OLEH
Fadlin Rimpansa (841721028)
Feby Soraya Lasanudin (841721048)
Sukmawati Passi (841721008)
Jihan Adhalin Harun (841721018)
Dengan menyebut nama Tuhan yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang.
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan Analisis Jurnal dengan judul PELAKSANAAN TINDAKAN
KEPERAWATAN PADA PASIEN ASMA DI RUANGAN INSTALASI
GAWAT DARURAT (IGD)
Analisis Jurnal ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan analisis
jurnal ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua
pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan Analisis Jurnal ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki Analisis Jurnal ini.
Akhir kata kami berharap semoga Analisis Jurnal ini dapat memberikan
manfaat kepada semua pihak.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang......................................................................................... 1
1.2 Tujuan....................................................................................................... 2
1.3 Manfaat..................................................................................................... 2
BAB II METODE DAN TINJAUAN TEORITIS.......................................... 4
2.1 Metode Pencarian..................................................................................... 4
2.2 Konsep tentang Tinjauan Teoritis............................................................ 4
A. Instalasi Gawat Darurat (IGD)........................................................... 4
B. Asma................................................................................................... 8
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................... 17
3.1 Hasil........................................................................................................ 17
3.2 Pembahasan............................................................................................. 20
3.3 Implikasi Keperawatan............................................................................ 24
BAB IV PENUTUP........................................................................................... 25
4.1 Kesimpulan............................................................................................ 25
4.2 Saran....................................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 26
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Instalasi Gawat Darurat (IGD) merupakan bagian dari pelayanan Rumah
Sakit yang dilengkapi dengan peralatan medis yang berstandar nasional buka 24
jam dengan tenaga medis yang handal siap membantu menangani kasus gawat
darurat. Dengan didukung tata ruang yang baik memungkinkan dilakukan
tindakan resusitasi, observasi atau tindakan lainnya diruang yang berbeda tetapi
masih didalam ruang Instalasi Gawat Darurat. Beberapa pasien yang dirawat di
IGD umumnya adalah pasien kecelakaan, pasien dengan penyakit akut maupun
kronis yang mengancam nyawa, atau keadaan darurat yang memerlukan
perawatan segera. Beberapa kondisi yang harus segera mendapatkan penanganan
khusus salah satunya yaitu pasien dengan serangan asma. (Tety, 2018)
Asma merupakan penyakit inflamasi jalan nafas kronik dengan banyak sel
dan elemen seluler yang berperan di dalamnya. Inflamasi kronik ini berhubungan
dengan hiper-responsivitas jalan nafas yang mengakibatkan episode berulang dari
mengi, sesak, perasaan berat di dada, dan batuk, terutama saat malam hari atau
dini hari. Episode serangan akut ini biasanya berhubungan dengan obstruksi aliran
udara pada paru yang reversible. (Merey, 2021)
Asma merupakan masalah kesehatan global. Prevalensi asma menurut
World Healt Organization (WHO) tahun 2019 sekitar 235 juta. Asma merupakan
masalah kesehatan diseluruh dunia, yang mempengaruhi kurang lebih 1-18%
populasi diberbagai negara di dunia. Menurut WHO yang bekerja sama dengan
Global Asthma Network (GAN) yang merupakan organisasi asma di dunia,
memprediksikan pada tahun 2025 akan terjadi kenaikan populasi asma sebanyak
400 juta dan terdapat 250 ribu kematian akibat asma. Penyakit ini merupakan
salah satu penyakit utama yang menyebabkan pasien memerlukan perawatan, baik
dirumah sakit maupun di rumah (WHO, 2017)
Angka kejadian asma di Indonesia yang dilaporkan oleh Puskesmas melalui
sistem informasi surveilans Penyakit Tidak Menular (PTM) yaitu sebanyak
18.748 jiwa. Jumlah orang dengan penyakit asma menurut kelompok umur paling
4
banyak pada kelompok umur 35-59 tahun sebesar 7.694 jiwa (Kementerian
Kesehatan RI, 2017). Terdapat berbagai macam faktor pemicu terjadinya serangan
asma yang sering dijumpai antara lain alergen, exercise (latihan), polusi udara,
faktor kerja (occupational factors), infeksi pernapasan, masalah hidung dan sinus,
sensitif terhadap obat dan makanan, penyakit refluk gastroesophageal
(Gastroesophageal Reflux Disease/GERD) dan faktor psikologis (stres emosional)
(Indri, 2018).
Tindakan yang dapat kita lakukan untuk mencegah atau mengatasi
kekambuhan masalah pola napas tidak efektif pada penderita asma adalah
manajemen jalan napas dan pemantauan respirasi (PPNI, 2018). Frekuensi
Pernapasan atau Respiratory Rate (RR) pada asma meningkat sebagai upaya untuk
mengkompensasi volume alun napas yang kecil. Sedangkan Penurunan saturasi
oksigen (SpO2) merupakan gejala hipoksemia dan hiperkapnia, disebabkan oleh
gangguan ventilasi dan perfusi ditambah hipoventilasi alveolar (Merey, 2021)
Modalitas fisioterapi yang dapat digunakan dalam penanganan kasus Asma,
salah satunya yaitu dengan tehnik pernapasan buteyko, respiratory muscle
streaching, posisi orthopeneic, brochial termoplasty. (Indri, 2018).
1.2 Tujuan
Untuk menganalisis jurnal tentang “Tindakan Keperawatan Pada Pasien Asma Di
Ruangan Instalasi Gawat Darurat (IGD)”
1.3 Manfaat
A. Manfaat Praktis
1. Bagi program Studi Ners
Diharapkan analisis jurnal ini dapat dijadikan tambahan materi, teori
dan bahan bacaan tentang “Tindakan Keperawatan Pada Pasien Asma Di
Ruangan Instalasi Gawat Darurat (IGD)’’
2. Bagi Perawat
Dapat memberikan suatu alternatif untuk dapat dijadikan sebagai
bahan masukan bagi perawat dalam melakukan “Tindakan Keperawatan
Pada Pasien Asma Di Ruangan Instalasi Gawat Darurat (IGD) ’’
5
3. Bagi rumah sakit
Diharapkan analisis jurnal ini dapat menjadi bahan masukan bagi
rumah sakit dalam melaksanakan penatalaksanaan mengenai ““Tindakan
Keperawatan Pada Pasien Asma Di Ruangan Instalasi Gawat Darurat (IGD) ’’
B. Manfaat Teoritis
1. Diharapkan analisis jurnal ini dapat memberikan suatu pengetahuan
tentang “Tindakan Keperawatan Pada Pasien Asma Di Ruangan Instalasi
Gawat Darurat (IGD)’’
2. Diharapkan bisa menjadi konstribusi yang baik bagi dunia ilmu
pengetahuan pada umumnya dan juga bisa memberikan ilmu
khusus bagi keperawatan.
6
BAB II
METODE DAN TINJAUAN TEORITIS
Google cendekia/scholar.
1) Definisi
kecacatan pasien.
7
c. Merujuk kasus – kasus gawat darurat apabila rumah sakit tersebut
daruratan
kegawatdaruratan.
f. Jumlah dan jenis serta kualifikasi tenaga di IGD rumah sakit sesuai
8
2) Triage
kegawatdaruratan.
- Trauma ringan
- Sudah meninggal
9
menentukan derajat kegawatdaruratannya oleh tenaga kesehatan dengan
cara:
c. Namun bila jumlah pasien lebih dari 50 orang, maka triase dapat
dilakukan di luar ruang triase (di depan gedung IGD rumah sakit).
kode warna:
ditangani.
10
- Kategori hijau: prioritas ketiga (area observasi), pasien degan
dipulangkan.
A. Asma
1. Definisi
gangguan inflamasi kronik pada saluran napas dengan berbagai sel yang
berulang, sesak napas, dada terasa tertekan, dan batuk khususnya pada
dada, dan batuk, terutama saat malam hari atau dini hari. Episode
11
serangan akut ini biasanya berhubungan dengan obstruksi aliran udara
2. Klasifikasi
a. Step 1 (Intermitten)
2X dalam sebulan. Fungsi paru PEF tau PEV1 Variabel PEF ≥ 80%
ATAU 20%-30%
12
seminggu. Fungsi paru PEF atau PEV1 Variabel PEF 60%-80% atau
> 30%.
muncul. Fungsi paru PEF atau PEV1 Variabel PEF ≤60% atau >30%.
3. Etiologi
Menurut Global Initiative for Asthma tahun 2020, faktor resiko penyebab
a. Faktor genetic
1) Atopi/alergi
2) Hipereaktivitas bronkus
maupun iritan.
3) Jenis kelamin
4) Ras/etnik
5) Obesitas
13
Obesitas atau peningkatan/body mass index (BMI), merupakan
penyakit.
b. Faktor lingkungan
sebagainya).
terjadi pada anak-anak yang diwakili oleh alergen, asap rokok, infeksi
c. Faktor lain
3) Exercise-induced asthma
4. Patofisiologi
14
a. Bronkokonstriksi
lebih progresif, akan diikuti oleh munculnya faktor lain yang lebih
saluran napas.
c. Airway Hyperresponsiveness
15
Pengobatan yang ditujukan pada inflamasi dapat mengurangi airway
d. Airway Remodeling
serta tidak terjadi proses perbaikan yang baik, terutama pada pasien
16
kecemasan, diaphoresis, dan kelelahan. Hiperventilasi adalah salah satu
gejala awal dari asma. Kemudian sesak nafas parah dengan ekspirasi
memanjang disertai wheezing (di apeks dan hilus). Gejala utama yang
sering muncul adalah dipsnea, batuk dan mengi. Mengi sering dianggap
sebagai salah satu gejala yang harus ada bila serangan asma muncul
(Anisa, 2019).
a. Stadium dini
hilang timbul
2) Wheezing
b. Stadium lanjut/kronik
1) Batuk, ronchi
17
2) Sesak nafas berat dan dada seolah-olah tertekan
7) Sianosis
dan kiri
6. Penatalaksanaan
utama, 2018) :
3) Antikolinergik ( bronkodilator )
4) Kortikosteroid
18
5) Mast cell inhibitor ( lewat inhalasi )
jam
berat
7. Pemeriksaan penunjang
c. Pemeriksaan sputum
asma.
19
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
20
Control Test) dengan pendekatan pretest and post terhadap ACT (asthma control test) dengan Skor
test one group design yang terdiri ACT setelah diberikan teknik pernapasan buteyko
dari 14 pasien asma dengan lebih tinggi daripada sebelum diberikan teknik
consecutive sampling. pernapasan buteyko. Perbedaan yang signifikan
Instrumen ACT (Asthma Control antara skor ACT setelah diberikan teknik
Test) di lakukan secara time series pernapasan buteyko dengan skor ACT pada
artinya diukur pada saat pretest, minggu III, minggu II, minggu I, dan pretest
minggu pertama, kedua, ketiga, dan (p=0,00). Post hoc analisis menemukan skor post
keempat. Data yang terkumpul test minggu ke empat signifikan lebih tinggi
dianalisis secara deskriptif dan (p=0,00) daripada posttest minggu III, minggu II,
inferensial yaitu dengan minggu I, dan pretest.
menggunakan uji Repeated ANOVA
dan dilanjutkan dengan analisis uji
Post Hoc dengan skala signifikansi
p<0,05.
Widyaningsih, pengaruh respiratory muscles Penelitian ini menggunakan mean rank saturasi oksigen pasien asma sebelum
penelitian kuantitatif menggunakan
yunani, M. stretching terhadap saturasi intervensi adalah 0.00 % dan sesudah intervensi
desain Quasy experiment dengan
Jamaluddin, oksigen pasien asma rancangan randomized pretest 7.50 %. penelitian menunjukkan ada pengaruh
posttest design without control
2018 latihan respiratory muscles stretching terhadap
Sampel penelitian ini adalah 15
pasien Asma yang memenuhi saturasi oksigen pasien asma
kriteria inklusi: usia 20-60 tahun
dengan hemodinamik pasien stabil
(tekanan darah sistolik 90-130
mmHg, nadi 60-100 kali/menit,
suhu normal). Kriteria eksklusi
dalam penelitian ini adalah pasien
21
dengan riwayat penyakit jantung.
Teknik pemilihan sampel
menggunakan Purposive Sampling.
Instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pulse oxymeter
untuk mengukur saturasi oksigen
dan lembar observasi saturasi
oksigen..
22
3.2 Pembahasan
Pada penelitian yang dilakukan oleh Eric D Tenda, 2017 yang bertujuan
untuk mengetahui pengaruh terapi Bronchial Thermoplasty terhadap pasien Asma.
Bronchial thermoplasty ialah salah satu prosedur baru untuk terapi
nonfarmakologis asma. Pada pasien asma kronik, ukuran otot polos bertambah
akibat inflamasi berkepanjangan. Bronchial thermoplasty adalah prosedur invasif
minimal yang memanfaatkan hantaran panas melalui gelombang radio untuk
menyusutkan ukuran otot polos saluran napas sehingga menghindarkan
bronkokonstriksi. Sebelum prosedur, pasien diberi anestesi ringan terlebih dahulu.
Teknik ini menggunakan bronkoskopi fiberoptik dalam tiga prosedur yang
masing-masing berlangsung selama kurang-lebih satu jam. Bronchial
thermoplasty hanya boleh dilakukan oleh dokter internis subspesialis pulmonologi
yang telah mendapat pelatihan khusus. Setelah prosedur dilakukan, pasien akan
dikembalikan ke dokter yang merujuk untuk mengatur pengobatan asma pasien.
Dalam studi terandomisasi yang dilakukan pada pasien asma yang mendapat
prosedur bronchial thermoplasty, didapatkan hasil yang signifikan. Sebanyak 32%
pasien mengalami penurunan serangan asma, terjadi penurunan sebesar 84%
untuk kunjungan pasien ke unit gawat darurat karena gangguan pernapasan,
terdapat penurunan 66% waktu yang hilang dari tempat kerja atau sekolah, serta
penurunan sebesar 73% untuk perawatan inap dengan gangguan pernapasan.
Meski merupakan metode pengobatan terbaik untuk asma saat ini, bronchial
thermoplasty tidak begitu saja dapat diterapkan pada semua pasien Indikasi dan
kontraindikasi.
Data dari uji klinis menunjukkan bahwa pasien yang mendapat pengobatan
bronchial thermoplasty akan mengalami peningkatan kualitas hidup dan
pengurangan tingkat eksaserbasi parah, kunjungan gawat darurat, dan gangguan
aktivitas sosial. Bronchial thermoplasty ialah salah satu pilihan yang terbaik
dalam pengobatan asma pada pasien dewasa yang tidak dapat dikontrol dengan
obat.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Novita Amri, 2021 yang bertujuan
untuk mengetahui hasil penerapan posisi orthopneic untuk mengatasi
23
ketidakefektifan pola nafas pada Tn.M dan Tn.R dengan Asma Bronkhial di
Ruang Paru RSU Mayjen H.A Thalib Kabupaten Kerinci. Metode penelitian yang
digunakan yakni metode Eksperiment One Group Pretest-Posttest. Populasi dalam
penelitian ini adalah pasien vertigo di RSU Mayjen H.A.Thalib Kabupaten
Kerinci Tahun 2020 dengan jumlah 62 orang. Sampel dalam penelitian ini
sebanyak 8 orang dengan menggunakan teknik purposive sampling. Alat yang
digunakan dalam penelitian ini adalah headset dan handphone untuk memutar
vidio murottal dan lembar observasi. Murottal dilakukan selama 3 malam
berturut-turut sebelum tidur pada malam hari. Analisa statistik menggunakan
distribusi frekuensi untuk univariat dan uji paired t test untuk bivariat.
Dari Hasil penelitian ini Penerapan Posisi Orthopneic Untuk Mengatasi
Ketidakefektifan Pola Nafas Pada Klien Tn.M Dengan Asma Bronkhial dapat
membantu Mengatasi Ketidakefektifan Pola yang terjadi pada Tn.M, sesuai
dengan respon klien yang sudah tidak sesak nafas. Penerapan Posisi Orthopneic
Untuk Mengatasi Ketidakefektifan Pola Nafas Pada Klien Tn.R Dengan Asma
Bronkhial dapat membantu Mengatasi Ketidakefektifan Pola yang terjadi pada
Tn.R, sesuai dengan respon klien yang sudah tidak sesak nafas. 3. Terdapat
perbedaan hasil terhadap penerapan Posisi Orthopneic untuk mengatasi
ketidakefektifan pola nafas pada Tn.M dan Tn.R, sesuai dengan respon kedua
klien yang sudah tidak sesak nafas dan pernafasan klien normal. Di temukan
perbedaan pernafasan kantara kedua klien yaitu pernafasan Tn.M lebih cepat
dibandingkan dengan pernafasan Tn.R, hal tersebut dipengaruhi oleh faktor emosi
dan kecemasan yang dialami oleh Ny.M.
Hasil Penelitian ini Di dukung Teori bahwa Asma bronkhial adalah suatu
penyakit dengan ciri meningkatnya respons trakhea dan bronkhus terhadap
berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang
luas dan derajatnya dapat berubah-ubah secara spontan maupun sebagai hasil
pengobatan. Pola nafas merupakan proses pergerakan gas ke dalam dan keluar
paru dipengaruhi oleh tekanan dan volume. Pola nafas juga diartikan sebagai
gabungan aktivitas berbagai mekanisme yang berperan dalam proses suplai
oksigen ke seluruh tubuh dan pembuangan karbondioksida. Orthopneic
24
merupakan adaptasi dari posisi fowler tinggi, klien duduk di tempat tidur atau
samping tempat tidur dengan meja yang menyilang di atas tempat tidur, Tujuan
tindakan ini Membantu mengatasi masalah kesulitan pernapasan dengan
memberikan ekspansi dada minimum. Membantu klien yang mengalami ekspansi
dada. Jadi dapat disimpulkan bahwa penerapan posisi orthopneic memberikan
pengaruh terhadap keefektifan pola nafas pada pasien.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Marlin Sutrisna 2018,
bahwa peneliti membuktikan teknik pernapasan buteyko berpotensi untuk
memberikan pengaruh positif secara subjektif yang di ukur dengan ACT (asthma
control test). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rerata skor
ACT sebelum dan sesudah latihan teknik pernapasan buteyko selama 4 minggu.
ACT menunjukkan kontrol asma yang baik atau buruk pada pasien. Hal ini
dikarenakan teknik pernapasan buteyko merupakan teknik yang menggabungkan
pernapasan hidung, diafragma, dan control pause. Pasien asma dianjurkan untuk
bernapas melalui hidung dan menutup mulut, karena alergen masuk melalui mulut
dapat memicu terjadinya bronkospasme sehingga terjadi sesak napas. Respon
alami ketika sesak napas adalah usaha bernapas lebih dalam melalui mulut,
sehingga memungkinkan menghirup alergen lebih banyak dan memicu
bronkospasme lebih lanjut.
Penelitian ini di dukung oleh Hassan, Riad, dan Ahmed (2012), didapatkan
bahwa teknik pernapasan buteyko mencegah tingkat keparahan asma,
meningkatkan perbaikan PEFR dan kontrol asma yang di ukur dengan asthma
control questionare (ACQ). Menurut Cowie, Conley, Underwood, dan Reader
(2008), teknik pernapasan buteyko dapat mengurangi penggunaan terapi
kortikosteroid inhalasi. Pada penelitian ini, teknik pernapasan buteyko diberikan
secara berkelanjutan setiap dua kali dalam seminggu selama 4 minggu. Hal
tersebut disesuaikan dengan alat ukur kontrol asma yang mengukur control asma
setelah 4 minggu.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Widiyaningsih , Yunani , dan M.
Jamaluddin, 2018 yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh latihan respiratory
muscles stretching terhadap saturasi oksigen pasien Asma. Populasi adalah semua
25
pasien Asma yang dirawat di RSUD Kota Semarang dengan Sampel penelitian ini
adalah 15 pasien Asma yang memenuhi kriteria inklusi: usia 20-60 tahun dengan
hemodinamik pasien stabil (tekanan darah sistolik 90-130 mmHg, nadi 60-100
kali/menit, suhu normal). Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah pasien
dengan riwayat penyakit jantung. Teknik pemilihan sampel menggunakan
Purposive Sampling. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah pulse
oxymeter untuk mengukur saturasi oksigen dan lembar observasi saturasi oksigen.
Cara pengumpulan data: Dilakukan pengukuran saturasi oksigen sebelum latihan
peregangan otot pernafasan dengan pulse oximeter. Kemudian melakukan latihan
respiratory muscles stretching. Latihan respiratory muscles stretching yang
diberikan meliputi peregangan otot sternocleidomastoid, otot pectoralis mayor dan
trapezius, otot tricep brachii dan otot serratus anterior selama 10-15 menit
(masing-masing 2 x 10 hitungan). Dilakukan pengukuran saturasi oksigen setelah
latihan peregangan otot pernafasan dengan pulse oximeter. Analisis data
dilakukan untuk mengetahui perbedaan mean saturasi oksigen sebelum dan
sesudah intervensi menggunakan uji T paired dengan uji hipotesis two tail dengan
derajat kemaknaan 0.05. Hasil penelitian menunjukkan ada peningkatan saturasi
oksigen sebelum dan sesudah dilakukan latihan respiratory muscles stretchingada
sehingga ada pengaruh latihan respiratory muscles stretching terhadap saturasi
oksigen pasien asma.
Hasil penelitian ini didukung teori bahwa pada pasien asma yang melakukan
latihan ini dapat merelaksasikan otot, dan asam laktat yang terjadi sebagai hasil
dari metabolism anaerob akibat iskemik dapat dikeluarkan dengan baik sehingga
akan mengurangi nyeri pada otot-otot pernafasan. Latihan respiratory muscles
stretching dapat mengembalikan fungsi otot-otot pernafasan tersebut sehingga
dapat meningkatkan saturasi pasien asma.
26
3.3 Implikasi Keperawatan
Provesi Keperawatan : Menyajikan suatu lingkup praktik keperawatan
yang profesional
Klien : Dapat menerapkan penatalaksanaan-
penatalaksanaan pada penyakit asma
Perawat :
1. Meningkatkan kepuasan dalam bekerja dan
meningkatkan perkembangan profesionalisme.
2. Meningkatkan hubungan antara perawat dengan
klien
3. Meningkatkan suatu pengembangan dan
kreatifitas dalam penyelesaian masalah klien
27
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Asma merupakan penyakit inflamasi jalan nafas kronik dengan banyak sel
dan elemen seluler yang berperan di dalamnya. Inflamasi kronik ini berhubungan
dengan hiper-responsivitas jalan nafas yang mengakibatkan episode berulang dari
mengi, sesak, perasaan berat di dada, dan batuk, terutama saat malam hari atau
dini hari. Berdasarkan jurnal yang didapatkan diperoleh hasil antara lain : Pasien
asma yang mendapat prosedur bronchial thermoplasty, didapatkan hasil yang
signifikan. Sebanyak 32% pasien mengalami penurunan serangan asma, Ada
pengaruh penerapan posisi orthopneic untuk mengatasi ketidakefektifan pola
napas pada pasien asma. Ada pengaruh latihan teknik pernapasan buteyko
terhadap ACT (asthma control test) dengan Skor ACT setelah diberikan teknik
pernapasan buteyko lebih tinggi daripada sebelum diberikan teknik pernapasan
buteyko, dan Ada pengaruh latihan respiratory muscles stretching terhadap
saturasi oksigen pasien asma.
4.2 Saran
a. Bagi program Studi Ners
Diharapkan mahasiswa dapat memperbanyak pengetahuan mengenai
“Tindakan Keperawatan Pada Pasien Asma Di Ruangan Instalasi Gawat
Darurat (IGD)’’
b. Bagi Perawat
Dapat memberikan suatu alternatif untuk dapat dijadikan sebagai
bahan masukan bagi perawat dalam melakukan “Tindakan Keperawatan
Pada Pasien Asma Di Ruangan Instalasi Gawat Darurat (IGD) ’’
c. Bagi rumah sakit
Diharapkan analisis jurnal ini dapat menjadi bahan masukan bagi
rumah sakit dalam melaksanakan penatalaksanaan mengenai ““Tindakan
Keperawatan Pada Pasien Asma Di Ruangan Instalasi Gawat Darurat (IGD) ’’
28
DAFTAR PUSTAKA
GINA (2020) Pocket Guide for Asthma Management and Prevention (for adults
and children older than 5 years), Global Initiative for Asthma.
Available at: www.ginasthma.org.
Indri Runtuwene. 2018. Prevalensi dan faktor faktor resiko yang menyebabkan
asma di RSU GMIM Bethesda Tomohon. Jurnal e-Clinik (eCi). Volume 4
No 2 Hal.45-50
Merey M & Hendro B. 2021. Faktor Resiko Yang Berhubungan Dengan Riwayat
Serangan Pada Penderita Asma Di Kabupaten Minahasa Selatan. Jurnal
Keperawatan. Volume 9 No.2
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Tindakan Keperawatan(Ist ed). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
PPNI
Utama, Saktya Yudha Ardhi. (2018). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Sistem Respirasi. Sleman: Budi Utama.
29
Widyaningsih, Yunani & M.Jamaludin. 2018. Pengaruh Respiratory Muscles
Streching Terhadap Saturasi Oksigen Pasien Asma. Jurnal Urecoll.
30