. 2016. Untuk mengukur In Vitro Sampel adalah 22 ekor Penggunaan Povidone
Transforming growth keefektifan dari Laboratory tikus jenis Sprague Iodine efektif untuk
factor ß plays an important penggunaan Povidone Study. Dawley dibagi dalam dua mempercepat
role in enhancing wound Iodine (PVI) 0.5% kelompok masing-masing penyembuhan luka akut.
healing by topical terhadap n=12
application of Povidone- penyembuhan luka
iodine. China akut.
3 Alpaslan Kaban, et al. Tujuan penelitian A Sampel 49 orang ibu post Penggunaan Povidone
2019. Negative Impact of adalah melihat tingkat Prospective operasi yang dibagi Iodine sejak dini
Postoperative Early keefektifan dari Observationa kedalam dua kelompok, menunjukkan kejadian
Surgical Incision penggunaan Povidone l Study. kelompok perlakuan dini peradangan yang lebih
Dressing: A Prospective Iodine pada (2 hari post operasi), dan tinggi dibandingkan
Observational Study. perawatan dini post kelompok perlakuan dengan yang dibalut pada
Turkey operasi dibandingkan lambat (5 hari post hari ke lima.
dengan perawatan Operasi)
lambat.
4 Luinio S. Tongson. 2017. Tujuan penelitian ini Case Report 2 orang responden dengan Dalam kedua kasus,
Exudate management and adalah untuk Study. luka diabetik parah yang penggunaan gabungan dari
antisepsis in diabetic mengukur keefektifan mendapatkan perawatan pembalut busa poliuretan
patients with problem penggunaan Pembalut luka, untuk memperbaiki dan penggunaan formulasi
wounds: two case reports. Busa Poliuretan yang kondisi luka, persiapan povidone- iodine
Philipines dikombinasikan cangkok kulit. memberikan penyerapan
dengan formulasi eksudat yang baik, rasa
Povidone Iodine, sakit yang lebih rendah
terhadap proses selama penggantian
penyembuhan luka balutan, pengendalian
diabetes kronis. infeksi dan peradangan
berkurang, sehingga
memungkinkankeberhasila
n pengelolaan luka kronis
pada pasien diabetes
dewasa.
5 James X. Liu, et al. 2017. Untuk In Vitro Menggunakan sel Povidone Iodine dapat
Povidone-Iodine Solutions mengidentifikasi efek Laboratory Osteoblast primer, bereaksi secara maksimal
Inhibit Cell Migration and dari penggunaan Study. Fibroblast dan Myoblast dalam mencegah infeksi,
Survival of Osteoblasts, cairan campuran pada manusia. Tidak dan dinyatakan bahwa
Fibroblasts, and Povidone Iodine pada menampilkan secara pada kadar 0.35 % sesuai
Myoblasts. New York, osteoblast, Fibroblast spesifik jumlah sampel. dengan yang sering
USA. dan myoblasts pada digunakan secara klinis
manusia. berperan dalam
menghambat migrasi sel.
Sedangkan migrasi sel
dikaitkan dengan
terjadinya infeksi dan
inflamasi di tingkat sel.
Kadar kurang dari 0.35%
tidak menunjukkan
keefektifan dalam
mencegah migrasi sel. Hal
ini dikaitkan dengan
proses penyembuhan luka
yang dianggap efektif
dengan menggunakan PVI
konsentrasi 0.35%- 1%.
6 Chang Sik Pak, et al. 2018. mengevaluasi A 106 sampel dilakukan Pembalut busa Betafoam
Comparison of the efficacy efektivitas dan Randomized pengujian terhadap ketiga Povidone Iodine (PVP-I)
and safety of povidone- keamanan pembalut Controlled bahan yang akan diuji, memiliki tingkat
iodine foam dressing busa povidone-iodine Trial. dengan perbandingan penyembuhan yang lebih
(Betafoam), hydrocellular (PVP-I) (Betafoam) 1:1:1 cepat dibandingkan
foam dressing (Allevyn), versus balutan busa dengan dua bahan lainnya.
and petrolatum gauze for hidroseluler (Allevyn) Menunjukkan bahwa
split-thickness skin graft dan kain kasa penggunaan Povidone
donor site dressing. South petrolatum Iodine, efektif untuk
Korea. penyembuhan luka.
7 Hamed Basir Ghafouri. Et Untuk menilai tingkat A Dilakukan pada 444 Penggunaan Povidone
al. 2016. Randomized, keefektifan Randomized sampel, membagi Iodine pada luka trauma,
Controlled Trial of penggunaan PVI Controlled kelompok kontrol dan tidak menunjukkan
Povidone-Iodine to dalam mencegah Trial. kelompok eksperimen, pengaruh terhadap
Reduce Simple Traumatic infeksi. dimana kedua kelompok kejadian infeksi.
Wound Infections in the sebelumnya luka
Emergency Department. sederhana dibersihkan
Iran. dengan larutan normal
saline, namun kelompok
eksperimen, tepi luka
diberikan larutan PVI,
selama perawatan kedua
kelompok dilakukan
pemantauan kembali
ketika akan membuka
jahitan.
8 Hamed Baser Ghafouri, et Untuk A 446 responden dilibatkan Secara statistik Tidak
al 2016. Is 1% Povidone- membandingkan Randomized dalam dua kelompok. 223 menunjukkan perbedaan
Iodine Solution Superior keefektifan Controlled responden, luka dicuci yang signifikan, antara
to NormalSaline for penggunaan Povidone Trial dengan Normal saline, kedua bahan, baik dalam
Simple Traumatic Wound Iodine encer dan dan 223 responden luka meningkatkan kejadian
Irrigation?. Iran Normal Saline untuk dicuci dengan larutan infeksi atau menurunkan
digunakan dalam Povidone Iodine 1%. tingkat kejadian infeksi.
Irigasi selama
perawatan luka.
Proses penyembuhan luka dapat berlangsung baik pada kondisi normal,

pada seorang penderita diabetes, proses penyembuhan luka dapat berlangsung

lebih lama dan seringkali disertai dengan perburukan kondisi luka. Sehingga

pemilihan bahan yang tepat dalam perawatan luka diabetes sangat dibutuhkan

untuk mencegah hal yang tidak diharapkan dari kondisi luka. Chen, et al. (2019)

melakukan penelitian laboratorium kepada 70 ekor tikus jenis wistar jantan yang

dibagi dalam tujuh kelompok, dengan perlakuan yang berbeda. Dua kelompok

kontrol dan lainnya dibedakan dalam kandungan bahan yang digunakan pada

perawatan luka. Tikus yang digunakan telah memenuhi standar kesehatan nasional

untuk hewan penelitian. Diperlakukan secara manusiawi untuk menjaga tikus

tidak mengalami stress. Uji histologi dilakukan untuk menentukan respon

inflamasi pada seluruh kelompok, dan dibuktikan bahwa, kelompok dengan

perawatan luka menggunakan Asam Hyaluronic ditambah senyawa Povidone

Iodine 0.1% efektif dalam menekan respon inflamasi, relatif lebih cepat dalam

proses penyembuhan luka, proliferasi dan regenerasi sel lebih cepat, luka

menunjukkan pembentukan tepi yang lebih baik, dibandingkan dengan kelompok

lainnya (p<0.001). Sementara itu, asam Hyaluronic yang tidak ditambah senyawa

Povidone Iodine tidak menunjukkan reaksi percepatan yang berarti secara

statistik, sama halnya dengan senyawa povidone iodine yang tidak ditambahkan

zat lainnya.

Penelitian dari wang, et al. (2016) menggunakan jenis tikus yang berbeda,

yakni jenis Sprague Dawley, tikus dicukur dan disayat area punggungnya, dan

dilakukan sayatan sedalam 10mm kelompok kontrol tidak diberi perlakuan,


sedangkan kelompok intervensi diberikan balutan dengan Povidone Iodine 0.5%

segera setelah terjadi luka selama 1 jam dalam sehari. Setelah 5 hari dilakukan

peninjauan terhadap kondisi luka, hasil menunjukkan bahwa aplikasi topikal 0,5%

PVI meningkatkan penyembuhan luka kulit akut, dan TGF-β memiliki peran

penting dalam proses ini. Proses penyembuhan luka kulit melibatkan berbagai

jenis sel, termasuk neutrofil, makrofag, fibroblas, dan sel endotel. TGF-β

memainkan peran sentral dalam setiap fase dari penyembuhan luka; secara umum,

ini menekan respon inflamasi dan mendorong pembentukan granulasi jaringan di

daerah luka. Dalam studi saat ini, ditemukan bahwa pengobatan PVI mendorong

penutupan luka dan pembentukan jaringan granulasi, selain itu jaringan granulasi

lebih teratur. Peningkatan myofibroblast berkontribusi pada penutupan luka.

Peningkatan ekspresi α-SMA pada luka yang dirawat dengan PVI bahwa

pengobatan PVI dapat meningkatkan peralihan fenotipe dari fibroblast menjadi

myofibroblast. Proses penyembuhan luka berlangsung lebih cepat.

Kaban, et al. (2019) dalam penelitiannya membandingkan tingkat

keefektifan dari pembalutan luka insisi post operasi, dengan balutan Povidone

Iodine dua hari post operasi, dan lima hari post operasi. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa pada luka yang dibalut segera dan dibalut setelah lima hari,

menunjukkan bahwa luka yang dibalut segera setelah dua hari menunjukkan tanda

peradangan. insiden peradangan luka secara signifikan lebih tinggi pada kelompok

awal (11% vs 36%, p = 0,035), berdasarkan hasil studi In Vitro sebelumnya,

dinyatakan bahwa penggunaan Povidone Iodine Pada luka sayatan terbuka harus

hati-hati, karena dapat mempengaruhi proses penyembuhan luka, sedangkan pada


kelompok yang lebih lambat lebih tidak menunjukkan adanya peradangan. kontak

dengan povidone-iodine sebelum epitelisasi dan granulasi dapat mempengaruhi

langkah penyembuhan luka. Pembukaan dini dari luka bedah yang telah ditutup di

ruang operasi dibawah kondisi steril tidak disarankan, karena hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa setelah memasuki fase granulasi, kontak dengan Povidone

iodine akan lebih maksimal dalam proses penyembuhan luka dan pencegahan

infeksi. Namun, walaupun terjadi peradangan pada kelompok dengan perlakuan

dini, namun, tanda infeksi lain tidak ditemukan, misalnya nanah dan peningkatan

suhu sekitar.

Tonson (2017) melaporkan keefektifan dari penggunaan kombinasi dari

busa Polyuretan dengan campuran formulasi Povidone Iodine, terhadap

penyembuhan luka diabetes kronik. Kedua perlakuan sebelumnya telah menjalani

debridemen diruang operasi, setelahnya proses perawatan luka dilaksanakan,

dengan mencuci dan membalut luka dengan Larutan povidone-iodine 7,5%

digunakan untuk luka dan pembersihan kulit di sekitar luka, sedangkan povidone-

10% larutan yodium digunakan untuk antisepsis. Busa poliuretan dipilih untuk

manajemen eksudat. Tujuh hari setelah operasi, masih ada nekrosis yang

signifikan tepi luka, dengan infeksi, jaringan mengelupas, dan debit sedang.Busa

poliuretan digunakan selama 60 hari balutan, bersama dengan kain kasa steril dan

tekanan negatif. Povidone-iodine 7,5% dipertahankan sebagai pembersih dan

povidone-iodine kering semprotan bubuk digunakan sebagai antiseptik tanpa

bilas. Setelah 60 hari perawatan kondisi luka tampak membaik, nekrosis tidak ada,

tidak ada eksudat, tepi luka membaik.


Liu, et al (2017) melakukan penelitian laboratorium in vitro menggunakan

jaringan Osteoblas primer manusia, fibroblas, dan mioblas yang kemudian

diperluas dalam kultur sel dan diberi paparan berbagai konsentrasi PVI (0%,

0,001%, 0,01%, 0,1%, 0,35%, 1%) selama 3 menit. Untuk menilai efek PVI pada

migrasi sel, pengujian awal dilakukan, di mana "goresan" dibuat oleh ujung pipet

standar dalam satu lapisan sel setelah paparan PVI. Kelangsungan hidup dan

proliferasi sel diukur 48 jam setelah pajanan PVI menggunakan viabilitas sel dan

uji sitotoksisitas. Hasil tes awal Fibroblas, osteoblas, dan myoblas yang terkena

kondisi kontrol (0% PVI) menunjukkan penutupan dari kerusakan awal dalam

waktu 24 jam, yang didefinisikan sebagai momen ketika sel-sel di tepi depan cacat

bersentuhan dengan sisi yang berlawanan. Pada 5 hari, kerusakan goresan terus

tumbuh ke dalam area dengan sel. Setelah paparan selama 3 menit ke 0,35% PVI

(konsentrasi dan paparan yang digunakan secara klinis), ketiga jenis sel tidak

menutup cacat awal mereka dalam 24 jam pertama. Cacat awal bertahan setelah 5

hari, dan terus bertahan pada 14 hari setelah dimulainya cacat awal. Fibroblas,

osteoblas, dan mioblas yang terpapar pada konsentrasi PVI 0,1% atau lebih

memiliki sel tingkat kelangsungan hidup kurang dari 6 persen relatif terhadap

kondisi kontrol (p <0,001) Selain itu, tidak ada perbedaan dalam kelangsungan

hidup sel dalam tiga jenis sel untuk konsentrasi ini. Semua sel yang terpapar

konsentrasi PVI 0,01% dan 0,001% memiliki tingkat kelangsungan hidup sel yang

tidak berbeda secara signifikan dari kondisi kontrol (p> 0,05), dengan

pengecualian 0,001% paparan PVI mioblas, yang mengurangi kelangsungan hidup

sel mioblas menjadi 95,9% relatif terhadap kontrol (p = 0,03). Disimpulkan


bahwa, maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pada kadar berapa

Povidone Iodine dapat bereaksi secara maksimal dalam mencegah infeksi, dan

dinyatakan bahwa pada kadar 0.35 % sesuai dengan yang sering digunakan secara

klinis berperan dalam menghambat migrasi sel. Sedangkan migrasi sel dikaitkan

dengan terjadinya infeksi dan inflamasi di tingkat sel. Kadar kurang dari 0.35%

tidak menunjukkan keefektifan dalam mencegah migrasi sel. Hal ini dikaitkan

dengan proses penyembuhan luka yang dianggap efektif dengan menggunakan

PVI konsentrasi 0.35%- 1%.

Penelitian Pak, et al. (2018) fokus dalam mengevaluasi efektivitas dan

keamanan pembalut busa povidone-iodine (PVP-I) (Betafoam) versus balutan

busa hidroseluler (Allevyn) dan kain kasa petrolatum. Peneliti membandingkan

keefektifan dari tiga bahan, untuk digunakan dalam penyembuhan luka, hasil uji

statistik menunjukkan kejadian epitelisasi lebih cepat pada balutan dengan

Povidone Iodine. Epithelisasi paling singkat dengan balutan busa PVP-I (12,74 +

3,51 hari) versus pembalut busa hidroseluler (16,61 + 4,45 hari; P = 0,0003) dan

petrolatum (15,06 + 4,26 hari, P = 0,0205). Pada hari ke-14, 83,87% busa PVP-I

memiliki epitelisasi lengkap, dibandingkan 36,36% hidroseluler ( P = 0,0001) dan

55,88% dari r kasa petrolatum situs ( P = 0,0146). Tidak ada infeksi luka. Tingkat

kejadian yang merugikan peristiwa sebanding di seluruh kelompok ( P = 0,1940).

Peneliti menyimpulkan bahwa efektif menggunakan balutan PVP-I.

Penelitian Ghafouri, et al (2016) dilakukan pada 444 sampel, membagi

kelompok kontrol dan kelompok eksperimen, dimana kedua kelompok

sebelumnya luka sederhana dibersihkan dengan larutan normal saline, namun


kelompok eksperimen, tepi luka diberikan larutan PVI, selama perawatan kedua

kelompok dilakukan pemantauan kembali ketika akan membuka jahitan. Kejadian

infeksi menjadi tolak ukur hasil penelitian. Tingkat infeksi pada kelompok

eksperimen dan kontrol serupa (p = 0,231) tetapi hubungan yang signifikan

diamati antara tingkat infeksi dan luka lokasi. Tungkai bawah (OR = 9,23, p

<0,0001) dan tungkai atas (OR = 5,47, p = 0,011) menunjukkan nilai tertinggi

risiko infeksi luka diantara lokasi lain.

Pada penelitian lainnya Ghafouri, et al (2016) penelitian melakukan

perbandingan penggunaan larutan Povidone Iodine 1% dengan larutan Normal

Saline 0.9%. pada hasil akhir, dari keseluruhan sampel yang diteliti pada kedua

bahan masih ditemukan kejadian peradangan hingga infeksi, Komplikasi infeksi

terlihat pada 29 dari 446 (7,4%) pasien (15 pada povidone-iodine versus 14 pada

kelompok Normal Saline). Sembilan belas (7,91%) pasien dalam kelompok

povidone-iodine dan 13 (6,68%) pasien dalam kelompok kelompok Norm al

saline menunjukkan bukti infeksi dalam kunjungan tindak lanjut. Tidak ada

signifikan secara statistikperbedaan antara tingkat infeksi dalam dua kelompok

yang diteliti (p = 0.86). Disimpulkan bahwa penggunaan Larutan Povidone Iodine

untuk irigasi luka, tidak terbukti menurunkan atau meningkatkan kejadian infeksi

dibandingkan dengan Normal Saline.

D. Pembahasan

Iodine Povidone cair merupakan zat antiseptic jenis senyawahalogen yang

digunakan untuk membunuh atau mencegah pertumbuhanmikroorganisme pada

permukaan kulit atau mukosa dan juga digunakan untuk meniadakan atau
mencegah keadaan sepsis biasanya merupakan sediaan yang digunakan pada

jaringan hidup (Team FKUI, 1995 dalam Dani 2018).

Dari ke 8 journal internasional memperlihatkan bahwa pada dasarnya betadine

merupakan zat yang dapat membunuh organisme dan dapat menghmambat

inflamasi. Adapun dalam proses penyembuhan luka berdasarkan pivodine iodine

Dimana dalam jurnal Rong Fu Chen, et al. 2019 memperlihatkan bahwa

percobaan yang dilakukan pada tikus didapatkan hasil bahwa tikus tersebut

mengalami penghambatan inflamasi dan mengalami proses penyembuhan luka

denga masa proliverasi yang lebih baik dengan menggunakan Pivodine Iodine

dengan dibarengi dengan Asam Hialuronic dibandingkan dengan hanya

menggunakan Pivodine Iodine. Dimana ketika menggunakan pivodine iodine

tanpa asam hyaluronic proses proliverasi sangat lambat. Penulis berasumsi bahwa

peranan Asam hialuronic sangat penting dalam pembentukan pembuluh darah di

sekitar luka, sehingga proses penyembuhan menjadi lebih cepat. Selain itu, asam

hialuronat juga memiliki sifat antibakteri yang dapat melindungi luka dari infeksi.

Hal ini ditunjang dalam teori yang dikemukakan oleh Eliza 2018

bahwa Asam hialuronat adalah salah satu dari senya-wa dasar pada

tubuh manusia yang mempunyai fungsi untuk mengikat air dan

menahan sel agar selalu berada dalam matriks yang menyerupai

jel.Fungsi lainnya adalah sebagai pelumas pada persendian-persendian

tubuh. Perubahan konsentrasi dan derajat polimerisasi dari asam

hialuronat pada cairan pengikat akan menimbulkan terhambatnya

perkembangan persendian. Asam hialuronat telah digunakan secara


luas seperti pada penyembuhan arthritis, katup jantung buatan, operasi

mata, pe-nyembuhan luka bakar serta bahan baku lotion pere-majaan

kulit.

Walaupun pada dasarnya dari ke 8 jurnal terdapat 2 jurnal yang

memiliki sampel adalah tikus penulis memilki persepsi bahwa hal

tersebut dapat di homogenkan menjadi sampel manusia karena pada

dasarnya genetic dari tikus itu sendiri memiliki persamaan 99% dengan

tubuh manusia sehingga itu banyak penelitian perlakuan yang

menggunakan sampel tikus.

Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Kemenkes

2016 tentang uji coba klinis eksperimen manusia didapatkan bahwa

Mencit berbeda dengan tikus, dimana ukurannya mini, berkembang

biak sangat cepat, dan 99% gennya mirip dengan manusia. Oleh karena

itu mencit sangat representative jika digunakan sebagai model penyakit

genetic manusia (bawaan).Selain itu, mencit juga sangat mudah untuk

di rekayasa genetiknya sehingga menghasilkan model yang sesuai

untuk berbagai macam penyakit manusia.Selain itu, mencit juga lebih

menguntungkan dalam hal kemudahan penanganan, tempat

penyimpanan, serta harganya yang relatif lebih murah.

Hal yang berbeda dilakukan dalam penelitian wang, et al. (2016)

bahwa ketika tikus diberikan perlakuan dalam hal ini yaitu diberikan

kedalam luka sebesar 10 mm setelah itu 1 jam dibungkus dengan

pivodine iodine lebih efektif mempercepat poreses penutupan luka, dan


mempercepat proses granulasi dan maturasi. Penulis berasumsi bahwa

hal ini disebabkan karena setelah diberikan balutan menggunakan

Pivodine Iodine selama 1 jam, peneliti melepas balutan tersebut dan

hal tersebut di ulangi sampai hari ke 5, hal inilah yang membuat

tingkat kelembaban dari luka tersebut terjaga dibandingkan yang tanpa

menggunakan pivodine iodine walaupun pada dasarnya luka tidak

mengalami kelembaban akan tetapi luka tersebut tidak terjaga ataupun

terkonatimnasi mikroorganisme dari luar.

Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan Jayakumar, et all.

2011 bahwa penutup luka yang ideal harus dapat memelihara

lingkungan yang lembab dipermukaan luka, memungkingkan

pertukaran gas, bertindang sebagai penghalang bagi mikroorganisme

dan menghilangkan kelebihan eksudat.Harus tidak beracun tidak

menimbulkan alergi, harus terbuat dari biomaterial yang banyak

tersedia dan memiliki sifat anti mikroba dan dapat menyembuhkan

luka.

Hal yang berbeda ditemukan dalam 3 penelitian yaitu 3 journal

yaitu Alpaslan Kaban, et al. 2019, Hamed Basir Ghafouri 2016 ed. 1

maupun Hamed Basir Ghafouri 2016 ed. 2 didapatkan bahwa Pivodine

Iodine dapat menghambat proses inflamasi pada saat tahapan luka

pertama yaitu proses inflamasi begitu juga yang didapatkan oleh

Hamed Basir Ghafouri 2016 yang memiliki luka emergency dimana

memiliki 2 perlakuan, dimana pada journal edisi pertama luka


diberikan irigasi dengan Pivodine Iodine dan dilakukan kontrol

setelahnya untuk journal berikutnya diberikan perlakuan dimana luka

tersebut di olesi dgn Pivodine Iodine dan dibalut yang memberikan

kesimpulan bahwa luka tetap mengalami infkesi. Penulis mengambil

kesimpulan dari hasil ke 3 journal memperlihatkan bahwa penggunaan

Pivodine Iodine dapat menghabat proses penyembuhan luka dan tetap

memungkinkan kejadian infeksi pada luka.

Hal ini ditunjang dalam teori yang dikemukakan oleh Walker 1996

bahwa penggantian balutan luka dilakukan sesuai dengan kebutuhan

bukan hanya berdasarkan dengan kebiasaa melainkan harus

berdasarkan dengan tipe dan jenis luka.Penggunaan antiseptic hanya

untuk yang memerlukan saja karena memliki efek toksik terhadap sel

sehat. Pembawa seperti sitotoksik seperti pivodine iodine, asam asetat

seharusnya tidak sering digunakan untuk membersihkan luka karena

dapat menghambat proses penyembuhan luka.

Dari hasil ke 8 journal penulis berasmumsi bahwa pada dasrnya

Povidone Iodine dapat menghambat proses penyembuhan luka ketika

povidone Iodine diberikan pada tahapan inflamasi. Hal tersebut dapat

menghambat proses penyembuhan luka

E. Kesimpulan

Hasil analisis artikel ilmiah diatas menunjukan bahwa dari ke 8journal

bahwa povidone iodine dapat menghambat proses penyembuhan luka. Ketika

povidone iodine diberikan pada tahapan inflamasi. Pivodine iodine dapat


diberikan dan sangat dianjurkan ketika telah melewati masa proliverasi luka

yaitu berkisar di atas 4 hari, ketika betadin diberikan diatas 4 hari maka akan

cepat proses penyembuhan luka.


DAFTAR PUSTAKA

Alpaslan Kaban, et al. 2019. Negative Impact of Postoperative Early Surgical


Incision Dressing: A ProspectiveObservational Study. Turkey

Chang Sik Pak, et al. 2018. Comparison of the efficacy and safety of povidone-
iodine foam dressing (Betafoam), hydrocellular foam dressing (Allevyn),
and petrolatum gauze for split-thickness skin graft donor site dressing.
South Korea

Hamed Baser Ghafouri, et al 2016. Is 1% Povidone-Iodine Solution Superior to


NormalSaline for Simple Traumatic Wound Irrigation?. Iran

______________________. 2016. Randomized, Controlled Trial of Povidone-


Iodine to Reduce Simple Traumatic Wound Infections in the Emergency
Department. Iran.

Hidayat, A. Aziz Alimul. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba


Medika; 2006.

James X. Liu, et al. 2017. Povidone-Iodine Solutions Inhibit Cell Migration and
Survival of Osteoblasts, Fibroblasts, and Myoblasts. New York, USA.

Li Wang, et al. 2016. Transforming growth factor ß plays an important role in


enhancing wound healing by topical application of Povidone-iodine.
China

Luinio S. Tongson. 2017. Exudate management and antisepsis in diabetic patients


with problem wounds: two case reports. Philipines

Jayakumar, et all. 2011. Novel Chitin and Chitosan Materials in Wound


Dressing. Biomedical Enginering.ISBN : 978-953-307-513-6- in Teach

Morison, Moya J. Manajemen Luka. Jakarta: EGC; 2004.

Rong Fu Chen, et al. 2019. Hyaluronic Acid–Povidone-Iodine Compound


Facilitates Diabetic Wound Healing in a Streptozotocin- Induced
Diabetes Rodent Model. Taiwan

Supardi, F. Perbedaan hari rawat pada pasien luka bersih menggunakan betadin
dengan perawatan luka menggunakan NaCl 0,9% di puskesmas tanjung
siang kabupaten subang tahun 2012. Skripsi. Cirebon: Program Studi Ilmu
Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Cirebon; 2012.

Walker, 1996. Back to Basic; Choosing the correct wound Dressing. American
Journal of Nursing, 96 (9), 35-39

Anda mungkin juga menyukai